Anda di halaman 1dari 37

INFEKSI NOSOKOMIAL

Yayah Karyanah, B.Sc, S.Sos, MM


PENGERTIAN
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi saat dirawat di
Rumah Sakit.

Pada saat masuk Rumah Sakit, pasien tersebut belum


mengalami infeksi atau tidak dalam masa inkubasi kuman
tertentu.

Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah dirawat di RS atau infeksi


pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh
mikroorganisme berbeda dengan mikroorganisme saat
masuk.

Infeksi ini juga dapat disebabkan atau di bawa oleh tenaga


medis rumah sakit yang kurang memperhatikan kebersihan
diri maupun kebersihan dalam tindakan medis.
KRITERIA INFEKSI NOSOKOMIAL,
Menurut (Depkes RI, 2003)
a)   Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik
infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi
tersebut.
b)   Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam)
sejak pasien mulai dirawat.
c)   Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang
lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tersebut.
d)   Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya
pada saat persalinan atau selama dirawat di rumah sakit.
e)   Bila dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda
infeksi dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita
ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu
yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi
nosokomial.
PENYEBAB INFEKSI NOSOKOMIAL

Penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi melalui:


1)  Infeksi sendiri (self infection) yaitu: infeksi
nosokomial berasal dari penderita sendiri (flora
endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian tubuh
lain, seperti kuman Escherichia coli dan staphylococcus
aureus, kuman tersebut dapat berpindah melalui benda
yang dipakai, seperti linen atau gesekan tangan sendiri.

2)  Infeksi silang (cross infection) yaitu: infeksi nosokomial


terjadi akibat penularan dari penderita atau orang lain di
rumah sakit.

3)  Infeksi lingkungan (environmental infection) yaitu infeksi


yang disebabkan kuman yang didapat dari bahan atau
benda di lingkungan rumah sakit.
JENIS-JENIS INFEKSI NOSOKOMIAL
a) Bakteriemia
Bakteriemia adalah keadaan pasien dengan menunjukkan
demam tinggi setelah 3x24 jam dirawat di rumah sakit
dengan suhu mencapai 38,5oC. Dikatakan bakteriemia
nosokomial apabila terjadi tindakan invasif di rumah sakit
seperti pemasangan infus, lumbal fungsi dan kateterisasi.

b) Infeksi saluran kemih


Infeksi saluran kemih terjadi setelah dilakukan tindakan
keteterisasi buli-buli dan tindakan invasif pada system
reproduksi.

c) Infeksi luka operasi


Infeksi luka operasi dikatakan infeks nosokomial bila keadaan
pra bedah dan selama pembedahan terjadi infeksi pada luka
operasi.
d) Infeksi hepatitis akut
Timbul setelah 2  minggu dirawat inap atau atau 6
bulan setelah keluar dari rumah sakit. Dengan
tanda-tanda klinik yang khas yaitu kenaikan SGOT,
SGPT dan billirubi.

e) Infeksi saluran cerna


Infeksi saluran cerna yang terjadi diruang rawat inap
dengan tanda dan gejala seperti mencret dengan
atau tanpa muntah, nyeri perut, dan disertai demam.

f)  Infeksi saluran napas bagian bawah


Infeksi ini terjadi setelah 3x24 jam sejak mulai
dirawat gejala demam 38,8oC, lekositosis, batuk
dengan dahak dan ditemukan ronki basah.
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL

 Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi


nosokomial. Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan
yang didesain untuk membantu meminimalkan resiko
terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh
lain dari pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya.
 Menurut Zarkasih, pencegahan infeksi didasarkan pada

asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh


mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke
tenaga kesehatan atau sebaliknya.

 Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan


adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik,
kebersihan dan kesterilan dengan lima standar penerapan
yaitu:
5 Standar Pencegahan
1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci
tangan merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah
infeksi nosokomial, efektif mengurangi perpindahan
mikroorganisme karena bersentuhan

2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak


dengan darah atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi;
pakaian khusus (apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung
mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan
untuk mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari
pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel
darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.

3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko


penularan penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar
oleh produk darah pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah
khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak
menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.
4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi
instrumen dengan prinsip yang benar. Tindakan ini
merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko
tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada klien
dan tenaga kesehatan

5. Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman


diketahui aktivitas pelayanan kesehatan akan
menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis
dan sampah berbahaya, yang memerlukan manajemen
yang baik untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit,
pasien, pengunjung dan masyarakat
PENANGGULANGAN
Prosedur Pelaksanaan Penanggulangan Infeksi Nosokomial
Secara Umum
 
A.    Cuci Tangan
 
Tehnik mencuci tangan yang baik merupakan satu-satunya
cara yang paling penting untuk mengurangi penyebaran
infeksi.Dengan cara menggosok tangan dengan sabun atau
deterjen dan air kuat kuat selama 15 detik dan dibilas baik
baik sebelum dan sesudah memeriksa penderita,sudah
cukup .Namun bila selama merawat penderita,tangan
terkena darah,sekresi luka,bahan bernanah,atau bahan yang
lain yang di curigai maka harus di cuci selama 2 sampai 3
menit dengan menggunakan bahan  cuci antiseptic.
B.     Asepsis

 
Asepsis
adalah pencegahan penularan dengan cara meniadakan mikroorganisme
yang secara potensial berbahaya.

Tujuan asepsis ialah mencegah atau membatasi infeksi.di rumah sakit


digunakan 2 konsep asepsis yaitu
1. Asepsis medis .Asepsis Medis meliputi segala praktek yang di gunakan
untuk menjaga agar para petugas medis,penderita dan lingkungan
terhindar dari penyebab infeksi,seperti cuci tangan,sanitasi dan kebersihan
lingkungan rumah sakit itu hanyalah beberapa contok asepsis medis.

2. Asepsis Bedah meliputi cara kerja yang mencegah masuknya


mikroorganisme ke dalam luka dan jaringan penderita.
Asepsis bedah semua alat kesehatan harus berprinsip steril,lingkungan
harus bersanitasi,dan juga flora mikroba di udara harus di saring lewat
filter berefisiensi tinggi.
 
C.    Disinfeksi dan Sterilisasi di
Rumah Sakit

 
Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyediaan
yaitu tempat kebanyakan peralatan dan suplai
dibersihkan serta di sterilkan.
Hasil proses ini di monitor oleh
laboratorium.mikrobiologi secara teratur.

Kecenderungan rumah sakit untuk menggunakan alat


alat serta bahan yang di jual dalam  keadaan steril dan
sekali pakai.karena dapat mempersingkat waktu tanpa
harus mensterilkan alat,tetapi juga dapat mengurangi
pemindah sebaran patogen melalui infeksi silang.  
D.    Sanitasi Lingkungan Rumah
Sakit

 Tujuan sanitasi lingkungan adalah


membunuh atau menyingkirkan pencemaran
atau mikroba dari permukaan.
 Untuk mengevaluasi prosedur dan cara-cara

untuk mengurangi pencemaran,dilakukan


pengambilan contoh mikroorganisme
sewaktu-waktu dari permukaan lantai.
E.     Pengawasan Infeksi

 Ialah pengamatan dan pengawasan serta


pencatatan secara sistematik terjadinya
penyakit menular. Ini merupakan dasar bagi
usaha pengendalian aktif.Identisifikasi dan
evaluasi masalah-masalah infeksi nosokomial
dan pengembangan serta penilaian
pengendalian efektif hanya dapat dicapai
dengan adanya pengawasan teratur terhadap
infeksi-infeksi semacam itu pada penderita.
F. Pengawasan Penderita atau
Pasien

 
 Pengawasan infeksi penderita di mulai ketika
masuk rumah sakit dengan menyertakan
kartu data infeksi di dalam catatan medis
penderita.
 Data yang di kumpulkan setiap hari mengenai

biakan dari laboratorium mikrobiologi serta


dari hasil inspeksi laboratoris dan klinis di
catat pada setiap kartu data infeksi setiap
penderita.
G.    Pengawasan Pekerja Rumah
Sakit

 Pemeriksaan fisik harus merupakan persyaratan


bagi  semua petugas rumah sakit,dan catatan
imunisasi harus diperiksa.
Bila tidak tercatat,maka imunisasi terhadap
penyakit polio,tetanus,difteri,dan campak harus di
isyaratkan.Petugas yang menunjukkan hasil
positif pada uji tuberculin harus diperiksa dengan
sinar x di bagian dada untuk menentukan
kemungkinan adanya tuberculosis aktif.
 
H.    Pengawasan Lingkungan
Rumah Sakit
 

 
 Bila perawat pengendalian infeksi
menemukan satu atau lebih kasus infeksi
baru,maka mungkin diperlukan banyak
biakan dari penderita,petugas dan
lingkungan untuk menemukan sumber
patogen dan lalu meniadakanya
Penanganan Infeksi Nosokomial Rumah Sakit dengan Metode Universal Precautions

1. Sterilisasi, Desinfeksi, Antiseptik dan


Dekontaminasi
2. Kewaspadaan Universal dan Tes
Laboratorium.
3. Kewaspadaan Universal pada Pengelolaan
Alat Tajam
4. Kewaspadaan Universal di Unit tertentu & Unit
Intravaskular.
5. Tindakan Prophylaxis pada Kecelakaan Kerja
6. Surveilance
Sejarah pengendalian infeksi di rumah sakit

 Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis


bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di
Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka
kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh
mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan
bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan
bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal
kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan
membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia
memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci
tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan
ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian
menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh
bidan.
 Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin
jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi
pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit
khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung
tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi
penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka
kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di AS pada
1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan
semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular.
Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan
banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi
semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985,
kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.
Teknik isolasi

 Sesuai dengan kebijakan ini yang


dikembangkan pada 1970, semua pasien
yang diketahui terinfeksi penyakit menular
melalui tes wajib diisolasi. Kebijakan ini
menentukan tujuh kategori isolasi
berdasarkan sifat infeksinya (daya menular,
ganas, dll.). Kewaspadaan khusus (sarung
tangan dsb.) dengan tingkat yang ditentukan
oleh kategori hanya dipakai untuk pasien ini.
Beberapa tantangan pada
Teknik isolasi

 Peningkatan dalam jenis dan jumlah infeksi menular,


sehingga semakin banyak tes harus dilakukan, dan
semakin banyak pasien harus diisolasi
 Hasil tes sering diterima terlambat, sering setelah pasien
pulang
 Biaya sangat tinggi, bila semua orang dites untuk setiap
infeksi
 Stigma dan diskriminasi meningkat bila hanya pasien yang
dianggap berisiko tinggi dites untuk menenkankan biaya
 Hasil tes dapat negatif palsu (hasil negatif walau
terinfeksi), terutama dalam masa jendela, dengan akibat
petugas layanan kesehatan kurang waspada
 Sebaliknya hasil tes positif palsu (hasil positif
walau tidak terinfeksi), dengan akibat
kegelisahan untuk pasien dan petugas
layanan kesehatan
 Perhatian pada hak asasi mengharuskan

pasien memberi informed consent (disertai


oleh konseling untuk HIV) – apa yang
dilakukan bila pasien tidak menyetujui tes?
 Sangat sulit menjaga kerahasiaan
Dasar pemikiran
kewaspadaan universal

 Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan


universal (KU) dikembangkan.
 Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu
lain dapat mengandung infeksi, tidak memandang status sumbernya.
 Semua alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan, dan
penularan dapat terjadi pada setiap layanan kesehatan, termasuk
layanan kesehatan gigi dan persalinan, pada setiap tingkat (klinik
dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan).
 Harus ditekankan bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak
hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV tetapi yang tidak
kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya
lebih mudah menular, mis. virus hepatitis B dan C.
 Petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal
secara penuh dalam hubungan dengan SEMUA pasien.
 Kita biasanya menganggap cairan yang dapat menular
HIV sebagai darah, cairan kelamin dan ASI saja. Namun
ada cairan lain yang dapat mengandung kuman lain,
dan dalam sarana kesehatan, lebih banyak cairan
tubuh biasanya tersentuh. Contohnya, walaupun tinja
tidak mengandung HIV, cairan berikut mengandung
banyak kuman lain:
 Nanah
 Cairan ketuban
 Cairan limfa
 Ekskreta: air seni, tinja
 dll...
Kegiatan yang paling berisiko

Beberapa kegiatan yang umum dilakukan oleh


petugas layanan kesehatan yang menimbulkan
risiko, termasuk:
 Suntikan/ambil darah
 Tindakan bedah
 Tindakan kedokteran gigi
 Persalinan
 Membersihkan darah/cairan lain
Beberapa perilaku yang salah
 Menutup jarum suntik kembali
 Salah meletakan jarum atau

pisau/alat tajam
 Sentuh pasien tanpa cuci tangan
Unsur kewaspadaan universal

 Pakai alat pelindung yang sesuai


 Pengelolaan alat tajam (disediakan tempat

khusus untuk membuang jarum suntik dan


semprit)
 Dekontaminasi, sterilisasi, disinfeksi
 Pengelolaan limbah
Alat Pelindung
 Unsur kedua kewasapadaan universal adalah penggunaan
alat pelindung yang sesuai tindakan. Alat yang dibutuhkan
dapat hanya sarung tangan (mis. untuk ambil darah)
hingga semua alat ini yang dibutuhkan oleh seorang bidan
waktu membantu kelahiran. Namun perawat yang hanya
menyentuh pasien tidak membutuhkan sarung tangan –
yang penting cuci tangan sebelum dan sesudahnya.
 Sarung tangan
 Celemek
 Masker – pelindung muka
 Kacamata
 Pelindung kaki
Perawatan di rumah

 Kewaspadaan universal tidak hanya


dibutuhkan dalam sarana kesehatan resmi,
tetapi juga terkait perawatan di rumah.

 Tujuan utama adalah untuk melindungi


pasien dan keluarga/tim perawatan dari
berbagai infeksi, bukan hanya HIV , kita
harus menganggap sebagian besar cairan
tubuh sebagai sumber infeksi.
Prosedur kewaspadaan universal untuk perawatan di
rumah serupa dengan di rumah sakit, hanya
mungkin lebih sederhana.
 Bila tidak ada sarung tangan, secara darurat kita

dapat memakai kantong plastik yang utuh.


 Menutup semua luka pada kulit dengan plester luka.

 Menjaga kebersihan di rumah.

 Cucian; bila tercemar lebih baik dicuci dengan

pemutih dulu (larutan klorin 0,5%) dengan memakai


sarung tangan, kemudian dapat dicuci dengan
sabun seperti biasa.
Beberapa bakteri penyebab infeksi nosokomial

Tempat Infeksi  Bakteri Penyebab


 Saluran pencernaan    E.coli, Salmonella, Shigella, Camphylobacter, 
 Saluran pernafasan atas    H. influenzae, S.pyogenes, S.pneumoniae
 Saluran pernafasan bawah      S. pneumoniae, P.aerugenosa, K.pneumoiae dan L.
pneumophila.
 E.coli, P.aeruginosa, S.aureus.
 Septikemi  
 P. aeruginosa, E.coli, Saureus, S.Pyogenes
 Luka bakar   
 S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella, Bacteroides,
 Luka   
P.mirabilis, S. marcescens
 E.coli, P. aeruginosa, Proteus,
 Saluran kemih E.aerogenes,S.marcescens, Klebsiella, S.faecalis
Rantai Penularan
 Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian
tengah gambar berikut), yang ada pada sumber. Kuman
keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian
dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat
tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah
sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang
mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka
dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya,
kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan
meneruskan rantai penularan lagi.
Rantai Penularan
Sumber Pustaka, antara lain :
 Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.


 Depkes, 2001, Pedoman Pengendalian Infeksi

Nosokomial Di Rumah Sakit, Jakarta.


 Depkes, 2003, Pedoman

PelaksanaanKewaspadaan Universal di
Pelayanan Kesehatan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai