حوا بَيْ َنأ َ َخ َويْك ُْم َواتَّ ُقوا الل ّ َ َه ل ََعلَّك ُ ْمـِ ل صَ َ ُ ِإن َّ َما ال ُْم ْؤ ِمن
ُ ْ ون ِإ ْخ َوةٌ َفأ
ونَ تُ ْر َح ُم
ون ُ
ك
َ ََ يو ِ
اس َّ ن ل ا ىَلَ ع اء ََد ه ُ
ش ْ
ا وُ ن
و ُ
ك ت
َ ّ ِ
ل ً
ا ط سو
ََ ً
ة م
َّ ُأ ْ مُكاَ نْ َو َك َذكِل َ َج َعل
۱۴۳ : ول عَلَ ْيمُك ْ َشهِيد ًا البقرة ُ َّالر ُس
Dan demikianlah pula Allah telah menjadikan
kamu/umat Islam umat pertengahan, agar kamu menjadi
saksi atas perbuatan manusia dan Rasul Muhammad
SAW menjadi saksi atas perbuatan kamu.
SEBUAH SIKAP TENGAH ATAU MODERAT YANG
TIDAK CENDERUNG KE KANAN /musrik/radikalisme
agama ATAU KE KIRI/munafik/liberal/radikalisme
sekuler. semangat dalam mengakomodir beragam
kepentingan, lalu berikhtiar mencari solusi yang paling
ashlah (terbaik).
konsepsi Hamka tentang wasatiyyah mencakup lima
hal.
Pertama, wasatiyyah in thought. Wasatiyyah dalam
pemikiran. Wasatiyyah antara penggunaan akal dan
naqal. Tidak terlalu mengunggulkan akal
Kedua, wasatiyyah in piety. Wasatiyyah dalam
ranah ibadah. Tidak terlalu ekstrem, baik yang
berujung pada sufi maupun salafi. Hamka tidak
menuhankan hukum legal dan tidak pula melebih-
lebihkan spiritualitas. Sehingga dia laksana sufi
yang aktivis.
Ketiga, wasatiyyah in brotherhood. Wasatiyyah
dalam hal persaudaraan. Hamka tidak berlebihan
sehingga menimbulkan sikap ta’asubiyah
(primordial) atau menimbulkan perpecahan
sektarian. Tetapi juga memiliki sikap loyalitas yang
pada tempatnya. “Hamka menginginkan umat Islam
harus bersatu
keempat, wasatiyah in the treatment of women.
Hamka memiliki konsep untuk mendudukkan posisi
perempuan dalam posisi yang tepat dan seimbang
antara sikap patriarkhi dan absolute equality.
Perempuan tidak dijadikan sebagai makhluk di
bawah laki-laki, tetapi juga tidak mutlak sama
dengan kaum adam. Ada wilayah-wilayah tertentu
yang kedua jenis kelamin ini harus saling bekerja
sama dan melengkapi.
Kelima, wasatiyah in obidience. Wasatiyyah dalam
kepatuhan bernegara. Ada sikap yang mutlak
meniadakan sikap ‘protes’ kepada penguasa dan
sebaliknya juga sikap mutlak ‘pemberontakan’
kepada pemimpin. Hamka mencoba mencari
formulasi tengahan. “Boleh protes tapi dengan cara-
cara yang baik,
Sikap ini mestinya sudah melekat pada diri setiap
muslim dan siapa saja yang ingin menjadi perekat
umat. Bisa membedakan mana yang
pokok/tauqifiyah dan mana yang ijtihadiyah dan
menghindari perdebatan yang kontraproduktif
tentang masalah khilafiyah ijtihadiyah.
Pahamilah akidah Ahlussunnah Wal Jamaah yang
mengajarkan konsep wasatiyyah yang sebenarnya.
Mempelajari semua kitab fiqih madzhab-madzhab
yang ada,dan tidak membedakan ilmu umum
maupun agama merupakan prinsip wasatiyyah yang
nyata. Penerapan ilmu agama 100% dan umum
100% diharapkan dapat membawa kita pada
kemapanan tsaqofah Islamiyah dan kauniyah.
Langkah langkah pesatuan umat.
قل أتحآجوننا في الله وهو ربنا وربكم ولنا أعمالنا ولكم أعمالكم
ونحن له مخلصون