Anda di halaman 1dari 21

J OURNAL READING

Duodenal Stenosis with


Diaphragmatic Hernia – A Rare
Combination – Delayed Diagnoses
with Barium Study
Oleh:
Nada Dian Sejati (42200410)

Pembimbing Klinik:
dr. Lie Adityo Hansen, Sp. Rad
Intro
○ Stenosis duodenum dan hernia diafragma kongenital  sering di diagnosa pada
saat periode neonatal.
○ Kejadian pada 1 individu dengan 2 kondisi tersebut jarang ditemukan
○ Kasus: anak laki-laki 9 tahun didiagnosa dengan 2 kasus tersebut melalui
pemeriksaan barium
○ Pemeriksaan kontras pada abdomen atas (upper GI) biasa digunakan sebagai
metode obstruksi duodenum. Barium digunakan jika tidak ada kecurigaan
perforasi.
○ Sebelum dilakukan pemeriksaan kontras, disarankan untuk mengosongkan
lambung terlebih dahulu melalui NGT
Case
● Anak laki-laki 9 tahun, direkomendasikan USG Abdomen dan pemeriksaan lanjutan yang lain,
causa: muntah berulang dan susah naik berat badan
 Keluarga pasien
menyangkal memberi
makan 6 jam sebelumnya
 Pasien sering muntah
setelah makan, dan muntah
berisikan makanan kemarin

● Hasil USG Abdomen:


○ Penampakan liver,
spleen, empedu, ginjal
normal
○ Ditemukan gaster
penuh cairan berdilatasi
● X-ray abdominal (erect)  menunjukkan
adanya air fluid level di regio gaster.
● Xray abdomen (supine)  poor
visualization of gas shadows in the
small and lager bowel, which gave a
gas-less-like appearance to the abdomen
apart from the dilated stomach

● Patchy opacities in the left lower thorax


with
associated lucencies and
nonvisualization of the left
diaphragmatic contour (short white
arrow)
● Pasien disuruh menelan 200-250ml barium 50%
 AP dan RAO positions  fluoroskopi

● Perut pasien distensi, dengan hiperperistaltik


yang tampak pada inspeksi.

● Gambaran xray kontras  Food residue was


identified in the dilated stomach as filling
defects
● The first part of the
duodenum was also
dilated with an area
of abrupt narrowing
at the second part
with slow passage of
contrast beyond
● A delayed image was acquired to
assess the degree of
emptying, which revealed a
surprising finding. The opacity
in the left lung base was due to
large bowel loops that were
herniated into the thoracic cavity
(►Fig. 7).
● Duodenal atresia dan stenosis merupakan
bagian dari gangguan gastrointestinal akibat
proses rekanalisasi yang tidak sempurna saat
perkembangan embriologi pada usia 11-13
minggu.

● Duodenal atresia  lumen intestinal


tersumbat secara keseluruhan

● Duodenal stenosis  ada yang beberapa area


tertutup/menyempit akibat
jaringan/diafragma.
● Obstruksi/penyempitan sering terjadi pada second part duodenum, sebelah distal dari
ampulla Vater, jarang terjadi pada third part duodenum.
● Duodenal stenosis  dapat dilihat saat antenatal care (tampak dilatasi perut dan
duodenum dipenuhi dengan cairan, dengan atau tanpa polihidroamnion)
● Gejala awal pada saat neonatus: bilious vomiting
● Sering terjadi “delayed diagnosis” akibat kondisi pasien seperti Down’s syndrome, dan
retardasi mental.
● Tapi pada kasus ini pasien normal.
● Kelainan yang biasanya berhubungan dengan stenosis duodenum seperti trisomy 21,
annular pancreas, dan malrotasi  VACTERL ASSOCIATION
● Hubungan kejadian stenosis duodenum dan hernia diafragma jarang ditemukan
● VACTERL Association:
○ Vertebral abnormalities
○ Anal atresia
○ Cardiovascular anomalies
○ Tracooesophageal fistula
○ Esophageal atresia
○ Renal and/or radial anomalies
○ Limb defects
● Diafragma dibentuk oleh septum transversum, pleuropertioneal membrane, dan
mesenterium esofagus dorsal, dan body wall
● Herina diafragma kongenital  kegagalan dari menutupnya kanal pleuroperitoneal
(PPCs) saat akhir masa kehamilan.
● Hernia diafragma kongenital  dapat berdiri sendiri, maupun dapat muncul bersama
anomali laiinya seperti hipoplasia pulmoner, bronkopulmonary sequestration (BPS),
trisomi, Turner’s syndrome, anomali jantung kongenital, dan neural tube defect.

● Overlap antara proses rekanalisasi duodenal dengan fusi diafragma merupakan


kombinasi 2 kondisi yang jarang, diduga ini terjadi saat usia kehamilan menginjak ke
11 hingga 13 minggu
● Duodenal atresia  “double bubble sign” pada foto polos radiologi.
Kondisi Lain
● Dilatasi duodenum  biasanya pada duodenum bagian pertama (D1)

● Stenosis duodenum  biasanya pada duodenum bagian kedua (D2)  short segment
narrowing
 nampak dilatasi pada gaster, dilatasi bergantung pada seberapa parah kondisinya.

● Duodenal web  wing-sock appearance.


Parts of duodenum
● Superior (1st part): pyloric end –
superior duodenal flexure (5cm) –
VL 2
● Descending (2nd part): supeior
duodenal flexure – inferior
duodenal flexure (7.5cm) – VL 2,
VL 3
● Horizontal (3rd part): inferior
duodenal flexure – front aorta
(10cm) – VL 3
● Ascending (4th part): front aorta –
duodenojejunal flexure (2.5cm)
● Duodenal web  wind sock sign (fluoroskopi)

Anda mungkin juga menyukai