REFERAT
“TETANUS”
Oleh :
Dosen Pembimbing :
dr. Usman G Rangkuti, SpS
Periode inkubasi tetanus antara 3-21 hari (rata-rata 7-10 hari). Pada 80-90%
penderita, gejala muncul 1-2 minggu setelah terinfeksi.
Tetanus memiliki gambaran klinis dengan ciri khas trias rigiditas otot, spasme
otot, dan ketidakstabilan otonom. Gejala awalnya meliputi kekakuan otot, lebih
dahulu pada kelompok otot dengan jalur neuronal pendek, karena itu yang tampak
pada lebih dari 90% kasus saat masuk rumah sakit adalah trismus, kaku leher, dan
nyeri punggung. Keterlibatan otot-otot wajah dan faringeal menimbulkan ciri khas
risus sardonicus, sakit tenggorokan, dan disfagia. Peningkatan tonus otot-otot trunkal
mengakibatkan opistotonus.
Berdasarkan gejala klinis dapat ditentukan
severitas tetanus menurut klasifikasi Ablett:
10
Grade 1 (ringan)
Trismus ringan: trismus lebih dari 3 cm
spastisitas menyeluruh,
tidak ada yang membahayakan respirasi,
tidak ada spasme,
tidak ada disfagia
Grade 2 (sedang)
Trismus sedang: trismus kurang dari 3 cm
Rigiditas
spasme singkat
disfagia ringan
keterlibatan respirasi sedang, frekuensi pernapasan >30
Grade 3 (berat)
Trismus berat: trismus kurang dari 1 cm
rigiditas menyeluruh
spasme memanjang,
disfagia berat,
serangan apneu,
denyut nadi >120, frekuensi pernapasan >40
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
12 Anamnesis
Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan atau patah tulang terbuka, lukadengan
nanah atau gigitan binatang?
Apakah pernah keluar nanah dari telinga?
Apakah sedang menderita gigi berlubang?
Apakah sudah mendapatkan imunisasi DT atau TT, kapan melakukan imunisasi yang
terakhir?
Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme lokal)
dengan kejang yang pertama
13 Pemeriksaan Fisik
Trismus yaitu kekakuan otot mengunyah (otot masseter) sehingga sukar membuka mulut. Pada
neonatus kekakuan ini menyebabkan mulut mencucut seperti mulut ikan, sehingga bayi tidak
dapat menyusui. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar membuka mulut diukur
setiap hari.
Risus sardonicus terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampak dahi mengkerut,
mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah
Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung,otot leher, otot
badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung
seperti busur.
Perut papan akibat otot dinding perut yang kaku.
Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah
dirangsang, misalnya dicubit, digerakkan secara kasar atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun
masa istirahat kejang semakin pendek sehingga pasien jatuh dalam status konvulsivus.
14
Pada tetanus berat akan terjadi gangguan pernafasan sebagai akibat kejang yang terus-menerus
atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian. Pengaruh toksin
pada saraf autonom menyebabkan gangguan sirkulasi dan dapat pula menyebabkan suhu badan
yang tinggi atau berkeringat banyak. Kekakuan otot sfingter dan otot polos lain sehingga terjadi
retentio alvi, retentio urine, atau spasme laring. Patah tulang panjang dan kompresi tulang
belakang.
Uji spatula, dilakukan dengan menyentuh dinding posterior faring menggunakan alat dengan
ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit
spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah. Laporan singkat The American Journal of
Tropical Medicine and Hygiene menyatakan bahwa uji spatula memiliki spesifisitas tinggi (tidak
ada hasil positif palsu) dan sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi menunjukkan hasil positif).
15 Pemeriksaan Penunjang
Sehingga, hasil pemeriksaan laboratorium untuk penyakit tetanus tidak khas, yaitu:
• Lekositosis ringan
• Trombosit sedikit meningkat
• Glukosa dan kalsium darah normal
• Enzim otot serum mungkin meningkat
• Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat
• EKG dan EEG normal
• Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat membantu, tetapi
Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak
ditemukan
16 DIAGNOSIS BANDING
Meningitis bacterial
Poliomielitis
Rabies
Keracunan strychnine
Tetani
Retropharingeal abses
Tonsilitis berat
Efek samping fenotiasin
Kuduk kaku juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas, miositis leher dan
spondilitis leher.
17 TATALAKSANA
Luka dibersihkan secara menyeluruh + didebridement mengurangi muatan bakteri dan mencegah
pelepasan toksin lebih lanjut
Pengobatan antibiotik:
Lini pertama: metronidazole 500 mg setiap enam jam IV/ po (7-10 hari). anak-anak diberikan dosis
inisial 15 mg/kgBB secara IV/peroral dilanjutkan dengan dosis 30 mg/kgBB setiap enam jam selama 7-10
hari. efektif mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif.
Lini kedua yaitu Penisilin G 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari. (100.000-200.000 IU / kg / hari IV,
diberikan dalam 2-4 dosis terbagi. Rekomendasi pemberian penicillin G 100.000 U/kgBB/hari iv, setiap 6
jam selama 10 hari. Hipersensitif penisilin Tetrasiklin 50 mg/KgBB/hari. Penicillin membunuh bentuk
vegetatif C.tetani berperan sebagai agonis terhadap tetanospasmin dengan menghambat pelepasan asam
aminobutirat gama (GABA). Pemberian antibiotika seperti makrolida, klindamisin, sefalosporin dan
kloramfenikol juga efektif.
19 Menetralisasi toksin yang tidak terikat
Toksin bebas dalam darah
Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf
Kontrol Pernapasan : Spasme otot, spasme laring, aspirasi, atau dosis besar sedatif semuanya dapat
mengganggu respirasi suctioning, Tarkeostomi
Kontrol spasme otot, rigiditas dann kejang: Diazepam (Benzodiazepin). Dosis diazepam yang
direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/kali dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis, dosis
yang direkomendasikan untuk usia <2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari oral dalam dosis 2-3 mg setiap 3
jam. Dosis maksimal adalah 40 mg/kgBB/hari.
Kontrol disfungsi otonom: magnesium sulfat dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan
benzodiazepin untuk mengendalikan kejang dan disfungsi otonom: 5 mg (atau 75mg / kg) dosis
intravena, kemudian 2-3 gram per jam sampai kontrol kejang dicapai.
KOMPLIKASI
1. Saluran Pernapasan
Philips score:
<9 : severitas ringan
9-18 : severitas sedang; dan
>18 : severitas berat.
PROGNOSIS
23
Dakar score
0-1 : severitas ringan dengan mortalitas 10%
2-3 : severitas sedang dengan mortalitas 10-20%
4: severitas berat dengan mortalitas 20-40%
5-6: severitas sangat berat dengan mortalitas >50%
24 PENCEGAHAN
Perawatan luka Mencegah timbulnya jaringan anaerob
Pemberian ATS dan tetanus toksoid pada luka.
Imunisasi aktif ((DPT, DT, atau tetanustoksoid)
a. Vaksin DPT diberikan sebagai imunisasi dasar sebanyak 3 kali, DPT IV pada usia 18 bulan
dan DPT V pada usia 5 tahun dan saat usia 12 tahun diberikan DT.
b. Tetanustoksoid diberikan pada setiap wanita usia subur, perempuan usia 12 tahun dan
ibuhamil.
c. DPT atau DT diberikan setelah pasien sembuh dan dilanjutkan imunisasi ulangan diberikan
sesuai jadwal, oleh karena tetanus tidak menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama.
25
TERIMA KASIH