Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Review Present Perfect Tense


Review On Part Of Sentence and Part Of Speech
Review Word Order
Resume and Analyze Islamic Education

Dosen Pengampu : Ahmad Syuja`i

Kelompok 1 (Satu) :
Isep Nurzaman
Ikra Setia Bagus L.
Nurul Fitriani
Nurhapipah
Nur Ihda Rahmasari
Nuriyah Hafidzoh

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - FAKULTAS TARBIYAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALKARIMIYYAH DEPOK
- Simple Present Perfect Tense -
Present Perfect Tense adalah suatu bentuk kata kerja yang digunakan untuk menyatakan suatu aksi atau situasi yang telah dimulai di masa lalu dan masih berlanjut hingga
sekarang atau telah selesai pada suatu titik waktu tertentu di masa lalu, namun efeknya masih berlanjut.
Kalimat Verbal
1. Kalimat Positif
(S + have / has + Past participle)
Contoh : She has worked in the hospital for six years (Dia telah bekerja di rumah sakit selama enam tahun)
2. Kalimat Negatif
(S + have / has + not + Past participle)
Contoh : She hasn’t worked in the hospital (Dia tidak pernah bekerja di rumah sakit)
3. Kalimat Tanya (Comparative)
(Have / has + S + Past participle)
Contoh : Has she worked in the hospital for six years?(Apakah dia bekerja di rumah sakit selama enam tahun?)
Kalimat Nominal
Note : Untuk kata ganti orang ketiga seperti (I, you, We, They) maka kita menggunakan Have. Untuk kata ganti orang ketiga seperti (She, He) maka kita menggunakan Has.
1. Kalimat Positif
(S + has / have + been + O)
Contoh : Brandon has been recovered from illness (Brandon telah sembuh dari penyakit)
2. Kalimat Negatif
(S + has / have + not + been + O)
Contoh: Brandon has not been recovered from illness (Brandon belum sembuh dari penyakit)
3. Kalimat Tanya (Comparative)
(has / have + S + been + O)
Contoh : Has Brandon been recovered from illness? (Apakah Brandon telah sembuh dari penyakit?)
- Part Of Sentence -
A. The Meaning Of The Sentence (Pengertian Kalimat)
The Sentence/Kalimat adalah serangkaian kata yang minimal terdiri dari subjek dan predikat, sehingga memiliki makna dan pengertian yang sempurna. Sebuah kalimat juga bisa juga
dimodifikasi dengan objek serta keterangan tempat, waktu, atau cara dan lain sebagainya.
Contoh : I slept last night (Saya tidur tadi malam.)
Subject-predicate-adverb (of time).
She ate an apple (Dia makan sebuah apel)
Subject – predicate- object.

B. The Element Of Sentence (Unsur-unsur Kalimat)


1. Subject (Subjek)
Subject adalah kata, frasa, atau klausa yang melakukan sebuah pekerjaan. Setiap kalimat dalam bahasa Inggris harus memiliki subject yang jatuh di awal predikat.
Subject terdiri dari beberapa jenis :
a. Simple subject (subjek sederhana)
Yaitu subjek yang hanya terdiri dari 1 suku kata. bisa berupa kata benda, kata ganti [pronoun), nama orang, participle, gerund, infinitive, impersonal maupun expletive “there”.
Contoh : Tim ate an apple (Tim makan apel) (noun)
She sweeps the floor (Dia menyapu lantai) (pronoun)
Ari will visit Tamara (Ari akan mengunjungi Tamara) (nama orang)
b. Compound subject (subjek gabungan)
Yaitu subjek yang terdiri dari lebih dari suku kata yang digabungkan. Namun, gabungan kata tersebut masih merupakan satu kesatuan.
Contoh: 1 saw a flock of bird flying in the sky. ( Aku melihat segerombolan burung terbang di langit. )
Anni ordered a bowl of soup. ( Anni memesan semangkuk sup. )
The number of students is reading in the library. ( Beberapa siswa sedang membaca di perpustakaan.)
2. Predicate (Predikat)
Yaitu, kata yang menunjukkan pekerjaan. Predicate sering juga disebut dengan verb. Predicate dalam bahasa Inggris selalu mengikuti subjek. Predicate juga harus menye- suaikan
subject dalam hal banyaknya (singular maupun plural).
Verb terdiri dari dua jenis:
a. Single verb (Verb jenis ini terdiri dari satu kata kerja saja.)
Contoh : Bill drives too fast. ( Bill mengendarai mobill dengan sangat cepat. )
I love Oranges. ( Aku suka jeruk. )
b. Verb phrase (Verb jenis ini terdiri dari kombinasi antara verb dengan satu atau lebih auxiliary.)
Contoh : I have been waiting for you for two hours. ( Aku sudah menunggumu selama dua jam. )
She will arrive at six. ( Dia akan sampai di sini jam 6. )

3. Object (Objek)
Yaitu, elemen dalam kalimat yang dikenai pekerjaan (penderita). Object biasanya berupa noun maupun noun phrase. Object tidak bisa diawali dengan preposisi (kata depan)
Contoh : I am reading the book. ( Aku sedang membaca buku. )
I called you last night. ( Aku meneleponmu semalam. )

4. Complement (Pelengkap)
Yaitu, kata yang digunakan untuk melengkapi kalimat yang memiliki predicate berupa to be atau melengkapi linking verb. bisa berupa noun, adjective, maupun adverb.
a. Setelah to be
I am a student. (Saya adalah seorang siswa.)
She is here. (Dia ada di sini.)
b. Setelah linking verbs (kata kerja penghubung)
Jim feels guilt. (Jim merasa bersalah.)
The soup tastes delicious. ( Supnya rasanya enak.)
c. Setelah transitive verbs (kata kerja yang tidak membutuhkan objek) seperti make dan find.
He makes me crazy. (Dia membuatku tergila-gila.)
I find it difficult. (Aku menemukan hal ini susah.)
5. Adverb (Keterangan)
Yaitu, kata yang memodifikasi kata kerja, kata sifat, maupun kata keterangan lain. Adjective bisa menjadi adverb dengan menambahkan – ly di akhir kata. Adverb dibagi menjadi 3,
yakni yang menunjukkan keterangan cara, waktu, dan tempat.
Contoh : She dances beautifully. (adverb of manner)
Dia menari dengan indah.
I bought a book yesterday. (adverb of time)
Aku membeli buku kemarin.
We will have dinner in the restaurant. (adverb of place)
Kami akan makan malam di restoran.

C. The Kinds Of Sentence (Jenis-Jenis Kalimat)


1. Kalimat verbal
Yaitu kalimat yang memiliki kata kerja di dalamnya.
Contoh : I always wash my dress. ( Aku selalu mencuci bajuku.)
Dara studies English in the class. (Dara belajar bahasa inggris di kelas)
Nafisah speaks English fluently. (Nafisah berbicara bahasa inggris dengan lancar)
2. Kalimat nonverbal
Yaitu kalimat yang predikatnya tidak berupa kata kerja. Biasanya berupa to be.
Contoh : My mother Is a teacher. ( Ibu adalah seorang guru.)
She is beautiful. (Dia cantik)
I was in the hospital last week. (Saya berada di rumah sakit minggu lalu)
- Word Order -
Word Order
Word order adalah Penyusunan kata di suatu frase atau kalimat untuk mempermudah kita untuk mengerti dan memahami inti dari sebuah kalimat. Rumus word order dalam bahasa
Inggris adalah bentuk S + V + O (Subjek +Verb+Object). Contoh : I wait you (Aku menunggu kamu)
Penggunaan dan Fungsi Word Order;
1. Determiner (digunakan untuk lebih menerangkan kata benda dengan penambahan kata. A, AN ,THE dan lain-lain.)
Contoh : She borrows a pen. ( Dia meminjam sebuah pena. )
My mother takes an apple . ( Ibuku mengambil sebuah apel. )
2. Possesive (digunakan untuk lmenerangkan kepemilikan.)
Contoh : He is my son. ( Dia adalah anak lelakiku. )
Your sister is visiting me. ( Kakak perempuanmu mengunjungiku. )
3. Quantitative (digunakan untuk lebih menerangkan kata benda dengan fungsi jumlah. Plural atau Singular.)
Contoh : She takes much sugar. ( Dia mengambil banyak gula.)
Many people can drive car. ( Banyak orang bisa mengendarai mobil. )
4. Demonstrative (digunakan untuk lebih menerangkan kata benda dengan menekankan keberadaan.)
Contoh : This bag is mine. ( Tas ini adalah milikku. )
That clock is red. ( Jam itu berwarna merah. )
5. Ordinatives (digunakan untuk lebih menerangkan kata beda dengan angka atau numeral.)
Contoh : He has the second chance for final test. ( Dia mendapatkan kesempatan kedua untuk tes akhir. )
Toni bought six pencils. ( Pak Toni membeli tujuh pensil. )
6. Classifier (digunakan untuk membentuk subjek dan objek agar mendapatkan fungsi sebagai kata sifat.)
Contoh : He has a bad habit . ( Dia memiliki satu kebiasaan buruk.)
Some Indonesia destinations are famous in the world. ( Beberapa tempat tujuan Indonesia terkenal di dunia. )
7. Epithet (digunakan untuk membentuk subjek dan objek mendapatkan fungsi khusus/julukan.)
Contoh : He is a great singer. ( Dia seorang penyanyi hebat.)
Sinta will be a young mother in two weeks. ( Sinta akan menjadi ibu muda dua minggu lagi. )
8. Head word (merupakan kata utama atau pokok dalam sebuah kalimat.)
Contoh : This book will be the most wanted book in the year. ( Buku ini akan menjadi buku yang paling dicari tahun ini. )
We have a long love story to remember. ( Kita memiliki sebuah cerita cinta yang panjang untuk diingat. )
- Part Of Speech -

Parts of speech adalah bagian-bagian mendasar dari kalimat bahasa Inggris. Paling tidak ada 8 Part of speech;
1. Noun (Kata Benda)
Noun atau kata benda digunakan untuk nama orang, benda, hewan, tempat, dan ide atau konsep.
Contoh: Book, Elephant, Train, Bag, Cake, etc.
I am eating an orange. (Aku sedang makan sebuah jeruk.)
2. Pronoun (Kata Ganti)
Pronoun adalah kata yang digunakan untuk menggantikan noun.
Contoh: I, We, He, She, This, That, These, etc.
My sister has a cat named Boo. She always takes care of Boo. (Kakak perempuanku punya seekor kucing bernama Boo. Dia selalu merawat Boo.)
3. Verb (Kata Kerja)
Verb adalah kata kerja yang digunakan untuk menunjukkan tindakan atau keadaan.
Contoh: Arrive, Rise, Wait, Cook, etc.
My parents cook some noodles. (Orang tuaku memasak mie.)
4. Adjective (Kata Sifat)
Adjective adalah kata sifat yang digunakan untuk memberi keterangan pada noun atau pronoun.
Contoh: Pretty, Sad, Faithful, beautiful, etc.
This dress is so beautiful. (Gaunnya sangat indah.)
5. Adverb (Kata Keterangan)
Sebagai kata keterangan, fungsi adverb adalah untuk memberikan keterangan tambahan pada verb, adjective, atau adverb itu sendiri. Adverb juga bisa dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, seperti manner, degree, frequency, place, dan time.
Contoh: Adverb of Manner = Well, Softly, Quickly
Adverb of Degree = Just, Almost, So
Adverb of Frequency = Usually, Always, Rarely
Adverb of Place = In, Above, Below
Adverb of Time = Annually, Daily, Yesterday
6. Preposition (Kata Depan)
Fungsi preposition adalah untuk menunjukkan hubungan antara noun dan kata-kata lainnya dalam sebuah kalimat.
Contoh: In, On, At, Through, With, By, Of
I stay in this apartment. (Aku tinggal di apartemen ini.)
7. Conjunction (Kata Hubung)
Conjunction digunakan untuk menghubungkan dua kata, frasa, klausa hingga kalimat. Terdapat 3 jenis conjuction, yaitu coordinating, subordinating, dan correlative conjuction.
Contoh: Coordinating Conjuction - Menghubungan 2 bentuk gramatikal yang sama, misalnya kata dengan kata. Contoh: For, And, Nor, But, Or, Yet, So
Subordinating Conjuction - Menghubungkan induk kalimat dan anak kalimat. Contoh: After, Since, Although
Correlative Conjuction - Kata hubung yang berpasangan. Contoh: Not only....but also, Either...or
I like swimming and dancing. (Aku suka berenang dan menari.), Mr. Saki is not only a doctor, but also a chef. (Pak Saki bukan hanya seorang dokter, tapi juga juru masak.)
8. Interjection (Kata Seru)
Jenis kata yang satu ini biasanya digunakan untuk mengungkapkan emosi atau ekspresi.
Contoh: Wow, Aye, Oops, Whoa, Oh no!
Aye, mate! How are you? (Hei, kawan! Apa kabar?)
- Islamic Education -
History of Islamic Education
Pious and learned Muslims (mu' allim or mudarris), dedicated to making the teachings of the Koran more accessible to the Islamic community, taught the faithful in what came to
be known as the kuttāb (plural, katātīb). The kuttāb could be located in a variety of venues: mosques, private homes, shops, tents, or even out in the open. Historians are uncertain as to
when the katātīb were first established, but with the widespread desire of the faithful to study the Koran, katātīb could be found in virtually every part of the Islamic empire by the
middle of the eighth century. The kuttāb served a vital social function as the only vehicle for formal public instruction for primary-age children and continued so until Western models of
education were introduced in the modern period. Even at present, it has exhibited remarkable durability and continues to be an important means of religious instruction in many Islamic
countries.
The curriculum of the kuttāb was primarily directed to young male children, beginning as early as age four, and was centered on Koranic studies and on religious obligations such
as ritual ablutions, fasting, and prayer. The focus during the early history of Islam on the education of youth reflected the belief that raising children with correct principles was a holy
obligation for parents and society. 
The approach to teaching children was strict, and the conditions in which young students learned could be quite harsh. Corporal punishment was often used to correct laziness or
imprecision. Memorization of the Koran was central to the curriculum of the kuttāb, but little or no attempt was made to analyze and discuss the meaning of the text. Once students had
memorized the greater part of the Koran, they could advance to higher stages of education, with increased complexity of instruction. Western analysts of the kuttāb system usually
criticize two areas of its pedagogy: the limited range of subjects taught and the exclusive reliance on memorization. The contemporary kuttāb system still emphasizes memorization and
recitation as important means of learning. The value placed on memorization during students' early religious training directly influences their approaches to learning when they enter
formal education offered by the modern state. A common frustration of modern educators in the Islamic world is that while their students can memorize copious volumes of notes and
textbook pages, they often lack competence in critical analysis and independent thinking.
During the golden age of the Islamic empire (usually defined as a period between the tenth and thirteenth centuries), when western Europe was intellectually backward and
stagnant, Islamic scholarship flourished with an impressive openness to the rational sciences, art, and even literature. It was during this period that the Islamic world made most of its
contributions to the scientific and artistic world. Ironically, Islamic scholars preserved much of the knowledge of the Greeks that had been prohibited by the Christian world. Other
outstanding contributions were made in areas of chemistry, botany, physics, mineralogy, mathematics, and astronomy, as many Muslim thinkers regarded scientific truths as tools for
accessing religious truth.
Gradually the open and vigorous spirit of enquiry and individual judgment (ijtihād) that characterized the golden age gave way to a more insular, unquestioning acceptance
(taqlīd) of the traditional corpus of authoritative knowledge.
Despite its glorious legacy of earlier periods, the Islamic world seemed unable to respond either culturally or educationally to the onslaught of Western advancement by the
eighteenth century. One of the most damaging aspects of European colonialism was the deterioration of indigenous cultural norms through secularism. With its veneration of human
reason over divine revelation and its insistence on separation of religion and state, secularism is anathema to Islam, in which all aspects of life, spiritual or temporal, are interrelated as a
harmonious whole. At the same time, Western institutions of education, with their pronounced secular/religious dichotomy, were infused into Islamic countries in order to produce
functionaries to feed the bureaucratic and administrative needs of the state. The early modernizers did not fully realize the extent to which secularized education fundamentally conflicted
with Islamic thought and traditional lifestyle. Religious education was to remain a separate and personal responsibility, having no place in public education. If Muslim students desired
religious training, they could supplement their existing education with moral instruction in traditional religious schools–the kuttāb. As a consequence, the two differing education
systems evolved independently with little or no official interface.
Pendidikan Islam
Muslim yang saleh dan terpelajar ( mu 'allim atau mudarris ), yang berdedikasi untuk membuat ajaran Alquran lebih mudah diakses oleh komunitas Islam, mengajar umat
beriman dalam apa yang kemudian dikenal sebagai kuttāb (jamak, katātīb ). The Kuttab bisa ditemukan di berbagai tempat: masjid, rumah-rumah pribadi, toko, tenda, atau bahkan di
tempat terbuka. Sejarawan tidak yakin kapan katātīb pertama kali didirikan, tetapi dengan keinginan yang meluas dari umat beriman untuk mempelajari Alquran, katātīb dapat
ditemukan di hampir setiap bagian kerajaan Islam pada pertengahan abad kedelapan. The Kuttabmelayani fungsi sosial yang penting sebagai satu-satunya sarana untuk pengajaran
umum formal bagi anak-anak usia dasar dan berlanjut hingga model pendidikan Barat diperkenalkan di zaman modern. Bahkan saat ini, ia telah menunjukkan daya tahan yang luar
biasa dan terus menjadi sarana pengajaran agama yang penting di banyak negara Islam
Kurikulum kuttāb terutama ditujukan kepada anak-anak laki-laki, dimulai sejak usia empat tahun, dan dipusatkan pada studi Alquran dan kewajiban agama seperti wudhu,
puasa, dan sholat. Fokus selama sejarah awal Islam pada pendidikan pemuda mencerminkan keyakinan bahwa membesarkan anak dengan prinsip yang benar adalah kewajiban suci
bagi orang tua dan masyarakat.
Pendekatan untuk mengajar anak-anak sangat ketat, dan kondisi di mana siswa dapat belajar bisa sangat keras. Hukuman badan sering digunakan untuk memperbaiki kemalasan
atau ketidaktepatan.kuttāb, tetapi sedikit atau tidak ada upaya yang dilakukan untuk menganalisis dan mendiskusikan makna teks tersebut. Setelah siswa menghafal sebagian besar
Alquran, mereka dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dengan kompleksitas pengajaran yang meningkat. Analis sistem kuttāb Barat biasanya mengkritik dua
bidang pedagoginya: terbatasnya mata pelajaran yang diajarkan dan ketergantungan eksklusif pada hafalan. Kuttāb kontemporerSistem masih mengedepankan hafalan dan hafalan
sebagai sarana pembelajaran yang penting. Nilai yang ditempatkan pada hafalan selama pelatihan agama awal siswa secara langsung mempengaruhi pendekatan mereka untuk belajar
ketika mereka memasuki pendidikan formal yang ditawarkan oleh negara modern. Kekecewaan umum para pendidik modern di dunia Islam adalah bahwa sementara para siswa mereka
dapat menghafal banyak sekali catatan dan halaman buku teks, mereka seringkali kekurangan kompetensi dalam analisis kritis dan pemikiran mandiri.
Selama masa keemasan kerajaan Islam (biasanya didefinisikan sebagai periode antara abad kesepuluh dan ketiga belas), ketika Eropa Barat secara intelektual terbelakang dan
stagnan, keilmuan Islam berkembang dengan keterbukaan yang mengesankan terhadap ilmu rasional, seni, dan bahkan sastra. Selama periode inilah dunia Islam memberikan sebagian
besar kontribusinya pada dunia ilmiah dan seni. Ironisnya, para sarjana Islam menyimpan banyak pengetahuan tentang orang Yunani yang telah dilarang oleh dunia Kristen. Kontribusi
luar biasa lainnya dibuat di bidang kimia, botani, fisika, mineralogi, matematika, dan astronomi, karena banyak pemikir Muslim menganggap kebenaran ilmiah sebagai alat untuk
mengakses kebenaran agama.
Secara bertahap semangat penyelidikan yang terbuka dan kuat dan penilaian individu ( ijtihād ) yang menjadi ciri zaman keemasan memberi jalan kepada penerimaan yang lebih
sempit dan tidak perlu dipertanyakan lagi ( taqlīd ) dari korpus tradisional pengetahuan berwibawa.
Terlepas dari warisan gemilang periode-periode sebelumnya, dunia Islam tampaknya tidak mampu merespons baik secara budaya maupun pendidikan terhadap serangan gencar-
gencarnya kemajuan Barat pada abad kedelapan belas. Salah satu aspek kolonialisme Eropa yang paling merusak adalah kemerosotan norma budaya pribumi melalui sekularisme.
Dengan penghormatannya pada nalar manusia atas wahyu ilahi dan desakan pemisahan agama dan negara, sekularisme adalah kutukan bagi Islam, di mana semua aspek kehidupan,
spiritual atau temporal, saling terkait sebagai satu kesatuan yang harmonis. Pada saat yang sama, institusi pendidikan Barat, dengan dikotomi sekuler / agama mereka, dimasukkan ke
dalam negara-negara Islam untuk menghasilkan fungsionaris untuk memenuhi kebutuhan birokrasi dan administrasi negara. Para modernis awal tidak sepenuhnya menyadari sejauh
mana pendidikan sekuler secara fundamental bertentangan dengan pemikiran Islam dan gaya hidup tradisional. Pendidikan agama harus tetap menjadi tanggung jawab yang terpisah
dan pribadi, tidak mendapat tempat dalam pendidikan umum. Jika siswa Muslim menginginkan pelatihan agama, mereka dapat melengkapi pendidikan mereka yang ada dengan
pengajaran moral di sekolah-sekolah agama tradisionalkuttāb. Akibatnya, dua sistem pendidikan yang berbeda tersebut berkembang secara independen dengan sedikit atau tanpa
antarmuka resmi.

Anda mungkin juga menyukai