Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

ANEMIA EC HEMATEMESIS, SIROSIS HEPATIS

Oleh:
Ayuni Fatricia
2111901004

Pembimbing :
dr. M. Risnandar, Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
RSUD KOTA DUMAI
2021
PENDAHULUAN
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar hemoglobin atau hematokrit di bawah normal.

Klasifikasi anemia dibagi menjadi 5 yaitu Anemia mikrositik hipokrom (anemia defisiensi besi,
anemia penyakit kronis), Anemia makrositik (defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat),
Anemia karena perdarahan, Anemia hemolitik, Anemia aplastic

Anemia sering ditemukan pada sirosis hati, sekitar 60-75%.

Sirosis merupakan jalur histologis umum terakhir untuk berbagai macam penyakit hati kronis. Istilah ini berasal
dari istilah Yunani scirrhus  mengacu pada permukaan hati yang berwarna oranye-coklat atau kuning
kecokelatan yang terlihat pada otopsi

Sirosis didefinisikan secara histologis sebagai proses hati difus yang ditandai dengan fibrosis dan
konversi arsitektur hati normal menjadi nodul struktural abnormal.
ANEMIA DEFISIENSI
BESI
Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah
sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin
di dalamnya lebih rendah dari biasanya.

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang


timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted
iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan
pembentukan hemoglobin berkurang.
Etiologi dan klasifikasi anemia
● Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis
1. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam
sumsum tulang
2. Anemia akibat kekurangan eritropoietin
3. Anemia akibat hemoragi
4. Anemia hemolitik
5. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan
patogenesis yang kompleks
● Penggolongan Anemia berdasarkan morfologi
Berdasarkan morfologi anemia dapat diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik,
normositik dan makrositik
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg;

2. Anemia normokromik normosirer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg;

3. Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl.

Anemia hipokromik mikrositer Anemia normokromik normositer


a. Anemia defisiensi besi a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Thalassemia major b. Anemia aplastik
c. Anemia akibat penyakit kronik c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia sideroblastik d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik

g. Anemia pada keganasan hematologic


Anemia makrositer
a. Bentukmegaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia perntstosa

b. Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik


Klasifikasi anemia menurut kelompok umur
Penyebab anemia desifiesi besi

- Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun

- Faktor nutrisi

- Kebutuhan besi meningkat

- Gangguan absorpsi besi


Patogenesis anemia defisiensi besi
Perdarahan menahun

Kehilangan cadangan besi (iron


depleted state)/ negative iron balance

penyediaan
besi untuk
eritropoesis

Iron deficient erythopoisis

kadar free protophorphyrin atau Saturasi transferin dan total


zinc protophorphyrin dalam eritrosit iron binding capacity (TIBC)
kadar hemoglobin

iron deficiency anemia


Manifestasi Klinis
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala:

• Gejala umum anemia sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme
kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin.
 lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,
sesak nafas dan dyspepsia
 Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat: konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan
di bawah kuku.

• Gejala khas masing-masing anemia


 Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychia).
 Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12
 Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali .
 Anemia aplastik: pendarahan dan tanda-tanda infeksi

• Gejala penyakit dasar Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia
Pendekatan diagnosis

Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi


• menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit.
• memastikan adanya defisiensi besi
• menentukan penyebab defisiensi besi

secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai
kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:

Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31 % dengan salah
satu dari a, b, c atau d:
a. Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, Saturasi transferin < 15% atau
b. Serum feritinin < 20 g/dl
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan cadangan besi negatif
d. Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai kenaikan kadar
hemoglobin lebih dari 2 g/dl
Tatalaksana
● Terapi Nutrisi dan Pertimbangan Diet
● Transfusi Darah pemberian packed red cell

Tatalaksana anemia defisiensi zat besi


-Terapi kausal terapi tergantung penyebab anemia, seperti
pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid dan lainya
- iron replacemen theraphy
 Terapi besi per oral ferrosus sulphat (sulfas fenosus).
Dosis anjuran 3 x 200 mg
 Terapi besi parenteral indikasi: intoleransi terhadap
pemberian oral
Sirosis
hepatis
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang ditandai
oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif. Gambaran morfologi
dari SH meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif, perubahan arsitektur lobular dan
pembentukan hubungan vascular intrahepatic antara pembuluh darah hati aferen (vena
porta dan arteri hepatika) dan eferen (vena hepatika)
Epidemilogi

• Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita yang
berusia 45 - 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker)
• Di Indonesia data prevalensi penderita SH secara keseluruhan belum ada.
• Di daerah Asia Tenggara,  penyebab utama SH adalah hepatitis B (HBV) dan C
(HCV).
• Angka kejadian SH di Indonesia akibat hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9% dan
hepatitis C berkisar 38,7 - 73,9%.2
Etiologi

 Penyakit Infeksi: Hepatitis virus (hepatitis B, C)

 Alkohol

 Non-Alkoholik Steato Hepatic:

- Obesitas atau overweight


- Diabetes
- Hiperlipidemia
- Hipertensi
- Sindroma metabolik
 Hepatotoksisitas obat pada pasien dengan sirosisNSAID, Isoniazid,
Asam valproate, Eritromisin, Amoksisilin-klavulanat, Ketokonazol,
Klorpromazin, Ezetimib
Klasifikasi sirosis hepatis

Sirosis
Hepatis

Gejala
Morfologi Prognosis
klinis

Mikronodular Makronodular campuran Class A Class B Class C

Kompensata Dekompensata
skoring klasifikasi Child-Turcott-Pugh

Child-Turcott-Pugh Class klasifikasi:


Class A (ringan) : 5-6
Class B (sedang) : 7-9
Class C (berat) : 10-151
Terpapar faktor tertentu dalam waktu lama  aktivasi dari sel stellate
PATOGENESIS hati yg dipengaruhi oleh beberapa sitokin: transforming growth factor β
(TGF-β) dan tumor necrosis factors (TNF-α).

Menghasilkan Matriks extraselular (ECM)

Deposit ECM  Perubahan bentuk dan memacu kapilarisasi sinusoid

kemudian mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan


hepatosit, sehingga material yang seharusnya dimetabolisasi oleh
hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan
menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini
akan menimbulkan penurunan fungsi hepatoselular. Pengrusakan
parenkim hati akan mengubah struktur anatomi yang dapat
menyebabkan hipertensi porta.

5 (Siti, 2015)
Diagnosis
Mudah lelah, lemas

Nafsu makan menurun, BB


menurun
Kompensata

Kembung, mual

Ikterik
Gejala dari sirosis kompensata yang lebih
menonjol

Kegagalan hati

Hipertensi porta

Dekompensata Hilangnya rambut badan

Gangguan pembekuan darah


Ikterus

BAK berwarna teh pekat

Hematemesis, melena
Temuan klinis pada sirosis dapat meliputi
1. Spider Nevi (spider teleangiektasis) Spider nevi ditemukan di wilayah vaskuler vena kava superior dan sangat jarang terdapat
dibawah garis puting susu.

2. Eritema palmaris Telapak tangan berwarna merah terutama pada thenar dan hypothenar.

3. Ginekomastia pada laki-laki Terjadi akibat meningkatnya androstenedion.

4. Atrofi testis hipogonadisme Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

5. Splenomegali Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
6. Asites  penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi portal dan hipoalbuminemia.
7. Ikterus  Bilirubin meningkat
8. Warna urin gelap seperti teh
9. Tanda-tanda lain yang menyertai, diantaranya:
 Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar
 Batu pada vesika felea akibat hemolysis
 Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik
Pemeriksaan Laboratorium:
 Serologi virus hepatitis
• Aminotransferase: ALT dan AST: Normal atau sedikit - HBV : HbSAg, HBeAg, Anti HBc, HBV-
meningkat DNA
• Alkali fosfatase /ALP: sedikit meningkat
- HCV : Anti HCV HCV-RNA
• Gamma-glutamil transferase: yGT: Korelasi dengan
- Auto antibodi (ANA, ASM, Anti-LKM)
ALP, spesifik khas akibat alkohol sangat meningkat
• Bilirubin: Meningkat pada SH lanjut prediksi penting untuk autoimun hepatitis
mortalitas - Saturasi transferin dan feritinin untuk
• Albumin: Menurun pada SH lanjut hemokromatosis
• Globulin: Meningkat terutama IgG
- Ceruloplasmin dan Copper untuk
• Waktu Prothrombin: Meningkat /penurunan produksi
penyakit Wilson
faktor V/VII dari hati
• Natrium darah: Menurun akibat peningkatan ADH dan - Alpha 1-antitrypsin
aldosterone - AMA untuk sirosis bilier primer
• Trombosit: Menurun (hipersplenism)
• Lekosit dan netrofil: Menurun (hipersplenism) - Antibodi ANCA untuk kolangitis
• Anemia: Makrositik, normositik dan mikrositik sklerosis primer
Pemeriksaan radiologis
ekodensitas hati meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen
Ultrasonografi (USG) pada sisi superficial. Dpt dijumpai pembesaran lobus caudatus, splenomegali,
dan vena hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil

ENDOSKOPI varises di esofagus dan gaster pada penderita SH


KOMPLIKASI SIROSIS HEPATIS

Hipertensi porta disebabkan oleh Peningkatan resistensi intra hepatik terhadap aliran darah porta akibat
adanya nodul degeneratif dan Peningkatan aliran darah splanchnic sekunder akibat vasodilatasi pada
splanchnic vascularbed

Peritonitis bakterial spontaninfeksi spontan cairan asites tanpa adanya fokus infeksi intraabdominal

Varises gastroesofagus Pecahnya varises esophagus (VE) mengakibatkan perdarahan varises yang berakibat
fatal.

Ensefalopati hepatikum adanya gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas
sawar darah otak

Sindroma Hepatorenal vasokonstriksi dari arteri renalis sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal
yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus
Asites sirosis hepatis
Non
Penatalaksanaan farmakologi
Farmakologi
Bed rest

Hentikan konsumsi
alkohol

Non farmakologi Batasi pemberian garam

Diet cair pada


perdarahan saluran
cerna aktif
PENATALAKSANA
AN
Komplikasi Terapi Dosis
Asites º Tirah baring
º 5,2 gram atau 90 mmol/hari
º Diit rendah garam
º 100-200 mg sekali sehari maks 400
º Obat anti deuretik : diawali spironolakton, bila
mg. 20-40 mg/hari, maks 160 mg/hari
respon tidak adekuat dikombinasi furosemide

 
º 8-10 g IV perliter cairan parasintesis
º Parasintesis bila asites sangat besar, hingga 4-6
(jika >5 L)
liter dan dilindungi pemberian albumin
º Direkomendasikan jika natrium serum
º Retriksi cairan
kurang 120-125 mmol/L

1
7
0
PENATALAKSANA
AN º º
Ensefalopati Laktulosa 30-45 mL sirup oral 3-4 kali/hari atau 300 mL
hepatikum enema sampai 2-4 kali BAB/hari dan perbaikan
 
status mental
º Neomisin
º 4-12 g oral/hari dibagi tiap 6-8 jam; dapat
ditambahkan pada pasien yang refrakter
laktulosa

11
PENATALAKSANA
AN

Varises º Propranolol º 40-80 mg oral 2 kali/hari


Esofagus
º Isosorbide mononitrate º 20 mg oral 2 kali/hari

º Saat perdarahan akut diberikan somatostatin


atau okreotid diteruskan skleroterapi atau
ligase endoskopi

1
2
prognosis

System skoring ini antara lain skor Child Turcotte Pugh (CTP) dan Model ens stage liver Disease
(MELD) yang digunakan untuk evaluasi pasien dengan rencana tranplantasi hati.

Penderita SH dikelompokkan menjadi CTP-A (5-6 poin), CTP-B (7-9 poin)


dan CTP-C (10-15 poin)

Keterangan :
CTP kelas A angka kesintasan berturut-turut 1 tahun dan 2 tahun sebesar 100% dan 85%.
CTP kelas B angka kesintasan berturut-turut 1 tahun dan 2 tahunnya sebesar 81% dan 60%.
CTP kelas C 1 tahun dan 2 tahun berturut-turut adalah 45% dan 35%
BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Robitoh
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 41 Tahun
Alamat : Jl. Sinarwajo
Agama : Islam
No Rekam Medis : 42.91.25
Tanggal Masuk : 06 November 2021
Tanggal Keluar :
Masuk RS Melalui : IGD
Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal : 06 November 2021
Resume anamnesis :
 Keluhan utama : Muntah darah sejak 3 hari ini diperberat 1 hari ini
Resume riwayat penyakit sekarang :
 Pasien datang dengan keluhan muntah darah sejak 3 hari ini
 Muntah semakin berat 1 hari ini
 1 hari ini muntah darah sampai 3 kali sebanyak ± 3 gelas teh
 Muntah darah berwarna merah gelap dan bergumpal
 Pasien juga mengeluh lemas 3 hari ini
 pusing(+), demam (-), batuk (-), flu (-)
 Perut membuncit muncul 1 tahun yang lalu dan membesar 1 bulan ini
 Nyeri ulu hati (+)
 BAB dan BAK lancar
 Riwayat Penyakit Dahulu :
 Sirosis hepatis 1 tahun yang lalu, dan pasien rajin kontrol ke
dokter

 Diabetes melitus (-)


Pemeriksaan Tanda Vital (Vital Sign)
 Hipertensi (-)
Dilakukan pada tanggal 06 November 2021
 TB(-)
 Riwayat Pengobatan :
 Keadaan Umum :Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis
 Mengkonsumsi obat dari dokter spesialis penyakit dalam,  Tinggi Badan : 160cm
tapi lupa nama obatnya  Berat Badan : 60kg
 Riwayat Penyakit Keluarga :  Status Gizi : 23,43(normoweight)
 Tekanan darah : 90/60 mmHg igd 
 Tidak ada ada keluarga yang sakit seperti ini
 Denyut Nadi : 120x/menit
 Riwayat Pekerjaan, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan :  Suhu tubuh : 36°C
 Pasien sering meminum jamu rumput fatimah sejak 5 tahun  Frekuensi nafas : 22x/menit
yang lalu, seminggu 2 kali.
 Dari SMA sering minum obat paramex, dan sering
meminum paracetamol apa bila ada gejala sakit kepala.
 Pemeriksaan Kepala
 Ukuran dan bentuk kepala : Normal
 Simetrisitas Muka : Simetris  Pemeriksaan Leher
 Rambut : Hitam  Inspeksi :Tidak ada tanda-tanda pembesaran
 Pemeriksaan Mata KGB
 Kelopak : Udem palpebra (-), Ptosis (-)  Palpasi : Tidak ada pembesaran KGB
 Konjungtiva : anemis (+/+)  Pemeriksaan trakea : Berada ditengah
 Sklera : Ikterik (+/+)  Pemeriksaan kelenjar tiroid: Tidak ada pembesaran
 Kornea : Jernih  Pemeriksaan tekanan vena jugularis : 5 + 1
 Pupil : Isokor cmH2O
Resume Pemeriksaan Fisik :

 Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis(+/+), sklera ikterik
(+/+), pada inspeksi perut ditemukan tampak membuncit, tampak vena kolateral,. Pada palpasi abdomen
terdapat nyeri epigatrium, teraba lien di Schuffner 2 (S 2), pada pemeriksaan asites ditemukan shifting dullness
(+) undulasi (+). Pada pemeriksaan ekstremitas superior inferior ditemukan warna kulit kuning.

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis kerja : anemia ec hematemesis + serosis hepatis

Diagnosis banding:

- Ulkus Peptikum
Tindakan

Pemeriksaan Gula Darah


º Gula Darah Sewaktu : 68 mg/dl (<140)

•Rontgen Thorak

Cor : Tidak membesar


Sinus dan diagfragma normal
Pulmo : Tidak tampak infiltrat
Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal
Anjuran Pemeriksaan:
- Pemeriksaan Fe plasma, feritin serum, TIBC
- Endoskopi: esofagogastroduodenoskopi,
- Pemeriksaan serologi hepar
Tindakan Terapi :

 IVFD : Aminofusin Hepar 1 kolf/12 jam


 Injeksi asam tranexamid 3x1 ampul
 Inj vitamin K 3x1 ampul
 Spironolakton 2x100 mg
 Propanolol 2x100 mg
 Kompolax syr 3x3
 Injeksi meropenem 3x1 vial
 Drip omeprazole 1 vial
 Transfusi PRC 1 KOLF/hari butuh 2 kolf
LAMPIRAN

Perut membuncit Tampak vena kolateral


PEMBAHASAN

1. Anemia defisiensi zat besi


Ny. R, 41 tahun, didiagnosis sebagai anemia yang disebabkan defisiensi zat besi yang
didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis ditemukan pasien datang dengan keluhan muntah darah sebanyak 3
gelas teh kemudian ditemukan sindrom anemia seperti dari rasa lemah, lesu, cepat
lelah, dan dispepsia.

Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa
mulut, telapak tanga.berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan pada pemeriksaan
hematologi, Hb 8,3, MCV : 66 FL (80-100), MCH : 21 PG (27-32) (hipokromik mikrositer),
dan Hematokrit : 26%.

Berdasarkan teori gejala khas Anemia defisiensi zat besi ialah: pasien lemah, lesu dan cepat lelah serta
ditemkan Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31 %
2. Sirosis hepatis

Ny, R, 41 tahun didiagnosis sirosis hepatis.

Pada anamnesis, didapatkan tanda dan gejala yang dialami pasien sesuai dengan tanda dan gejala Sirosis Hepatis
yaitu: pasien muntah darah 3 hari ini sebanyak kurang lebih 3 gelas teh yang mengarah ke pendarahan varises
esofagus, dimana varises esofagus merupakan komplikasi dari sirosis hepatis, perut membunci (asites) disebabkan
oleh penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi portal dan hipoalbuminemia, sklera ikterik
disebabkan kerusakan pada sel hepar sehingga proses metabolisme bilirubin terganggu menyebakan peningkatan
kadar bilirubin I meningkat didalam darah,

RPD pasien di didiagnosis sirosis hepatis sejak 1 tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan sklera ikterik, perut membesar, tampak vena Kolateral yang disebabkan
oleh hipertensi portal, pada saat palpasi terdapat pembesaran spleen yang juga disebabkan hipertensi portal,
shifting dullness (+), undulasi (+), pada ekstrimitas terdapat kulit berwarna kuning. Selain itu, hasil dari
pemeriksaan penunjang yaitu darah rutin: hemoglobin, limfosit, eritrosit, hematokrit menurun.
Pada kimia darah: Albumin menurun, pada pasien dengan sirosis hepatis akan terjadi penurunan produksi
albumin dan komponen penunjang sel darah merah akibatnya kerusakan sel-sel parenkim hati sehingga dapat
terjadi hipoalbuminemia dan anemia, SGOT meningkat.protein total menurun, globulin meningkat dimana
konsentrasi globulin akan cenderung mengalami peningkatan yang merupan akibat sekunder dari pintasan
antigen bakteri dari sistem portake jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi
imunoglobulin.

Dari hasil pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada
pasien dapat mendukung diagnosis dari sirosis hepatis.
Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
1. Wolf. C. D, 2020, Cirrhosis, Updated: Oct 15, 2020, Medscape, dari: https://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#a2
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna
Publishing; 2014:2581-92.

3. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136
4. Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta; Jayabadi. 2007
5. Dooley J, Lok A, Burroughs AK, Heathcote E, eds. Sherlock’s diseases of the liver and billiary system, 12 th edn. Oxford: Wiley-
Blackwell, 2011.

6. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Sirosis hati. 2020.

7. EASL. Clinical practice guidelines on the management of ascites, spontaneous bacterial peritonitis and hepatorenal syndrome in
cirrhosis. Journal of hepatology. 2010; 53: 397-417.

8. Anthony S. F. Harrison’s Internal Medicine. USA: McGraw – Hill; 2008.

9. Kassebaum NJ; GBD 2013 Anaemia Collaborators. The global burden of anemia. Hematol Oncol Clin North Am. 2016;30(2):247–
308. doi:10.1016/j.hoc.2015.11.002
10. Gkamprela E, Deutsch M, Pectasides D. Iron deficiency anemia in chronic liver disease:
etiopathogenesis, diagnosis and treatment. Ann Gastroenterol. 2017;30(4):405-413.
doi:10.20524/aog.2017.0152

11. WHO. Nutritional anaemias: tools for effective prevention and control; 2019

12. Joseph E Maakaron, MD. Anemia Treatment & Management. 2019. niversity of Nebraska
Medical Center College of Pharmacy; Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/198475-treatment#d12 (Diakses 24 September 2020)

13. Bashar S dan Savio J. Hepatic Cirrhosis. StatPearls Publishing; 2020 dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482419/

Anda mungkin juga menyukai