Anda di halaman 1dari 26

PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS
KELOMPOK 2
NUR AISIYAH 858064007
NURELY NOVIANTI 858064995
NURLIHA 858063993
SUPRAPTI 858062139
WELLY EMELDA 858063535

TUTOR : NOVI ANDRIATI, M.PD


MODUL 4

PENDIDIKAN
ANAK TUNA NETRA
Ada dua jenis definisi sehubungan dengan
Kehilangan penglihatan berikut ini :
1. Definisi legal (definisi berdasarkan peraturan perundang-
undangan)
 Ketajaman penglihatan ( visual acuity )
 Medan pandang ( visual field)
2. Definisi edukasional mengenai ketunanetraan lebih
dapat memenuhi persyaratan daripada definisi legal oleh
karenanya dapat menunjukkan :
 Metode membaca dan metode pembelajaran membaca yang mana
yang sebaiknya dipergunakan
 Alat bantu serta bahan ajar yang sebaiknya dipergunakan
 Kebutuhan yang berkaitan dengan orientasi dan mobilitas.
BUTA (BLIND)

TUNANETRA RINGAN
( LOW VISION )
Penyebab Terjadinya Ketunanetraan

Menurut Mason & McCall 1999 dinegara-


negara ini kasus kebutaan yang disebabkan oleh
kondisi kelainan genetis bawaan, retinopathy of
prematurity atau kerusakan jalur penglihatan,
relative kecil proporsinya.
Menurut G Sianturi, 2004 penyebab utama
kebutaan di Indonesia adalah katarak,
glaucoma, kelainan refraksi, penyakit kornea,
retina dan kekurangan Vitamin A.
Albinisme  Ophthalmia Neonatorum
Amblyopia  Penyakit Kornea dan
Buta Warna Pencangkokan Korea
Cedera(Trauma) dan Radiasi  Retinitis Pigmentosa ( RP )
Defisiensi Vitamin A –  Retinopati Diabetika
Xerophthalmia  Retinopati of Prematurity
Glaukoma  Sobeknya dan Lepasnya
Katarak Retina
Kelainan Mata Bawaan  Strabismus
Myopia  Trakhoma
( Penglihatan Dekat )
 Tumor
Nistagmus
 Uveitis
Vision 2020 akan memungkinkan masyarakat internasional
untuk memerangi kebutaan yang dapat dihindari melalui :
Pencegahan dan pemberantasan penyakit
Pelatihan personel
Memperkuat infrastruktur perawatan mata yang ada
Penggunaan teknologi yang tepat dan terjangkau
Mobilisasi sumber-sumber
Pendidikan
Prophylaxis Penyuluhan genetika
Imunisasi Perundang-undangan
Perawatan kehamilan Deteksi dan intervensi
yang tepat dini
Perawatan neonatal Meningkatkan hygiene
Perbaikan gizi dan perawatan kesehatan
KB 2:
Dampak Ketunanetraan
Terhadap Kehidupan
Seorang Individu
Proses Pengindraan
LATIHAN KETERAMPILAN
PENGINDRAAN
INDRA PENDENGARAN
Dengan dilatih, pendengaran juga akan menjadi peka terhadap
bunyi-bunyi. Dengan melatih keterampilan pendengaran tanpa
menggunakan indra penglihatan kita akan dapat menyadari apa yang
sedang dilakukan oleh orang-orang di sekitar
Dengan teknologi, berbagai peralatan dapat dimodifikasi agar dapat
memberikan informasi auditer, misalnya komputer, jam tangan,
termometer, dll dapat diakses oleh tunanetra setelah dibuat bersuara.
LATIHAN KETERAMPILAN PENGINDRAAN

INDRA PERABAAN
Indra perabaan dapat memberikan informasi yang biasanya kita peroleh
melalui indra penglihatan.
INDRA PENCIUMAN
Betapa banyak bahan makanan yang dapat kita kenali melalui indra
penciuman.
Misalnya, jika kita tidak dapat membedakan antara kunyit dan jahe
melalui perabaan kenalilah baunya.
SISA INDRA PENGLIHATAN
Sebagian besar orang yang dikategorikan sebagai tunanetra masih
mempunyai sisa penglihatan (low vision). Kebanyakan orang low vision
dapat merespon secara baik terhadap warna-warna kontras, dan
mereka harus memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
VISUALISASI, INGATAN KINESTETIK, DAN PERSEPSI OBYEK

1. Visualisasi
Cara lain bagi individu tunanetra untuk mendapatkan kenyamanan di dalam lingkungannya dan
membantunya bergerak secara mandiri adalah dengan menggunakan ingatan visual ( visual
memory) atau visualisasi (juga disebut peta mental). yang tepat agar tetap menjadi bagian dari
kehidupan yang normal.
2. Ingatan Kinestetik
Ingatan kinestetik adalah ingatan tentang kesadaran gerak otot yang dihasilkan oleh interaksi
antara indra perabaan (tactile), propriosepsi dan keseimbangan yang dikontrol oleh sistem
vestibular, yang berpusat di bagian atas dari telinga bagian dalam. Sistem ini peka terhadap
percepatan, posisi, dan gerakan kepala.
3. Persepsi Obyek (Object Perception)
Banyak tunanetra yang sudah berpengalaman banyak dalam bepergian secara mandiri, akan
mengembangkan suatu kemampuan yang mungkin turut membentuk anggapan orang bahwa
individu tunanetra memiliki indra keenam atau sekurang-kurangnya member kesan bahwa dia
mempunyai indra pendengaran yang lebih tajam. Kemampuan ini disebut persepsi obyek
(object perception)
CARA MEMBANTU SEORANG TUNANETRA

1. CARA MENUNTUN ORANG TUNANETRA

 Kontak pertama Melewati Tangga


 Cara memegang Melangkahi lubang
 Posisi pegangan Duduk di kursi

 Jalan sempit Naik ke dalam

 Membuka/ mobil
menutup pintu
CARA MEMBANTU SEORANG TUNANETRA

2. CARA MENGORIENTASIKAN
Jika kita menunjukkan arah menuju suatu tempat atau
benda kepada seorang tunanetra, kita tidak bisa sekedar
menunjukkan sambil mengatakan “ke sana” ke sini”. Kita
harus lebih spesifik. Misalnya: kira-kira 10 meter ke
depan; di sebelah kiri; 5 langkah ke kanan; di atas TV; dsb.
Untuk lingkungan yang kecil, kita dapat menggunakan
putaran jam sebagai rujukan. Misalnya, ketika kita ingin
memberitahukan letak makanan di dalam piring seorang
tunanetra yang akan makan, kita dapat mengatakan ikan
ada di jam 9, sambal di jam 12, tahu di jam 6, dst.
KB 3 :
Pendidikan Bagi Siswa
Tunanetra di Sekolah Umum
dalam Setting Pendidikan
Inklusif
KEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN
SISWA TUNANETRA
1. PENGEMBANGAN KONSEP
Konsep adalah simbol atau istilah yang menggambarkan suatu
obyek, kejadian, atau keadaan tertentu.

Hills dan Blasch (1980) mengklasifikasi jenis konsep yang


diperlukan oleh anak tunanetra :
• Konsep Tubuh : kemampuan untuk mengidentifikasiatau
mengenali nama bagian tubuh serta mnegetahui lokasi, gerakan,
hubungannya dengan bagian tubuh lain, dan fungsi bagian-
bagian tubuh tersebut
• Konsep Ruang : mencakup posisi atau hubungan
• Konsep Lingkungan
2. Teknik Alternatif dan Alat Bantu Belajar Khusus
Teknik alternatif adalah cara khusus (baik dengan
ataupun tanpa alat bantu khusus) yang memanfaatkan
indra-indra nonvisual atau sisa indra penglihatan untuk
melakukan sesuatu kegiatan yang normalnya
dilakukan dengan indra penglihatan.
Contoh: Jam tangan brille, jam tangan bicara, komputer
bicara, komputer dengan printer braille, dll

3. Keterampilan Sosial/Emosional
Agar efektif dalam interaksi sosial, anak tunanetra perlu
memiliki keterampilan tertentu, seperti keterampilan
penggunaan bahasa non verbal atau bahasa tubuh
(body language)
4. Keterampilan Orientasi dan Mobilitas

Kemampuan mobilitas, yaitu keterampilan untuk


bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya.

Keterampilan orientasi, yaitu kemampuan untuk


memahami hubungan lokasi antara satu obyek dengan
obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan Ponder,
1976)
Untuk membantu mobilitas tunanetra alat bantu yang
umum dipergunakan adalah tongkat, anjing penuntun,
dan alat elektronik.
5. Keterampilan Menggunakan Sisa Penglihatan

Sebagian besar orang tunanetra masih memiliki sisa


penglihatan yang fungsional, dan banyak di antara
mereka masih dapat membaca dan menulis
menggunakan tulisan biasa dengan pengaturan pada
satu atau tiga aspek berikut. Pencahayaan,
penggunaan kaca mata, dan magnifikasi (pembesaran
tampilan tulisan).
Alat bantu low vision yang paling efektif adalah cahaya
dan kacamata yang cocok.
STRATEGI PEMBELAJARAN TUNANETRA

1. Pembelajaran deduktif atau induktif


2. Pembelajaran ekspositorik atau heuristik
3. Pembelajaran seorang guru atau beregu (team
teaching)
4. Pembelajaran klasikal, kelompok kecil, atau individual
5. Pembelajaran tatap muka atau melalui media
6. Strategi individualisasi: Program Pendidikan
Individualisasai (PPI)
7. Strategi Kooperatif
8. Strateggi modifikasi perilaku
MEDIA PEMBELAJARAN TUNANETRA

1. Alat Peraga
Objek atau situasi sebenarnya, benda asli yang
diawetkan, model dua dimensi, dan model tiga
dimensi.

2. Alat Bantu Pembelajaran


Alat bantu untuk baca-tulis, alat bantu untuk membaca,
alat bantu untuk berhitung dan alat bantu untuk audio.
EVALUASI PEMBELAJARAN
Hal yang harus diperhatikan saat melakukan evaluasi pada anak
tunanetra:
1. Soal dalam bentuk huruf Braille, sedangkan untuk siswa low
vision disesuaikan dengan kemampuan penglihatannya.
2. Guru harus bersikap objektif dalam mengevaluasi pencapaian
prestasi belajar siswa tunanetra sesuai dengan
kemampuannya.
3. Waktu pelaksanaan tes hendaknya lebih lama karena
didasarkan pada pertimbangan bahwa waktu yang digunakan
siswa tunanetra untuk membaca dan menulis huruf Braille.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai