Anda di halaman 1dari 21

PENALARAN

INDUKTIF
PENALARAN INDUKTIF

Adalah penalaran yang kesimpulannya memperluas


premisnya.
Penalaran induktif tidak dapat ditinjaun dari
penalaran deduktif, karena bukan hasil penurunan
dari premisnya, sehingga disimpulkan tidak valid.
Konklusi penalaran induktif memang tidak
dimaksudkan sekedar untuk menyuratkan apa yang
telah tersirat dala preisnya, seperti dalam penalaran
deduktif.
Alhasil, konklusinya tidak terjamin mutlak
kebenarannya, walau semua premisnya benar.
Contoh : Dalam semua hari di masa lalu, matahari
terbit dari Timur. Jadi, besuk matahari terbit dari
Timur.
Konklusinya bukan keharusan logis dari premisnya.
Konklusinya bukan sekedar menyuratkan apa yang
telah tersirat dalam premisnya.
Jika penalaran ini dianggap deduktif, maka
dianggap tidak valid. Namun penalaran ini dianggap
sehat, dengan hubungan kuat atau lemah.
BENTUK BENTUK PENALARAN
INDUKTIF

A. Generalisasi.
B. Membonceng wibawa.
C. Analogi.
D. Induksi sebab akibat.
A.GENERALISASI

Merupakan penalaran induktif yang paling


sederhana.
Merupakan bentuk penalaran yang konklusinya
melampaui premisnya.
Konklusinya mencakup semua anggota dari suatu
himpunan yang ditarik dari sebagian anggota yang
sudah diamati.
Bentuk umum penalaran :
Semua X yang telah diamati adalah Y
Jadi semua X adalah Y
Contoh : 10% beras dalam gudang yang telah
diamati adalah gabah. Jadi 10% dari beras dalam
gudang adalah gabah.
Penalaran demikian dinamakan Generalisasi
Statistik .
Kemungkinan prosentase :
a. Prosentase 0  disebut proposisi universal
negasi (Proposisi E)  Semua beras dalam gudang
bukan gabah.
b. Prosentase 100  disebut proposisi universal
afirmatif (Proposisi A)  Semua beras dalam
gudang adalah gabah.
Karena generalisasi selalu memberikan konklusi
yang melampaui premis (fakta), bentuk penalaran
jenis ini mudah menghasilkan konklusi palsu dari
premis yang benar.
Untuk memperkecil kesalahan, perlu dihindari 2
khilaf induktif :
i. Khilaf generalisasi bergegas.
ii. Khilaf statistik berat sebelah.
i. Khilaf Generalisasi Bergegas

Manusia cenderung untuk berpikir ke arah apa


yang diinginkan daripada apa yang sebenarnya
terjadi.
Seseorang yang berhubungan dengan satu hal yang
ia senangi, biasanya cenderung menganggap
bahwa hal tersebut baik dan sebalikanya.
Oleh karenanya, agar tidak melakukan khilaf
generalisasi bergegas, diperlukan data yang cukup,
dan tidak hanya pada data yang sangat sedikit
(hanya pada pengamatan sepintas).
Contoh : orang yang menyimpulkan bahwa anak
muda yang berambut gondrong suka ugal-ugalan,
hanya karena menyaksikan beberapa di antara
mereka demikian.
ii. Khilaf statistik berat sebelah
Di samping jumlah data yang ada, masalah lain
yang perlu diperhatikan dalam penyimpulan
adalah sejauh mana data yang digunakan
mencerminkan keseluruhan kelompok yang
diteliti.
Contoh : Disimpulkan bahwa wanita Jawa pada
umumnya tidak bekerja kecuali sebagai ibu rumah
tangga. Data diperoleh dari sejumlah wanita yang
berada di berbagai kota di Jawa Timur.
Kesimpulan ini bisa tidak kuat, karena tidak
menceminkan wanita Jawa pada umumnya, sebab
sebagian besar penduduk Jawa hidup di daerah
pedesaan.
B. MEMBONCENG WIBAWA

Pengetahuan yang kita miliki sebenarnya tidak


selalu berdasarkan kepada pengamatan fakta yang
secara langsung kita lakukan.
Misalnya pengetahuan kita tentang arti suatu kata
tidak diperoleh melalui pengamatan, tapi diperoleh
dari buku, kamus, dan lain-lain.
Hasil penelitian orang lain yang telah terbukti
kebenarannya dapat digunakan.
Jadi, kita dapat membonceng wibawa orang lain
dalam menentukan kebenaran.
Untuk memperkecil kesalahan, perlu dihindari 2
macam khilaf:
i. Penalaran nenek bilang .
ii. Penalaran menyerang pribadi.
i. Penalaran Nenek Bilang.

Terdapat kecenderungan umum untuk menilai


suatu proposisi lebih berdasarkan siapa yang
mengatakan daripada apa yang dikatakannya.
Jadi dalam penalaran demikian, bukan apa yang
dikatakan, melainkan siapa yang mengatakan,
yang menentukan benar salahnya proposisi.
Bentuk penalaran ini adalah :
A (terhormat) menyatakan X
Jadi (benar) X
ii. Penalaran Menyerang Pribadi .

Hampir sama dengan penalaran “nenek bilang”,


hanya dalam bentuk sebaliknya.
Penalaran ini menyerang pribadi pembentuknya.
Ini membawa konsekuensi yang berlawanan.
Pembentuk proposisi tidak dijadikan dasar untuk
membenarkan proposisinya, tetapi justru dijadikan
dasar untuk menolaknya. Karena pembentuk
proposisi itu dianggap tidak baik, maka proposisi
yang dihasilkan harus ditolak.
Bentuk penalaran ini adalah :
A (tercela) menyatakan X
Jadi tidak (benar) X
C. ANALOGI

Dalam analogi, konklusinya ditarik berdasarkan


dugaan bahwa sifat-sifat yang dimiliki suatu
kenyataan juga dimiliki oleh kenyataan lain.
Walaupun keduanya berbeda, tapi keduanya juga
mempunyai kesamaan dalam hal-hal tertentu.
Contoh : kelinci percobaan (karena adanya
anggapan sifat-sifat yang sama antara tubuh
kelinci dan tubuh manusia).
Bentuk penalaran sebagai berikut :
Kenyataan X mempunyai sifat a,b,c.
Kenyataan Y mempunyai sifat a,b,c.
Kenyataan X mempunyai sifat d
Jadi, kenyataan Y mempunyai sifat d
Tidak setiap penalaran analogi mempunyai daya
meyakinkan yang sama.
Penalaran induktif yang lemah dapat juga dijumpai
pada penalaran analogi yang diajukan oleh kaum
pesimis, misalnya:
Perang tidak pernah dapat menjadi sarana
mencapai perdamaian. Jika anda menanam padi,
maka padi pula yang akan tumbuh. Demikian
juga jika menanam jagung, maka jagung pula yang
akan tumbuh. Oleh karenanya, jika menanam
perang, maka tidak dapat diharap perdamaian,
keadilan dan persaudaraan.
D. INDUKSI SEBAB AKIBAT

Merupakan penalaran induktif yang memiliki daya


meyakinkan yang paling besar.
Penarikan kesimpulannya didasarkan kepada
pengetahuan tentang hubungan sebab akibat.
Contoh : Berdasar pengetahuan tentang hubungan
antara oksigen dan nyala api, maka dari fakta
korek api yang berfungsi baik dan ternyata tidak
dapat dinyalakan dalam gua, dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam gua tidak ada oksigen.
Terdapat 2 unsur dalam induksi sebab akibat :
a. Syarat yang diperlukan (necessary condition)
b. Syarat yang memadai (sufficient condition)
A adalah syarat memadai bagi B, jhj kapan saja A
hadir, maka B hadir
C adalah syarat yang diperlukan bagi D, jhj kapan
saja D hadir, maka C hadir.
Contoh :

Anda mungkin juga menyukai