Anda di halaman 1dari 11

PEMIKIRAN KALAM MUTAZILAH

DOSEN PENGAMPU MUHAMMAD NASICH JAUHARI,M.Pd.I

DISUSUN OLEH
• ZULI ARDANI
• CHOIRUL LATIFAH
• ULUL ABROR
• BAGOES HANSYAH
PENGERTIAN
Secara harfiah mu'tazilah berasal dari kata I'tazalah berarti
terpisah atau memisahkan diri yang juga mempunyai arti
menjauh atau menjauhkan diri atau juga mengasingkan diri.
Mu'tazilah adalah salah satu aliran teologi dalam islam yang
dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam,
sedangkan arti dari teologi itu sendiri adalah ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan tuhan.
SEJARAH MUNCULNYA
1. Aliran mu’tazilah lahir pada masa pemerintahan Bani Umayah, yakni pada masa pemerintahan Abdul Malik bin
Marwan dan anaknya Hisyam. Mu’tazilah berasal dari kata kerja yakni ‘azala artinya berpisah. Maka Mu’tazilah
itu berarti memisahkan diri. Meraka adalah pengikut dari Abul Husail Washil bin Atha yang memisahkan diri dari
gurunya yang bernama Hasan Basri. Ada sebagian pendapat bahwa aliran Mu’tazilah muncul sejak zaman
sahabat, mereka adalah golongan pengikut Ali yang memisahkan diri dari politik terutama disaat turunnya Hasan
bin Ali dari kursi kholifah. Kelompok ini kemudian memusatkan diri kepada persoalan-persoalan teologi. Maka
dari itu ada sebagian pendapat yang beranggapan bahwa golongan mutallimin pertama adalah Mu’tazilah sebab
mereka inilah yang mula-mula mengadakan diskusi dalam agama secara filsafati.
2. Masalah pertama yang menjadikan mereka berpisah dari Hasan ialah masalah “murtakibil kabirah” yakni
memperbincangkan kedudukan orang yang melakukan dosa besar. Persoalan ini muncul pada saat seorang
bernama Wasil bin Atha berada dimajelis kuliah gurunya bernama Hasan. Di dalam kesempatan ini Washil
berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah fasik, yakni suatu posisi yang berada diantara dua
keadaan maksudnya orang itu tidak mukmin juga tidak kafir.
3. Dalam kaitan ini dijelaskan pula bahwa pada suatu waktu datang menanyakan suatu soal yang memerlukan
jawaban dari sang guru. Pertanyaan itu ialah bila seorang beriman meninggal dunia sedangkan ia pernah
melakukan satu dosa besar/kabirah, maka dimana ia ditempatkan oleh Allah diakhirat nanti? Apakah didalam
surga karena ia seorang yang beriman atau dineraka karena ia melakukan satu dosa yang besar?
NEXT
1. Sang murid mendengar soal ini bangkit semangatnya untuk menjawab. Secara spontan ia mengatakan manusia
yang demikian bukan ditempatkan di surga atau neraka, tetapi ia ditempatkan diantara kedua tempat ini. Yakni
0
3
disuatu tempat ditengah-tengah antara surga dan neraka. Pendapatnya ini berlainan secara drastis dengan pendapat
gurunya. Karena pendapat ini ia pun mengasingkan diri dan mengadakan tempat sendiri untuk mengajar pengikut-
pengikutnya. Oleh karena pengasingan ini dan berpisah dari golongan sang guru serta mengadakan jamaah
sendiri, maka ia pun dinamakan “mu’tazili” dan alirannya dinamakan mu’tazilah.[1]
2. Dalam kesempatan itulah Washil kemudian memisahkan diri dari gurunya, oleh sebab itu Hasan Basri kemudian
berkata “I’tazala ‘annawashil, artinya Washil telah memisahkan diri dari kita. Menurut kaum Mu’tazilah sumber
pengatahuan yang paling utama adalah akal, sedangkan wahyu berfungsi mendukung kebenaran akal. Menurut
mereka apabila terjadi pertentangan antara ketetapan akal dan ketentuan wahyu maka yang ditamakan adalah

3.
4.
ketetapan akal.
 
Panggilan atau nama yang mereka pilih itu yakni Ahli keadilan disebabkan mereka memberi hak asasi bagi setiap
04
manusia untuk menerima atau menafsirkan eksistensi dari sifat-sifat Allah maka tidak terdapat paksaan dari Allah
bahkan manusia memiliki kekuasaan Qodrat untuk meletakkan pilihannya dalam hidup ini. Hal ini dianggap satu
keadilan dimana manusia tidak dipaksa bahkan diberi kekuasaan.
Project Schedule
0
SEKTE MUKTAZILAH
1
Secara garis besar sekte muktazilah terbagi 2

Aliran bashrah Dan baghdad


1. Aliran Bashrah
a. Paham Nafy al-sifat, Washil berpendapat bahwa Allah tidak mempunyai sifat karena apabila Allah
mempunyai sifat, sifat tersebut bersifat qadim, ini berarti Allah tidak Esa lagi.
b. Paham al-Qadariyah. Paham ini oleh Washil diperoleh dari Ma’bad al-Juhani dan Ghailan yang
menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.
c. Paham al-Manzilah bain al-Manzilatain, yaitu mencari jalan tengah bagi orang-orang yang berbuat
dosa besar.
2. Aliran Baghdad :
a. Bisyr Bin al-Mu’tamar (Wafat 210 H.) Ia pindah dari Bashrah ke Baghdad setelah
menerima ajaran dari Washil Bin Atha‘. Pendapat yang penting adalah berkenaan dengan
pertanggungjawaban perbuatan manusia. Perbuatan anak kecil menurutnya tidak akan
dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Selain itu, ia berpendapat bahwa orang yang
melakukan perbuatan dosa besar jika mengulangi perbuatannya, maka ia akan disiksa,
meskipun ia telah bertobat sebelumnya, namun jika ia bertobat dan tidak lagi
mengulanginya, maka taubatnya dapat menghapus dosanya.
b. Abu Musa al-Murdar (Wafat 226 H.) Pemimpin aliran Baghdad yang sangat ekstrem
adalah Abu Musa al-Murdar karena pendapatnya yang mudah mengkafirkan seseorang. Ia
menyatakan bahwa orang yang mengatakan Allah dapat dilihat dengan mata kepala
adalah kafir, demikian pula bagi orang yang berpendapat bahwa perbuatan manusia itu
diciptakan oleh Allah. Orang yang memandang tidak jelasnya kekuasaan manusia, orang
yang memberikan sifat kepada Allah seperti yang dimiliki oleh makhluknya, dan juga
orang yang memandang bahwa manusia itu terpaksa dalam melakukan perbuatannya,
semuanya adalah kafir.
c. Sumamah Bin al-Asyras (Wafat 213 H.) Ia telah berjasa menyebarkan paham Muktazilah.
Sumamah mempunyai pengaruh yang besar tehadap al-Ma’mun karena pendapat-
pendapatnya, sehingga khalifah menuruti dan melaksanakan segala yang diusulkan
olehnya. Ia berpendapat bahwa orang fasik akan didera jika ia tak bertaubat.
d. Ahmad Bin Abi Du’ad (Wafat 240 H.)Ia adalah seorang yang berpendirian yang kuat, al-
Ma’mun berwasiat kepada anaknya, al-Mu’tasim agar menjadikannya wazir, begitu pula
INSIP POKOK AJARAN MU’TAZILAH

AT-
TAUHI
D
Ajaran yang paling penting dari kaum Mu’tazilah adalah At-Tauhid atau ke-Maha Esaan Allah.Bagi
mereka, Allah baru dapat dikatakan Maha Esa jika ia merupakan zat yang usik, tidak ada . sesuatu pun
yang serupa dengan Dia. Oleh karena itu,Kaum Mu’tazilah menolak paham Antropomorphisme,yaitu
paham yang menggambarkan Tuhan menyerupai makhluk-Nya. Mereka juga menolak paham
Beatific Vision, yaitu pandangan bahwa tuhan dapat dilihat oleh manusia.Satu-satunya Sifat Tuhan
yang betul-betul tidak mungkin ada pada makhluk-Nya adalah sifat Qadim. Paha mini mendorong
kaum Mu’tazilah untuk meniadakan sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri di luar dzat
Tuhan. Menurut paham ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak diberi sifat-sifat. Tuhan bagi kaum
Mu’tazilah tetap Maha Tahu, Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha Mendengar, Maha Melihat, dan
sebagainya, tetapi itu tak dapat dipisahkan dari Dzat Tuhan dengan kata lain, sifat-sifat itu merupakan
esensi Dzat Tuhan.Bagi Mu’tazilah pahm ini mereka muculkan karena keinginan untuk memelihara
kemurnian ke-Maha esaan Tuhan.
AL-ADL

Bagi Mu’tazilah paham ini mereka munculkan karena ingin mensucika perbuatan
Tuhan dari persamaannya dengan perbuatan makhluk. Hanya tuhan yang berbuat adil
seadil-adilnya.Tuhan tidak mungkin berbuat zalim. Dalam menafsirkan keadilan
mereka mengatakan bahwa “Tuhan tidak menghendaki keburukan dan tidak
menciptakan perbuatan manusia.Manusia bisa mengerjakan sendiri segala perintah-Nya
dan meninggalkan segala larangan-Nya dengan kekuasaan (kodrat) yang dijadikan oleh
Tuhan pada diri mereka. Ia hannya memerintahkan apa yang dikehendaki-nya. Ia
menghendaki kebaikan-kebaikan yang Ia perintahkan dan tidak campur tangan dalam
keburukan-keburukan yang dilarang”.
WA’AD WAL WA’ID

Kaum Mu’tazilah yakin bahwa tuhan pasti akan


memberikan pahala dan akan menjatuhkan siksa
kepada manusia di Akhirat kelak. Bagi mereka
Tuhan tidak dikatakan adil jika Ia tidak member
pahala kepada orang yang berbuat baik dan tidak
menghukum orang jahat. Keadilan meghendaki
supaya orang bersalah diberi hukuman berupa
neraka dan orang yang berbuat baik diberi hadiah
berupa surga sebagaimana dijanjikan Tuhan.
MANZILAH BAINA MANZILATAI

Prinsip keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan
dosa besar bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada Allah dan Rosul-
Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin, karena iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan pahaPrinsip keempat ini
juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan dosa besar
bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi
mereka bukan pula Mukmin, karena iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan paham Mu’tazilah
tentang iman. Iman bagi mereka bukan hanya pengakuan dan ucapan tetapi juga
perbuatan. Dengan demikian pembuat dosa besar tidak beriman,tidak juga kafir

seperti disebut terdahulu .


AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR

Mengenai hal ini kaum Mu’tazilah berpendapat


sama dengan pendapat golongan-golongan
umat Is;am lainnya. Kalaupun ada perbedaan
hanya dari segi pelaksanaannya, apakah
seruan untuk berbuat baik dan larangan
berbuat buruk itu dilakukan dengan lunak atau
dengan kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai