Anda di halaman 1dari 26

TATA URUTAN

PERUNDANG –
UNDANGAN R.I.
Sumber Hukum:
 Sumber hukum dalam arti
materiil
 Sumber hukum dalam arti
formil
Sumber hukum dalam arti material yaitu:

Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum.


Faktor-faktor kemasyarakatan yang mempegaruhi
pembentukan hukum yaitu:
 Stuktural ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat antara
lain: kekayaan alam, susunan geologi, perkembangan-
perkembangan perusahaan dan pembagian kerja.
 Kebiasaan yang telah membaku dalam masyarakat yang telah
berkembang dan pada tingkat tertentu ditaati sebagai aturan
tinglkah laku yang tetap.
 Hukum yang berlaku
 Tata hukum negara-negara lain
 Keyakinan tentang agama dan kesusilaan
 Kesadaran hukum
Sumber hukum dalam arti formal, yaitu :

Sumber hukum yang bersangkut paut dengan masalah prosedur


atau cara pembentukanya, terdiri dari:
 Sumber hukum dalam arti formal yang tertulis

1. Undang-undang :
a. UU dalam arti material: keputusan penguasa yang dilihat dari segi isinya
mempunyai kekuatan mengikat umum mis. UU Teroisme, UU Pailit.
b. UU dalam arti formal : keputusan penguasa yang diberi nama UU
disebabkan bentuk yang menjadikannya UU, mis al : UU APBN
 Sumber hukum dalam arti formal yang tidak
tertulis

Prof. Soepomo dalam catatan mengenai pasal 32 UUD


1950 berpendapat bahwa
“ Hukum adat adalah synonim dengan hukum tidak
tertulis dan hukum tidak tertulis berarti hukum yang
tidak dibentuk oleh sebuah badan legislatif yaitu
hukum yang hidup sebagai konvensi di badan –badan
hukum negara (DPR, DPRD, dsb), hukum yang timbul
karena putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan
yang hidup dalam masyarakat.”
SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN R.I

Pengertian Sistem

1. Suatu kebulatan/ keseluruhan kompleks atau teroganisasi,


suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-
bagian yang membentuk suatu kebulatan atau
keseluruhan yang kompleks atau utuh.

2. Suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh dimana


didalamnya terdapat komponen-komponen yang pada
gilirannya, merupakan sistem tersendiri yang
mempunyai fungsi masing-masing, saling berhubungan satu
dengan yang lainya.
1. Suatu kesatuan bagian-bagian
2. Bagian tsb mempunyai fungsi sendiri
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan
4. Keseluruhanya dimaksudkan untuk mencapai
suatu tujuan tertentu
5.Terjadi dlm lingkungan yg kompleks
SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN R.I

Menurut Prof. W.J.S. Poerwadarminta


Sistem adalah sekelompok bagian-
bagian (alat dan sebagainya) yang
bekerja bersamasama
untuk melakukan sesuatu maksud..
Sifat –sifat Sistem

Peraturan Perundang-undangan sebagai suatu sistem terdiri


dari sub-sub sistem, maka sifat-sifat dari pada sistem atau
cirinya adalah :

1. Bersifat abstrak artinya tidak berwujud


2. Merupakan hasil buatan dari manusia yang terencana
3. Terbuka/ gejala sosial yang mendapatkan pengaruh sosial
4. Hidup/ diberlakukan
5. Kompleks, karena didalamnya banyak sub-sub sistem dan
saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Sifat –sifat Sistem

Peraturan Perundang-undangan sebagai suatu sistem


terdiri dari sub-sub sistem, maka sifat-sifat dari pada
sistem atau cirinya adalah :

1. Bersifat abstrak artinya tidak berwujud


2. Merupakan hasil buatan dari manusia yang terencana
3. Terbuka/ gejala sosial yang mendapatkan pengaruh
sosial
4. Hidup/ diberlakukan
5. Kompleks, karena didalamnya banyak sub-sub sistem
dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Peraturan Perundang-Undangan pada dasarnya
merupakan proses penyelenggaraan Negara/
pemerintah dalam rangka tercapainya tata tertib
dalam bernegara. Peraturan Perundang-
undangan merupakan alat atau sarana untuk
tercapinya cita-cita dan tujuan Negara yaitu
Kesejahteraan Masyarakat (Welfare state).
Untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan Negara
Republik Indonesia harus didasarkan pada :
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 agustus 1945, yang merupakan
dasar hukum terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
2. Filsafat Bangsa/ Dasar Negara yaitu Pancasila yang
merupakan Landasan Idiil dan Sumber dari segala sumber
hukum.
3. Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Landasan
Konstitusional bagi setiap peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku di negara ini.
PERATURAN PERUNDANGAN

Pengertian
Peraturan perundangan pada hakekatnya merupakan salah satu
bentuk kebijaksanaan tertulis yang bersifat pengaturan (relegen)
yang dibuat oleh aparatur Negara mulai dari
MPR sampai dengan Direktur Jenderal/ Pimpinan LPND pada lingkup
nasional dan gubernur kepala daerah tingkat I.
Bupati/walikotamadya kepala daerah tingkat II pada
lingkup wilayah/ daerah yang bersangkutan. Tidak termasuk dalam
kelompok peraturan perundangan adalah ketentuan yang sifatnya
konkrit, individual, dan final (beschiking).
Misalnya, pemberian IMB, SIUP, dan sebagainya.
Azas-azas Peraturan Perundangan

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia adalah bentuk


peraturan perundangan yang tertinggi, sehingga semua peraturan
perundangan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengannya.

2. Sesuai dengan prinsip negara hukum, maka setiap peraturan


perundangan harus berdsar dan bersumber dengan tegas pada
peraturan perundangan yang berlaku, yang lebih tinggi tingkatnya.

3. Peraturan Perundangan dari tingkat urutan yang lebih rendah,


merupakan penjabaran atau perumusan lebih rinci dari peraturan
perundangan yang lebih tinggi tingkat urutannya. Ini berarti pula
bahwa peraturan perundangan yang lebih rendah harus tunduk dan
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan
yang lebih tinggi.
.
4. Peraturan perundangan pada asasnya tidak dapat berlaku surut,
kecuali apabila dinyatakan dengan tegas dan demi kepentingan umum.

5. Peraturan perundangan yang dibuat oleh aparatur yang lebih tinggi


mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

6. Peraturan yang diundangkan kemudian membatalkan peraturan


perundangan yang mengatur hal yang sama yang setingkat atau lebih
rendah. Ini berarti bahwa, apabila ada 3 buah peraturan atau lebih
yang isinya bertentangan atau tidak sesuai antara yang satu dengan yang
lain, sedangkan peraturan-peraturan perundangan tersebut sama
tingkatnya, maka yang dianggap berlaku adalah ketentuan dalam
peraturan perundangan yang diundangkan kemudian, kecuali apabila
dalam peraturan P erundangan itu dinyatakan lain (lex posteriore
derogate lex priori).
7. Peraturan perundangan yang bersifat khusus
mengesampingkan undang-undang yang
bersifat umum (lex specialis derogate lex
generalis).
8. Peraturan perundangan hanya boleh dicabut
/ diganti/ dibatalkan oleh peraturan yang
sama atau lebih tinggi tingkatnya.
9. Dalam penyusunan peraturan perundangan
diperhatikan konsistensinya baik
diantara peraturan perundangan yang mengatur
hal yang sama, maupun diantara
pasal-pasal dalam satu peraturan perundangan.
10. Dalam suatu peraturan perundangan harus
ada kejelasan dan ketegasan mengenai
yang ingin dicapai dari ketentuan yang
bersangkutan.
11. Peraturan perundangan dalam bentuk Undang
-Undang tidak diganggu gugat. Ini berarti
tidak ada badan/siapapun juga atau berwe-
nang menguji secara materiil terhadap UU
tersebut.
TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN R.I.
A. Hirarki Peraturan Perundang-Undangan
Mengenai tata urutan peraturan perundang-undangan diatur dalam UU No.
10 Tahun 2004 dan sekaligus merupakan koreksi terhadap pengaturan hirarki
peraturan perundang-undangan yang selama ini pernah berlaku yaitu TAP
MPR No. XX Tahun 1966 dan TAP MPR No. III Tahun 2000.

TAP MPR No. XX Tahun 1966


1. UUD RI 1945
2. TAP MPR
3. UU/Perpu
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya, seperti :
Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dll
TAP MPR No. III Tahun 2000
1. UUD RI 1945
2. TAP MPR RI
3. UU
4. Perpu
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004
1. UUD RI 1945
2. UU/Perpu
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
a. Perda Provinsi dibuat DPRD Provinsi dengan Gub.
b. Perda Kabupaten/ Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten
/ Kota bersama Bupati/Walikota
c. Praturan Desa/ Peraturan yang setingkat dibuat
oleh BPD atau nama lainnya bersama dengan
Kepala Desa
Ajaran Tentang Tata Urutan Perundangan

PRINSIP :
1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya
dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah atau berada dibawahnya.
2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber
atau memiliki dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang
tingkat lebih tinggi.
3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut,
diganti atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau paling tidak dengan yang sederajat.
5. Peraturan perundang-undangan yang sejenis
apabila mengatur materi yang sama, peraturan
yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak
dengan secara tegas dinyatakan bahwa
peraturan yang lama itu dicabut. Selain itu,
peraturan yang mengatur materi yang lebih
khusus harus diutamakan dari peraturan
perundang-undangan yang lebih umum.
Konsekuensi penting dari prinsip-prinsip di atas adalah harus
diadakannya mekanisme yang menjaga dan menjamin agar prinsip
tersebut tidak disimpangkan atau dilanggar.
Mekanismenya yaitu ada system pengujian secara yudisial atas
setiap peraturan perundang-undangan, kebijakan, maupun tindakan
pemerintah lainnya terhadap peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi tingkatannya atau tingkat tertinggi yaitu UUD.
Tanpa konsekuensi tersebut, tat urutan tidak akan berarti.
Hal ini dapat menyebabkan peraturan perundang-undangan
yang tingkatnya lebih rendah dapat tetap berlaku walaupun
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tingkat lebih
tinggi.
Proses penyusunan Undang-Undang

1. DPR memegang kekuasaan membuat UU


2. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden
untuk mendapat persetujuan bersama
3. Jika rancangan undang-undang itu tidak
mendapat persetujuan bersama, rancangan
undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan Dewan Perwakilan
Rakyat masa itu.
4. Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui
bersama untuk menjadi undang-undang
( Pasal 20 UUD 45 )
Dalam hal ihwal kepentingan yang
memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah
sebagai pengganti undang-undang.
( Pasal 22 UUD 45 )
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai