Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi
Bambang Eko Muljono
Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Permasalahan Formil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 Pertama, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tidak memenuhi asas keterbukaan dalam proses pembentukannya. • Tidak terpenuhinya asas keterbukaan tersebut terjadi karena pihak-pihak yang terkait dengan materi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tidak dilibatkan secara Iuas, utuh, dan minimnya informasi dalam setiap tahapan pembentukan. • Hal ini bertentangan dengan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menegaskan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan menteri) harus dilakukan berdasarkan asas keterbukaan. Permasalahan Formil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 Kedua, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tidak tertib materi muatan. • Terdapat dua kesalahan materi muatan yang mencerminkan adanya pengaturan yang melampaui kewenangan, yaityu : • Pertama, Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 mengatur materi muatan yang seharusnya diatur dalam level undang-undang, sepertl mengatur norma pelanggaran seksual yang diikuti dengan ragam sanksi yang tidak proporsional. • Kedua, Permendikbud No 30 mengatur norma yang bersifat terlalu rigid dan mengurangi otonomi kelembagaan perguruan tinggi (Vide Pasal 62 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tlnggi) melalui pembentukan “Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual" (Vide Pasal 23 Parmen Dikbudristek No 30 Tahun 2021) Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 Beberapa UU yang dijadikan konsideran dalam Permendikbudristek itu, jelas-jelas bertentangan isinya. o Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 50, misalnya, menegaskan, wanita dewasa dan atau telah menikah berhak melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya. o Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Pasal 3 bahwa fungsi pendidikan nasional untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Pembentukan watak ini untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 1. Pasal 1 angka 1 yang merumuskan norma tentang kekerasan seksual 2. Pasal 1 angka 14 tentang Kewajiban Pembentukan Satuan Tugas 3. Pasal 3 tentang Prinsip Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual 4. Pasal 5 5. Pasal 19 Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 • Pasal 1 angka 1 yang merumuskan norma tentang kekerasan seksual dengan basis “ketimpangan relasi kuasa" mengandung pandangan yang menyederhanakan masalah pada satu faktor, padahal sejatinya multikausa, serta bagi masyarakat Indonesia yang beragama, pandangan tersebut bertentangan dengan ajaran agama, khususnya Islam yang menjunjung tinggi kemuliaan laki-Iaki dan perempaan dalam relasi "mu'asyarah bil ma'ruf" (relasi kebaikan) berbasis ahlak mulia, Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 Pasal 1 angka 14 tentang Kewajiban Pembentukan Satuan Tugas, yang berbunyi: 14. Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang selanjutnya disebut Satuan Tugas adalah bagian dari Perguruan Tinggi yang berfungsi sebagai pusat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Pembentukan Satgas yang bertujuan untuk menangani kekerasan seksual di kampus akan menambah daftar panjang tugas perguruan tinggi. Semakin menumpuk tugas yang dibebankan perguruan tinggi dikhawatirkan berimbas pada tidak fokusnya perguruan tinggi menjalankan tugas pokoknya yaitu pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kalau tidak fokus, maka tidak akan tercapai tujuan utama perguruan tinggi tersebut. Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021
Pasal 3 tentang Prinsip Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dilaksanakan dengan prinsip: a. kepentingan terbaik bagi Korban; b. keadilan dan kesetaraan gender; c. kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas; d. akuntabilitas; e. independen; f. kehati-hatian; g. konsisten; dan h. jaminan ketidak berulangan. Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 Pasal 5 i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang (1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan pribadi; komunikasi. j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam (2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender disetujui oleh Korban; Korban; k.memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual; b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium persetujuan Korban; dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, persetujuan Korban; dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban; m.membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban; d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak n.memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual; nyaman; o.mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual; dilarang Korban; p.melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi; f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau q.melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tubuh selain alat kelamin; tanpa persetujuan Korban; r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi; g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil; yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban; u.melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya. Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 • Pasal 5 ayat 2 tentang kekerasan seksual di dalamnya mengandung frasa persetujuan hubungan seksual. • Frasa “tanpa persetujuan korban” pada pasal 5 ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m. terkandung makna persetujuan seksual atau sexual consent. “Artinya hubungan seksual dibolehkan asal dilakukan atas dasar suka sama suka,”. Hal ini bertolak belakang dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia, dimana perzinahan dianggap sebagai perilaku asusila dan diancam pidana. Pasal 284 KUHP, misalnya, mengancam hukuman penjara bagi yang melakukan perzinahan walau didasari suka sama suka. • Pasal 5 ayat 2 tentang kekerasan seksual memang bermasalah karena tolok ukurnya persetujuan (consent) korban, padahal, kejahatan seksual itu merupakan tindak pidana dan bertentangan dengan menurut norma Pancasila khususnya sila pertama dalam hal ini adalah agama atau kepercayaan. Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 • Perumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) yang memuat frasa "tanpa persetujuan korban"_daiam PermenDikbudristek No 30 Tahun 2021, mendegradasi substansi kekerasan seksual, yang mengandung makna dapat dibenarkan apabila ada "persetujuan korban (consent)". • Rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Standar benar dan salah dari sebuah aktivitas seksual tidak lagi berdasar nilai agama dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi persetujuan dari para pihak. Hal ini berimplikasi selama tidak ada pemaksaan, penyimpangan tersebut menjadi benar dan dibenarkan, meskipun dilakukan di luar pernikahan yang sah. Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 • Pengingkaran nilai agama dan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa serta legalisasi perbuatan asusila berbasis persetujuan tersebut, bertentangan dengan visi Pendidikan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang“. Permasalahan Permendikbudristek No.30 Tahun 2021 (3)Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban: a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya; c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba; d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur; e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan; f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau g. mengalami kondisi terguncang. Permasalahan Materiil Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 Pasal 19 Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 Pasal 19 Perguruan Tinggi yang tidak melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dikenai sanksi administratif berupa: a. penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk Perguruan Tinggi; dan/atau b. penurunan tingkat akreditasi untuk Perguruan Tinggi • Sanksi penghentian bantuan dan penurunan tingkat akreditasi bagi perguruan tinggi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam Pasal 19 Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021 tidak proporsional, berlebihan, dan represif. • Seyogyanya pemerintah lebih mengedepankan upaya pembinaan dan kerja sama dengan berbagai pihak untuk menguatkan institusi pendidikan Rekomendasi 1. Agar Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi tidak menimbulkan multi tafsir dan menimbulkan kegaduhan, maka harus direvisi serta dalam pembahasannya harus dilakukan secara terbuka, atau 2. Agar Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi