2 Dasar Brlku HKM Adat
2 Dasar Brlku HKM Adat
Ke 2
HUKUM ADAT
Oleh
Airi Safrijal, S.H., M.H.
Dasar Brlkunya Hkm Adat
1. Landasan berlakunya hkm adat secara yuridis normatif:
UUD 1945;
UUDS 1950;
UU No. 5 Tahun 1960 UUPA;
UU No. 39 Tahun 1999 HAM;
UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Aceh;
UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otsus Aceh;
UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua;
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yg tlh
bbrp x di ubah dg UU No. 12/2008 atas prbhan kedua UU
No. 32/2004;
UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh;
Qanun Aceh No. 4 Tahun 2003 tg Pemerintahan Mukim;
Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2003 ttg Pemerintahan Gampoeng;
Qanun Aceh No. 3 Tahun 2004 ttg Pembentukan, Susunan Organisasi
dan Tata kerja Majlis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam;
Qanun Aceh No. 9 Tahun 2008 ttg Penyelenggaraan Kehidupan Adat
dan Adat Istiadat;
Qanun Aceh No. 10 Tahun 2008 ttg Lembaga Adat;
Keputusan Bersama Gubenur Aceh, Kepala Kepolisian Daerah Aceh
dan Ketua Majlis Adat Aceh, No. 1054/MAA/XII/2011, tentang
Penyelenggaraan Peradilan Adat Gampong dan Mukim atau Nama
Lain di Aceh;
Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2011 ttg pdman umum
penyelengaraan Pemerintahan Gampong.
2. Landasan Filosofis
Friedrich Carl von Savigny :
Adat/hukum adat secara historis-filosofis dianggap
sebagai perwujudan atau pencerminan kepribadian suatu
bangsa dan merupakan penjelmaan dari JIWA BANGSA
(VOLGEIST/RAHIM) suatu masyarakat yang
bersangkutan dari zaman ke zaman.
a. Perbuatan kebiasaan2
b. Putusan2 masyarakat
c. Putusan2 adat gampong/desa
d. Putusan2 hakim/yurisprudensi
e. Hadih Maja/Pepatah adat
f. Kitab-kitab hkm yg prnh dikeluarkan olh Raja-
Raja.
g. dll
8. Ada 3 kekuatan berlaku hukum adat yaitu :
Kekuatan blku scra sosiologis, artinya hkm itu bnar2 scra
nyata, terang tanpa ada pksaan, dmna sll dibatasi dg nilai
yg baik dan yg tdk baik, mana yg bleh, dan yg tdak bleh
dlkukan.
Kekuatan blku scra yuridis, misalnya : putusan prdilan
adat di Aceh.
Kekuatan blku scra filosofis, artinya hkm itu blku
brdsarkan filosofinya. Lndsan ini, hnya dpt dcri, dtmkan
dlm hkm itu sndri, apa dan mengapa adat itu dibuat.
Landasan filosofis ini, misalnya dapat kita lihat, pada
hadih maja Aceh yang berbunyi: “adat ngoen hukoem
lagee zat ngoen sifeut”, (adat dengan hukum seperti zat
dengan sifat).
DALAM PERUNDANG-UNDANGAN HINDIA BELANDA
HUKUM ADAT DIKENAL DALAM BERBAGAI
ISTILAH/PENYEBUTAN