Anda di halaman 1dari 17

H.M. IKHWAN RAYS, SH, M.

Pd,MH
 Terwujudnya negara hukum yang adil dan
demokratis melalui pembangunan sistem
hukum Nasional yang mengabdi kepada
kepentingan rakyat dan bangsa serata tumpah
dara Indonesia , memajukan kesejahteraan
umum , mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan , perdamaian
abadi dan keadilan sosial berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945
 Mewujudkan materi hukum disegala bidang dalam
rangka penggantia terhadap peraturan peruuanwarisan
kolonial dan hukum nasional yg sudah tidak sesuai
dengan perkembangan masyarakat (kepastian , keadilan,
kebenaran ) dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yg
terdapat dalam masyarakat

 Mewujudkan budaya hukum dan masyarakat yang sadar


hukum

 Mewujudkan aparatur hukum yang berkualitas,


profesional, bermoral dan berintegritas tinggi, serta

 Mewujudkan lembaga hukum yang kuat terintegrasi dan


berbiwabawa
 Menentukan perbuatan mana yg tidak boleh
dilakukan /dilarang, dengan disertai ancaman atau
sanksi berupa pidana ttt bagi yg melanggar aturan tsb
 Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka
yg melanggar larangan dpt dikenakan pidana
 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan
pidana itu dilaksanakan apabila ada orang yang
disangka telah melanggar larangan tsb.

Prof Dr. Teguh Prasetyo, SH. Berpendapat Politik


(kebijakan) hukum Pidana pada intinya: bagaimana
hukum pidanan dapat dirumuskan dengan baik dan
memberikan pedoman kepada pembuat UU (kebijakan
legislatif) kebijakan aplikasi (kebijakan yudikatif) dan
pelaksanaan hukum pidana (kebijakan eksekutif)
1. Mendukung upaya kearah mewujudkan supermasi hukum
(terutama penggantian peraturan per uu an warisan
kolonial dan hukum nasional)
2. Menyempurnakan peraturan per uu an yg sudah ada
selama ini namun tidak sesuai dengan tuntutan &
kebutuhan masyarakat
3. Membentuk peraturan per uu an baru yg sesuai dari dan
kebutuhan hukum masyarakat
1. Tahap formulasi yang tahap penegakan hukum in abstarcto
oleh badan pembuat UU(tahap legislat)

2. Tahap Aplikasiyakni tahap penerapan hukum pidana oleh


para aparat penegak hukum melalui Kepolisian,
Kejaksaan samapai dengan Pengadilan (tahap Yudikatif)

3. Tahap Eksekusi yakni tahap pelaksanaan hukum pidana


secara konkrit oleh aparat pelaksana pidana (tahap
Eksekutif atau administratif)
 Hukum pidana di Indonesia terbagi 2 yakni hukum
pidana umum dan hukum pidana khusus.
 Secara definitif hukum pidana umum dapat diartikan
per uu an pidana yang berlaku yang tercantum dalam
KUHPidana umum serta semua per uu an yang
merubah dan menambah KUHP
 Hukum pidana khusus (Peraturan Per UU An TP
Khusus) bisa dimaknai sebagai per uu an di bidang
tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau tindakan2
yang diatur dalam per uu an khusus di luar KUHP, baik
per uu an pidana maupun bukan tetapi memiliki sanksi
pidana
 Definisi Peruuan Pidana & Peruuan dibidang ttt yg
berlaku umum bersangsi pidana, TP yg
diatur dlm uu khusus
 Dasar tercantum dlm KUHP diluar KUHP baik UU
dan semua perubahan diluar KUHP baik UU
pidana /bukan UU pdn
 Kewenangan pe Polisi, Jaksa Polis, Jaksa, PPNS, KPK
nyelidikan/pe
nyidikan
 Pengadilan Pengadilan Umum Pengadilan Tipikor, Pa
jak, Hub. Industria,
anak, Niaga dll
 Perkembangan kriminalitas dalam masyarakat
mendorong lahirnya uu khusus
 Kedudukan UU khusus dlm sistem hukum pidana
sebagai pelengkap hkm pidana yg di kodifikasi
(bagaimanapun sempurna kodifikasi tdk dapat
mengikuti perkembangan masyarakat
 Knp dalam sistem hukum pidana kita dimungkinkan
adanya kebijakan kriminalisasi ? Diatur dalam
KUHPidana pasal 103
Maksud Pasal 1 s/d 85 Buku I KUHP tentang Ketentuan
Umum /Asas Umum berlaku juga bagi perbuatan yang
diancam dengan pidana berdasarkan UU atau peraturan
di luar KUHP, kecuali UU atau peraturan itu
menyimpang

Berdasarkan ketentuan dimaksud Andi Hamzah


berpendapat bahwa lahirnya uu khusus disebabkan 2
hal, yaitu:
1. Adanya ketentuan lain di luar KUHP: Pasal 103 yg
memungkinkan pemberlakuan ket entuan pidana dan
sanksi terhadap suatu perbuatan pidana yg menurut uu
dan peraturan2 lain di luar KUHP diancam dengan
pidana kecuali ditentukan lain

2. Adanya Pasal 1 s/d 85 Buku I KUHPtentang ketentuan


Umum yang memungkinkan penerapan aturan2 pidana
umum bagi perbuatan pidana yang ditentukan diluar
KUHP, kecuali peraturan tersebut menyimpang
Untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang
tidak tercakuppengaturannya dalam KUHP, namun
dengan pengertian bahwa pengaturan itu masih tetap
dan berada dalam batas-batas yang diperkenankan oleh
hukum pidana formil dan meteriil

Penerapan ketentuan pidana khusus dimungkinkan dalam


hukum pidana karena terdapat azas “Lex Specialis
Derogat lex Generalis”
Peraturan per uu an yang bersifat khusus merupan
peraturan per uu an yang mengatur tentang hal2 yang
bersifat khusus di luar KUHP, jadi titik tolak
kekhususan suatu peraturan per uu an khusus dapat
dilihat dari perbuatan yang diatur, maslah subyek
tindak pidana, pidana dan pemidanaannya
Subyek hukum TP Khusus diperluas tidak saja org pribadi
tetap juga badan hukum
Sedangkan dari aspek masalah pemidanaan dilihat dari pola
perumusan atau pola ancaman sanksi
Hukum tindak piodana khusus dapat juga menyimpang dari
ketentuan KUHP, sedangkan substansi hukum tindak
pidana khusus menyangkut 3 aspek, yaitu: TINDAK
PIDANA, PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA serta
PIDANA DAN PEMIDANAAN
1. TP Korupsi
2. TP Pencucian Uang (Meney Loundering)
3. TP Pembalakan Hutan (Illegal Logging)
4. TP Bidang Perpajakan
5. TP Bidang Perikanan (Illegal Fishing)
6. TP Perbankan
7. TP Pasar Modal
8. TP Lingkungan Hidup
9. TP Pelayaran
10. TP Pelanggaran HAM
11. TP Perdagangan Orang
12. TP di Bidang HAKI
13. TP Kepabeanan
14. TP Ketenaga Kerjaan
15. T P Pemilu
16. TP Terorisme
17. TP Narkotika dan Psikotropika
18. TP KDRT
19. TP terhadap Anak
20. TP Knsumen
21. TP Penambangan Liar (Illegal Mining)
22. TP Teknologi Informasi (cyber crime), dll

Anda mungkin juga menyukai