Anda di halaman 1dari 25

1

REFERAT
“TETANUS”

Oleh :

Dissa Yulianita Suryani 132011101094

Dosen Pembimbing :
dr. Usman G Rangkuti, SpS

KSM ILMU PENYAKIT SARAF


RSD DR. SOEBANDI JEMBER/UNIVERSITAS JEMBER
2018
2 DEFINISI

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan kuman Clostridium tetani,


dengan gejala utama kekakuan dan kejang otot rangka.
Kekakuan otot biasanya melibatkan rahang (lockjaw), leher dan
kemudian menjadi seluruh tubuh.
3 EPIDEMIOLOGI

Tetanus merupakan penyakit dominan negara-negara belum berkembang, di negara-


negara tanpa program imunisasi yang komprehensif.
Tetanus terutama terjadi pada neonatus dan anak-anak.
Tetanus merupakan penyakit target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui
Expanded Program on Immunization.
Secara keseluruhan, kejadian tahunan tetanus adalah 0,5-1.000.000 kasus.
ETIOLOGI
4
Kuman tetanus : Clostridium Tetani
berbentuk batang langsing
panjang 2–5 μm dan lebar 0,3–0,5 μm
gram positif
sifat anaerob
Kuman tetanus ini membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan
ujung yang bulat, khas seperti batang korek api (drum stick)
Kuman tetanus tidak invasif
kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin
dan tetanolisin.
Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan
penyakit tetanus (dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg).
5 PATOFISIOLOGI

Tetanospasmin adalah neurotoksin poten yang bertanggungjawab terhadap manifestasi klinis


tetanus, sedangkan tetanolysin sedikit memiliki efek klinis. Terdapat dua mekanisme yang
dapat menerangkan penyebaran toksin ke susunan saraf pusat:
(1) Toksin diabsorpsi di neuromuscular junction, kemudian bermigrasi melalui jaringan
perineural ke susunan saraf pusat,
(2) Toksin melalui pembuluh limfe dan darah ke susunan saraf pusat. Masih belum jelas mana
yang lebih penting, mungkin keduanya terlibat.
6
7
8 KLASIFIKASI TETANUS

Secara klinis tetanus ada 4 macam, yaitu


1.tetanus umum (Generalized Tetanus)
2.tetanus local
3.cephalic tetanus, dan
4.tetanus neonatorum.
9 MANIFESTASI KLINIS

Periode inkubasi tetanus antara 3-21 hari (rata-rata 7-10 hari). Pada 80-90%
penderita, gejala muncul 1-2 minggu setelah terinfeksi.
Tetanus memiliki gambaran klinis dengan ciri khas trias rigiditas otot, spasme
otot, dan ketidakstabilan otonom. Gejala awalnya meliputi kekakuan otot, lebih
dahulu pada kelompok otot dengan jalur neuronal pendek, karena itu yang tampak
pada lebih dari 90% kasus saat masuk rumah sakit adalah trismus, kaku leher, dan
nyeri punggung. Keterlibatan otot-otot wajah dan faringeal menimbulkan ciri khas
risus sardonicus, sakit tenggorokan, dan disfagia. Peningkatan tonus otot-otot trunkal
mengakibatkan opistotonus.
Berdasarkan gejala klinis dapat ditentukan
severitas tetanus menurut klasifikasi Ablett:
10
Grade 1 (ringan)
Trismus ringan: trismus lebih dari 3 cm
spastisitas menyeluruh,
tidak ada yang membahayakan respirasi,
tidak ada spasme,
tidak ada disfagia

Grade 2 (sedang)
Trismus sedang: trismus kurang dari 3 cm
Rigiditas
spasme singkat
disfagia ringan
keterlibatan respirasi sedang, frekuensi pernapasan >30

Grade 3 (berat)
Trismus berat: trismus kurang dari 1 cm
rigiditas menyeluruh
spasme memanjang,
disfagia berat,
serangan apneu,
denyut nadi >120, frekuensi pernapasan >40

Grade 4 (sangat berat)


Grade 3 dengan ketidakstabilan otonom berat
11 DIAGNOSIS

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
12 Anamnesis

 Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan atau patah tulang terbuka, lukadengan
nanah atau gigitan binatang?
 Apakah pernah keluar nanah dari telinga?
 Apakah sedang menderita gigi berlubang?
 Apakah sudah mendapatkan imunisasi DT atau TT, kapan melakukan imunisasi yang
terakhir?
 Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme lokal)
dengan kejang yang pertama
13 Pemeriksaan Fisik

 Trismus yaitu kekakuan otot mengunyah (otot masseter) sehingga sukar membuka mulut. Pada
neonatus kekakuan ini menyebabkan mulut mencucut seperti mulut ikan, sehingga bayi tidak
dapat menyusui. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar membuka mulut diukur
setiap hari.
 Risus sardonicus terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampak dahi mengkerut,
mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah
 Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung,otot leher, otot
badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung
seperti busur.
 Perut papan akibat otot dinding perut yang kaku.
 Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah
dirangsang, misalnya dicubit, digerakkan secara kasar atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun
masa istirahat kejang semakin pendek sehingga pasien jatuh dalam status konvulsivus.
14

 Pada tetanus berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang yang terus-menerus
atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian. Pengaruh toksin
pada saraf autonom menyebabkan gangguan sirkulasi dan dapat pula menyebabkan suhu badan
yang tinggi atau berkeringat banyak. Kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi
retentio alvi, retentio urine, atau spasme laring. Patah tulang panjang dan kompresi tulang
belakang.
 Uji spatula, dilakukan dengan menyentuh dinding posterior faring menggunakan alat dengan
ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit
spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah. Laporan singkat The American Journal of
Tropical Medicine and Hygiene menyatakan bahwa uji spatula memiliki spesifisitas tinggi (tidak
ada hasil positif palsu) dan sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi menunjukkan hasil positif).
15 Pemeriksaan Penunjang

Sehingga, hasil pemeriksaan laboratorium untuk penyakit tetanus tidak khas, yaitu:
• Lekositosis ringan
• Trombosit sedikit meningkat
• Glukosa dan kalsium darah normal
• Enzim otot serum mungkin meningkat
• Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat
• EKG dan EEG normal
• Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat membantu, tetapi
Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak
ditemukan
16 DIAGNOSIS BANDING

 Meningitis bacterial
 Poliomielitis
 Rabies
 Keracunan strychnine
 Tetani
 Retropharingeal abses
 Tonsilitis berat
 Efek samping fenotiasin
 Kuduk kaku juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas, miositis leher dan
spondilitis leher.
17 TATALAKSANA

Ada tiga sasaran penatalaksanaan tetanus, yakni:


(1)membuang sumber tetanospasmin;
(2)menetralisasi toksin yang tidak terikat;
(3)perawatan penunjang (suportif ) sampai tetanospasmin yang berikatan dengan
jaringan telah habis dimetabolisme.
18 Membuang sumber tetanospasmin

Luka dibersihkan secara menyeluruh + didebridement  mengurangi muatan bakteri dan mencegah
pelepasan toksin lebih lanjut

Pengobatan antibiotik:
Lini pertama: metronidazole 500 mg setiap enam jam IV/ po (7-10 hari). anak-anak diberikan dosis
inisial 15 mg/kgBB secara IV/peroral dilanjutkan dengan dosis 30 mg/kgBB setiap enam jam selama 7-10
hari.  efektif mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif.
Lini kedua yaitu Penisilin G 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari. (100.000-200.000 IU / kg / hari IV,
diberikan dalam 2-4 dosis terbagi. Rekomendasi pemberian penicillin G 100.000 U/kgBB/hari iv, setiap 6
jam selama 10 hari. Hipersensitif penisilin  Tetrasiklin 50 mg/KgBB/hari. Penicillin membunuh bentuk
vegetatif C.tetani  berperan sebagai agonis terhadap tetanospasmin dengan menghambat pelepasan asam
aminobutirat gama (GABA). Pemberian antibiotika seperti makrolida, klindamisin, sefalosporin dan
kloramfenikol juga efektif.
19 Menetralisasi toksin yang tidak terikat
 Toksin bebas dalam darah
 Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf

Setelah tes alergi, Human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan


intramuskuler dengan dosis total 3.000- 10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan
diinjeksikan di tiga tempat berbeda.
Bila tidak tersedia HTIG maka digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit diberikan
50.000 unit intramuscular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama, kemudian 60.000
unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga.
Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberi immunisasi aktif dengan
toksoid karena seseorang yang sudah sembuh dari tetanus tidak memiliki kekebalan
20 Perawatan Penunjang (Suportif)

 Kontrol Pernapasan : Spasme otot, spasme laring, aspirasi, atau dosis besar sedatif semuanya dapat
mengganggu respirasi  suctioning, Tarkeostomi
 Kontrol spasme otot, rigiditas dann kejang: Diazepam (Benzodiazepin). Dosis diazepam yang
direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis, dosis
yang direkomendasikan untuk usia <2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari oral dalam dosis 2-3 mg setiap 3
jam. Dosis maksimal adalah 40 mg/kgBB/hari.
 Kontrol disfungsi otonom: magnesium sulfat dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan
benzodiazepin untuk mengendalikan kejang dan disfungsi otonom: 5 mg (atau 75mg / kg) dosis
intravena, kemudian 2-3 gram per jam sampai kontrol kejang dicapai.
KOMPLIKASI
1. Saluran Pernapasan

21 Asfiksia (spasme otot pernapasan, spasme otot laring, kejang)


Aspirasi Pneumonia (akumulasi sekresi saliva , sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman)
Atelektasis (Obstruksi sekret)
Pneumothorax dan mediatinal emfisema (Trakeostomi)
2. kardiovaskular
takikardia, hiperrtensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
3. Tulang dan Otot
Perdarahan otot (Spasme berkepanjangan)
Fraktur columna (Kejang terus-menerus)
4. Komplikasi lain
 Laserasi lidah akibat kejang;
 Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
 Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar
luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi yaitu: Bronkopneumonia, cardiac arrest, septikemia dan pneumotoraks.
PROGNOSIS
22
Dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Masa inkubasi
2. Umur
3. Period of onset
4. Panas
5. Pengobatan
6. Ada tidaknya komplikasi
7. Frekuensi kejang

Philips score:
<9 : severitas ringan
9-18 : severitas sedang; dan
>18 : severitas berat.
PROGNOSIS
23

Dakar score
0-1 : severitas ringan dengan mortalitas 10%
2-3 : severitas sedang dengan mortalitas 10-20%
4: severitas berat dengan mortalitas 20-40%
5-6: severitas sangat berat dengan mortalitas >50%
24 PENCEGAHAN
 Perawatan luka  Mencegah timbulnya jaringan anaerob
 Pemberian ATS dan tetanus toksoid pada luka.
 Imunisasi aktif ((DPT, DT, atau tetanustoksoid)
a. Vaksin DPT diberikan sebagai imunisasi dasar sebanyak 3 kali, DPT IV pada usia 18 bulan
dan DPT V pada usia 5 tahun dan saat usia 12 tahun diberikan DT.
b. Tetanustoksoid diberikan pada setiap wanita usia subur, perempuan usia 12 tahun dan
ibuhamil.
c. DPT atau DT diberikan setelah pasien sembuh dan dilanjutkan imunisasi ulangan diberikan
sesuai jadwal, oleh karena tetanus tidak menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama.
25

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai