Anda di halaman 1dari 53

ASPEK

ASPEK HUKUM
HUKUM
pada
pada
PENYELENGGARAAN
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN
PEKERJAAN
KONSTRUKSI
KONSTRUKSI

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 1
A.KENAPA KITA PERLU MEMAHAMI
ASPEK HUKUM?
1. Pemahaman PPK/Direksi/ Pengawas/para stake holder
atas hukum kontrak lemah, tidak menyadari bahwa
konsekwensi tanda tangan kontrak adalah hukum

2. Penegak hukum yang sering kebablasan,

3. Adanya Perintah ngatur dari atasan ( KKN


semakin merajalela ) .
LANJUTAN ……

4. Dengan pemahaman hukum yang cukup,


diharapkan para Pelaksana tidak gentar lagi
menghadapi tekanan, ancaman, gugatan,
tuntutan dari pihak manapun
> memahami perbedaan penyimpangan
administrasi dan melawan hukum

5. Mengurangi perbedaan interpretasi dengan para


auditor / penegak hukum
 Perlu sosialisasi Perpres no. 54/2010, Perpres
70/2012,Perpres 4/2015 kepada para penegak
hukum,UU ttg Korupsi,UU ttg Pidana,Permen PU
terkait pelaksanaan
LANJUTAN ……

6. Lemahnya SDM
a. BANYAK PPK/Direksi/Pengawas TIDAK MENYADARI BAHWA
RISIKO TANDA TANGAN KONTRAK bahwa KONSEKWENSINYA
ADALAH HUKUM, KONSEP KONTRAK TIDAK PERNAH
DIBACA, LANGSUNG TANDA TANGAN SAJA.
b. TIDAK MENGERTI SAH
BAHKAN KADANG2 PPK
ATAU TIDAKNYA KONTRAK YANG
DITANDATANGANINYA ITU.
DEMIKIAN JUGA, DOKUMEN ADA YANG TIDAK DIBACA DULU O, PADAHAL
DOKUMEN ADALAH LANDASAN HUKUM BAGI PENYEDIA JASA DAN
PENGGUNA JASA DALAM MELAKUKAN PELELANGAN ( KUHPER
PASAL 1338 )
c. BANYAK PPK YANG TIDAK PAHAM ARTI DAN
PASAL2 YANG DITUANGKAN DALAM DOKUMEN
KONTRAK (APALAGI YANG BER-PHLN) , AKIBATNYA
BANYAK MENIMBULKAN KLAIM2 YANG TIDAK
DAPAT DIHINDARKAN YANG KEMUDIAN TERPAKSA
HARUS DIPENUHI DALAM PELAKSANAAN
KONTRAK NYA.
B. BIDANG HUKUM YANG TERKAIT DENGAN
PENGADAAN BARANG / JASA INSTANSI
PEMERINTAH
1. Hukum Administrasi Negara (HAN)/ Hukum Tata Usaha
Negara ( UU No. 5 Tahun 1986 dan perubahannya UU No. 9
Tahun 2004 ).
2. Hukum Perdata atau BW (Burgerlijke Wetbook) diumumkan
30 April 1847 Staadblad No. 32 berlaku 1948 ) disebut juga
Hukum Perdata tertulis atau Hukum Kontinental KUHAPER :
Staadblad No.44 tahun 1941
3. Hukum Pidana (KUHP) (Wetbook van Strafrecht, UU No. 73
tahun 1958 menetapkan berlakunya UU No.1 tahun 1946)
KUHAP : UU No.8 tahun 1981
Bagan Bidang Hukum Terkait Dengan Pengadaan
Barang / Jasa Instansi Pemerintah

Persiapan Siap tandatangan Penandatangan Berakhirnya


prakontrak Kontrak Kontrak Kontrak

HAN H. Perdata

H. Pidana
1. HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (HAN)
a. Mengatur hubungan hukum antara negara
(pejabat negara) dengan masyarakat;
b. Hubungan hukum antara Pengguna jasa dengan
penyedia jasa yang terjadi pada proses persiapan
pengadaan s/d Kontrak siap di ttd adalah
merupakan hubungan hukum yang diatur oleh
HAN;
c. Semua Keputusan Pengguna jasa dalam proses
ini merupakan keputusan pejabat negara
sehingga kalau tidak puas/tidak terima maka
penyedia jasa dapat menuntut dengan atau tanpa
ganti rugi ke PTUN;
PERSYARATAN KEPUTUSAN PEJABAT
NEGARA YANG DAPAT DITUNTUT KE
PTUN ( UU NO. 5 TAHUN 1986 TENTANG PTUN ) :
Dari Sifat Tuntutan tersebut :
> Bersifat final
> Sifatnya berupa penetapan, bukan pengaturan;
> Sifatnya individuil (bukan untuk umum);
> Sifatnya kongkrit /tidak abstrak.
b. Bertentangan dengan perundang-undangan yang
berlaku;
Contoh :
> PL Jasa Konsultansi Rp. 200 miliar oleh Menteri
2. KETENTUAN UMUM
HUKUM PERDATA
a.Mengatur hubungan hukum privaat (pribadi) masyarakat
(sebagai pribadi atau badan hukum) dengan masyarakat lain
atau dengan negara sebagai badan hukum publik ;

b.Hubungan hukum antara Pengguna jasa dengan penyedia


jasa yang terjadi dari sejak penandatangan kontrak s/d
berakhirnya kontrak merupakan hubungan hukum privaat yang
diatur oleh Hukum Perdata;

c.Semua sengketa yang terjadi dalam hubungan hukum privaat


diselesaikan di Peradilan Umum atau Lembaga Arbitrase.
3 HUKUM PIDANA
DALAM PROSES PRAKONTRAK DAN
PELAKSANAAN KONTRAK
PENGADAAN BARANG / JASA INSTANSI
PEMERINTAH
Hukum Pidana (Tindak Pidana)
 Hukum Pidana (Materil)
 adalah peraturan yang mengatur ttg :
 perbuatan/tindakan yang diancam pidana.
 pertanggung jawaban pidana; dan
 hukuman apa yang dapat dijatuhkan
kepada pelaku Tindak Pidana
 Hukum Pidana Materiil  KUHP.(Wet boek
van Strafrecht - WvS) UU no.73 tahun 1958
menentukan berlakunya UU no.1 tahun 1946
Hukum Pidana (Tindak Pidana)
 Hukum Pidana Formil  KUHAP
( UU no.8 tahun 1981)
 Hukum Pidana (Khusus) 
UU tersendiri di luar KUHP.
 Asas : LEX SPECIALIS DEROGAT
LEGI GENERALIS.
Contoh:
 UU No.11/1980 : Suap
 UU No.5/1999 : LPM PUTS
 UU No.31/1999 : TPK
Pertanyaan PPK/Pengawas :

KALAU KAMI DI PERLAKUKAN


SEMENA – MENA OLEH PENEGAK HUKUM,
SIAPA YANG MELINDUNGI KAMI ?
Tindak Pidana Umum
Buku Kedua ttg Kejahatan
1. PENIPUAN (Ps. 372 KUHP)
 menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
 secara melawan hukum;

 dengan tipu muslihat atau rangkaian


kebohongan; misalnya :
a. Membayar volume pekerjaan fiktif
b. Melakukan pengaturan lelang

 menggerakan orang lain utk menyerahkan


barang;
 Max 4 th penjara / denda max rp. 60,-
Lanjutan ….

2. PEMALSUAN (Ps.263 KUHP)

 membuat atau memalsukan surat yang dapat


menimbulkan hak;
 seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu,
misalnya :
a. Pemalsuan dokumen dalam
pelelangan seperti Bukti pengalaman,
Sertifikat Badan usaha, pernyataan
tidak black list.
 Berakibat kepentingan masyarakat lain
dirugikan
Lanjutan

3. PEMERASAN (Ps. 368 KUHP)


 menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
 secara melawan hukum;
 memaksa seseorang dg kekerasan atau ancaman
kekerasan (Premanisme dlm lelang)
 untuk memberikan sesuatu milik orang lain

4. PENYUAPAN (Ps.2 UU 11/1980)


 memberi atau menjanjikan sesuatu kpd orang lain;
 untuk membujuk agar orang itu berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya;
 yang bertentangan dg kewenangan atau kewajibannya
yang menyangkut kepentingan umum;
SUMBER HUKUM ACARA PIDANA

1. UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP


2. UU No. 2 tahun 2002 tentang Pokok – pokok
Kepolisian
3. UU No. 5 tahun 1991 tentang Pokok – pokok
Kejaksaan
4. UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok – pokok
kekuasaan Kehakiman yang telah mengalami
perubahan melalui UU No. 43 tahun 1999
5. UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung
6. UU No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum
ACARA PERKARA PIDANA MENURUT KUHAP

NO /
PROSEDUR
URUTAN

1 PROSEDUR PEMANGGILAN

2 PROSEDUR PEMERIKSAAN / PENYIDIKAN

3 PROSEDUR PENANGKAPAN

4 PROSEDUR PENAHANAN

5 PROSEDUR PENYITAAN - A. BENDA SITAAN

6 PROSEDUR PENYITAAN - B. SURAT – SURAT

7 PROSEDUR PENGURUSAN BENDA SITAAN

8 PROSEDUR PENGGELEDAHAN

9 PROSEDUR PENUNTUTAN

10 PROSEDUR PERMINTAAN PEMERIKSAAN PRA PERADILAN DAN ALASANNYA DALAM KUHAP

11 PROSEDUR ACARA PEMERIKSAAN PRA PERADILAN

12 PROSEDUR PENINJAUAN KEMBALI DAN ALASAN PENGAJUANNYA


PROSEDUR PEMANGGILAN
227 (3)
BELUM SURAT PANGGILAN
227 (3) DITEMPEL PADA
PENYIDIK 6 S/D 9 PAPAN PENGUMUMAN
PADA KANTOR
PENYIDIK PEMBANTU 10 S/D 12 PEJABAT YBS
» MELALUI
KEPALA DESA
TIDAK ATAU PEJABAT

» LUAR NEGERI
MELALUI
BERWENANG PERWAKILAN
MEMANGGIL PENYAMPAIAN PETUGAS
SURAT BERTEMU SUDAH
TERSANGKA YANG
PEMANGGILAN BERBICARA BERHASIL
SAKSI-SAKSI DIPANGGIL SUDAH
YANG SAH DENGAN YBS. DISAMPAI
ADA DI
» TENGGANG CATATAN KAN SEGERA
TEMPAT
112 (1) WAKTU YANG PENERIMAAN LAKUKAN
WAJAR PEMERIKSAAN
BERTEMU &
» TERIMA
DATANG
227 (2) BERBICARA PASAL 112
APAKAH
ADA LANGSUNG BUAT (2)
CATATAN YANG WAJIB
DATANG / 112 (2)
TIDAK
112 (1) DITANDATANGI DATANG
PANGGIL LAGI DG
YBS
PERINTAH
MEMBAWA YBS
216 113
ADA ALASAN PATUT &
Berdasarkan UU RI NO. 8 /1981 WAJAR TDK DPT DATANG
PENYIDIK DPT DATANG
TTG KUHAP
PEMERIKSAAN (PENYIDIKAN)

PENYIDIK
56 Jo 114
PENYIDIK PEMBANTU
WAJIB
YA
» TUNJUK
PSL 6 S/D 9 116 (3,4)
PENASEHAT
PSL 10 S/D 12 56 HUKUM
116 (3) » CATAT DALAM
» BANTUAN 115, 117 (1)
HUKUM YA BERITA ACARA
MATI PERIKSA TANPA AJUKAN » PANGGIL &
CUMA-CUMA
15 TH TEKANAN SAKSI PERIKSA SAKSI-
TERSANGKA
TDK MAMPU 114 Jo 54, 55 PENASEHAT HUKUM SAKSI TSB
5 TH BERITAHU DAPAT IKUTI JALAN
HAKNYA PEMERIKSAAN
BUKAN MENDAPAT
BANTUAN
HUKUM 118 Jo 75
116 (1)
116 (2) Jo 117 CATAT DALAM BAP
TIDAK DISUMPAH
PERIKSA TANPA TEKANAN » TANDA TANGAN YBS
SAKSI KECUALI DIDUGA TIDAK SECARA TERSENDIRI » TDK TTD CATAT DALAM
BISA HADIR DI PERTEMUKAN BA & SEBUT ALASAN
PENGADILAN
120
121
ANGKAT SUMPAH SUMPAH JABATAN
SAKSI AHLI KECUALI WAJIB SIMPAN SEGERA BUAT BA
RAHASIA

Berdasarkan UU RI NO. 8 /1981


TTG KUHAP
KEWENANGAN
KEPOLISIAN, selaku Penyelidik / Penyidik
(Ps.7 KUHAP)
 Menerima laporan atau pengaduan ttg adanya TP;
 Melakukan tindakan pertama di TKP;
 Menyuruh berhenti tersangka dan memeriksa identitas tersangka;
 Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan;
 Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
 Melakukan sidik jadi dan memotret seseorang;
 Memanggil orang utk diperiksa sbg tersangka atau saksi;
 Mendatangkan ahli yg diperlukan dlm hubungan
dengan pemeriksaan perkara;
 Mengadakan penghentian penyidikan;
 Mengadakan. tindakan lain menurut hukum yg bertg jawab;
KEJAKSAAN, selaku PU – Ps. 14 KUHAP.

 Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidik


 Mengadaan pra-penuntutan dalam hal ada kekurangan pd
penyidikan
 Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan, dan mengubah status
tahanan
 Membuat surat dakwaan
 Melimpahkan perkara ke pengadilan
 Memberitahukan kepada terdakwa tentang waktu
persidangan
 Melakukan penuntutan
 Menutup perkara demi kepentingan umum
 Melakukan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung
jawab sebagai penuntut umum.
 Melaksanakan putusan hakim.
PROSEDUR PENUNTUTAN

- DPT LAKUKAN PENGGABUNGAN (141)


- DPT SECARA TERPISAH (142) TIDA ACARA
K BIASA
8 (3, 8) 143 (1)
140 (1)
TERIMA
TANGGUNG DALAM WAKTU
SUDAH YA SECEPATNYA LIMPAH -
JAWAB ATAS
BUAT SURAT KAN PEMBUKTIAN &
110 (2) Jo 138 (1) TERSANGKA
8 (3) Jo 110 (1) 138 (1) & BARANG DAKWAAN PERKARA PENERAPAN
BUKTI KE HUKUM MUDAH
PENUNTUT BERITAHU
BERKAS HAKIM ADA & SEDERHANA
PREKARA UMUM PENYIDIK
HUBUNGAN
P.N.
SEGERA APAKAH LENGKAP
DARI KELUARGA
HASIL ATAU
PENYIDIK PELAJARI & PENUNTUTAN UNDUR DIRI
PENYIDIKA BELUM
MENELITI 110 (2) Jo 138 (2) PSL 157
N SUDAH YA
LENGKAP SEGERA
ACARA
140 (2)
ATAU KEMBALIKA BUAT SURAT SINGKA
BELUM PENGHENTIAN KETETAPAN
N BERKAS
PENUNTUTAN
BELUM KPD - BERITAHU
PENYIDIK TIDAK - TDK CUKUP PADA TSK
KALAU ADA
WAKTU 7 HARI 139 BUKTI ALASAN BARU
DAN BERI = DLM - BILA DAPAT
PETUNJUK WKT 14 P.U. TERIMA - BUKAN TINDAK DITAHAN DITUNTUT
UNTUK HR KEMBALI HASIL PIDANA SEGERA
DILENGKAPI PENYIDIK PENYELIDIKAN BEBASKAN
- DITUTUP DEMI
110 (3) Jo 138 HRS SDH YG LENGKAP
HUKUM
PENYERAHAN BERKAS 2 (DUA) (2) DIKEMBAL DARI PENYIDIK SAMPAIKAN
TAHAP : PENYIDIK IKAN KPD TURUNAN
A. PENYERAHAN BERKAS WAJIB DITENTUKAN
- TSK, KEL,
B. TERSANGKA & BARANG LAKUKAN APAKAH
P.H.
BUKTI PENYIDIKAN BERKAS
TAMBAHAN PERKARA ITU - PEJABAT
SDH MEMENUHI RUTAN
UNTUK - PENYIDIK
DILIMPAHKAN Berdasarkan UU RI NO. 8 /1981
- HAKIM
KE P.N. TTG KUHAP
Dalam TP Korupsi
KEJAKSAAN BERWENANG :
Psl.30 UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI
• Melakukan penuntutan
• Melaksanakan. penetapan dan putusan pengadilan
• Melaksanakan pengawasan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat
• Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan UU
• Melengkapi berkas perkara tertentu dan dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEJAKSAAN
Psl. 284 AYAT (2) KUHAP

> Kejaksaan dan Polri mempunyai kewenangan melakukan


Penyelidikan dan penyidikan.
> Bila dilakukan oleh Kejaksaan, maka Surat Perintah Penyelidikan / Penyidikan
ditembuskan ke Kapolres / Kapolda.
> Penyelidikan : adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur
dalam undang2 ini.
> Data awal diperoleh dari Laporan dan atau pengaduan, Tindak
pidana korupsi antara lain dari :
1. Menteri / Irjen / Itwilprop / bawasda / bawasko
2. Wapres kotak pos 5000
3. BPKP
4. Aparat intelejen
5. DPR, berasal laporan audit BPK
PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN
TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEJAKSAAN
Psl. 284 AYAT (2) KUHAP
> Setelah ada data awal, dikeluarkan Surat Perintah Penyelidikan,
untuk mengetahui ada atau tidaknya tindak pidana korupsi, dan
akhirnya diperoleh “ Bukti permulaan yang cukup “.
> Dilakukan pra pemaparan, bila tidak diperoleh Bukti Permulaan yang
cukup, maka penyelidikan dinyatakan berakhir, bila diperoleh Bukti
Permulaan yang cukup maka ditingkatkan ke tahap Penyidikan,
selanjutnya dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan.
> Penyidikan :
adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan bukti untuk membuat terang tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
> Bila unsur melawan hukum tidak terbukti, maka diterbitkan Surat
Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3)
> Bila perkara yang disidik didukung alat bukti, maka penyidikan
dilanjutkan ke tahap Penuntutan.
Lanjutan ……..
Dalam Penyelidikan, Penyidikan,
dan Penuntutan KPK berwenang
 Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan
 Mencekal seseorang pergi ke LN
 Meminta keterangan kepada Bank ttg keuangan terdakwa
 Memblokir rekening yang diduga hasil korupsi milik terdakwa
 Memerintahkan memberhentikan sementara tersangka dari
jabatannya
 Meminta data kekayaan dan data perpajakan terdakwa
 Menghentikan sementara transaksi keuangan, perdagangan dan
perjanjian lainnya yg berhubungan dengan TP korupsi
 Meminta bantuan Interpol menangkap dan menyita barang bukti di LN
 Meminta bantuan polisi / instansi lain untuk menangkap, menahan,
menggeledah, dan menyita dalam perkara korupsi.
Tugas-Tugas KPK
 Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan TPK;
 Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan TPK;
 Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan TPK;
 Melakukan tindakan pencegahan TPK;
 Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan
negara;
 Dalam melaksanakan tugas supervisi KPK berwenang
mengambil alih penyidikan atau penuntutan TPK yang
sedang ditangani Kepolisian atau Kejaksaan;
Lanjutan …..
Perkara Korupsi yang ditangani KPK:

1. Melibatkan penegak hukum, penyelenggara


negara, atau orang lain yang terkait dengan TPK
yg dilakukan oleh aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara;
2. Mendapat perhatian yang meresahkan
masyarakat;
3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1
milyar.
Dalam melaksanakan tugasnya KPK TIDAK
BERWENANG mengeluarkan SP3 (Surat Perintah
Penghentian Penyidikan).
Hukum Pidana dalam Pengadaan
Jasa konstruksi

a. Apabila terjadi tindak pidana dalam proses


pengadaan jasa konstruksi pemerintah maka
negara dapat menuntut untuk diadili di peradilan
umum, seperti :

> Terbukti telah dilakukan Pengaturan lelang


> Terbukti harga di mark up, terjadi gratifikasi
> Terbukti dilakukan pembayaran fiktif atas
pekerjaan yang tidak dikerjakan
Hukum Pidana dalam Pengadaan
Jasa konstruksi
b. Hukum pidana bersifat publik : walaupun pihak korban tidak
menuntut, negara tetap berhak untuk menghukum orang yang
melakukan perbuatan pidana tersebut seperti :
> Hasil pekerjaan buruk dan rusak pada masa pemeliharaan,
jaksa menuntut ke pengadilan ( kasus Lampung, Batam)

c. Tuntutan pidana masih tetap berlaku meskipun para pihak


telah membuat perjanjian untuk tidak saling menuntut atas
perbuatan pidana yang dilakukannya dalam proses
pengadaan, seperti :
> Fiktif pekerjaan yang sulit diprediksi, kontraktor diperlakukan
tidak adil, kemudian melakukan penuntutan, namun
kemudian membatalkan tuntutannya.
Hal2 penting ketentuan2 pidana
terkait dengan hukum kontrak
a. Putusan pidana dapat dijadikan dasar / bukti dalam sengketa
perdata , misalnya :
> terbukti secara dokumentasi melakukan pengaturan lelang
> Pemalsuan dokumen dalam proses prakualifikasi
b. Bersifat publik , negara tetap berhak menghukum karena
pelanggaran tersebut telah merugikan negara
c. Seseorang dianggap korupsi, apabila :
> menyalahgunakan wewenang
> menguntungkan diri sendiri atau orang lain
> merugikan negara
> Hasil tidak dapat dimanfaatkan sebesar2nya untuk kepentingan
masyarakat
PASAL-PASAL DALAM UU NO . 31 TAHUN 1999
TENTANG PEMBERANTASAN TIPIKOR YANG SERING
DIGUNAKAN DI PERADILAN TIPIKOR
1 . Pasal 2
(1). Setiap orang secara melawan hukum melaqkukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara dipidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkiat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling
sedikit rp. 200 juta dan paling banyak rp. 1 Miliar

2. Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalah gunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
DIPENJARA SEUMUR HIDUP ATAU PIDANA PALING SEDIKIT 1 TAHUN DAN
PALING LAMA 20 TAHUN atau denda paling sedikit rp. 50 juta dan paling
banyak rp. 1 MILIAR
> UNDANG-UNDANG NO 18 TAHUN 1999
TENTANG JASA KONSTRUKSI

PASAL – PASAL PENTING TERKAIT PIDANA :


1 . Pasal 43 ( sanksi pidana )
(1). barang siapa yang melakukan perencanaan tidak memenuhi
ketentuan keteknikan mengakibatkan kegagalan pekerjaan /
kegagalan bangunan, dikenai pidana paling lama 5 tahun
penjara ata dikenakan denda paling banyak 10% dari nilai
kontrak.

(2). untuk kegagalan pelaksanaan : dikenakan pidana paling lama


5 tahun penjara atau paling banyak 5% dari nilai kontrak.

(3). untuk kegagalan pengawasan : dikenakan pidana paling lama


5 tahun penjara atau paling banyak 10% dari nilai kontrak.
PP NO 29 TAHUN 2000 TENTANG
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
PASAL – PASAL PENTING TERKAIT :

2. Pasal 31 ( kegagalan pekerjaan konstruksi )


kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil
pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi sebagaimana yang
disepakati dalam kontrak, sebagai akibat kesalahan
pengguna jasa atau penyedia jasa.

3. Pasal 32 ayat (4)


Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan
pekerjaan konstruksi yang disebabkan
kesalahan
penyedia jasa atas biaya sendiri.
UNDANG-UNDANG NO 18 TAHUN 1999
TENTANG JASA KONSTRUKSI
( kegagalan bangunan )
4. Pasal 25

ayat (1) : pengguna jasa dan atau penyedia jasa bertanggung


jawab kegagalan bangunan
ayat (2) : tanggung jawab kegagalan bangunan penyedia jasa
adalah maksimal 10 tahun sejak FHO.
ayat (3) : kegagalan suatu bangunan ditetapkan oleh pihak
ketiga selaku PENILAI AHLI.

KETENTUAN LEBIH LANJUT TENTANG KEGAGALAN


BANGUNAN DITETAPKAN DALAM PP NO.29 TAHUN 2000
PASAL 34 SAMPAI DENGAN PASAL 48.
PASAL-PASAL UU NO 31/1999 DAN UU NO 20/2001
TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.
(M. Syamsa Ardisasmita Deputi Bidang Informasi dan Data KPK)
PASAL-PASAL UU NO 31/1999 DAN UU NO 20/2001 TERKAIT
DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.

TERKAIT TINDAK PIDANA KORUPSI UU NO 31/1999 JO


NO
DALAM PBJ PEMERINTAH UU NO 20/2001

1 MELAWAN HUKUM UNTUK MEMPERKAYA DIRI PASAL 2

2 MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN PASAL3

3 MENYUAP PEGAWAI NEGERI PASAL 5 AYAT 1

4 PEMBORONG BERBUAT CURANG PASAL 7 AYAT 1


PEGAWAI NEGERI MENERIMA HADIAH/JANJI
5 PASAL 11
BERHUBUNGAN DENGAN JABATANNYA
PEGAWAI NEGERI MEMERAS DAN TURUT
6 PASAL 12
SERTA DALAM PENGADAAN YG DIURUSNYA
7 GRATIFIKASI DAN TIDAK LAPOR KPK PASAL 12 B, 12C
1. MELAWAN HUKUM UTK MEMPERKAYA DIRI (1)
(Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan


perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam


ayat 1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat
dijatuhkan.
1. MELAWAN HUKUM UTK MEMPERKAYA DIRI (2)
(Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi


menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur:

1.Setiap orang atau korporasi;

2.Melawan hukum;

3.Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;

4.Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk


memidana koruptor.
2. MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN (1)
(Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 20010)

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri


atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
2. MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN (2)
(Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 20010)

Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi


menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur:

1.Setiap orang;

2.Dgn tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau


suatu korporasi;

3.Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana;

4.Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk
memidana koruptor.
3. MENYUAP PEGAWAI NEGERI (1)
(Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun


dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai
negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya.
3. MENYUAP PEGAWAI NEGERI (2)
(Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal
5 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001, harus memenuhi unsur-unsur:
1.Setiap orang;
2.Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu;
3.Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;
4.Dgn maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan kewajibannya.

Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal


5 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001, harus memenuhi unsur-unsur:
1.Setiap orang;
2.Memberi sesuatu;
3.Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;
4.Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
4. PEMBORONG BERBUAT CURANG (1)
(Pasal 7 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun


dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)::
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat
bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu
menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,
atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;.
c. …….
d. …….
4. PEMBORONG BERBUAT CURANG (2)
(Pasal 7 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal


7 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001, harus memenuhi unsur-unsur:
1.Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;
2.Melakukan perbuatan curang;
3.Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan;
4.Yang dpt membahayakan keamanan orang atau keamanan barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang.

Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal


7 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001, harus memenuhi unsur-unsur:
1.Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan;
2.Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan
atau menyerahkan bahan bangunan;
3.Dilakukan dengan sengaja; Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1)
huruf a.
5. PEGAWAI NEGERI MENERIMA HADIAH/JANJI
BERHUBUNGAN DENGAN JABATANNYA
(Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun


dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji
tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
6. PEGAWAI NEGERI MEMERAS DAN TURUT
SERTA DALAM PENGADAAN DIURUSNYA
(Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a.a. ...
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f. ...
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
7. GRATIFIKASI DAN TIDAK LAPOR KPK (1)
(Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara


dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan
yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut::
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan
oleh penerima gratifikasi;;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
7. GRATIFIKASI DAN TIDAK LAPOR KPK (2)
(Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)
(Pasal 12 C UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001)

Rumusan korupsi pada Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001


adalah rumusan tindak pidana korupsi baru yang dibuat pada UU
No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu
perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal 12 B dan 12 C UU
No. 20
Tahun 2001, harus memenuhi unsur-unsur:
1.Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2.Menerima gratifikasi (pemberian dalam arti kata luas);
3.Yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya;
4.Penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada KPK
dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Pengendalian GRATIFIKASI bagi Aparatur
Sipil Negara pada Kementerian PU
(SE 07/29 Aug 2014)

• Yang dimaksud gratifikasi dalam Surat Edaran ini adalah pemberian dalam arti
luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilltas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik
yang diterima di dalam negen maupun di luar negeri dan yang dilakukan
dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

• .
11/17/21 53

Anda mungkin juga menyukai