Anda di halaman 1dari 45

Ami

Drs. Ec. Wibisono, M.Ak.

UU NO. 36 TAHUN 2008


Tentang
PAJAK PENGHASILAN
Definisi Penghasilan

Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang


diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun.
JENIS-JENIS SUBJEK PAJAK
Objek Pajak

Orang Pribadi
SP Seluruh Penghasilan
DN Badan Pasal 4

Warisan yang
SUBJEK belum terbagi
PAJAK
Orang
SP BUT
Pribadi
LN Penghasilan yang diperoleh
Badan Non dari Indonesia
BUT
SUBJEK PPH
Subyek Pajak Mulai Berakhir
Saat dilahirkan Saat meninggal

Orang Pribadi Saat berada di Saat


Indonesia atau meninggalkan
berniat untuk Indonesia untuk
itu selama-lamanya
Dalam Saat didirikan di Saat
Negeri Badan Indonesia dibubarkan/tidak
berkedudukan di
Indonesia
Warisan Saat timbulnya Selesai dibagi
belum terbagi
Saat Saat tidak
Melalui BUT menjalankan menjalankan
usaha/kegiatan usaha/kegiatan di
Luar di Indonesia Indonesia
Negeri Saat menerima/ Saat sudah tidak
Tidak melalui memperoleh menerima/memper
BUT penghasilan dari oleh penghasilan
Indonesia dari Indonesia
PEMBUKUAN

Buku Harian /
Dokumen Sumber Buku Besar
Jurnal Harian
Neraca Saldo Setlh Ayat Jurnal Neraca Saldo Seblm
Penyesuaian Penyesuaian Penyesuaian

REKONSILIASI (Penyesuaian)
L/K Akuntansi Rekonsiliasi Fiskal L/K Fiskal

Rekonsiliasi
Perkiraan Akuntansi Fiskal
Positif Negatif

Peredaran Usaha :

1 1 Tdk. Final 300.000.000 - - 300.000.000

2 Final/Bukan Objek PPh 100.000.000 - 100.000.000 -


2 Biaya Usaha sesuai Fiskal terdapat 200.000.000 50.000.00 - 150.000.000
4 (Sumbangan 50.000.000) 0
Laba Operasi 200.000.000 50.000.00 100.000.000 150.000.000
0

2 Phslan bunga, jasa giro (final) 20.000.000 - 20.000.000 -

3 Phslan Dividen-Saham 50%


(Bukan Objek PPh)
30.000.000 - 30.000.000 -

Penghasilan Neto (Laba Bersih) 250.000.000 50.000.00 150.000.000 150.000.000


0
REKONSILIASI FISKAL

PH NETO
FISKAL

KOREKSI
FISKAL

1
7
OBJEK PAJAK PENGHASILAN

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dgn pekerjaan


atau jasa yg diterima atau diperoleh
a. termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dlm bentuk lainnya,
b. kecuali ditentukan lain dalam UU ini;
b. Hadiah dr undian, pekerj. atau kegiatan, & penghargaan;
c. Laba usaha
d.
e.
Keuntungan krn penjualan atau krn pengalihan harta
Penerimaan kembali pembayaran pajak yg tlh

dibebankan sbg biaya & pembayaran tambahan
pengembalian pajak
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang
UU PPh Pasal 4 ayat (1)
OBJEK PAJAK PENGHASILAN

g. Deviden, dgn nama dan dlm bentuk apapun,


• Termasuk deviden dari perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan
pembagian SHU koperasi

h. Royalti,

i. Sewa & penghasilan lain sehub. dg penggunaan
harta
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
k. Keuntungan krn pembebasan utang,
• kecuali sampai dgn jumlah tertentu ditetapkan dgn PP (PP
No.130 Tahun 2000)
l. Keuntungan krn selisih kurs mata uang asing,

UU PPh Pasal 4 ayat (1)


OBJEK PAJAK PENGHASILAN

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva,


n. Premi asuransi,
o. Iuran yg diterima/diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yg terdiri dari WP yg menjalankan
usaha / pekerjaan bebas,
p. Tambahan kekayaan neto dari pengh. yg blm
dikenai pajak.
q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah 
r. Imbalan bunga di bid. Perpajakan (UU KUP)
s. Surplus Bank Indonesia
UU PPh Pasal 4 ayat (1)
Sifat Pengenaan Final
Uraian Bersifat Final Tidak Bersifat Final
Penghasilan Tidak digabungkan dgn Digabungkan dgn
penghasilan dlm semua penghasilan dlm
menghitung PPh secara menghitung PPh secara
keseluruhan keseluruhan

PPh yg Tidak dpt dikreditkan Dapat dikreditkan dgn


dipotong / dgn PPh terhutang atas PPh terhutang atas
dipungut / seluruh penghasilan seluruh penghasilan
disetor sendiri
Biaya / Tidak dpt dikurangkan Dapat dikurangkan
pengurang terhadap penghasilan (sesuai ketentuan) thd
penghasilan bruto yg dikenakan PPh penghasilan bruto yg
yg tidak bersifat final dikenakan PPh yg tidak
bersifat final

Penghasilan yg Tidak mengenal laba / Mengenal laba / rugi


dikenakan pajak rugi
PENGHASILAN DIPOTONG PPH FINAL

 Penghasilan berupa Bunga:


 Bunga deposito dan tabungan lainnya (PP 131/2000)
 Bunga Obligasi dan SUN (PP 16/2009)
 bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi OP (PP 15/2009)
 Hadiah undian (PP 132/2000)
 Penghasilan dari :
 Trans. saham & sekuritas lain (PP 41/1994 std. PP 14/1997)
 Trans.derivatif yg diperdagangkan di bursa (PP 17/2009)
 Transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura (PP 4/1995)

UU PPh Pasal 4 ayat (2)


PENGHASILAN DIPOTONG PPH FINAL

 penghasilan dari :
 Transaksi pengalihan harta berupa T/B, (PP 48/1994 stdd(3) PP
71/2008) seperti : Usaha Real Estate
 Usaha jasa konstruksi (PP 51/2008 std. PP 40/2009)
 Persewaan tanah dan bangunan (PP 29/1996 std. PP 5/2002)
 penghasilan tertentu lainnya;
 Dividen Yg Diterima/Diperoleh oleh WP OP(PP 19/2009)
 Diskonto SPN (PP 27/2008)
 Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT & JHT Yg
Dibayarkan Sekaligus (PP 68/2009)
 ..

UU PPh Pasal 4 ayat (2)


PENGHASILAN BUKAN OBJEK PPH
 Bantuan dan Hibah

 Harta sbg pengganti Saham atau Penyertaan modal;
 termasuk setoran tunai
 Deviden atau Bagian Laba dgn kriteria tertentu
 Iuran yg diterima atau diperoleh Dana Pensiun 
 Yang pendiriannya tlh disahkan Menteri Keuangan,
 Baik yang dibayar oleh Pemberi Kerja maupun Pegawai
 Penghasilan dari modal yg ditanamkan Dana Pensiun
(tlh disahkan Menkeu) dlm bidang-bidang tertentu
 Bagian laba dari badan pasangan usaha Perusahaan 
Ventura, dgn syarat tertentu

 Sisa Lebih Badan/Lembaga Pendidikan dan Litbang
 Bantuan atau santunan yg dibayarkan oleh BPJS kpd EP Ttt 
UU PPh Pasal 4 ayat (2)
PENGHASILAN BUKAN OBJEK PPH bagi WP OP

 Warisan
 Penggantian atau Imbalan bentuk natura/kenikmatan
dari WP atau Pemerintah, Sehub. dg pekerjaan atau jasa
 kecuali yang diberikan oleh :
 bukan Wajib Pajak,
 WP yang dikenakan pajak secara final atau
 WP yg menggunakan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit)
Pasal 15
 Pembayaran asuransi kpd OP sehubungan dengan :
 asuransi kesehatan,
 asuransi kecelakaan,
 asuransi jiwa,
 asuransi dwiguna, dan
 asuransi bea siswa

UU PPh Pasal 4 ayat (2)


PENGHASILAN BUKAN OBJEK PPH bagi WP OP

 Bagian laba yg diterima atau diperoleh anggota dari :


 Perseroan komanditer yg modalnya tdk terbagi atas saham2,
 Persekutuan,
 Perkumpulan,
 Firma, dan
 Kongsi,
 Tmsk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
 Beasiswa yg memenuhi persyaratan tertentu

UU PPh Pasal 4 ayat (2)


REKONSILIASI FISKAL
DEDUCTIBLE EXPENSE

A. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan


dengan kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dg pekerjaan atau jasa tmsk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yg
diberikan dlm bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya Promosi & Penjualan (diatur Per MenKeu)
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan
UU PPh Pasal 6 ayat (1)
REKONSILIASI FISKAL
DEDUCTIBLE EXPENSE

B. Penyusutan dan Amortisasi


C. Iuran kepada Dana Pensiun
yg pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan

D. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta


E. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
F. Biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan
di Indonesia.
G. Biaya bea siswa, magang dan pelatihan

UU PPh Pasal 6 ayat (1)


REKONSILIASI FISKAL
DEDUCTIBLE EXPENSE

H. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat (diatur lebih
lanjut dg Per Men Keu):
1. Telah dibebankan sbg Biaya dlm Laporan Laba Rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Ditjen Pajak;
3. Telah (memenuhi satu atau lebih syarat di bwh ini dan tidak berlaku
untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil):
a. diserahkan perkara penagihannya kpd Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yg menangani piutang negara; atau
b. adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/
pembebasan utang antara kreditur dan debitur ybs
c. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus;
d. adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan
untuk jumlah utang tertentu
UU PPh Pasal 6 ayat (1)
REKONSILIASI FISKAL
DEDUCTIBLE EXPENSE
Ketentuan
Baru
I. Sumbangan-sumbangan dalam rangka:
 Penanggulangan Bencana nasional
 Litbang yg dilakukan di Indonesia
 Fasilitas Pendidikan
 Pembinaan Olahraga
yg ketentuannya diatur dlm PP
J. Biaya pembangunan infrastruktur sosial
 yg ketentuannya diatur dg PP
K. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan di bidang usaha pertambangan Migas dan
pertambangan umum
 diatur lebih lanjut dg PP

UU PPh Pasal 6 ayat (1)


REKONSILIASI FISKAL
NON DEDUCTIBLE EXPENSE

a. Pembagian laba
 Dengan nama dan dalam bentuk apapun
 Seperti Dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, dan
sisa hasil usaha koperasi;
b. Biaya untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota
c. Premi asuransi
 yg dibayar oleh WP OP atas asuransi kesehatan,
kecelakaan, jiwa, dwiguna, beasiswa,
 kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi WP yang bersangkutan
UU PPh Pasal 9 ayat (1)
REKONSILIASI FISKAL
NON DEDUCTIBLE EXPENSE

d. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali (lebih lanjut


diatur Per Men Keu):
• cadangan piutang tak tertagih untuk usaha :
 Bank dan Badan Usaha lain yg menyalurkan kredit,
 SGU dengan hak opsi,
 perusahaan pembiayaan konsumen, dan
 perusahaan anjak piutang;
 cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan
sosial yang dibentuk oleh BPJS;
 cadangan penjaminan untuk LPS;
 cadangan biaya reklamasi utk usaha pertambangan;
 cadangan biaya penanaman kembali utk kehutanan
 cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah
industri

UU PPh Pasal 9 ayat (1)


REKONSILIASI FISKAL
NON DEDUCTIBLE EXPENSE

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau


jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali:
 penyediaan makanan & minuman bagi seluruh pegawai
 di daerah tertentu
 berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan;
f. Jumlah yg melebihi kewajaran yg dibayarkan kpd:
 pemegang saham atau
 pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sebagai imbalan sehub. dg pekerjaan yg dilakukan;

UU PPh Pasal 9 ayat (1)


REKONSILIASI FISKAL
NON DEDUCTIBLE EXPENSE

g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan


ke Badan dan OP sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf a & b,
kecuali :
 Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf i, j, k, l, dan m
 Zakat yg diterima oleh BAZ atau LAZ yg dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau
 Sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia,
 yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah,
 yang ketentuannya diatur PP

UU PPh Pasal 6 ayat (1)


REKONSILIASI FISKAL
NON DEDUCTIBLE EXPENSE

h. Pajak Penghasilan
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
Kepentingan Pribadi wajib pajak atau orang yang
menjadi tanggungannya;
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan,
firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi perpajakan
 berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda;
UU PPh Pasal 6 ayat (1)
REKONSILIASI FISKAL
NON DEDUCTIBLE EXPENSE (Lainnya)

 Biaya 3M untuk Penghasilan yang:


 Bukan merupakan Objek Pajak;
 Pengenaan pajaknya bersifat final;
 Dikenakan pajak berdasarkan :
 Norma Penghitungan Khusus (Pasal 15) dan
 Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Pasal 14)
 PPh yang ditanggung oleh pemberi penghasilan,
 kecuali PPh Pasal 26 ayat (1) tetapi tidak termasuk dividen
sepanjang PPh tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar
untuk pemotongan pajak;
 Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak
dipergunakan dalam usaha atau kegiatan

PP No. 138 Tahun 2000


Pemberian Natura/Kenikmatan 2

JENIS PEMBERI PENERIMA CONTOH


A BUKAN BUKAN PPh 21 Ditanggung Perush., Pengobatan
BIAYA PHSLAN Karyawan, Premi Asuransi
B BUKAN PHSLAN Natura dari Bukan Subjek Pajak atau Dari
BIAYA Subjek PPh yang Dikenakan PPh Final
C BIAYA BUKAN 1. Makan Seluruh Pegawai (t’msk kupon)
PHSLAN 2. Berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan, keamanan, keselamatan
kerja, atau berkenaan dengan situasi
lingkungan kerja misalnya pakaian
seragam pabrik, SATPAM, HANSIP.
3. Daerah ttu dan Bea Siswa
D BIAYA PHSLAN Tunjangan PPh 21, Premi Asuransi
E BIAYA BUKAN HP & Mobil Pegawai ttu
50% PHSLAN
Uang Perjalanan Dinas &
Penggantian Pengobatan

No Uraian Pemberi Kerja Karyawan

1 Uang Perjalanan Dinas Biaya Penghasilan hanya


Reimbursement atas uang saku
2 Uang Perjalanan Dinas Bukan Biaya Bukan Penghasilan
Lump Sum Biaya Ph. atas seluruhnya
3 Penggantian Bukan Biaya Bukan Penghasilan
Pengobatan
4 Tunjangan Pengobatan Biaya Penghasilan
5 Pengobatan Gratis Bukan Biaya Bukan Penghasilan

Atas penyusutan dan biaya pemeliharaan rumah perusahaan yang


ditempati pegawai tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto,
kecuali pegawai yang bersangkutan 28
diberikan tunjangan perumahan
sebesar biaya tersebut.
BIAYA PROMOSI & PENJUALAN 1
Biaya Promosi dan/atau Biaya Penjualan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto harus memenuhi kriteria berikut :
PMK-02/PMK.03/2010

 untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan;


dapat berupa barang, uang, jasa, dan fasilitas;
diterima oleh pihak lain;
Ada daftar nominatif paling sedikit harus memuat data penerima berupa
nama, NPWP, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, No bukti
pemot. dan besarnya PPh
dilampirkan saat menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan
Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
merupakan akumulasi dari jumlah :
biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
biaya pameran produk;
Seluruh biaya pengenalan produk baru;dan/atau
Jenis biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
Usaha
29
PENGELUARAN YANG TIDAK BOLEH
DIBEBANKAN SEKALIGUS 4
Pasal 9 ayat (2)

PENGELUARAN UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH, DAN MEMELIHARA


PENGHASILAN YANG MEMPUNYAI MASA MANFAAT LEBIH DARI SATU TAHUN

Dibebankan
melalui
AMORTISASI PENYUSUTAN

SELAIN BANGUNAN USAHA


BANGUNAN TERTENTU

METODE SALDO MENURUN DITETAPKAN


AKHIR MASA MANFAAT DISUSUTKAN SEKALIGUS MENTERI
(CLOSED ENDED) KEUANGAN

METODE GARIS LURUS (TIAP TAHUN SAMA BESARNYA) KBH dengan


PERTAMINA

TANAH TIDAK DAPAT DISUSUTKAN KECUALI TANAH YANG BERSTATUS HAK MILIK,
HGU DAN HGB DAN HAK PAKAI
SAAT MULAI PENYUSUTAN/AMORTISASI
Pasal 11 ayat (3),(4) dan (5)

PADA BULAN PENGELUARAN PADA BULAN HARTA


KECUALI : MULAI DIGUNAKAN/
HARTA YG MASIH DLM MENGHASILKAN DENGAN
PROSES PENGERJAAN, PERSETUJUAN DIRJEN PAJAK

PMK 248 & 249/PMK.03/2008


PADA BULAN SELESAINYA
PENGERJAAN kecuali

DASAR PENYUSUTAN BAGI WP YG MELAKUKAN Bidang usaha tertentu yang dapat


PENILAIAN KEMBALI AKTIVA berproduksi berkali-kali dan baru
menghasilkan setelah lebih dari 1 tahun:
a.bidang usaha kehutanan
b.bidang usaha perkebunan tanaman keras
NILAI SETELAH c.bidang usaha peternakan
DILAKUKAN PENILAIAN KEMBALI AKTIVA

Contoh: Penyusutan 2010


Beli Mobil tgl 31 Desember 2010 = selama 1 bulan
Jual Mobil tgl 25 Januari 2010 = tidak ada
MASA MANFAAT DAN TARIF PENYUSUTAN/AMORTISASI
Pasal 11 dan 11A

KEL. HARTA MASA TARIF PENYUSUTAN


BERWUJUD MAN-
GARIS LURUS SALDO MENURUN
FAAT
1. BUKAN BANGUNAN
BERWUJUD
KEL. HARTA

- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
TIDAK

- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %


- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %

2. BANGUNAN
PERMANEN 20 THN 5 %
TDK PERMANEN 10 THN 10 %
Pasal 11 ayat (11) PENENTUAN KELOMPOK HARTA BERWUJUD BUKAN BANGUNAN DITETAPKAN
DENGAN PMK No. 96/PMK.03/2009 NAMUN DAPAT SESUAI MASA MANFAAT SESUNGGUHNYA
DENGAN MENGAJUKAN PERMOHONAN KE DJP

PENENTUAN KELOMPOK HARTA TIDAK BERWUJUD DISERAHKAN KEPADA MANAJEMEN YANG


KEMUDIAN MASA MANFAATNYA DISESUAIKAN DENGAN KELOMPOK TERDEKAT PADA KELOMPOK
HARTA TAK BERWUJUD UU PPh
Contoh Kompensasi Kerugian
Laba (Rugi) Usaha Penghslan
Tahun Kompensasi
Fiskal *) Kena PPh
2002 (400) 0   0
2003 500  400 100 
2004 (600)  0 0
2005 300  300 0
2006 200  200 0
2007 (500) 0  0
2008 700  100+500 100 
2009 400  0 400 
Kompensasi Kerugian 5 tahun berturut-turut atau sesuai skp
TARIF WP BADAN

 Tarif tunggal sebesar 28% untuk tahun pajak 2009 (Pasal 17


ayat (1) huruf b). Mulai tahun 2010 diturunkan menjadi 25%.
P  WP badan dalam negeri berbentuk perseroan terbuka dapat
A memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif WP badan
S
yang berlaku sepanjang selama 6 bulan dalam 1 tahun
A
L memenuhi syarat (Pasal17 ayat (2b))
a. Jumlah kepemilikan saham publiknya paling sedikit 40%
17 dari jumlah keseluruhan saham yang disetor dan dimiliki
&
31
paling sedikit 300 pihak
E b. Masing-masing hanya boleh memiliki saham kurang dari 5%
 WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp50 miliar
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari
tarif normal yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar (Pasal 31E
34
ayat (1))
FASILITAS PASAL 31E AYAT (1)
Fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) UU PPh
dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat penyampaian SPT Tahunan
PPh Badan. Dengan demikian, Wajib Pajak tidak perlu menyampaikan
S permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.
E Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50 M adalah sebagai batasan
- maksimal peredaran bruto yang diterima atau diperoleh WP Badan dalam
6 negeri untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan
6/ Pasal 31E ayat (1) UU PPh.
P
J/ .Peredaran bruto dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh adalah penghasilan yang
2 diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk
0 mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari
1 Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi :
0
Phslan PPh Final Phslan PPh Tidak Final

Fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan. Wajib Pajak
badan dalam negeri wajib mengikuti ketentuan fasilitas pengurangan tarif
sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) UU PPh.. 35
TARIF WP BADAN
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
1 s.d Rp 50.000.000,- 10%

P 2 Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,- 15%


A 3 Di atas Rp100.000.000,- 30%
S
A
L No Lapisan Omset Tarif Tarif Dasar
2009 2010
17 1 s.d 4,8 M 14% 12,5% Pasal 31E ayat(1)
&
31 2 di atas 4,8 M s.d. 50 M Pasal 31E ayat(1)
E a) s.d. 4,8 M 14% 12,5% (4,8 M / Total Omset) x PKP
b) Di atas 4,8 M s.d. 50 M 28% 25% Sisa PKP
3 di atas 50 miliar 28% 25% Pasal 17 ayat (1) huruf b

Perseroan terbuka dapat memperoleh tarif sebesar 5%


lebih rendah dari tarif WP badan yang berlaku (Pasal 17
ayat (2b)) 36
PENGHITUNGAN PPh BADAN
Dg. Omset s.d. 4,8 Miliar atau > 50 Miliar
Peredaran bruto Koperasi I dalam tahun pajak 2010 sebesar
di atas 50 miliar

Rp 60.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp


500.000.000.
Penghitungan pajak yang terutang:
Omset

Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut
dikenakan tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto
Koperasi I melebihi Rp 50.000.000.000.
Pajak Penghasilan yang terutang:
25% x Rp500.000.000 = Rp125.000.000
Peredaran bruto Koperasi J dalam tahun pajak 2010 sebesar
Rp4.500.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
s.d. 4,8 miliar

Rp500.000.000.
Omset

Penghitungan pajak yang terutang:


Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut
dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku
karena jumlah peredaran bruto Koperasi J tidak melebihi Rp4.800.000.000.
Pajak Penghasilan yang terutang:
50% x 25% x Rp500.000.000 = Rp62.500.000
37
PENGHITUNGAN PPh Badan Dengan Omset
Setahun > 4,8 Miliar s.d. 50 Miliar
Peredaran bruto Koperasi K dalam tahun pajak 2010 sebesar
Rp 30.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar
Rp 3.000.000.000.
C Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
O
1.Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
N memperoleh fasilitas:
T (Rp4,8 miliar : Rp 30 miliar) x Rp3 miliar = Rp 480.000.000
O
H Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp3 miliar – Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000
3.Pajak Penghasilan yang terutang:
- 50%x 25% x Rp480.000.000 = Rp 60.000.000
- 25% x Rp2.520.000.000 = Rp 630.000.000
Jumlah PPh yang terutang = Rp 690.000.000

38
Tarif PPh WP Orang Pribadi (Psl 17 UU PPh)

No Jumlah Penghasilan Tarif


1. s.d. Rp. 50.000.000,00 5%

2. > Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 250.000.000,00 15 %

3. > Rp. 250.000.000,00 s.d. Rp. 500.000.000,00 25 %


4. Di atas Rp. 500.000.000,00 30 %

Contoh : Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 600.000.000,-.


Pajak Penghasilan terutang =
5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-
25% x Rp 250.000.000,- = Rp 62.500.000,-
30% x Rp 100.000.000,- = Rp 30.000.000,-
Jumlah Rp 125.000.000,-
Penghitungan PPh Akhir Tahun
2010
Lanjut A A.Penghasilan Neto Fiskal 164.000.950
B.Zakat (sudah ada di Rekonsiliasi Fiskal) 0
Lanjut B C.Kompensasi Kerugian -
D.Pengh Tdk Kena Pajak (PTKP Bagi WP OP) 0
E.Penghasilan Kena Pajak ( PKP ) 164.000.000
Lanjut C F.PPh Terutang 20.500.000
Lanjut D G.PPh yang dipotong / dipungut pihak ketiga
(PPh 22 / 23 / 24 & PPh 21 bagi WP OP) ( 10.960.000)
H.PPh yg harus dibayar sendiri / 9.540.000
PPh yg lebih dipotong -
H.PPh Yang Dibayar Sendiri :
- PPh Pasal 25 (angsuran)/STP Pokok PPh 25 (8.000.000)
- Fiskal Luar Negeri -
Lanjut E J. PPh Kurang Bayar / Lebih Bayar (PPh Psl 29) 1.540.000
ANGSURAN PPh PASAL 25
TAHUN PAJAK BERIKUTNYA

A. PPh Pasal 25 utk bulan Januari s.d. Maret = Angsuran bulan Desember tahun
pajak sebelumnya (kecuali SPT Tahunan sudah dilaporkan)

B. PPh Pasal 25 secara umum untuk bln April s.d. Desember


(PPh TERUTANG – KREDIT PAJAK PPh 22,23,24)
12 bulan

C. Dasar penghitungan angsuran adalah penghasilan neto fiskal tahun pajak


sebelumnya (dalam hal tidak terdapat kompensasi kerugian dan seluruh
penghasilan adalah teratur)

D. Dalam hal terdapat penghasilan tidak teratur, angsuran PPh Pasal 25 dihitung
kembali

E. Dalam hal terdapat kompensasi kerugian, angsuran PPh Pasal 25 dihitung


kembali
9 Perbedaan SPT Tahunan PPh Badan
Tahun Pajak 2009 dan 2010
9 Perbedaan SPT Tahunan PPh Badan
Tahun Pajak 2009 dan 2010

Pada form 1771 - IV PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG


TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
9 Perbedaan SPT Tahunan PPh Badan
Tahun Pajak 2009 dan 2010
Ami

Terima Kasih Atas Perhatiannya

Drs. Ec. Wibisono, M.Ak.

Anda mungkin juga menyukai