Anda di halaman 1dari 18

Chest Radiographic and CT Findings of

the COVID-19 : Analysis of Nine


Patients Treated in Korea
Gambaran foto thoraks dan CT scan dari Penyakit COVID-19: Analisis Sembilan Pasien yang Diobati di Korea

Olivia Sarah Kadang - 112019141

Dokter Pembimbing :
dr. Imelda Tobing, Sp.Rad

Stase Ilmu Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah


Koja Jakarta Utara
Periode 31 Mei – 3 Juli 2021
Pendahuluan

 Pada Desember 2019 terjadi wabah di Wuhan yang


belum terkonfirmasi etiologinya, hingga dilakukan
penelitian dan terkonfirmasi penyebabnya adalah
SARS-CoV-2 atau sering disebut COVID-19 .
 Penularan terjadi dari manusia ke manusia yang
menyebar cepat hingga ke Tiongkok dan negara
lain.
 Pasien COVID-19 pertama yang diidentifikasi di
Korea Selatan pada 20 Januari 2020. Per 16
Februari, terdapat 29 pasien COVID-19 di Korea.
Pendahuluan
 Pada pemeriksaan radiologis awal secara konsisten
dilaporkan bahwa terdapat hasil CT Scan (computed
tomography) pada pasien COVID-19 terdapat ground-glass
opacities (GGOs) bilateral dan konsolidasi dengan distribusi
paru perifer dan posterior.
 Pemeriksaan awal ini berasal dari Tiongkok, dan peneliti
masih belum mengetahui gambran hasil CT Scan pada
pasien Covid-19 di negara lain. Oleh sebab itu, tujuan
penelitian ini adalah untuk mencari apakah terdapat
perbedaan hasil gambaran radiologi pada negara lain,
khususnya di Korea Selatan.
Metode Penelitian

 Peneliti mengumpulkan sembilan pasien COVID-


19 dengan usia rata-rata 54 tahun, empat pria
dan lima wanita yang telah menjalani
pemeriksaan foto thoraks dan CT scan.
 Selanjutnya peneliti menganalisa temuan foto
thoraks dan CT scan pada pasien COVID-19.
Peneliti menggunakan uji Fisher untuk
membandingkan temuan CT scan tergantung
pada bentuk lesi paru.
Metode penelitian

 Pada CT scan, pasien diposisikan terlentang saat


inspirasi penuh dan tanpa media kontras.
 Semua pasien menjalani pemeriksaan foto thoraks
anteroposterior dengan inspirasi penuh.
 Pada hasil CT scan ditemukan delapan dari
sembilan pasien memiliki kelainan parenkim yang
nantinya akan diamati pada CT scan lanjutan satu
minggu kemudian.
 Pada pasien lain, hasil CT scan menunjukan hasil
yang normal.
Metode penelitian
 Para peneliti meninjau foto thoraks dan CT scan dengan menilai adanya
keberadaan, lokasi, dan kepadatan kelainan parenkim pada foto thoraks
tanpa meninjau gambaran CT, dan menilai kelainan menggunakan 5
skala poin berikut:

1. Normal
2. Atelektasis / hiperinflasi / penebalan dinding bronkus
3. Konsolidasi alveolar fokal yang melibatkan tidak lebih dari satu segmen
atau satu lobus
4. Konsolidasi multifokal
5. Konsolidasi alveolar difus.

 Setelah penilaian foto thoraks, peneliti memeriksa apakah kelainan pada


foto thoraks berhubungan dengan kelainan pada hasil gambar CT scan.
Metode Penelitian

 Peneliti mengidentifikasi semua lesi paru yang


terpisah pada CT scan dan menganalisa
diameter terpanjang, lokasi, bentuk, densitas,
dan margin lesi. Terdapat beberapa bentuk lesi
yang dikategorikan sebagai patchy lession,
confluent lession, atau nodular lession.
 Lesi pathcy didefinisikan sebagai lesi fokal
terisolasi tanpa bentuk nodular di segmen
tersebut, dan lesi konfluen didefinisikan sebagai
lesi fusi besar yang melibatkan banyak segmen.
Metode Penelitian

 Peneliti mengevaluasi apakah lesi paru


memiliki predileksi pada lobus bawah, pleura,
atau berkas bronkovaskular.
 Selanjutnya, peneliti mengevaluasi rongga
dada, keberadaan air-bronchograms, halo
sign, mikronodul, tree-in-bud appearance, dan
efusi pleura.
Hasil
 Lima dari sembilan pasien menunjukkan adanya kelainan dari
gambran foto thoraks (grade 2, satu pasien; grade 3, dua
pasien; dan grade 4 dan 5, masing-masing satu pasien).
Dimana tiga dari sembilan pasien (33,3%) dipastikan memiliki
kelainan parenkim terkait dengan COVID-19 pada gambaran
foto thoraks (Gambar 1A, 2A, 3A).
 Salah satu dari tiga pasien memiliki opasitas nodular tunggal
di zona paru kiri bawah (Gambar 3A), dan dua pasien lainnya
memiliki empat dan lima opasitas di kedua paru-paru
(Gambar 1A, 2A). Dalam analisis per-lesi, 50% dari 10 opasitas
muncul di zona paru-paru bawah, 80% opasitas terletak di
paru-paru perifer, dan 70% opasitas pada area konsolidasi.
Gambar 1. Gambaran foto thoraks (A) dan CT (B, C) dari COVID-19 yang
bermanifestasi sebagai opasitas ground-glass campuran dan konsolidasi pada CT.
A. Foto thoraks anteroposterior menunjukkan konsolidasi perifer multifokal yang
tidak merata di paru-paru bilateral, kecuali untuk zona paru kiri atas.
B, C. Gambar CT dada koronal dan aksial menunjukkan GGO campuran dan lesi
konsolidasi di paru-paru bilateral perifer. Patchy lession (panah) terdapat dilobus
kiri atas. Pada gambar CT aksial (C). Lesi mengandung banyak air-bronchograms,
dan air-bronchogram di segmen superior lobus kanan bawah terdistorsi (panah).
Gambar 2. Gambaran foto toraks (A) dan CT (B, C) dari COVID-19 yang
bermanifestasi sebagai GGO pada CT scan.
A. foto thoraks anteroposterior menunjukkan GGO yang tidak merata di zona
paru kanan atas dan bawah juga terdapat konsolidasi tidak merata di zona paru
kiri tengah ke bawah. Beberapa granuloma terkalsifikasi ditemukan di zona paru
kiri atas.
B, C. Gambar CT scan dada aksial dan koronal menunjukkan adanya GGO yang
melibatkan kedua paru-paru. Sebagian besar berada di paru perifer berbatasan
dengan pleura. Beberapa granuloma juga terkalsifikasi ditemukan di lobus kiri
atas.
Gambar 3. foto thoraks (A) dan gambar CT (B) dari COVID-19 yang bermanifestasi sebagai lesi
nodular tunggal.
A. Foto thoraks anteroposterior menunjukkan konsolidasi nodular tunggal (panah) di zona
paru kiri bawah.
B. Gambar CT scan dada koronal yang diambil pada hari yang sama menunjukkan lesi
nodular 2,3 cm tidak berbatas tegas dengan halo sign dengan tepi tebal di lobus kiri
bawah, berbatasan dengan pleura yang berdekatan.
 Secara keseluruhan, 77 lesi parenkim paru diidentifikasi
pada sembilan pasien, delapan diantaranya memiliki
kelainan parenkim paru bilateral. Lobus yang paling
sering terkena adalah lobus kanan bawah (delapan
pasien), diikuti oleh lobus kiri atas dan bawah (masing-
masing enam pasien). Di antara 77 lesi yang
teridentifikasi, 39% tidak merata, 13% konfluen, dan
48% nodular, 70% memiliki batas yang tidak jelas, 28%
dari lesi memiliki air-bronchogram.
 Tidak ada kavitas, mikronodul, lesi dengan tampilan
tree-in-bud, atau efusi pleura.
Pembahasan
 COVID-19 telah mengakibatkan keadaan darurat
kesehatan global, serupa dengan merebaknya sindrom
pernapasan akut parah (SARS) pada tahun 2003 dan
sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) pada tahun
2012, yang keduanya juga disebabkan oleh virus yang
tergolong famili coronaviridae.
 COVID-19 memang menunjukkan kesamaan radiologis
dengan SARS dan MERS, dengan dominasi GGO bilateral
dan lesi konsolidasi di paru-paru perifer. Terlepas dari
kesamaan dalam temuan CT scan, COVID-19 tampaknya
secara radiologis lebih ringan daripada SARS dan MERS.
 HasilCT scan COVID-19 di Korea secara umum
konsisten dengan temuan COVID-19 di China (4-
6, 18). Namun, proporsi lesi konsolidasi yang
dominan pada pasien di China adalah sekitar
30% (4) hingga 60% (5), tetapi pasien di Korea
tidak memiliki lesi konsolidasi yang dominan.
Selanjutnya, proporsi kelainan radiografi dada
adalah 60% pada pasien COVID-19 di China (19),
tetapi 33% pada pasien Korea.
Gambar 4. Gambaran CT scan dada(A, B) dari COVID-19 yang bermanifestasi
sebagai gambaran GGO campuran
A. Gambar CT dada aksial menunjukkan GGO campuran yang tidak jelas dan lesi
konsolidasi dengan bentuk patchy dan memanjang (panah) menyentuh pleura
di segmen superior lobus kanan bawah.
B. Gambar CT dada aksial menunjukkan nodul bagian padat yang tidak berbatas
tegas (panah) di sepanjang berkas bronkovaskular di segmen posterior lobus
kanan atas.
Kesimpulan
 Gambaran CT Scan dada pada pasien COVID-19 di Korea
paling banyak di temukan adanya mixed ground glass
opacities dengan bentuk tidak merata hingga konfluen
atau nodular di paru-paru posterior perifer bilateral.
 Sebagian besar lesi paru tidak jelas ditemukan pada
foto thoraks dan sebagian memiliki gambaran foto
thoraks yang normal.
 Dokter umum dan ahli radiologi diharapkan dapat
terbiasa dengan temuan hasil CT scan akibat
keterbatasan hasil dari foto thorax dalam mengevaluasi
gambar untuk mengelola wabah COVID-19.
Terima Kasih.

Anda mungkin juga menyukai