Anda di halaman 1dari 50

BIODATA

 NAME : SYAUKAT FAUZI S.H., M.H

 PLACE/DATE OF BIRTH : PAYAKUMBUH, 5 JUNI 1955

 ADDRESS : JL. GIAM II BLOK B4/29 PANDAU PERMAI

 CONTACT NR : 0812-7561909

 MARITAL STATUS : M/4


CURRICULUM VITAE
EDUCATIONS:

S.D : GRADUATED 1967, PARIAMAN

S.M.P : GRADUATED 1970, PADANG

S.M.A : NOT GRADUATED 1970, PEKANBARU

PAKET C : GRADUATED 2005, PEKANBARU

S.1 : F.H. UIR, 2009 IP: 3.80

S.2 : PASCA UIR, 2010 IP: 3.82


EXPERIENCES:

1973 - 1974 : DITJEN HUBLA, MARKONIS

1974 - 1990 : BERBAGAI PERUSAHAAN PELAYARAN


NASIONAL DAN INTERNASIONAL, RADIO OFFICER

1990 - 2000 : HUDBAY OIL, LASMO OIL, KONDUR


PETROLEUM S.A. - IT OPS/TECH

2000 - 2007 : KALILA, EMP - HR, FINANCE, MATERIAL


OFFICER.
LITERATUR PENGANTAR
ILMU HUKUM
 Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H., - Pengantar Ilmu Hukum

 Prof. Dr. Mr. L.J. Val Apeldoorn, S.H., M.H. - Pengantar Ilmu Hukum
I - LATAR BELAKANG PENULISAN PIH
 Pengantar Ilmu Hukum yaitu bidang studi hukum merupakan
pengantar (introduction atau Inleiding) untuk ilmu pengetahuan
hukum yang berusaha menjelaskan tentang keadaan, inti dan
maksud tujuan dari bagian-bagian penting dari hukum, serta
pertalian antara berbagai bagian penting dari pengetahuan hukum
dan merupakan dasar bagi pelajaran tentang ilmu pengetahuan dari
berbagai bidang hukum.

 PIH merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi


hukum. Apabila PIH tidak dipahami secara seksama dan tuntas,
tidaklah mungkin dapat diperoleh pengertian yg baik tentang
berbagai cabang ilmu hukum baik privat maupun publik.

 Beberapa pertanyaan mendasar tentang hukum:


a. Apa hukum itu sebenarnya?
b. Di mana bergeraknya hukum dapat diamati?
c. Apakah maksud dan tujuan serta keinginan hukum?
d. Bagaimana hukum dapat mencapai tujuannya?
a. Apa itu hukum:
Ibi societas ibi ius (di mana ada masyarakat di situ ada hukum), jadi
hukum adalah sebuah gejala sosial. Hukum akan tampil jika ada
masyarakat artinya tanpa disadari atau diminta, hukum tersebut
akan tampil di antara masyarakat sebagai penjaga keseimbangan
antara satu dan lain orang di masyarakat karena dengan adanya
orang lain akan menyebabkan timbulnya pertentangan kepentingan
dan perebutan kebutuhan.

b. Bagaimana hukum bergerak:


Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat, hukum
bergerak seiring dengan berkembangnya masyarakat. Semakin
besar jumlah anggota dari masyarakat tertentu akan menambah
kebutuhan masyarakat dan setiap pertumbuhan kebutuhan
menyebabkan bertambah pula permasalahan di masyarakat.
Permasalahan tersebut bisa diatasi dan diselesaikan hanya melalui
aturan-aturan yang mengikat seluruh masyarakat, dan itulah hukum
c. Apa yang ingin dicapai oleh hukum:
Hukum bercita-cita menciptakan kepastian, keadilan bagi semua pihak dan
kerukunan serta ketentraman di masyarakat.
Adil bukanlah berarti seimbang, tidak berat sebelah dll, melainkan adil
berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya.

d. Bagaimana hukum mencapai tujuannya:

- Adanya aturan-aturan yang dibuat oleh yang berwenang membuatnya


dan berdasarkan kepentingan semua masyarakat

- Pelaksana penegakkan hukum yang dapat mengemban tugasnya sesuai


dengan kewenanganmya dan tujuan hukum

- Kesadaran hukum masyarakat dimana hukum tersebut diberlakukan.


Artinya masyarakat di mana hukum itu berlaku, taat dan sadar akan
pentingnya hukum bagi keadilan dan kesejahteraan serta menghayati akan
keinginan hukum demi keadilan.
II – BEBERAPA PENGERTIAN HUKUM
1. Hukum dalam arti Penguasa
Hukum adalah perangkat peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah,
melalui badan-badan yang berwenang membentuknya seperti UUD, UU,
PP, PerPres, Perda, termasuk di dalam nya putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum (jurisprudensi).

2. Hukum dalam arti para petugas


Bagi sebagian masyarakat awam, hukum dilihat sebagai wujud petugas
dengan seragamnya seperti polisi, jaksa, hakim dll. Mereka melihat
kelompok tersebutlah orang-orang yang melakukan penegakkan hukum di
masyarakat.

3. Hukum dalam arti sikap tindak


Sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur. Hukum tidak
seperti petugas penegak hukum, yang memeriksa pelaku kejahatan dan
menghakiminya, melainkan hidup bersama dengan perilaku individu
terhadap yang lain secara terbiasa dan senantiasa terasa wajar serta
rasional.
4. Hukum dalam arti sistem kaidah

Sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang


saling bekerjasama dengan serasi dan saling mengisi dan tidak saling
bertentangan untuk mencapai tujuan tertentu.
Kaidah atau norma adalah ketentuan-ketentuan tentang baik buruk perilaku
manusia di tengah pergaulan hidup. Ketentuan larangan untuk perbuatan-
perbuatan yang apabila dilakukan dapat membahayakan kehidupan
bersama. Perintah-perintah bertujuan agar dilakukan perbuatan-perbuatan
yang dapat memberi kebaikan bagi kehidupan manusia. Sebaliknya
ketidakpatuhan terhadap ketentuan di atas dapat mendatangkan bahaya
bagi masyarakat oleh karenanya menyebabkan timbulnya sanksi dari
masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kaidah adalah
patokan atau ukuran atau pedoman untuk perilaku atau sikap tindak dalam
hidup. Hakikatnya, kaidah merupakan perumusan suatu pandangan
mengenai perilaku manusia.
 Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa hukum sebagai sistem kaidah
adalah:

a. Tata kaidah hukum yang merupakan sistem kaidah-kaidah hukum secara


hierarkis

b. Susunan kaidah-kaidah hukum yang disederhanakan dari tingkat bawah


ke atas meliputi:

1. Kaidah-kaidah individual dari badan-badan pelaksana hukum


terutama pengadilan
2. Kaidah-kaidah umum di dalam undang-undang hukum atau
hukum kebiasaan
3. Kaidah-kaidah konstitusi

c. Sahnya kaidah-kaidah hukum dari golongan tingkat yang lebih rendah


tergantung atau ditentukan oleh kaidah-kaidah yang termasuk golongan
tingkat yang lebih tinggi
 Disamping kaidah hukum, dalam masyarakat dikenal dan bekerja kaidah-
kaidah lain, yaitu:

a. Kaidah-kaidah kesopanan:
Adalah serangkaian ketentuan yang bertujuan untuk mengarahkan agar
hidup ini lebih menyenangkan. Kaidah kesopanan yang fundamental
merumuskan inti kehidupan yang baik, yaitu orang harus memelihara
ketentraman dan kenyamanan hidup bersama. Kaidah kesopanan tentu
berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lain.

b. Kaidah kesusilaan:
Kaidah kesusilaan adalah kaidah kehidupan pribadi yang khusus
menyangkut hati nurani seorang individu dalam pergaulan dengan sesama
dalam masyarakat. Dasar kaidah ini adalah pandangan tentang perilaku
atau sikap tindak bahwa seseorang harus bersih hatinya, baik akhlaknya,
berjiwa luhur yang akan diimplementasikan dalam pergaulan hidup.
c. Kaidah Kepercayaan dan Agama:
Kaidah ini tentang kepercayaan akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan
sebagai sang Pencipta alam semesta termasuk manusia. Kaidah ini datang
dari Tuhan sebagai perintah dan larangan bagi manusia agar manusia
dapat hidup bahagia lahir dan bathin dunia dan akhirat. Kaidah keTuhanan
inilah yang mewarnai berbagai kaidah sosial, seperti kaidah kesopanan,
kesusilaan dan hukum.
5. Hukum dalam arti jalinan nilai:
Hukum mempunyai arti sebagai jalinan nilai. Hukum bertujuan
menserasikan nilai-nilai objektif yang universal tentang baik dan buruk,
tentang patut dan tidak patut (janggal) sedemikian rupa untuk
mencerminkan rumusan perlindungan kepentingan antar individu,
pemenuhan kebutuhan dan perlindungan hak dengan ketentuan yang
merupakan kepastian hukum. Dalam hal-hal tertentu, hukum secara khusus
menentukan nilai-nilai subyektif secara tertentu memberi keputusan bagi
keadilan sesuai keadaan pada suatu tempat, waktu dan budaya
masyarakat. Tujuan hukum dalam kaitannya dengan jalinan nilai adalah
mewujudkan keserasian dan keseimbangan antara faktor objektif dan
subjektif dari hukum demi terwujudnya nilai-nilai keadilan dalam hubungan
antara individu di tengah pergaulan hidup di masyarakatnya.

6. Hukum dalam arti tata hukum:


Tata hukum atau kerap kali disebut sebagai hukum positif adalah hukum
yang berlaku di suatu tempat tertentu, pada saat tertentu.
Hukum positif tertentu berbeda-beda antara suatu wilayah negara dengan
negara lainnya. Di wilayah yurisdiksi hukum Indonesia tata hukum yang
berlaku adalah apa yang kita kenal saat ini yang sebagiannya berasal
dari negara kolonial terutama Belanda. Hukum di Indonesia ditinjau dari
segi tata hukum meliputi hukum-hukum yang berlaku dewasa ini baik
hukum publik maupun hukum privat.

a. Hukum publik yang terdiri antara lain dari Hukum Tata Usaha Negara,
Hulum Pidana dan Hukum Internasional Publik
b. Hukum Privat di antaranya Hukum Sipil, Hukum Dagang, Hukum
Ketenagakerjaan dan lain-lain.

7. Hukum dalam arti ilmu hukum:


Sebagai ilmu pengetahuan atau science yang merupakan karya manusia
yang berusaha mencari kebenaran tentang sesuatu yang memiliki ciri-ciri,
sistematis, logis, empiris, metodis, umum dan akumulatif. Sebagai ilmu
pengetahuan, ilmu hukum dengan ciri-cirinya berusaha mempelajari
sistematika hukum dan kaidah-kaidah, rumusan kaidah, sebab
terbentuknya dan sebagainya sedemikian rupa, sehingga hukum dapat
dipelajari dengan sebaik-baiknya. Hukum berkembang seiring
perkembangan masyarakat, sehingga dapat secara objektif menjelaskan
keadaan hukum setiap saat, agar hukum dapat berperan sebagai sarana
pencipta ketertiban, keadilan dan pendorong pembangunan.
8. Hukum dalam arti disiplin hukum:
Disiplin adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala yang
ditemui. Dalam hal ini hukum dalam arti disiplin melihat hukum sebagai
gejala dan kenyataan yang ada di tengah masyarakat. Dalam disiplin
hukum secara umum menyangkut; ilmu hukum, politik hukum dan filsafat
hukum

a. Ilmu hukum; intinya ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum

b. Politik hukum; mencakup kegiatan-kegiatan mencari dan memilih nilai-


nilai dan menerapkan nilai-nilai tersebut bagi hukum dalam mencapai
tujuannya

c. Filsafat hukum; adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, juga


mencakup penyesuaian nilai-nilai, misalnya; penyerasian antara ketertiban
dengan ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan, dan antara
kelanggengan dan pembaharuan.
III - DISIPLIN HUKUM
 Disiplin hukum adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala
hukum yang ada dan hidup di tengah pergaulan.

 Disiplin hukum terbagi:

1. Disiplin analitis; yaitu ajaran yang menganalisa, memahami dan


menjelaskan gejala-gejala yang dihadapi, contoh; sosiologi, psikologi,
ekonomi dll.

2. Disiplin perspektif; yaitu sistem ajaran yang menentukan apakah yang


seyogyanya atau yang seharusnya dilakukan di dalam menghadapi
kenyataan-kenyataan tertentu, contoh; hukum, filsafat dll.

Ruang lingkup Disiplin Hukum meliputi:

1. Ilmu Hukum
Secara garis besar ilmu hukum dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Ilmu hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang bersifat
manusiawi, pengetahuan tentang yang benar dan tidak benar menurut
harkat kemanusiaan

b. Ilmu formal tentang hukum positif

c. Sintesa ilmiah tentang asas-asas yang pokok dari hukum

d. Penyelidikan oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan


teknik-teknik hukum dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh
dari berbagai disiplin di luar hukum yang mutakhir

e. Ilmu hukum adalah nama yang diberikan kepada suatu cara untuk
mempelajari hukum, suatu penyelidikan yang bersifat abstrak, umum dan
teoritis, yang berusaha mengungkapkan asas-asas yang pokok dari hukum

f. Ilmu hukum adalah ilmu tentang hukum dalam seginya yang paling
umum. Segenap usaha untuk mengembalikan suatu kasus kepada suatu
peraturan, adalah suatu kegiatan ilmu hukum.
g. Teori Ilmu Hukum menyangkut pemikiran mengenai hukum atas dasar
yang paling luas

h. Suatu diskusi teoritis yang umum mengenai hukum dan asas-asas


sebagai lawan dari studi mengenai peraturan-peraturan hukum yg konkrit

i. Ia meliputi pencarian ke arah konsep-konsep yang tuntas yang mampu


untuk memberikan ekspresi yang penuh arti bagi semua cabang ilmu
hukum

j. Ilmu hukum adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk


dan manifestasinya

k. Pokok bahasan ilmu hukum adalah luas sekali meliputi hal-hal yang
filsafati, sosiologis, historis maupun komponen-komponen analitis dari teori
hukum

l. Ilmu hukum berarti setiap pemikiran yang teliti dan berbobot mengenai
semua tingkat kehidupan hukum, asal pemikiran itu menjangkau keluar
batas pemecahan terhadap suatu problem yang konkrit, jadi ilmu hukum
meliputi semua macam generalisasi yang jujur dan dipikirkan masak-masak
di bidang hukum
Dengan berbagai pendapat tersebut, maka akan semakin jelaslah mengenai
ruang lingkup yang dipelajari oleh ilmu hukum. Termasuk ilmu hukum ini
adalah:

a. Ilmu kaidah; yaitu ilmu yang menelaah hukum sebagai kaidah atau
sistem kaidah-kaidah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum

b. Ilmu pengertian; yakni ilmu tentang pengertian-pengertian pokok dalam


hukum, seperti misalnya subjek hukum, lewajiban dan hak, peristiwa
hukum, hubungan hukum dan objek hukum

c. Ilmu kenyataan; yang menyoroti hukum sebagai perilaku atau sikap


tindak, yang antara lain dipelajari dalam sosiologi hukum, antropologi
hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum

“Dengan demikian dapat disederhanakan bahwa ilmu hukum adalah; ilmu


yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah hukum”.
2. Filsafat hukum

Filsafat hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pertanyaan-


pertanyaan mendasar dari hukum. Atau ilmu pengetahuan tentang hakikat
hukum. Dikemukakan dalam ilmu tentang dasar-dasar kekuatan mengikat
dari hukum

3. Politik hukum

Masyarakat yang teratur senantiasa memiliki tujuan untuk mensejahterakan


warganya. Sebagai contoh, politik hakikatnya adalah sarana untuk
mencapai tujuan tersebut yang untuk itu dilalui proses pemilihan tujuan.
Oleh karenanya politik adalah juga aktivitas memilih tujuan tertentu. Dalam
hukum dijumpai keadaan yang sama. Hukum yang berusaha memilih
tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut adalah termasuk bidang politik
hukum. Jelaslah bahwa politik hukum adalah disiplin hukum yang
mengkhususkan dirinya pada usaha memerankan hukum dalam mencapai
tujuan yang dicita-citakan oleh masyarakat tertentu.
IV - HUKUM OBJEKTIF DAN SUBJEKTIF
1. Hukum dan hubungan hukum.

 Tiap hubungan hukum mempunyai dua segi:

* Hak pada satu pihak, dan


* Kewajiban pada pihak lain

 Perkataan hukum dipakai dalam dua arti:

* Hukum Objektif; peraturan (kaidah) yang mengatur hubungan antara dua


orang atau lebih tentang suatu objek tertentu
* Hukum Subjektif; hukum yang mengatur hubungan dua orang dimana
satu pihak memiliki hak dan lainnya memiliki kewajiban. Kewajiban salah
satu pihak merupakan hak pihak lain dan sebaliknya.

 Walaupun hukum objektif dan hukum subjektif dapat dibeda-bedakan,


tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan karena keduanya mengatur
peristiwa hukum yang sama namun melihat masalah dari sudut yang
berbeda
V - SUMBER-SUMBER HUKUM POSITIF

 Sumber hukum memiliki arti yang berbeda-beda tergantung kepada sudut


memandang dan disiplin ilmu orang yang memandang. Setidaknya sumber
hukum dapat dilihat dari sisi:

a. Sumber hukum dalam arti sejarah:


Ahli sejarah memakai perkataan sumber hukum dalam 2 arti:

1. Dalam arti sumber pengenalan hukum, yakni semua tulisan, dokumen,


inskripsi dsb., dari mana kita dapat belajar mengenal hukum suatu bangsa
pada suatu waktu, misalnya; undang-undang, keputusan-keputusan hakim,
piagam-piagam yang memuat perbuatan hukum, tulisan-tulisan ahli hukum,
demikian juga tulisan-tulisan yang tidak bersifat yuridis sepanjang memuat
pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga hukum.

2. Dalam arti sumber-sumber dari mana pembentuk UU memperoleh bahan


dalam membentuk UU, juga dalam arti sistem-sistem hukum, dari mana
tumbuh hukum positif suatu negara.
Sebagai contoh: Code civil merupakan sumber langsung yang terpenting
dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Negeri Belanda . Hukum
Germania, Rumawi dan Kanonik adalah sumber tidak langsung yang
terpenting dari hukum Perdata Belanda.

b. Sumber hukum dalam arti sosiologis:


Menurut ahli sosiologis, sumber hukum ialah faktor-faktor yang
menentukan isi hukum positif, misalnya keadaan-keadaan ekonomi,
pandangan agama, saat-saat psikologis. Penyelidikan tentang faktor-faktor
tersebut meminta kerjasama dari berbagai ilmu pengetahuan, lebih-lebih
kerjasama antara sejarah (sejarah hukum, agama dan ekonomi), psykologi
dan ilmu filsafat.

c. Sumber hukum dalam arti filsafat:


Dalam filsafat hukum perkataan sumber hukum dipakai dalam 2 arti:

1. Sebagai sumber untuk isi hukum, untuk ini timbul pertanyaan: kapankah
isi hukum itu dapat dikatakan tepat sebagaimana mestinya?, atau apakah
yang dipakai sebagai ukuran untuk menguji hukum agar dapat mengetahui
apakah ia hukum yang baik?
Menurut pandangan sebagian orang Tuhanlah yang merupakan sumber isi
hukum.

Menurut pandangan Hugo De Groot (Grootius) seorang Belanda, sumber


hukum adalah akal budi.

Menurut penganut paham aliran historis yang muncul di Jerman pada


permulaan abad yang lalu, sumber isi hukum disebut kesadaran hukum
suatu bangsa, atau pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat
mengenai apa yang disebut hukum. Pandangan tsb bukan hanya hasil
uraian budi, melainkan juga tumbuh atas pengaruh berbagai faktor seperti:
agama, ekonomi, politik dsb.
Oleh karena padangan tersebut berubah-ubah, maka hukumpun berubah
juga. Konsekwensinya tidaklah terdapat ukuran yang berlaku objektif dan
kolektif untuk isi hukum walaupun secara subjektif kita dapat mengambil
suatu ukuran.

2. Sebagai sumber untuk kekuatan mengikat, mengapa kita harus


mengikuti hukum?. Menurut De Groot, sumber hukum adalah akal budi,
sumber kekuatan mengikat adalah Tuhan.
d. Sumber hukum dalam arti formil.

Bagi ahli hukum praktis dan bagi tiap-tiap orang yang aktif turut serta
dalam pergaulan hukum, sumber hukum adalah peristiwa-peristiwa dari
mana timbul hukum yang berlaku (yang mengikat hakim, dan penduduk).

Mengenai isinya, hukum timbul dari kesadaran hukum suatu bangsa, dari
pandangan-pandangan hukum yang hidup dalam suatu bangsa. Tetapi
pandangan-pandangan itu tidak begitu saja merupakan hukum. Agar ia
menjadi peraturan tingkah laku yang dapat dipakai dalam pergaulan hidup
ia harus dituangkan dalam bentuk tertentu, yaitu dalam bentuk undang-
undang, kebiasaan atau traktat.
Tiga sumber hukum tersebut di atas sebagai sumber hukum dalam arti
formil.
VI - TUJUAN HUKUM DGN PENJELASAN
TTG PASANGAN NILAI DLM HUKUM
1. Kebebasan dan Ketertiban

Kebebasan di sini diartikan bahwa seseorang individu, atau kelompok yang


bergaul di tengah pergaulan sesamanya tidak terikat dan terkekang
sedemikian rupa (spt zaman perbudakan). Kebebasan ini adalah ciri
masyarakat modern dewasa ini. Namun kebebasan disini tidak berarti
seseorang bebas bertindak atau dapat berbuat semaunya sendiri seperti
merusak lingkungan, merusak barang orang lain, mengganggu orang lain
dsb. Arti kebebasan sebenarnya adalah sekaligus membawa keterikatan diri
untuk tidak mengganggu sesama, dengan kata lain kebebasan yang terarah
dan bertanggung jawab terhadap ketertiban lingkungan sekitarnya.
Ketertiban ini adalah cermin adanya patokan, pedoman dan petunjuk bagi
individu di dalam pergaulan hidupnya. Kebebasan individu yang tetap
mempertahankan ketertiban adalah kebebasan yang selaras dengan tujuan
hukum yakni suasana yang aman, tertib dan adil.
2. Kepentingan pribadi dan kepentingan antar pribadi

Setiap manusia secara individu memiliki kepentingan-kepentingan, baik


kepentingan pribadi maupun kepentingan antar pribadi. Kepentingan
pribadi dapat diupayakan pemenuhannya agar tidak berbenturan dengan
kepentingan pribadi yang lain. Namun tidak jarang kepentingan antar priadi
tersebut dapat bertemu dan berbenturan satu sama lain. Benturan
kepentingan ini tentu harus diselesaikan bisa melalui musyawarah dengan
bantuan pihak ketiga ataupun melalui lembaga pengadilan. Idealnya tentu
pemenuhan kepentingan individu seoptimal mungkin dipenuhi tanpa
mengurangi atau bahkan dapat merugikan kepentingan individu-individu
lainnya

3. Kesebandingan Hukum dan Kepastian Hukum

Hukum bertugas menelaah dan membandingkan dua keadaan yang harus


diputus manakala bertemu atau berbenturan dua kepentingan antara dua
belah pihak yang berbeda. Dalam hal ini dapat dikatakan adanya
kesebandingan hukum. Namun kesebandingan hukum ini tidak dapat
berjalan bebas tanpa pedoman yang pasti yakni kepastian hukum. Jadi
kesebandingan hukum harus seiring dengan kepastian hukum demi
tercapainya tujuan hukum.
4. Kebendaan (Materialism) dan Keakhlakan (Spiritualism)

Keseimbangan antara kebendaan dan keakhlakan, dalam mencapai tujuan


hukum dalam masyarakat , merupakan pula salah satu syarat penting.
Karena pengutamaan kebendaan semata-mata akan cenderung mendorong
orang bersifat materialistis yang cenderung ke arah egoisme dan
egosentrisme dan semakin menjauhkan jarak keintiman hubungan
manusiawi, seperti yang terjadi pada masyarakat metropolitan yang
pluriform dan berlapis. Oleh karenanya harus diupayakan agar kebendaan
ini seimbang dengan paham keakhlakan. Atas dasar akhlak yang tinggi,
yang menghargai keluhuran budi kemanusiaan yang tinggi, sehingga tidak
senantiasa berorientasi pada kebendaan semata-mata seperti yang
dijumpai pada masyarakat pedesaan.

Sebagai contoh beberapa nilai yang mencerminkan hal tersebut adalah


umpamanya kata-kata:

“Ora sanak ora kadang yen mati melu kelangan”, artinya “bukan sanak
bukan saudara apabila meninggal ikut kehilangan”.
5. Kelestarian (Konservation) dam Kebaruan (Inovatism)

Paham kelestarian untuk mempertahankan kemampuan yang telah dicapai


dalam kehidupan bersama, memang diperlukan bagi stabilitas yang telah
dapat dicapai pada suatu pergaulan hidup tertentu. Namun apabila hal ini
menjadi orientasi untuk mencegah usaha yang akan mendorong ke arah
kemajuan jelas akan menempatkan masyarakat yang bersangkutan menjadi
statis dan konservatif. Untuk itu perlu diseimbangkan dengan paham
kebaruan dengan mendukung inovasi atau penemuan-penemuan demi
kebaruan dan perkembangan.

Dengan demikian kestabilan dan usaha mencegah konflik memang perlu,


tetapi harus diperhatikan agar tidak terjadi kemandegan. Masyarakat harus
berkembang maju, sehingga dibuka kemungkinan pembaruan, asal tidak
membawa ketegangan dan konflik. Antara kelestarian dan kebaruan
hendaknya serasi.

Demikianlah dengan keseimbangan pasangan paham dan nilai tersebut di


atas, secara ideal diharapkan tujuan hukum bagi kesejahteraan dan
keadilan dapat terwujud.
VII – TERJADINYA HUKUM DAN
FUNGSINYA DALAM MASYARAKAT
 Terjadinya Hukum

Common Law (Anglo Saxon):


Di Inggris hukum berasal dari kebiasaan dalam masyarakat dan
dikembangkan oleh putusan-putusan pengadilan. Hukum demikian
dinamakan common law, yang pertumbuhannya dimulai pada tahun 1066
saat berkuasanya William The Conqueror yang kemudian diikuti oleh
pengganti-penggantinya di samping mengatur tata pemerintahan juga
dalam mengatur peradilan yang kerap kali ditangani oleh pegawai-pegawai
kerajaan yang berperan sebagai hakim, yang berkeliling dari daerah satu ke
daerah lainnya. Dari putusan-putusan hakim ini tumbuhlan apa yang
dinamakan common law.

Di samping common law, di Inggris juga berlaku hukum terjadi sebagai


hasil dari pembentukan undang-undang yang dinamkan statute law, yang
merupakan bagian kecil dari common law.
Sebagai contoh hukum statute law Inggris ini dalam hukum pidana materiil
misalnya dapat ditemukan:

1. Offences against the person Act 1861 (UU ttg kejahatan terhadap orang)
2. Homicide Act 1957 (UU tentang Pembunuhan)
3. Theft Act 1968 (UU tentang Pencurian)

Jadi, Inggris menganut hukum common law yang hukumnya berasal dari
kebiasaan masyarakat dan jurisprudensi pengadilan serta perundang-
undangan.

Europe Continental:

Berbeda dengan yang terjadi di Inggris, di daratan Eropa hukum terbentuk


hanya oleh undang-undang (wetgeving). Dan hakim terikat pada undang-
undang (corong UU), peradilan adalah sebagai institusi yang menerapkan
ketentuan undang-undang pada kejadian-kejadian yang konkrit (kasus-
kasus). Kebiasaan hanya akan memperoleh kekuatan sebagai hukum jika
ada pengakuan undang-undang.
Pandangan terjadinya hukum yang dianut dewasa ini:

Perbedaan pandangan yang ekstrim antara kedua paham di atas yang


saling mengakui pada dominasinya, ternyata tidak dapat dipertahankan
hingga dewasa ini.

Ajaran yang berlaku dewasa ini menjelaskan:


1). Hukum terbentuk karena kebiasaan (Von Savigny)
2). Hukum terbentuk karena undang-undang (Jeramy Bentham)
3). Hukum terbentuk karena peradilan (Von Savigny)

Pendapat kedua ahli di atas, dikompromikan oleh Eugene Erlich dengan


melihat kenyataan masyarakat modern, hukum bisa terjadi melalui
perundang-undangan, karena proses di dalam pengadilan dan bisa karena
kebiasaan (konvensi dalam Hukum Tata Negara), traktat dan sebagainya.
Hukum yang tumbuh dengan pengaruh agama:

Adolf Schnitzer dalam karyanya Vergleichende Rechtslebre (1961),


menjelaskan:
“ada lima sistem hukum yang dipengaruhi oleh agama Yahudi, Kristen,
Islam yaitu; Roman, Germania, Slavia, Anglo-Afrika, dan negara-negara
Afro-Asia”.

Di Indonesia terutama dalam lapangan hukum perdata khususnya perdata


adat, tampak sekali besarnya pengaruh institusi Islam, termasuk hukumnya
ke dalam hukum adat Indonesia. Malahan penelaah-penelaah Belanda pada
zaman Hindia Belanda, sebelum C. Van Vollenhoven seperti L.W.C. Van Den
Berg menganggap bahwa hukum adat (Indonesia) sebenarnya adalah
hukum Islam yang diterapkan dalam pergaulan hidup pedesaan, di daerah-
daerah hukum adat. Sekalipun kemudian diketahui bahwa pada
kenyataannya pandangan ini keliru, namun tidak dapat disangkal bahwa
agama Islam besar pengaruhnya terhadap hukum perdata adat.

Sehubungan dengan pengaruh hukum Islam terhadap hukum adat


dipergunakan istilah resepsi atau receptio (latin) yang berarti pengaruh
sistem hukum tertentu terhadap sistem hukum lain, sehingga sistem hukum
yang lain itu telah diubah oleh penerimaan hukum yang berpengaruh itu.
Prof. Mr. Dr. Hazairin mengemukakan; “Dengan demikian nyatalah bahwa
hukum Qur’an itu memang dapat dijalankan di semua pojok dunia Islam
dengan tidak perlu sekali-kali menjadikan tiap-tiap pojok itu seperti
masyarakat Arab, asal saja orang Islam telah mampu kembali melepaskan
dirinya dari belenggu taklid (patuh membabi buta) kepada ulama-ulama
Arab dan masyarakat Arab seribu tahun yang lampau dan kembali kepada
pokok-pokoknya di perkembangan agama dan hukumnya yaitu Qur’an dan
Sunnah, dan menyesuaikan masyarakat setiap zaman dengan pokok-pokok
luhur tersebut”.

Dengan kata lain: Dengan penuh keinsyafan bahwa Qur’an dan Sunnah
(bagi umat Islam) adalah hukum yang kekal dan abadi, maka Fikih harus
dijadikan hukum positif di dalam sistem hukum syari’ah. Demikian cita-cita
Hazairin untuk menyesuaikan hukum Islam kepada masyarakat yang
dinamis dan modern, di mana hukum adat dipertahankan pula sebagai
hukum positif.
Fungsi Hukum dalam Masyarakat:

Fungsi hukum dapat dikasifikasikan dalam:

1. Sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hal ini


dimungkinkan karena sifat dan watak hukum yang memberi pedoman dan
petunjuk tentang bagaimana berperilaku di dalam masyarakat.
Menunjukkan mana yang baik dan mana yang tercela melalui norma-
normanya yang mengatur perintah-perintah ataupun larangan-larangan
sedemikian rupa, sehingga warga masyarakat diberi petunjuk untuk
bertingkah laku. Masing-masing anggota masyarakat telah jelas apa yang
harus diperbuat atau tidak berbuat sedemikian rupa, sehingga segala
sesuatunya bisa tertib dan teratur.

2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.


Hukum dengan sifat dan wataknya yang antara lain memiliki daya mengikat
baik fisik maupun psikologis, dapat melakukan pemaksaan terhadap tingkah
laku masyarakat. Menghukum yang bersalah, memutus agar yang berutang
harus membayar utang dan sebagainya sedemikian rupa, sehingga relatif
dapat mewujudkan keadilan.
3. Sebagai sarana penggerak pembanguan dengan daya mengikat yang
dimiliki oleh hukum. Hukum merupakan alat bagi otoritas untuk membawa
masyarakat ke arah lebih maju. Dalam hal ini sering ada kritik atas fungsi
hukum sebagai alat penggerak pembangunan, karena yang dianggap
melaksanakan pengawasan perilaku dan mendesaknya, semata-mata hanya
kepada masyarakat belaka sedangkan aparatur otoritas dengan dalih
menggerakkan pembangunan, lepas dari kontrol hukum.

4. Sebagai alat kritis dan pengawasan, bukan saja terhadap masyarakat


melainkan terhadap tingkah aparatur otoritas (pemerintah) dan aparatur
penegak hukum.
VIII – PENAFSIRAN HUKUM
 Penafsiran atau interpretasi akan menentukan arti atau makna suatu teks
atau bunyi suatu pasal berdasar kepada kaitannya. Ada beberapa metode
penafsiran hukum yang lazim diterapkan. Diantara penafsiran tersebut
yaitu:

1. Penafsiran Gramatikal konteks, dengan cara mempelajari dan


menggunakan hubungan kalimat.

2. Penafsiran Sistematika konteks, dengan cara mempelajari sistem dan


rumusan undang-undang meliputi:
a. Penafsiran analogi dan penalaran a contrario. Analogi adalah
penafsiran dengan memperbandingkan suatu kejadian yang belum ada
hukum dengan suatu kejadian yang telah ada hukumnya sedangkan
penalaran a contrario adalah memastikan sesuatu yang tidak disebut
oleh pasal undang-undang secara kebalikan.

b. Penafsiran ekstensif berarti perluasan berlakunya kaidah undang-


undang dan restriktif berarti membatasi berlakunya kaidah undang-
undang.
c. Penghalusan hukum atau pengkhususan berlakunya undang-undang.

3. Penafsiran Historis, dengan cara mempelajari:

a. Sejarah hukum, perkembangan yang telah lalu dari hukum tertentu


seperti KUHP, BW (burgerlijk Wetboek) hukum Romawi dsb.
b. Sejarah undang-undang, penjelasan dari bentuk undang-undang
pada pembentukan undang-undang yang bersangkutan

4. Penafsiran Teologis, dengan melalui pergaulan sosial di masyarakat


hukum tertentu.
IX – ALIRAN HUKUM
 Aliran atau mazhab dalam pemikiran tentang hukum sangat penting karena
mempunyai pengaruh luas bagi pengelolaan hukum lebih lanjut, seperti
dalam pembuatan undang-undang dan penerapan hukum termasuk dalam
proses peradilan. Atau dengan kata lain beberapa aliran pemikiran
mewarnai praktek hukum.

Aliran hukum tersebut adalah:

1. Aliran Legisme
Aliran ini menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam undang-
undang atau hukum identik dengan undang-undang. Hakim terikat pada
undang-undang, pekerjaannya hanya sebagai pelaksana undang-undang
belaka (wetstoepassing).
Aliran legisme berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan
terselesaikan apabila telah ada undang-undang yang mengaturnya.
Pengaruh aliran ini masih berlangsung di beberapa negara yang telah maju
sekalipun
2. Aliran Freie Rechtsbewegung

Aliran ini berpandangan bertolak belakang dengan aliran legisme. Aliran ini
beranggapan bahwa di dalam melaksanakan tugasnya seorang hakim
bebas untuk mengikuti undang-undang atau tidak. Jurisprudensi
merupakan hal primer sedangkan undang-undang adalah hal sekunder,
dalam paham ini hakim benar-benar sebagai pencipta (penemu) hukum
(judge made law), karena putusan yang berdasar keyakinannya merupakan
hukum. Keputusan ini lebih bersifat dinamis dan up to date karena
senantiasa memperhatikan keadaan dan perkembangan masyarakat.

3. Aliran Rechtsvinding
Aliran rechtsvinding merupakan aliran tengah di antara dua aliran di atas.
Menurut aliran ini hakim terikat pada undang-undang namun tidak seketat
menurut aliran pertama di samping itu hakim juga memiliki kebebasan yang
tidak sebebas menurut aliran ke dua, sehingga dalam menjalankan
tugasnya hakim mempunyai “kebebasan yang terikat” (gebonded-vrijheid)
atau “keterikatan yang bebas” (vrij-gebondedheid).
Oleh sebab itu maka tugas hakim disebutkan sebgai upaya melakukan
rechtsvinding yang artinya adalah menselaraskan undang-undang pada
tuntutan zaman.
X - PEMBEDAAN HUKUM
 1. Ius Constitutum
Adalah hukum positif suatu negara, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu
negara pada suatu waktu tertentu. Contoh; hukum Indonesia yang berlaku
saat ini adalah hukum positif atau dinamakan ius constitutum.

 2. Ius Constituendum
Adalah hukum yang dicita-citakan oleh pergaulan hidup dan negara, tetapi
belum merupakan kaidah dalam bentuk undang-undang atau berbagai
peraturan lain. Jadi ius constituendum sekarang akan menjadi ius
constitutum pada masa yang akan datang mana kala sudah merupakan
kaidah yang mengikat.

 3. Hukum Alam
Adalah ekspresi dari kegiatan manusia yang mencari keadilan sejati yang
mutlak yang lebih tinggi dari segala hukum positif.
4. Hukum Positif
Merupakan suatu kaidah yang berlaku merumuskan suatu hubungan yang
pantas antara hukum dengan akibat hukum yang merupakan abstraksi
keputusan-keputusan, yang berarti suatu tertib hukum yang terikat tempat
dan waktu tertentu.

Jika dilihat hubungan hukum alam dan hukum positif, maka terlihat
hubungan antara keduanya sbb:
a. Hukum alam sebagai sarana koreksi bagi hukum positif
b. Hukum alam menjadi inti hukum positif seperti dalam hukum
internasional
c. Hukum alam sebagai pembenaran hak asasi manusia
XI - HUBUNGAN ANTAR HUKUM

 Hubungan Hukum Positif, Hukum Alam dan Keadilan


Hukum Positif dinamakan juga hukum “isbat”, atau dengan kata lain hukum
positif suatu kaidah yang diisbatkan terikat kepada zaman dan bersifat
sementara. Pengisbatan dilakukan oleh manusia, oleh sebab itu hukum
positif berasal dari perbuatan manusia. Sebaliknya hukum alam adalah
sebuah kaidah yang tidak tergantung kepada kehendak manusia, manusia
tidak dapat merubah norma-normanya.

Hukum positif dengan demikian, adalah hukum dari dalam diri manusia
yang dipengaruhi oleh dinamika dalam kehidupannya dan diformulasikan
kedalam bentuk hukum yang akan mengikat dan dipatuhi oleh manusia itu
sendiri. Berbeda dengan hukum yang berasal dari luar diri manusia, yang
dipatuhi oleh manusia sebagai sebuah kebutuhan kodrati mereka. Norma-
norma hukum alam karena berasal dari luar diri manusia dan berkesuaian
dengan akal budi dan nurani manusia, tidak dapat dirobah ataupun ditolak
oleh manusia.
Akan halnya keadilan, dalam hukum positif hakim terikat dengan kaidah
yang terdapat dalam hukum positif sehingga tidak dapat membandingkan
antara kaidah hukum alam dengan kaidah yang terdapat dalam hukum
positif ataupun tidak dapat menggunakan keadilan hukum alam yang
memiliki mutu lebih baik dan lebih tinggi dibandingkan hukum positif dalam
mencari keadilan. Norma-norma hukum alam dipandang mempunyai
hubungan yang tegas dan langsung dengan kesusilaan manusia. Manusia
memenuhi perintah-perintah norma hukum alam karena keharusan batin.
Lain halnya dengan hukum positif dalam banyak hal kaidah hukum positif,
unsur-unsur kemanfaatan tenyata sebagai satu-satunya dasar. Itulah
sebabnya banyak sekali kaidah-kaidah hukum positif tidak secara langsung
berdasarkan norma-norma kesusilaan, melainkan norma kemanfaatan.
Sehingga dengan demikian keadilan yang dihasilkan oleh hukum positif
lebih pada keadilan di permukaan bukannya keadilan substansial
sebagaimana halnya hukum alam.
 Hukum Imperatif dan Hukum Fakultatif
Dari sifatnya hukum dapat dibedakan dalam dua jenis dua yakni Hukum
Imperatif yakni hukum yang memaksa dan hukum Fakultatif yakni hukum
yang melengkapi (pelengkap).

Hukum Imperatif lebih banyak berkenaan dengan hukum publik khususnya


hukum pidana yang bersifat memaksa kepada masyarakat maupun kepada
penegak hukum. Sementara Hukum Fakultatif lebih banyak hubungannya
dengan hukum privat khususnya hukum perdata yang normanya bersifat
petunjuk, pedoman dalam melakukan setiap perbuatan yang berhubungan
keperdataan, di lain pihak perintah dalam hukum fakultatif hanya ditujukan
kepada penegak hukum dalam menegakkan (menjamin) hak-hak
keperdataan masyarakat.
 Hukum Substantif dan Hukum Ajektif

1. Hukum Substatif disebut juga sebagai hukum materiil yakni rangkaian


kaidah-kaidah yang merumuskan kewajiban-kewajiban dan hak-hak dari
subjek hukum yang terkait dalam hubungan hukum. Contoh: Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHpdt) dll.

2. Sedangkan Hukum Ajektif disebut juga hukum formiil yakni serangkaian


kaidah yang memberi petunjuk dengan jelas tentang bagaimana kaidah-
kaidah yang terdapat dalam hukum materiil (substantif) ditegakkan.
Contoh: Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab
Undang-undang Hukum Acara Perdata (KUHApdt), dll.
 Hukum Tertulis dan Tidak Tertulis

1. Hukum Tertulis (written law), adalah hukum yang ditulis secara nyata
atau terkodifikasi dan dibuat oleh yang berwenang membuatnya dalam
bentuk (format) yang telah ditentukan, seperti peraturan perundang-
undangan. Hukum tertulis merupakan salah satu ciri dari sistem hukum
Eropa Kontinental (civil law).

2. Hukum Tidak Tertulis (unwritten law), disebut juga hukum kebiasaan,


adalah hukum yang tidak ditulis sebagaimana hukum tertulis dalam arti
timbul dari kebiasaan masyarakat yang dijadikan hukum untuk mengatur
kehidupan dan mengikat masyarakat. Hukum tidak tertulis tidaklah hukum
yang benar-benar tidak tertulis melainkan maksud tidak tertulis adalah tidak
terkodifikasi, tidak ditulis dalam format yang jelas sperti peraturan
perundang-undangan. Hukum tidak tertulis merupakan salah satu ciri
sistem hukum Anglo Saxon (common law).
XII - PEMBAGIAN HUKUM
 Hukum Tata Negara
Adalah ketentuan perundangan yang berisikan ketentuan tentang bentuk
negara, pemerintahan, lembaga-lembaga negara, kewenangannya dan
hubungan kerja antar lembaga negara atau disebut juga negara dalam
keadaan diam (statis). Hukum ini disebut juga constitution law dan masuk
kelompok hukum publik

 Hukum Administrasi Negara


Yakni ketentuan yang mengatur tentang bagaimana lembaga-lembaga
negara yang telah diatur dalam Hukum Tata Negara melaksanakan
fungsinya atau disebut juga negara dalam keadaan bergerak (dinamis)
dalam melaksanakan fungsinya.

 Hukum Internasional
Yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang dan orang,
negara dan negara, badan dan badan serta lembaga internasional baik
dalam lapangan publik maupun privat.
 Hukum Perdata
Yakni sekumpulan aturan yang mengatur hubungan keperdataan antara
orang dan orang seperti; perjanjian, perikatan, jual-beli, sewa-menyewa,
hubungan kerja, dan lain-lain yang berhubungan hak keperdataan
seseorang. Hukum perdata termasuk kelompok hukum privat.

 Hukum Pidana
Yakni sekempulan aturan yang mengatur tentang perintah dan larangan
terhadap sebuah perbuatan dilakukan oleh seseorang yang menyangkut
kepentingan umum diikuti dengan ketentuan sanksi. Umum disini bisa
masyarakat begitu juga pemerintah. Hukum pidana termasuk kelompok
hukum publik.
PENUTUP

 SEMOGA BERMANFAAT BAGI SELURUH MAHASISWA/I

 ILMU TIDAK AKAN BERGUNA BILA HANYA TERDAPAT DALAM BUKU ATAU
FLASH DISK

 MAKA DARI ITU PELAJARILAH

 SELAMAT BELAJAR SEMOGA SUKSES.

SYAUKAT FAUZI
Abdi Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai