Anda di halaman 1dari 67

PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI

ANTIMIKROBA (PPRA)

Disusun oleh:
Adinda Adelia Wulandari, S.Farm. 052013143085
Debora Poerwantoro, S.Farm. 052013143087
Irene Natasia Lika, S.Farm 052013143093
Edlia Fadilah Mumtazah, S.Farm. 052013143094
Honey Dzikri Marhaeny, S.Farm. 052013143100
Eka Pertiwi, S.Farm. 052013143104
Yunita Anugrahini, S.Farm. 052013143106
OUTLINE

Tujuan dan Manfaat PPRA

Peraturan terkait PPRA

Antibiotic Stewardship Programs (ASP)


TUJUAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI
ANTIMIKROBA (PPRA)
TUJUAN 1. Meningkatkan kualitas perawatan medis
melalui penggunaan antibiotik yang rasional
PROGRAM 2. Menekan resistensi antibiotik
3. Menurunkan biaya
PENGENDALIAN 4. Mencegah toksisitas akibat penggunaan
antibiotik
RESISTENSI 5. Mengurangi kejadian infeksi nosokomial
ANTIMIKROBA dan infeksi akibat resistensi antibiotik

(PPRA)
(PMK No. 8 Th. 2015; Winarni et al., 2020)
MANFAAT PROGRAM PENGENDALIAN
RESISTENSI AANTIMIKROBA (PPRA)
(PMK No. 8 Th. 2015)

1 2 3
Meningkatkan Mengendalikan Mencegah
pemahaman dan berkembangnya penyebaran
kesadaran mikroba mikroba resisten
terkait resisten.
penggunaan
penggunaan
antibiotik yang
rasional.
PERATURAN PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI
ANTIMIKROBA (PPRA)
Peraturan PPRA
• Permenkes RI no 8 thn 2015 tentang PROGRAM
PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RUMAH
SAKIT
• National Action Plan Antimicrobial Resistance Indonesia
2017-2019
• PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK TERAPI
ANTIBIOTIK (kementerian kesehatan republik indonesia
2011 )
Permenkes No.8 Tahun 2015
Permenkes No.8 Tahun 2015 PMK. No.8/2015, Pasal 8
Program Pengendalian Resistensi Anggota tim PPRA di RS, terdiri dari unsur :
Antimikroba di Rumah Sakit Klinisi, keperawatan, instalasi farmasi, lab
mikrobiologi klinik, tim PPI, KFT

13
24
PMK.No.8/2015, Pasal 6 PMK.No.8/2015, Pasal 10
Setiap rumah sakit harus Evaluasi Pelaksanaan PPRA di RS :
melaksanakan program pengendalian penggunaan antibiotik, pemantauan atas
resistensi antimikroba secara optimal muncul dan menyebarnya mikroba
multiresisten
Permenkes RI No. 8 thn 2015 tentang
PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RUMAH SAKIT
• Pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba dilakukan melalui :
a. Pembentukan tim pelaksanaan PPRA
b. Penyusunanan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik
c. Melaksanakan penggunaan antibiotik secara bijak
d. Melaksanakan prinsip pencegahan pengendalian infeksi.

• Rumah sakit menyusun program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit terdiri dari :
a).peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga tentang masalah resistensi antimikroba
b). pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit
c). surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit
d). surveilans pola resistensi antimikroba
e). forum kajian penyakit infeksi terintegrasi

• Tugas unit Farmasi


a. Mengelola serta menjamin mutu dan ketersediaan antibiotik yang tercantum dalam formularium.
b. Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata laksana pasien infeksi, melalui: pengkajian peresepan,
pengendalian dan monitoring penggunaan antibiotik, visite ke bangsal pasien bersama tim.
c. Memberikan informasi dan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang tepat dan benar.
d. Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
• Rumah sakit membuat laporan pelaksanaan program/ kegiatan PRA meliputi:
a). kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan tentang pengendalian resistensi antimikroba
b). surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuk laporan pelaksanaan pengendalian antibiotik)
c). surveilans pola resistensi antimikroba
d). forum kajian penyakit infeksi terintegrasi

• Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba resisten sesuai indikator
bakteri multi-drug resistant organism (MDRO), antara lain: bakteri penghasil extended spectrum betalactamase
(ESBL), Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Carbapenemase resistant enterobacteriaceae (CRE) dan
bakteri panresisten lainnya.
National Action Plan Antimicrobial
Resistance Indonesia 2017-2019
Strategic Plan:
1. Raising Awareness and Understanding;
• Membangun program komunikasi publik berbasis bukti pada skala nasional untuk meningkatkan
kesadaran AMR di kalangan masyarakat umum dan profesional.
• Meningkatkan pengetahuan AMR dan topik terkait di kalangan profesional melalui pendidikan dan
pelatihan profesional yang diterapkan di skala nasional.
2. Surveillance of AMR;
• Menyiapkan sistem pengawasan nasional untuk resistensi antimikroba.
• Membentuk sistem surveilans multisenter nasional untuk deteksi dini resistensi dan pemantauan di tingkat
nasional.
• Membangun kapasitas laboratorium di bawah pengawasan National Referral Laboratory (NRL) untuk
memastikan data mikrobiologi berkualitas tinggi untuk mendukung kegiatan pengawasan.
3. Hygiene, Infection Prevention and Control;
4. Optimize use of Antimicrobial Medicines;
5. Build investments in new medicines, diagnostic tools, and vaccines
Strategic Plan:
3. Hygiene, Infection Prevention and Control;
• Untuk membangun program pencegahan dan pengendalian infeksi nasional melalui implementasi penuh
dan kepatuhan dengan pedoman IPC dalam pengaturan perawatan kesehatan, sistem peternakan dan
perikanan dan rantai makanan.
• Mengurangi Hospital Acquired Infection (HAI).
• Membatasi perkembangan dan penyebaran AMR di masyarakat.
4. Optimize use of Antimicrobial Medicines;
• Menetapkan kebijakan dan manual nasional tentang penggunaan antimikroba pada manusia dan hewan.
• Memperkuat penegakan peraturan tentang pengawasan antimikroba pascapemasaran.
• Menetapkan mekanisme untuk memantau penggunaan antimikroba dalam skala nasional.
5. Build investments in new medicines, diagnostic tools, and vaccines
• Untuk mempromosikan investasi berkelanjutan dalam obat-obatan baru, alat diagnostik, vaksin, dan
intervensi lainnya dengan melibatkan sektor swasta publik.
PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK TERAPI ANTIBIOTIK
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011 )
• Peran Apoteker Sebagai Anggota Tim Pengendalian Resistensi Antibiotik:
a. Menekan resistensi antibiotik
b. Mencegah toksisitas akibat penggunaan antibiotik
c. Menurunkan biaya akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak
d. Menurunkan risiko infeksi nosokomial

• Peran Apoteker Dalam Panitia/Komite Farmasi Terapi (KFT )


a. Pemilihan jenis antibiotik yang akan dimasukkan dalam pedoman penggunaan antibiotik, formularium, dan yang diuji
kepekaan
b. Analisis hasil evaluasi penggunaan antibiotik secara kuantitatif maupun kualitatif
c. Pembuatan kebijakan penggunaan antibiotik di rumah sakit
d. Analisis cost effective, Drug Use Evaluation (DUE), dan evaluasi kepatuhan terhadap pedoman penggunaan antibiotik
maupun kebijakan terkait yang telah ditetapkan
e. Analisis dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO)/Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).

• Peran Apoteker Sebagai Anggota Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI-RS)
a. Penetapan kebijakan penggunaan sediaan antibiotik steril sekali pakai (single-dose package) dan penggunaan sediaan
steril dosis ganda (multiple-dose container)
b. Penyusunan pedoman penggunaan antiseptik dan disinfektan
• Peran apoteker pada penanganan pasien dengan penyakit infeksi
a. Apoteker bekerjasama dengan Ahli Mikrobiologi untuk menjamin bahwa hasil uji kepekaan antibiotik
dilaporkan tepat waktu dan ketepatan laboratorium mikrobiologi dalam melakukan interpretasi hasil
pemeriksaan laboratorium terkait penyakit infeksi.

• Peran Apoteker Dalam Kegiatan Edukasi


a. Penyelenggaraan seminar dan lokakarya, penerbitan buletin dan forum edukasi lain kepada tenaga
kesehatan
b. Pemberian edukasi dan konseling pada pasien rawat inap, rawat jalan, perawatan di rumah (home
pharmacy care) dan keluarga pasien/pelaku rawat (care giver)
c. Pemberian edukasi bagi masyarakat umum dalam meningkatkan kesadaran terhadap pengendalian
penyebaran penyakit infeksi
Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit Tahun 2018
PPRA termasuk dalam program
nasional

Pimpinan RS harus membentuk tim PPRA


sesuai peraturan perUU

Tersedia regulasi pengendalian resistensi antimikroba di


RS, meliputi :
a. Pengendalian resistensi antimikroba
b. Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis
pembedahan
c. Organisasi pelaksana (tim PPRA)
Antibiotic Stewardship Programs (ASP)
Antibiotic Stewardship
Programs (ASP)
Antibiotic Stewardship Programs (ASP) adalah aktivitas yang
dijalankan oleh institusi pelayanan kesehatan untuk
mengoptimalkan penggunaan antibiotik pada pasien rawat
inap.
Program ini bertujuan mengoptimalkan hasil klinis (outcome)
serta meminimalkan efek yang tidak diinginkan akibat
penggunaan antibiotik yaitu toksisitas, seleksi organisme
patogen, dan resistensi. Selain itu ASP juga bertujuan
mengurangi biaya perawatan tanpa mengurangi kualitas
layanan, yaitu dengan pengendalian penggunaan antibiotik
yang tidak tepat dan berlebihan, serta mendorong peralihan
terapi intravena ke terapi oral. (Centers for Disease Control and
Prevention, 2019). Kombinasi antara ASP yang efektif dengan
program pengendalian infeksi yang komprehensif terbukti
mampu membatasi perkembangan dan penyebaran bakteri
yang resisten terhadap antibiotik (Doron & Davidson, 2011).

Adeputra, S. 2020
Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Program
1. Hospital Leadership Commitment
Strategi ini difokuskan pada pemberdayaan sumber daya manusia, keuangan, dan informasi rumah sakit. Memastikan partisipasi dari
semua kelompok yang dapat mendukung kegiatan pengelolaan antibiotik.
2. Accountability
Pada poin ini terdapat dua program yaitu stewardship program leader dan pharmacy leader. Stewardship program leader adalah identifikasi satu
pemimpin yang akan bertanggung jawab atas hasil program, dimana dokter sangat efektif dalam peran ini. Pharmacy leader adalah identifikasi
satu pemimpin farmasi yang akan berperan sebagai co-leader.
3. Pharmacy expertise
Idealnya seorang apoteker sebagai co-leader program, untuk memimpin upaya implementasi dalam meningkatkan penggunaan antibiotik

4. Action
Hal yang paling efektif intervensi pelayanan antibiotik di rumah sakit: Prospective audit and feedback adalah tinjauan eksternal terhadap
penggunaan antibiotik oleh ahli, disertai saran untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik, meskipun obat telah diresepkan.
Preauthorization mengharuskan para pemberi resep untuk mendapatkan persetujuan sebelum penggunaan antibiotik tertentu.

5. Tracking
Pengukuran sangat penting untuk mengidentifikasi peluang untuk perbaikan dan untuk menilai dampak intervensi.

6. Reporting
Hasil evaluasi penggunaan obat serta ringkasan masalah utama yang didapatkan selama audit prospektif dan ulasan umpan
balik serta preauthorization sangat berguna untuk peresepan antibiotik kedepannya

7. Education
Pendidikan adalah komponen kunci dari upaya komprehensif untuk
meningkatkan efektivitas penggunaan antibiotik di rumah sakit.

CDC. CORE ELEMENTS OF HOSPITAL ANTIBIOTIC STEWARDSHIP PROGRAMS. 2019.


Jenis-jenis Intervensi dalam Antimicrobial Stewardship Programme
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA: Pendahuluan

Pada tahun 2019, CDC menerbitkan update artikel ‘Core Elements of


Hospital Antibiotic Stewardship Programs’ atau elemen inti dalam
pelaksanaan ASP. Didalamnya disebutkan bahwa optimalisasi
penggunaan antibiotik merupakan bagian kritis agar dapat secara efektif
mengobati infeksi, melindungi pasien dari ‘harm’ yang disebabkan oleh
penggunaan antibiotik yang ‘unnecessary’, serta melawan resistensi Menurut WHO, salah satu outcome penting yang
antibiotik. Hal ini dituangkan dalam pelaksanaan program ASP yang diharapkan dari implementasi intervensi ASP adalah
dapat membantu meningkatkan outcome klinis serta meminimalkan ‘behaviour change in antibiotic prescribing practices,
‘harm’ dengan meningkatkan efisiensi peresepan antibiotik. leading to more responsible use of antibiotics ’
Elemen-elemen inti yang berperan besar dalam pelaksanaan ASP adalah
Hospital Leadership Commitment, Accountability, Pharmacy Expertise,
Action, Tracking, Reporting, dan Education.

Dalam pelaksanaan ASP/PPRA, terdapat elemen ‘Action’ 


dilakukannya intervensi dalam ASP yang bertujuan untuk meningkatkan
outcome pada pasien. Assessment inisial dari peresepan antibiotik dapat
membantu mengidentifikasi target potensial untuk dilakukan intervensi.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf
WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA: Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Terdapat faktor ekstrinsik dan intrinsic yang berpengaruh dalam pelaksanaan ASP

Intrinsik: Ekstrinsik:
1. Perception that AMR is an immediate threat (lack of Faktor yang tidak berhubungan langsung dengan petugas Kesehatan namun
awareness and knowledge about AMR) berpengaruh terhadap proses peresepan antibiotic
2. Fear of losing a patient 1. Patient-related factors (keinginan pasien untuk segera sembuh, anxiety,
3. Belief that broad-spectrum antibiotics are very effective and umur, sosioekonomik, tingkat Pendidikan)
low risk 2. Healthcare system-related factors (tekanan waktu, pengaruh eksposur
4. Influence of a senior physician’s preferences on a junior kelompok, pemilik lokasi praktik, model komunikasi dan organisasi,
physician’s prescribing guideline yang diterapkan, kekurangan fasilitas untuk diagnosis)
5. Physician autonomy in prescribing what he or she thinks is 3. The impact of three other factors:
best a. Influence of pharmaceutical companies
6. Uncertainty due to inadequate microbiology services. b. Cost saving (to the patient or healthcare system)
c. Financial incentives.

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA
1. Priority Interventions to Improve Antibiotic Use

a) Prospective audit and feedback: External review of antibiotic therapy by an expert in antibiotic use,
accompanied by suggestions to optimize use, at some point after the agent has been prescribed

b) Preauthorization: Prescribers need to gain approval prior to the use of certain antibiotics.
Dapat membantu optimisasi terapi empiris awal karena terdapat input dari spesialis mengenai pilihan antibiotic dan
dosisnya (lifesaving terutama di infeksi serius seperti sepsis). Pilihan antibiotic harus berdasarkan peningkatan penggunaan
empiris daripada berdasar harga obat.

c) Facility-specific treatment guidelines: establishing clear recommendations for optimal antibiotic use at
the hospital.
Merupakan intervensi yang bersifat meningkatkan efektivitas prospective audit dan preauthorization. Guideline dapat
mengoptimalisasi seleksi antibiotic dan durasinya, terutama untuk indikasi yang umumnya memerlukan pengobatan
antibiotik seperti community-acquired pneumonia, urinary tract infection, intra-abdominal infection, skin and soft tissue
infection and surgical prophylaxis. Rekomendasi dapat berdasarkan guideline nasional tetapi juga harus mencerminkan
preferensi pengobatan di rumah sakit tersebut berdasarkan local susceptibilities, formulary options, and patient mix.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA
2. Common Infection-based Interventions

• Peresepan antibiotik di rumah sakit sebagian besar ditujukan


untuk 3 infeksi: lower respiratory tract infection (e.g. community
acquired pneumonia), urinary tract infection and skin dan soft
tissue infection.
• Optimalisasi durasi terapi menjadi sangat penting karena banyak
penelitian menunjukkan bahwa infeksi ini seringkali diobati
dengan durasi yang lebih lama dari guideline. Setiap
penambahan hari durasi terapi dapat meningkatkan risiko
kesehatan pasien.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA
2. Common Infection-based Interventions

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA
3. Other Infection-based Interventions

1. Sepsis: administrasi cepat antibiotic yang efektif bersifat 2. Staphylococcus aureus infection: In many cases, therapy for MRSA can be stopped if
the patient does not have an MRSA infection or changed to a beta-lactam if the cause is
lifesaving dalam infeksi sepsis. Faktor yang harus diperhatikan
not MRSA.
adalah
3. C. difficile infection: Treatment guidelines recommend providers stop unnecessary
• Mengembangkan rekomendasi antibiotic untuk sepsis yang
antibiotics in all patients diagnosed with C. difficile infection. Reviewing antibiotics in
berdasarkan data mikrobiologi local. patients with new diagnoses of C. difficile infection can identify opportunities to stop
• Menjamin protocol tersedia untuk dapat dengan cepat unnecessary antibiotics, which improves the clinical response of these infections to

mengadminister antibiotic pada kasus yang dicurigai sepsis. treatment and reduces the risk of recurrence
4. Culture proven invasive infection: Invasive infections (e.g. blood stream infections)
• Menjamin terdapatnya mekanisme untuk mereview antibiotic
present opportunities for interventions to improve antibiotic use because they are
yang digunakan pada sepsis sehingga terpai dapat segera
easily identified from microbiology results and sub-optimal therapy often leads to
disesuaikan dengan kebutuhan pasien atau dihentikan.
worse outcomes. Prospective audit and feedback of new culture or rapid diagnostic
results may be particularly beneficial to reduce the time needed to discontinue, narrow,
or broaden antibiotic therapy as appropriate.
5. Review of planned outpatient parenteral antibiotic therapy (OPAT): In some cases,
OPAT can be optimized or even avoided altogether

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA
4. Provider-based Interventions

1. Antibiotic “timeouts”: Antibiotik umumnya diberikan secara empiris Ketika awal pasien dirawat inap. Namun provider tidak
melakukan revisit terhadap seleksi antibiotic meskipun data (mis. hasil kultur) telah tersedia. Antibiotic timeout merupakan
provider-led reassessment dari kebutuhan berkelanjutan terhadap berbagai pilihan antibiotik saat gambaran klinis dan
informasi diagnosis sudah lebih jelas, terutama ketika hasil kultur dan rapid diagnostic telah tersedia.

Provider-led reviews of antibiotics can focus on four key questions:


• Does this patient have an infection that will respond to antibiotics?
• Have proper cultures and diagnostic tests been performed?
• Can antibiotics be stopped or improved by narrowing the spectrum (also referred to as “de-escalation”) or changing from
intravenous to oral?
• How long should the patient receive the antibiotic(s), considering both the hospital stay and any post-discharge therapy?

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA
5. Pharmacy-based Interventions
1. Documentation of indications for antibiotics: Requiring an indication for antibiotic prescriptions can facilitate other
interventions, like prospective audit and feedback and optimizing post-discharge durations of therapy, and, in and of itself,
can improve antibiotic use.
2. Automatic changes from intravenous to oral antibiotic therapy: This change can improve patient safety by reducing the
need for intravenous access in appropriate situations and for antibiotics with good absorption.
3. Dose adjustments: when needed, such as in cases of organ dysfunction, especially renal, or based on therapeutic drug
monitoring.
4. Dose optimization: for example, extended-infusion administration of betalactams, particularly for patients who are
critically-ill and patients infected with drug-resistant pathogens.
5. Duplicative therapy alerts: Alerts in situations where therapy might be unnecessarily duplicative including simultaneous use
of multiple agents with overlapping spectra (e.g. anaerobic activity and resistant Gram-positive activity)
6. Time-sensitive automatic stop orders: for specified antibiotic prescriptions, especially antibiotics administered for surgical
prophylaxis.
7. Detection and prevention of antibiotic-related drug-drug interactions: for example, interactions between some orally
administered fluoroquinolones and certain vitamins.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA
6. Microbiology-based Interventions

1. Selective reporting of antimicrobial susceptibility testing results: tailoring


hospital susceptibility reports to show antibiotics that are consistent with
hospital treatment guidelines or recommended by the stewardship program.
2. Comments in microbiology reports: for example, to help providers know
which pathogens might represent colonization or contamination

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA
7. Nursing-based interventions

1. Optimizing microbiology cultures: Knowing proper techniques to reduce


contamination and indications for when to obtain cultures, especially urine
cultures
2. Intravenous to oral transitions: Nurses are most aware of when patients are
able to tolerate oral medications and can initiate discussions on switching to
oral antibiotic.
3. Prompting antibiotic reviews (“timeouts”): Nurses often know how long a
patient has been receiving an antibiotic and when laboratory results become
available. They can play a key role in prompting reevaluations of therapy at
specified times, such as after 2 days of treatment and/or when culture results
are available

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam
ASP/PPRA: Menurut WHO

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA: Menurut WHO

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA: Menurut WHO

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA: Menurut
WHO

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Jenis-Jenis Intervensi dalam ASP/PPRA: Menurut
WHO

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Langkah pelaksanaan kegiatan ASP
Langkah pelaksanaan kegiatan ASP
1. Persiapan

1. Situational or SWOT analysis: menggunakan checklis untuk mengidentifikasi elemen inti yang sudah ada atau belum ada, dan
juga enabler juga barrier dalam implementasi ASP. Hal yang perlu diperhatikan

• Structures, policies and guidelines: Identify which structures, policies and guidelines are in place and which are critically in need
of being put in place according to the checklist of facility core elements

• Human resources: Identify the existing and required human resources (including competencies) needed for a functioning
governance structure for AMS, including the AMS committee and/or AMS team, and clinical and other staff to be involved in
implementing the AMS activities

• Antimicrobial use and resistance data: Review data on antimicrobial consumption and/or use, and identify challenges related to
antibiotic prescribing practices in the facility and/or departments. Review existing surveillance data on AMR and aggregate
antibiograms from the facility.

• AMS activities: Identify any existing AMS activities (including ad hoc) in the facility/wards that can be built on and made
sustainable.

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Langkah pelaksanaan kegiatan ASP
1. Persiapan

1. Situational or SWOT analysis:

Analisis tidak perlu secara kompleks, tetapi tetap perlu mencakup:

• Mapping which core elements are in place in the facility;

• undertaking A baseline antibiotic use analysis;

• identifying main challenges related to antibiotic prescribing and use; and

• identifying available human and financial resources.

Analisisnya perlu dilakukan terhadap:

• Strengths, weaknesses, opportunities and threats (SWOT) at different levels in the facility

• possible barriers and enablers for the full participation of the different health-care professionals and
departments in the AMS programme.

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Langkah pelaksanaan kegiatan ASP
1. Persiapan

2. Facility AMS action plan: setelah analisis SWOT, pengembangan rencana pelaksanaan ASP untuk menjamin akuntabilitas, menentukan prioritas
aktivitas dan pengukuran proses. Harus mencakup komponen kunci:

• Core elements: Determine priority core elements to be implemented in the short and medium term, including accountability, timeline and
indicator.
• Governance: Identify leadership commitment and oversight, and establish an AMS committee (new or incorporated into an existing structure) and
an AMS team that is endorsed by the facility leadership.
• AMS activities: Identify areas for improvement, implement AMS interventions (who, what, where, when and how), monitor and evaluate, and
report and feed back the results.
• Health-care facility-wide engagement: Ensure facility-wide engagement in the AMS programme, and empower the AMS committee and/or AMS
team to undertake the AMS interventions and monitor their implementation.
• Education and training: Identify competencies that need to be strengthened to effectively implement AMS, and develop a facility AMS education
and training plan.
• Budget: Develop a budget for the AMS programme, including human and financial resources required for the day-to-day running of the
programme as well as for education and training on AMS of the AMS team and healthcare professionals. The budget should be endorsed by the
health-care facility leadership.

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Langkah pelaksanaan kegiatan ASP
2. Surveillance

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Langkah pelaksanaan kegiatan ASP
3. Survey untuk Pengumpulan Data

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Langkah pelaksanaan kegiatan ASP
Contoh penerapannya di Indonesia: Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Rukmini, Siahaan, S., dan Sari, I.D. 2018. Analisis Implementasi Kebijakan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRS) (Studi Kasus Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohisudo, Makassar). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 22. p. 106–116
Langkah pelaksanaan kegiatan ASP
Contoh penerapannya di Indonesia

Rukmini, Siahaan, S., dan Sari, I.D. 2018. Analisis Implementasi Kebijakan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRS) (Studi Kasus Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohisudo, Makassar). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 22. p. 106–116
Langkah pelaksanaan kegiatan ASP
Contoh penerapannya di Indonesia:

Lestari, S.E. 2018. Konsep Program Pengendalian Resistensi Antimikroba: Tantangan Global dan Standar Akreditasi. Diakses pada 31 Januari 2021 pada http://mmr.umy.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/PPRA_Endang-Sri-Lestrai_20-Jan-2018.pdf
Your Picture Here

WHO AWaRe Classification


WHO AWaRe Classification

Merupakan alat untuk mendukung monitoring antibiotic dan Daftar lengkapnya dapat diakses pada:
aktivitas ASP. Memberikan rekomendasi kapan dan antibiotic https://aware.essentialmeds.org/list
mana yang digunakan pada kasus tertentu.

1. Access Group
• Kelompok ini mencakup antibiotic dan kelas antibiotic yang
memiliki aktivitas broad spectrum dengan aktivitas terhadap
pathogen yang umumnya ditemui,dengan potensi resisten
yang lebih rendah dari kelompok Watch dan Reserve.
• Antibiotik dalam kelompok ini harus tersedia secara luas,
affordable dan quality-assured untuk meningkatkan akses
dan penggunaan secara tepat.

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
WHO AWaRe Classification
2. WAtch Group
• Mencakup antibiotic yang memiliki potensi resisten lebih
tinggi dari kelompok Access.
• Kelompok ini harus menjadi prioritas dalam pelaksanaan ASP
dan monitoringnya.

3. Reserve Group
• Mencakup antibiotic yang perlu disimpan dan hanya
digunakan ketika infeksi telah dikonfirmasi atau diduga
merupakan akibat dari organisme multi-drug resistant, dan
dianggap sebagai pilihan “last-resort”
• Penggunaannya harus disesuaikan kepada pasien yang
sangat spesifik, ketika semua alternatif telah digunakan dan
tidak sesuai.
• Perlu dilindungi dan diprioritaskan sebagai target kunci
dalam pelaksanaan ASP dan monitoringnya untuk menjaga
efektifitasnya.

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31 Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf
Contoh Restriksi Antibiotik
Di RSUD Soetomo

Qibtiyah, M. 2016. Penggunaan Antibiotik Bijak (Perspektif Farmasis). Diakses pada 31 Januari 2021 di https://iaisurabaya.org/wp-content/uploads/2016/08/EDUPHARMA-eANTIBIOTIK-BIJAK-perspektif-farmasis-Qibti.pdf.
Indikator (Measure) dalam Program AMS/ASP
Jenis Indikator (Measure)

Untuk menilai kapasitas, Untuk menilai peningkatan


sistem, dan proses ASP di optimasi peresepan dan Dari berbagai segi
fasilitas kesehatan. penggunaan antibiotik

WHO, 2019
Indikator
Proses

WHO, 2019
Indikator Outcome
DDD per 100 (0)
pasien-hari

Dari segi
DDD per
penggunaan
admission
antimikroba

DOTs per 1000


pasien-hari
Mortalitas di RS

Indikator
Outcome Dari segi pasien Length of stay

Re-admission setelah
KRS dalam waktu 3
hari

Angka kondisi
infeksi C. difficile
Dari segi
mikrobiologi
Angka infeksi
mikroorganisme MDR
(MRSA, ESBL-E/CPE, dll)
WHO, 2019
Toolkit Penerapan AMS/ASP
Toolkit dalam Penerapan AMS/ASP

Treat Antibiotics Responsibility,


Guidance, Education, Tools.

TARGET Start Smart-Then Focus

Public Health England and Royal College of General Practitioners, 2018; Public Health England, 2015
1. TARGET Mengacu pada teori Planned Behavior Model

Tujuan: mempengaruhi sikap personal, norma subjektif, dan mengontrol barrier baik pasien maupun penulis resep terkait pentingnya
peresepan antibiotika yang dapat dipertanggung jawabkan.

Personal Attitude
 The belief that resistance is important.
 The belief that changes in prescribing will make a difference
to antibiotic resistance. Monitoring
 Any personal rewards for responsible prescribing.  Action Audits
planning Self-Assessment

Subjective norms
 Membangun awareness terkait pentingnya resistensi antibiotic Intention Behaviour
dan responsible prescribing.

Perceived behavioural controls


Confidence to use antibiotics responsibly.
Other barriers such as time, computers and cost influencing
prescribing behaviour.

Public Health England and Royal College of General Practitioners, 2018


Ruang Lingkup TARGET

Public Health England and Royal College of General Practitioners, 2018


Contoh Leaflet untuk Pasien

Public Health England and Royal College of General Practitioners, 2018


Contoh Poster di Ruang Tunggu dan Ruang Klinik

Public Health England and Royal College of General Practitioners, 2018


Siklus Proses yang Dapat Memaksimalkan
Efektivitas TARGET

Keterangan:
CCG: Clinical Commissioning
Groups

Public Health England and Royal College of General Practitioners, 2018


2. Start Smart-Then Focus

Public Health England, 2015


2. Start Smart-Then Focus
AUDIT Peresepan Antibiotik (1-2x/tahun)

Kriteria Deskripsi Audit Rasional


Kedaruratan Audit pengobatan dari sepsis berat atau syok sepsis Penundaan inisiasi terapi antibiotika pada
pengobatan infeksi terhadap standar klinik. Mulai dari onset sepsis sampai infeksi berat berkaitan dengan
dosis antibiotic pertama yang diadministrasikan. peningkatan morbiditas dan mortalitas
Komunikasi keputusan Audit dokumentasi dari keputusan inisiasi terapi antibiotic Komunikasi antara petugas kesehatan
peresepan antibiotik beserta indikasi dan diagnosis dalam catatan klinik. penting untuk menjamin keamanan dan
Termasuk identitas penulis resep yang jelas. efektivitas pengobatan pasien,
Kultur dan uji Audit specimen yang sesuai untuk infeksi spesifik, sesuai Ketersediaan data kultur dan sensitivitas
sensitivitas mikroba pedoman local. akan memfasilitasi de-eskalasi antibiotika
broad spectrum.
Konsumsi antimikroba Audit penggunaan antimikroba Keberlanjutan penggunaan antimikroba
yang tidak perlu dapat menyebabkan
healthcare-associated infections (HCAI)
atau resistensi.

Public Health England, 2015


2. Start Smart-Then Focus

Kriteria Deskripsi Audit Rasional


Pemilihan agen Mengacu pada pedoman local jika ada, termasuk Antibiotika yang tidak sesuai dapat
antimikroba mengaudit dosis dan rute administrasi menyebabkan healthcare-associated
infections (HCAI) atau resistensi.
Review tanggal Dilakukan dalam 48-72 jam setelah inisiasi antibiotic. Durasi atau tanggal harus diketahui.
peresepan Termasuk dokumentasi keputusan untuk melanjutkan atau
menghentikan terapi
Durasi terapi Ketika antimikroba IV dilanjutkan pada 48-72 jam setelah Terapi antibiotika IV tidak boleh
antimikroba IV inisiasi, dokumentasi harus dilanjutkan. Juga mengaudit dilanjutkan lebih dari 48-72 jam kecuali
konsumsi relative antibiotika IV dan oral. direkomendasikan oleh pedoman local
atau oleh spesialis yang ahli.
Keberlanjutan IV yang berkepanjangan
meningkatkan risiko infeksi.

Public Health England, 2015


2. Start Smart-Then Focus

Kriteria Deskripsi Audit Rasional


Penggantian IV ke oral Audit kepatuhan penggantian IV ke oral atau konsumsi Pengobatan antimikroba IV harus diganti
relative penggunaan IV dan oral ke oral dalam waktu 24 jam setelah
kriteria local ditentukan. Keberlanjutan IV
yang berkepanjangan meningkatkan
risiko infeksi.

Total durasi terapi Audit konsumsi antimikroba Pengobatan antimikroba tidak boleh
antimikroba melebihi 7 hari (IV dan oral), kecuali
direkomendasikan oleh pedoman local
atau oleh spesialis yang ahli. Penggunaan
antibiotic jangka panjang dapat
menyebabkan healthcare-associated
infections (HCAI) atau resistensi.

Public Health England, 2015


Contoh Penerapan AMS/ASP
RS di Barbados
Total 600 bed

Resistensi
Klebsiella pneumonia
(KPC) terhadap
karbapenem 01 Dari total pasien, tiap 1 dari 5 terkolonisasi KPC. 1 dari 7
yang terinfeksi memiliki infeksi aktif

Hasil survey menunjjukkan ada hubungan antara kolonisasi KPC


02 dengan length of stay dan penggunaan piperasillin, dan kuinolon.

Saat itu, hanya ada program IPC yang ditangani oleh perawat.
03
Resolusi Kasus
Komitmen leadership Tim APS mulai
Program IPC mulai memicu pengembangan mendeterminasi resistensi
melibatkan seorang dokter Program APS mulai program APS yang terdiri antimikroba yang resisten
penyakit infeksi dan diwujudkan oleh tim IPC dari dokter apoteker, KPC (64% cost RS digunakan
apoteker mikrobiologis, dan personel untuk antibiotic selama 6
IPC yang terlatih bulan terakhir)

Program APS berhasil Tim APS menargetkan


menurunkan penggunaan Target tercapai lebih cepat Program APS dimulai di pengurangan cost dan
karbapenem dan dari yang diperkirakan. surgical ICU length of stay dalam 6-12
vankomisin sekitar 60% bulan mendatang

Elemen tambahan yang menunjang keberhasilan APS adalah pelatihan terhadap APS, pengembangan fasilitas
antibiogram dengan umpan balik terhadap penulis resep, hubungan yang kuat dan kepercayaan antar sesama
tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adeputra, S. 2020. ANTIBIOTIC STEWARDSHIP PROGRAMS. Jurnal Human Care. Vol.5, No. 4. p. 1043-1049.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2019. The Core Elements of Hospital Antibiotic Stewardship Programs: 2019. Diakses
pada 31 Januari 2021 di https://www.cdc.gov/antibiotic-use/healthcare/pdfs/hospital-core-elements-H.pdf

Kemenkes.2017. National Action Plan on Antimicrobial Resistance Indonesia 2017-2019. Jakarta.

Kemenkes. 2011. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik. Jakarta.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2017. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (berlaku mulai 1 Januari 2018).

Lestari, S.E. 2018. Konsep Program Pengendalian Resistensi Antimikroba: Tantangan Global dan Standar Akreditasi. Diakses pada 31
Januari 2021 pada http://mmr.umy.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/PPRA_Endang-Sri-Lestrai_20-Jan-2018.pdf

Qibtiyah, M. 2016. Penggunaan Antibiotik Bijak (Perspektif Farmasis). Diakses pada 31 Januari 2021 di https://iaisurabaya.org/wp-
content/uploads/2016/08/EDUPHARMA-eANTIBIOTIK-BIJAK-perspektif-farmasis-Qibti.pdf.

Permenkes. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba di Rumah Sakit. Jakarta.

PMK No. 8 Tahun 2015 Tentang PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA DI RUMAH SAKIT
DAFTAR PUSTAKA
Public Health England and Royal College of General Practitioners. 2018. The TARGET Antibiotics Toolkit: Guide to resources 2018.
www.RCGP.org.uk/TARGETantibiotics Diakses pada tanggal 31 Januari 2021.

Public Health England. 2015. Start Smart – Then Focus Antimicrobial Stewardship Toolkit for English Hospitals. London: Publich Health
England.

Rukmini, Siahaan, S., dan Sari, I.D. 2018. Analisis Implementasi Kebijakan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRS) (Studi
Kasus Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohisudo, Makassar). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol. 22. p. 106–116

Winarni, Yasin, N. M., dan Andayani, T. M. 2020. Pengaruh Program Pengendalian Resistensi Antimikroba Terhadap Penggunaan
Antibiotik Profilaksis pada Beda Obstetri dan Ginekologi. JMPF, 10(2):145-55

WHO. 2019. Antimicrobial Stewardship Programmes In Health-care Facilities In Low- And Middle-income Countries. Diakses pada 31
Januari 2021 di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/329404/9789241515481-eng.pdf

Anda mungkin juga menyukai