Anda di halaman 1dari 13

KELOMPOK 4 ASMA

RISMAYANTI UTAMI
RIZAL M. GUNTUR
SALSABILLA A. AGOESMAN
SAYID NURDINILAH
SENDI SEPTIAN
SISKA NURAENI
SOSA S. SALAHUDIN
VIRDA RAHMASARI
WULAN L. L. PUTRI
ZAKY RAHMAN
PENGERTIAN
Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang
ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau
sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti
nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita oleh semua golongan usia, baik muda
atau tua.
Meskipun penyebab pasti asma belum diketahui secara jelas, namun ada beberapa hal
yang kerap memicunya, seperti asap rokok, debu, bulu binatang, aktivitas fisik, udara dingin,
infeksi virus, atau bahkan terpapar zat kimia.
Bagi seseorang yang memiliki penyakit asma, saluran pernapasannya lebih sensitif
dibandingkan orang lain yang tidak hidup dengan kondisi ini. Ketika paru-paru teriritasi
pemicu di atas, maka otot-otot saluran pernapasan penderita asma akan menjadi kaku dan
membuat saluran tersebut menyempit. Selain itu, akan terjadi peningkatan produksi dahak
yang menjadikan napas menjadi sesak..
• Laporan riset kesehatan dasar oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2013
memperkirakan jumlah pasien asma di Indonesia mencapai 4.5 persen dari
total jumlah penduduk. Provinsi Sulawesi Tengah menduduki peringkat
penderita asma terbanyak sebanyak 7.8 persen dari total penduduk di daerah
tersebut.
• Menurut data yang dikeluarkan WHO pada bulan Mei tahun 2014, angka
kematian akibat penyakit asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau
sekitar 1,77 persen dari total jumlah kematian penduduk. Setelah dilakukan
penyesuaian umur dari berbagai penduduk, data ini sekaligus menempatkan
Indonesia di urutan ke-19 di dunia perihal kematian akibat asma.
PENYEBAB ASMA

• Infeksi paru-paru dan saluran napas yang umumnya menyerang saluran napas
bagian atas seperti flu.
• Alergen (bulu hewan, tungau debu, dan serbuk bunga).
• Paparan zat di udara, misalnya asap kimia, asap rokok, dan polusi udara.
• Faktor kondisi cuaca, seperti cuaca dingin, cuaca berangin, cuaca panas yang
didukung kualitas udara yang buruk, cuaca lembap, dan perubahan suhu yang
drastis.
• Kondisi interior ruangan yang lembap, berjamur, dan berdebu.
• Pekerjaan tertentu, seperti tukang kayu, tukang las, atau pekerja pabrik tekstil.
• Stres.
• Emosi yang berlebihan (kesedihan yang berlarut-larut, marah berlebihan, dan
tertawa terbahak-bahak).
• Aktivitas fisik (misalnya olahraga).
• Obat-obatan, misalnya obat pereda nyeri anti-inflamasi nonsteroid (aspirin,
naproxen, dan ibuprofen) dan obat penghambat beta (biasanya diberikan
pada penderita gangguan jantung atau hipertensi).
• Makanan atau minuman yang mengandung sulfit (zat alami yang kadang-
kadang digunakan sebagai pengawet), misalnya selai, udang, makanan
olahan, makanan siap saji, minuman kemasan sari buah, bir, dan wine.
• Alergi makanan (misalnya kacang-kacangan).
• Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau penyakit di mana asam
lambung kembali naik ke kerongkongan sehngga mengiritasi saluran cerna
bagian atas.
FAKTOR-FAKTOR RISIKO ASMA

• Memiliki keluarga dengan riwayat penyakit asma atau


• alergi atopik (kondisi yang berkaitan dengan alergi, misalnya alergi makanan dan eksim).
• Mengidap penyakit bronkiolitis atau infeksi paru-paru saat masih kecil.
• Lahir dengan berat badan di bawah normal, yaitu kurang dari dua kilogram.
• Kelahiran prematur, terutama jika membutuhkan ventilator.
• Terpapar asap rokok saat masih kecil. Pada kasus ibu yang merokok saat hamil, risiko anak
untuk menderita asma akan meningkat.
GEJALA ASMA

Gejala utama asma meliputi sulit bernapas (terkadang bisa membuat penderita megap-
megap), batuk-batuk, dada yang terasa sesak, dan mengi (suara yang dihasilkan ketika udara
mengalir melalui saluran napas yang menyempit). Apabila gejala ini kumat, sering kali
penderita asma menjadi sulit tidur.
Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai dari yang ringan hingga parah.
Memburuknya gejala biasanya terjadi pada malam hari atau dini hari. Sering kali hal ini
membuat penderita asma menjadi sulit tidur dan kebutuhan akan inhaler semakin  sering.
Selain itu, memburuknya gejala juga bisa dipicu oleh reaksi alergi atau aktivitas fisik.
Gejala asma yang memburuk secara signifikan disebut serangan asma. Serangan asma
biasanya terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam, atau bahkan beberapa hari. Meskipun begitu,
ada beberapa penderita yang gejala asmanya memburuk dengan sangat cepat kurang dari
waktu tersebut.
Selain sulit bernapas, sesak dada, dan mengi yang memburuk secara signifikan,
tanda-tanda lain serangan asma parah dapat meliputi:
• Inhaler pereda yang tidak ampuh lagi dalam mengatasi gejala.
• Gejala batuk, mengi dan sesak di dada semakin parah dan sering.
• Sulit bicara, makan, atau tidur akibat sulit bernapas.
• Bibir dan jari-jari yang terlihat biru.
• Denyut jantung yang meningkat.
• Merasa pusing, lelah, atau mengantuk.
• Adanya penurunan arus puncak ekspirasi.
PENGOBATAN
Informasi mengenai obat-obatan harus disertakan di dalam rencana
penanganan asma. Rencana penanganan ini juga bisa membantu Anda
mengetahui kapan gejala bisa memburuk dan langkah apa yang harus diambil.
Setidaknya sekali dalam setahun, rencana penanganan asma tersebut harus
Anda tinjau ulang bersama dokter. Bahkan peninjauan secara lebih berkala
perlu dilakukan jika gejala asma telah mencapai tingkat parah.
Anda mungkin akan disarankan untuk membeli peak flow meter (PFM)
atau alat pengukur aliran ekspirasi puncak sebagai bagian dari pengobatan.
Dengan cara ini Anda dapat memonitor asma Anda sendiri sehingga dapat
mengetahui serangan asma lebih dini dan mengambil langkah penanganan
yang perlu.
Biasanya obat-obatan asma diberikan melalui alat yang disebut inhaler (obat hirup untuk
asma). Alat ini dapat mengirimkan obat ke dalam saluran pernapasan secara langsung dengan
cara dihirup melalui mulut. Menggunakan obat asma dengan cara dihirup dinilai efektif
karena obat tersebut langsung menuju paru-paru. Kendati begitu, tiap inhaler bekerja dengan
cara yang berbeda. Biasanya dokter akan mengajari Anda cara menggunakan inhaler dan
melakukan pemeriksaan setidaknya sekali dalam setahun.
Selain inhaler, ada juga yang disebut sebagai spacer. Ini merupakan wadah dari logam
atau plastik yang dilengkapi dengan corong isap di satu ujungnya dan lubang di ujung lainnya
untuk dipasangkan inhaler. Saat inhaler ditekan, obat akan masuk ke dalam spacer dan
dihirup melalui corong spacer itu sendiri. Spacer juga dapat mengurangi risiko sariawan di
mulut atau tenggorokan akibat efek samping dari obat-obatan asma yang dihirup.
Spacer mampu meningkatkan jumlah obat-obatan yang mencapai paru-paru dan
mengurangi efek sampingnya. Beberapa orang bahkan merasa lebih mudah
memakai spacer ketimbang inhaler saja. Pada kenyataannya karena dapat meningkatkan
distribusi obat ke dalam paru-paru, penggunaan spacer sering disarankan.
Ada dua jenis inhaler yang digunakan dalam penanganan penyakit asma, yaitu:
• Inhaler pereda. Inhaler pereda digunakan untuk meringankan gejala asma
dengan cepat saat serangan sedang berlangsung. Biasanya inhaler ini berisi
obat-obatan yang disebut short-acting beta2-agonist atau beta2-agonist yang
memiliki reaksi cepat (misalnya terbutaline dan salbutamol). Obat ini mampu
melemaskan otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang menyempit. Dengan
begitu, saluran pernapasan dapat terbuka lebih lebar dan membuat pengidap
asma dapat bernapas kembali dengan lebih mudah. Obat-obatan yang
terkandung di dalam inhaler pereda jarang menimbulkan efek samping dan
aman digunakan selama tidak berlebihan. Inhaler pereda tidak perlu sering
digunakan lagi jika asma sudah terkendali dengan baik. Bagi pengidap asma
yang harus menggunakan obat ini sebanyak lebih dari tiga kali dalam
seminggu, maka keseluruhan penanganan perlu ditinjau ulang.
• Inhaler pencegah. Selain dapat mencegah terjadinya serangan asma, inhaler
pencegah juga dapat mengurangi jumlah peradangan dan sensitivitas yang
terjadi di dalam saluran napas. Biasanya Anda harus menggunakan inhaler
pencegah tiap hari untuk sementara waktu sebelum merasakan manfaatnya
secara utuh. Anda juga mungkin akan membutuhkan inhaler pereda untuk
meredakan gejala saat serangan asma terjadi. Namun jika Anda terus-menerus
membutuhkan inhaler pereda tersebut, maka penanganan Anda harus ditinjau
ulang secara keseluruhan. Umumnya pengobatan pencegah disarankan jika
Anda mengalami serangan asma lebih dari dua kali dalam seminggu, harus
menggunakan inhaler pereda lebih dari dua kali dalam seminggu, atau
terbangun pada malam hari sekali atau lebih dalam seminggu akibat serangan
asma. Inhaler pencegah biasanya mengandung obat-obatan steroid seperti
budesonide, beclometasone, mometasone, dan fluticasone. Merokok dapat
menurunkan kinerja obat ini.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai