Anda di halaman 1dari 19

PEMBOIKOTAN KAUM

MUSLIMIN

Disusun Oleh :
•Muhammad Ihram Hamdi
•Nisa Haryani
Berbagai cara yang dilakukan kaum Quraisy untuk
menahan gerak dakwah Rasulullah saw bagai membentur
tembok besar,selalu gagal. Alih-alih berhasil,mereka justru
mendapat ancaman dari pendukung Nabi saw,diantaranya Abu
Thalib. Hali ini membuat Quraisy bertambah marah dan
mereka pun mengumumkan peperangan.
Suatu pertemuan digelar di kediaman Bani Kinanah,di
lembah al-Mashib. Hampir seluruh pembesar Quraisy hadir.
Agenda pertemuan dalah rencana pemboikotan terhadap
Radulullah saw dan para pengikutnya . Mereka sepakat untuk
mengembargo umat Islam secara ekonomi dan sosial.
Dalam urusan ekonomi,kaum Quraisy tidak akan berjual
beli dengan kaum Muslim. Secara sosial,Quraisy tidak akan
menikahi Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib,tidak berkumpul
dan tidak beraturan,serta tidak berbicara dengan kaum
Muslim.
Pernyataan embargo itu mereka dokumentsikan di atas sebuah
shahifah (lembaran) yang berisi perjanjian dan sumpah yang
digantungkan di dinding Ka’bah.
Berikut isinya :
“Bahwa mereka selamanya tidak akan menerima perdamaian dari Bani
Hasyim dan tidak akan berbalas kasihan terhadap mereka,kecuali
bila mereka menyerahkan Rasulullah saw untuk dibunuh.”
Tiga Tahun di Perkampungan Abu Thalib
Selama embargo yang berlangsung selama tiga tahun itu,kegiatan
dakwah cukup terganggu. Meski demikian,hal itu menambah
keteguhan hati umat Islam dalam memegang risalah. Mereka terus
berjuang menyebarkan Islam kepada seluruh manusia.
Pemboikotan membuat kaum Muslimin menderita luar biasa. Selama
masa itu,Rasulullah saw dan Khadijah berusaha keras melindungi
kaum Muslim. Seluruh harta benda Khadijah habis digunakan untuk
membantu kaum Muslim yang kelaparan. Sementara itu,Bani
Hasyim dan Bani al-Muthallib tetap membela Rasulullah saw.
Dimasa itu pula,kaum Muslim memutuskan untuk berkumpul
diperkampungan Abu Thalib pada bulan Muharram tahun ke-7 dari
masa kenabian,agar dapat saling menolong. Selama ini kerabat
Nabi saw dan kaum Muslim tinggal berpencar di negeri Mekkah.
Mereka tak berkumpul disuatu tempat. Hal ini tentu amat
menyulitkan dalam menghadapi boikot kaum musyrik.
Pemboikotan semakin diperketat sehingga persediaan
makanan pun habis. Sementara kaum musyrik tidak membiarkan
makanan apapun masuk ke perkampungan Abu Thalib. Situasi
tersebut membuat kaum Muslim kian terjepit.
Masa-masa Penuh Penderitaan
Kondisi kaum Muslim mengenaskan. Mereka terpaksa
memakan dedaunan dan kulit-kulit. Mulut mereka berbusa dan
anak-anak mereka merintih kelaparan.
Sa’ad bin Abi Waqqash menuturkan penderitaan yang mereka alami.
“Pada suatu malam,aku pergi kencing. Tiba-tiba aku mendengar suara
gemercik air kencingku sepertinya banyak,sehingag aku gembira. Setelah
selesai,aku baru sadar bahwa yang gemercik itu adalah suara kulit yang
aku biarkan terpanggang di atas api supaya kering dan dapat aku makan.
Ternyata kulit itu menjadi sangat kering,sehingga terpaksa aku
memakannya dengn merendam nya dengan air terlebih dahulu.”
Makanan memang tidak ada yang sampai ke tangan kaum
Mulim,kecuali secara sembunyi-sembunyi. Keluar rumah untuk membeli
makanan pun merek takut,kecuali pada al-Asyhur al-Hurum (bulan-bulan
yang diharamkan berperang). Mereka membelinya dari rombongan yang
datang dari luar Mekkah. Akan tetapi,penduduk Mekkah menaikkan
harga barang-barang beberapa kali lipat agar mereka tidak mampu
membelinya.
Ditengah situasi yang kritis itu,ada sebagian orang Kafir yang
menyelundupkan makanan. Salah satunya “Umar al-Amri yang
meletakkan makanan diatas unta,lalu memukul unta itu sehingga makanan
bisa sampai ke Bani Hasyim. Namun,itu tidak berlangsung lama karena
kaum Quraisy akhirnya mengetahui hal tersebut.
Para pembesar Quraisy marah. Mereka lalu mengintrogasi ‘Umar
“Apakah engkau telah ikut agama Muhammad?”
“Tidak”,jawab ‘Umar
“Mengapa engkau melakukan hal tersebut?” tanya Quraisy lagi
“Untuk menyambung silaturahim,”jawab ‘Umar
Mendengar jawaban itu ,Quraisy menghardik, “Jangan sampai
engkau mengulanginya lagi.”
Setelah tiga hari berlalu,’Umar mengulangi perbuatannya dan
Quraisy memergokkinya lagi. Kemudian ‘Umar dituntut untuk
bersumpah agar tidak melakukan nya lagi namun,’Umar kembali
melakukan hal yang sama . Akhirnya Quraisy menculiknya,akan
tetapi ‘Umar tetap mengulangi perbuatan nya. Quraisy memukulinya .
. Akan tetapi ‘umar tetap mengulangi perbuatannya. Quraisy lalu
memukulinya. .. Beruntung Abu Sufyan datang. Ia memerintahkan
kaum Quraisy untuk membebaskan ‘Umar.
“Biarkan laki-laki yang ingin menyambung silaturahim. Janganlah
kalian merusak seluruh akhlak baik kita.”
Di lain kesempatan,Hakim bin Hizam pernah membawa gandum
untuk diberikan kepada biinya,Khadijah. Suatu saat,perbuatan nya
diketahui Abu Jahal. Hakim dihadng dan diintrogasi oleh Abn Jahal.
Untung saja,ada Abu al-Bukhturi yang menangahi dan membiarkan
nya lolos membawa gandum tersebut.
Di lain pihak,Abu Thalib merasa khawatir atas keselamatan
kemenakan nya itu. Ia lalu memerintahkan Nabi saw untuk berbaring
ditempat tidurnya agar memudahkan Abu Thalin untuk mengetahui
jika ada yang hendak membunuh Muhammad. Dan ketika orang-
orang telah benar-benar tertidur ,ia memerintahkan salah satu dari
putra-putra,saudara-saudara,atau kemenakan-kemenakannya untuk
tidur ditempat tidur Rasulullah saw . Sementara ,Rasulullah saw
diperintahkan untuk tidur di pembaringan mereka.
Saat embargo itu , Rasulullah saw dan kaum Muslim diperbolehkan
menunaikan ibadah haji. Ini dilakukan agar boikot yang dilakukan
Quraisy tidak diketahui oleh suku-suku yang lain.
Rayap Membatalkan Piagam Boikot
Kondisi kaum Muslim kian memprihatinkan. Embargo telah
berlangsung sekitar tiga tahun. Namun,mereka tetap tegar. Tidak
satupun yang tergoda dengan bujuk rayu kaum Quraisy
Sebaliknya,keteguhan kaum Muslim membuat kaum Quraisy hilang
kesabaran. Perpecahan mulai terjadi di antar mereka. Sebagian kaum
Quraisy berusaha membatalkan piagam pemboikotan yang diantara
nya dilakukan oleh Hasyim bin ‘Amru dari Bani Amir bin Luai.
Suatu mala,Hisyam secara diam-diam melakukan kontak dengan Bani
Hasyim dan menyuplai bahan makanan. Ia menemui Zuhair bin Abi
Umayyah al-Makhzumi (ibunya bernama ‘Atikah binti ‘Abdul
Muthallib).
“Wahai Zuhair,apakah engkau tega dapat menikmati makan dan
minum,sementara saudara-saudara dari pihak ibumu kondisi mereka
seperti yang engkau ketahui saat ini?” jawab Zuhair
“Engkau sudah mendapatkan nya!” kata Hisyam
“Siapa dia?” Zuhair bertanya penuh keingintahuan.
“Aku”,jawab Hisyam
“Kalau begitu,carikan untuk kita orang ketiga!” usul Zuhair
Lalu Hisyam pergi menuju kediaman al-Muth’im bin ‘Adl. Saat kedua
nya bertemu,Hisyam menyinggung silaturahmi antara Bani Hasyim
dan Bani al-Muthalib,dua orang putra ‘Abdu Manaf dan mencela
persetujuan atas tindakan zalim kaum Quraisy. Mendengar
penjelasan Hisyam,al-Muth’im langsung beraksi
“Celaka lah engkau! Apa yang dapat aku lakukan padahal aku hanya
seorang diri?” kata al-Muth’im
“Engkau sudah mendapatkan orang kedua.”
 “Siapa dia?”
     “Aku,” jawab Hisyâm.
     “Kalau begitu, carikan orang ketiga!” pinta al-Muth’im.
     “Sudah aku dapatkan orangnya,” jawab Hisyâm.
     “Siapa dia?” tanya al-Muth’im.
     “Zuhair bin Abi Umayyah,” kata Hisyâm.
     “Kalau begitu, carikan orang keempat!” mohon al-Muth’im lagi.
     Lalu Hisyâm pergi menemui Abu al Bukhturi bin Hisyâm. Setelah
bertemu, Hisyâm berbicara persis dengan apa yang telah
dikatakannya kepada al-Muth’im.
     “Apakah ada orang yang membantu kita dalam hal ini?” tanya al-
Bukhturi.
     “Ya, ada,” jawab Hisyam.
     “Siapa dia?” tanya al-Bukhturi.
     “Zuhair bin Abi Umayyah dan al Muth’im bin Adi. Aku juga akan
bersamamu,” jelas Hisyâm.
     “Kalau begitu, carikan lagi bagi kita orang kelima!” mohon al-
Kemudian Hisyâm menemui Zam’ah bin al-Aswad bin al-Muthallib bin Asad. Dia berbincang
 

dengan Zam’ah tentang kekerabatan yang ada di antara mereka dan hak-hak mereka.

     Zam’ah bertanya kepadanya, “Apakah ada orang yang mendukung rencanamu ini?”

     “Ya” jawab Hisyâm.

     Lalu Hisyâm menyebutkan nama-nama orang yang ikut serta. Setelah terkumpul lima
orang, mereka bertemu pada malam hari di pintu Hujün. Mereka berjanji akan melakukan
pembatalan terhadap isi piagam pemboikotan.

     “Akulah orang pertama yang akan berbicara,” ujar Zuhair penuh semangat. Rencana pun
disusun dengan rapi.

     Di pagi hari, mereka pergi ke tempat perkumpulan kaum Quraisy. Zuhair datang dengan
mengenakan pakaian kebesaran lalu mengelilingi Ka’bah tujuh kali. Setelah itu, ia
membalikkan badan dan menghadapkan wajahnya ke kerumunan kaum Quraisy.

     “Wahai penduduk Makkah! Apakah kamu tega bisa menikmati makanan dan memakai
pakaian, sementara Bani Hâsyim binasa. Tidak ada yang sudi menjual kepada mereka dan
tidak ada yang membeli dari mereka?” Zuhair membuka pembicaraan. Orang-orang Quraisy
menyimak penuh perhatian.
“Demi Allah, aku tidak akan duduk hingga lembaran piagam yang telah memutuskan
silaturahim dan zalim ini dirobek!” kata Zuhair sambil mengarahkan tangannya untuk
mengambil lembaran piagam yang tergantung di Ka’bah.

     Abu Jahal yang berada di pojok masjid terkejut dengan keberanian Zuhair. Ia
langsung bangkit dari duduknya dan bergegas mendekati Zuhair.

     “Demi Allah! Engkau telah berbohong! Jangan lakukan itu!” teriak Abü Jahal panik.

     Namun, Zam’ah bin al-Aswad segera membalas ocehan Abu Jahal.

     “Demi Allah! Justru engkaulah yang paling pembohong! Kami tidak pernah rela
menulisnya waktu itu.”

     “Benar apa yang dikatakan Zam’ah. Kami tidak pernah rela terhadap apa yang telah
ditulis dan tidak pernah menyetujuinya,” al-Bukhturi menambahkan.

     Al-Muth’im tak mau ketinggalan. “Mereka berdua ini memang benar dan sungguh
orang yang mengatakan selain itulah yang berbohong. Kami berlepas diri kepada Allah
dari piagam tersebut dan apa yang ditulis di dalamnya,” tegas al-Muth’im. Sementara
itu, Hisyâm bin ‘Amru menjadi orang terakhir yang semakin memperjelas
ketidaksetujuan mereka terhadap piagam pemboikotan tersebut.Abu Jahal berang
melihat hal itu.
 “Urusan ini telah diputuskan di tempat selain ini pada malam
dimusyawarahkannya saat itu,” kata Abu Jahal dengan sorot mata tajam.

     Saat ketegangan memuncak, datanglah Abü Thâlib. Paman Nabi saw


itu sengaja pergi ke Masjid al-Harâm karena ia telah diberitahu oleh
Rasulullah saw tentang piagam yang telah robek dimakan oleh rayap.

     “Paman, lembaran piagam itu telah rnusnah karena Allah telah


mengirimkan rayap-rayap untuk memakannya, kecuali tulisan yang ada
nama Allah,” ujar Rasulullah saw kepada Abu Thâlib.

     Abu Thâlib memberitahukan hal tersebut kepada kaum Quraisy.

     “Wahai Quraisy, kemenakanku mengatakan piagam itu telah dimakan


rayap. Mari kita buktikan kebenaran Muhammad. Jika memang
kemenakanku berbohong, kami akan membiarkan kalian untuk
menyelesaikan urusan dengannya, demikian pula sebaliknya. Jika dia
benar, kalian harus membatalkan embargo,” ujar Abu Thâlib.
MUKJIZAT RASULULLAH SAW
KEMAMPUAN MELIHAT MASA DEPAN
Memiliki kemampuan memberikan informasi tentang kisah para nabi serta kejadian yang
akan terjadi pada masa beliau hidup dan masa depan. Itulah sebagian dari berita-berita
gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah engkau
mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah, sungguh,
kesudahan (yang baik) adalah bagi yang bertakwa. (QS. Hud (11): 49) dan (QS. ar-
Rum (30): 1—4) 
      “Jika itu yang engkau inginkan, kami setuju. Kalau begitu, engkau telah berlaku
adil,” kata orang-orang Quraisy.

     Sorot mata orang-orang Quraisy kini tertuju pada piagam yang masih tergantung di
Ka’bah. Demikian pula Abu Thalib, Hisyâm, dan rekan-rekan mereka.

     Al-Muth’im lalu bergegas menuju lembaran piagam untuk merobeknya. Setelah


jaraknya begitu dekat dengan piagam itu, mimik muka al-Muth’im berubah. Ia terkejut
bercampur gembira karena melihat rayap-rayap telah memakan piagam kecuali tulisan
“bismikallah” (dengan nama-Mu, ya Allah) dan tulisan yang ada nama Allah di
dalamnya.

     Piagam itu akhirnya tak berlaku lagi. Nabi saw bersama orang-orang yang ada di
kediaman Abu Thâlib pun dapat leluasa keluar. Namun, kaum Quraisy tetap pada
pendiriannya. Mereka tak mau mengakui kebenaran Nabi saw meski telah melihat tanda-
tanda kenabian beliau.
Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat sesuatu tanda (mujizat,), mereka
berpaling dan berkata, “(ini adalah) sihir yang terus-menerus. “(QS. al-Qamar [54]: 2)

     Mereka telah berpaling dari tanda ini dan bertambahlah mereka dari kekufuran-
kekekufuran yang lain lagi. (HR. Bukhari).

Utusan Terakhir Quraisy Menemui Abu Thâlib 


     Setelah pembatalan embargo, Rasulullah saw mulai leluasa melakukan aktivitas
seperti biasa. Namun, bukan berarti kaum Quraisy tinggal diam. Mereka tetap gigih
melakukan tekanan terhadap kaum Muslim.

     Di lain sisi, Abu Thâlib masih tegar memberikan perlindungan kepada
kemenakannya tercinta. Namun, kini usianya bertambah tua, melebihi 80 tahun.
Penderitaan dan peristiwa-penistiwa besar yang datang silih berganti membuat kondisi
fisiknya melemah. Tubuhnya semakin rapuh setelah terjadi pengepungan dan
pemboikotan terhadap perkampungannya. Persendiannya lemah dan tulang rusuknya
patah. Abu Thâlib jatuh sakit.

     Kabar ini cepat tersiar di penjuru Makkah. Kaum Quraisy gembira mendengarnya.
Pelindung utama Muhammad saw di ambang kematian, pikir mereka. Itu berarti
mereka akan lebih leluasa menyiksa Nabi saw.
Abu Thâlib lalu mengirimkan utusan untuk meminta Rasulullah saw datang. Nabi saw
tiba di kediaman pamannya. “Wahai kemenakanku! Mereka itu adalah pemuka-
pemuka kaummu. Mereka berkumpul karenamu untuk memberimu sesuatu dan
mengambil sesuatu pula darimu.”

     Lalu Abu Thâlib memberitahukan kepada Rasulullah saw apa yang telah
ditawarkan oleh orang-orang Quraisy kepadanya.

     Rasulullah saw terdiam sejenak. Setelah itu, beliau mulai berbicara.

     “Bagaimana pendapat kalian bila aku katakan kepada kalian satu kalimat yang
bila kalian ucapkan, niscaya kalian akan dapat menguasai bangsa Arab dan orang-
orang asing akan tunduk kepada kalian?”

     Ketika mendengar ini, mereka tercengang dan bingung. Mereka tidak tahu
bagaimana caranya menolak satu kalimat itu.

     Abü Jahal yang penasaran langsung berujar, “Apa itu? Sungguh aku akan
memberikanmu sepuluh kali lipatnya.”
RASULULIAH SAW MENDOAKAN ANAK—ANAK
     Ada seorang anak non-Muslim bernama Abu Mahdzurah, si pemilik suara merdu. Ketika
dia mengejek azan, Rasulullah saw tidak memarahinya. Bahkan, beliau mengusap kepalanya
seraya berdoa, “Ya Allah, berilah keberkahan terhadapnya dan tunjukilah dia pada Islam.”
Beliau mengucapkan itu dua kali. Selanjutnya, beliau menyuruh dia mengucapkan, “Allahu
Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar”, sampai akhirnya Abu Mahdzurah azan di Makkah,
Subhanallâh!                 Diriwayatkan dalam shahib Bukhâri dan Anas bin Malik, “Ada
seorang anak Yahudi yang menjadi pelayan Nabi, sedang menderita sakit, maka Rasulullah
menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya seraya berkata kepadanya, “Berislamlah.”
Anak tadi menoleh kepada ayahnya yang berada di sampingnya. Ayahnya berkata, “Ikuti Abu
al-Qäsim.” Kemudian, bocah tadi masuk Islam. Lalu Rasulullah saw keluar seraya berkata,
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dia danrineraka.” 
     “Kalian katakan, ‘La Ilaha illallâh’ dan kalian ringgalkan sesembahan selain-Nya!” tegas
Rasulullah saw.

      Orang-orang Quraisy tidak menyetujui permintaan Nabi saw. Mereka justru bertepuk
tangan sambil tertawa terbahak-bahak.

     “Wahai Muhammad! Apakah kamu hendak membuat tuhan-tuhan yang banyak itu
menjadi satu saja? Sungguh aneh polahmu ini.”

     Di antara mereka kemudian saling berbicara. Suasana menjadi gaduh.


Hikmah Boikot terhadap Kaum Muslim
     Peristiwa embargo ekonomi dan pengucilan kerabat-kerabat Nabi saw yang
dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy waktu musim Haji menarik perhatian seluruh
kabilah di Jazirah ‘Arab. Beliau dan kaum Muslim melanjutkan misi dakwahnya ke
berbagai kabilah dalam kondisi haus dan lapar.
       Peristiwa embargo ekonomi justru membuka mata hati kabilah-kabilah ‘Arab untuk
mengakui kebenaran. Mereka berpandangan,jika dakwah Nabi saw salah, mana
mungkin beliau dan para sahabatnya mau menanggung risiko yang amat berat itu.
     Aksi pemboikotan terhadap nabi Muhammad saw, Bani Hâsyim, dan Bani Muthallib,
membuat kabilah-kabilah ‘Arab membenci kaum Quraisy. Betapa dahsyatnya aksi
pemboikotan itu, sehingga membuat banyak kabilah simpatik terhadap Islam dan gaung
Islam pun semakin menyebar ke seluruh tanah ‘Arab. Pengepungan, pemboikotan, dan
pengekangan adalah aksi yang melanggar hak-hak asasi manusia. Di abad modern ini,
kehidupan seorang Muslim dan kebebasan beragama yang tumbuh di negara mana pun
dijamin oleh penguasa. Banyak juga undang-undang yang intinya membebáskan umat
beragama menjalankan ibadahnya.
     Setiap bangsa di mana pun dan kapan pun yang ingin menerapkan syariah Ilahi pasti
akan berhadapan dengan berbagai kemungkinan. Ditekan, dikucilkan, dan diboikot oleh
orang-orang yang sesat. Dalam kondisi demikian, para pemimpin Islam hendaknya
mempersiapkan diri dan pengikutnya untuk menemukan solusi yang tepat. Hendaknya
mereka juga memikirkan, reaksi apakah yang efektif untuk melawan aksi pemboikotan
agar umat Islam mampu mempertahankan kebenarannya. 
~Sekian dan Terima Kasih~

Anda mungkin juga menyukai