Anda di halaman 1dari 9

Isu-isu Dalam Pelaksanaan Syari’at

Islam di Aceh

Oleh Kelompok 8 :
Siti Zhilal Arifah
Tasnim Yawai
Syariat Islam dan Non Muslim di Aceh
• perdebatan mengenai pemberlakuan hukum syariat bagi non-muslim di Aceh merupakan masalah yang
mendatangkan banyak reaksi pro dan kontra dari kalangan ahli hukum, kriminolog, tokoh agama, dan aktivis
HAM.

• Pada tanggal 15 mei beredar luas berita yang memuat tentang warga non-muslim yang dikenai hukuman
cambuk karena melanggar qanun jinayat. Warga yang non muslim tersebut merupakan non muslim pertama
yang dikenai hukuman karena didakwa menjual minuman keras. Kasus inipun menjadi sorotan dan kritikan
dari berbagai pihak.

• Menurut syahrizal Abbas, Kepala Dinas Syariat Islam di Aceh, bahwa dalam qanun jinayat diatur jelas bahwa
pemberlakuan hukuman hanya untuk muslim “ kecuali bila dia (pelaku) dengan sadar minta hukum cambuk
atas kesadaran sendiri. Garansi bahwa syariat hanya berlaku bagi muslim adalah undang-undang No.11 Tahun
2006 tentang pemerintahan Aceh
hal ini diatur dalam pasal 5 poin (b) :

● Setiap orang beragama bukan islam yang


melakukan jarimah diAceh bersama-sama
dengan orang islam dan memilih serta
menundukkan diri secara suka rela terhadap
hukum jinayah
Syariat Islam dan HAM di Aceh
 Hak Asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir
yang tidak bisa diganggu-ganggu, dan bersifat tetap. Dalam syariat islam
ancaman pidana yang tegas terhadap pelaku kejahatan tidak bisa dikatakan
suatu pelanggaran HAM.

 menanggapi desakan Amnesty International dan para aktivis HAM agar


pemerintah Indonesia menghebtikan penerapan hukum cambuk yang berlaku
di Aceh, maka perlu disampaikan beberapa hal :
1. Tuduhan Amnesty Internasional terhadap hukum cambuk di Aceh adalah
pelanggaran HAM itu sangat tidak beralasan
2. Syariat islam di Aceh secara legal dan formal diterapkan, karena sejalan dengan
UUD 1945, tentang kebebasan beragama dan melaksanakan keyakinan agamanya.
3. konsep HAM dalam paradigma islam berbeda dengan konsep HAM dalam
paradigma Barat.
4. Amnesty telah mengintervasi urusan agama islam, maka mereka sama dengan
melanggar HAM
Syariat Islam dan Gender di Aceh
 Gender diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status, dan tanggung jawab pada
laki-laki dan perempuan sebagai hasil bentukan sosial budaya yang tertanam lewat
proses sosialisasi dari satu generasi ke genarasi selanjutnya.

 Ketidak adilan gender dapat menimpa kaum laki-laki dan perempuan, hanya saja,
berdasarkan data statistic dari beberapa bentuk ketidak adilan tersebut lebih
didominasi oleh perempuan sebagai korban, sehingga kemudian muncullah gerakan-
gerakan untuk membela hak-hak perempuan, yang biasa disebut dengan gerakan
feminism.
Untuk provinsi Aceh, sejak pemberian otonomi khusus tahun 2001, Aceh telah
melahirkan sejumlah aturan syariat islam yang disebut Qanun. Salah satunya
adalah Qanun nomor 14 tentang khalwat. Selain itu, yang menonjol pasca
otonomi khusus yang memberikan hak istimewa kepada Aceh untuk
menyelenggarakan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syariat islam
seperti pelaksanaan penggunaan jilbab bagi perempuan, pengekangan
beraktivitas bagi perempuan di ranah public, dan lain sebagainya.
Syariat Islam dan Penguatan Akidah di Aceh
 Dalam Qanun Aceh nomor 8 tahun 2015 tentang Perlindungan Akidah Umat dijelaskan bahwa
setiap umat muslim berkewajiban melindungi pelaksanaan akidah ummat. Dinas Syariat Islam di
Aceh selalu mempersiapkan segala upaya untuk mencegah terjadinya kegaduhan moral dan
perilaku masyarakat yang menyimpang dari aspek aqidah dan agama islam. Sehingga cita-cita
syariat islam berjalan sesuai harapan masyarakat Aceh.

 Adapun salah satu penyebab belum maksimalnya penerapan syariat islam secara kaffah di Aceh
yang telah berjalan hampir 17 tahun, karena masih banyaknya kendala yang dihadapi, salah
satunya adalah belum kuatnya akidah ummat.
terima
kasih

Anda mungkin juga menyukai