Manusia adalah satu-satunya reservoir Corynebacterium diptheriae. Penularan terjadi secara droplet
(percikan ludah) dari batuk, bersin, muntah, melalui alat makan, atau kontak langsung dari lesi di kulit.
Tanda dan gejala berupa infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas, adanya nyeri tenggorok,
nyeri menelan, demam tidak tinggi (kurang dari 38,5º C), dan ditemui adanya pseudomembrane
putih/keabu-abuan/kehitaman di tonsil, faring, atau laring yang tak mudah lepas, serta berdarah apabila
diangkat. Sebanyak 94 % kasus Difteri mengenai tonsil dan faring
Epidemiologi
Penularan disebarkan melalui droplet, kontak langsung dengan sekresi saluran napas penderita atau
dari penderita karier. Pada daerah endemis, 3%-5% orang sehat bisa sebagai pembawa kuman
difteri toksigenik. Kuman C. diptheriae dapat bertahan hidup dalam debu atau udara luar
sampai dengan 6 bulan. Pada tahun 2014, jumlah kasus difteri 296 kasus dengan jumlah kasus
meninggal 16 orang dengan CFR difteri 4%. Dari 22 provinsi yang melaporkan adanya kasus
difteri, provinsi tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur, yaitu 295 kasus yang berkonstribusi
sebesar 74%. Dari total kasus tersebut, 37% tidak mendapakan vaksin campak. Sementara pada
tahun 2015 terdapat 252 kasus difteri dengan 5 kasus meninggal sehingga CFR 1,98% dan
gambaran menurut umur terbanyak pada usia 5-9 tahun dan 1-4 tahun
Epidemiologi
Penyakit difteri terdapat di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis dengan penduduk padat
dan cakupan imunisasi rendah. Penularan melalui kontak dengan karier atau individu terinfeksi.
Bakteri ditularkan melalui kontak droplet seperti batuk, bersin, ataupun kontak langsung saat
berbicara. Manusia merupakan karier asimptomatik dan berperan sebagai reservoir C. diphteriae.
Transmisi melalui kontak dengan lesi kulit individu terinfeksi jarang terjadi. Difteri umumnya
menyerang anak-anak usia 1-10 tahun.
Menurut WHO, Asia Tenggara merupakan wilayah dengan insidens tertinggi di dunia khususnya pada
tahun 2005. Indonesia menempati urutan kasus difteri terbanyak kedua setelah India, yaitu 3203
kasus. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016, jumlah kasus difteri sebanyak 415
kasus dengan kasus meninggal 24 kasus, sehingga CFR difteri mencapai 5,8%. Kasus terbanyak
di Jawa Timur (209 kasus) dan Jawa Barat (133 kasus). Dari seluruh kasus difteri, sebanyak 51%
pasien tidak mendapat vaksinasi sebelumnya. Pada tahun 2016, 59% kasus difteri terjadi pada
kelompok umur 5-9 tahun dan 1-4 tahun.
Agent Penyebab
Agen penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium
diphtheriae. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif,
pleomorfik, tersusun berpasangan, tidak membentuk
spora, dapat memproduksi eksotoksin.
Corynebacterium diphteriae merupakan bakteri basil gram
positif anaerob. Produksi toksin terjadi hanya jika bakteri
terinfeksi oleh virus spesifik (bakteriofage) yang
membawa informasi genetik untuk toksin. Masa inkubasi
bakteri ini biasanya 2-5 hari (1-10 hari). C. diphteriae
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa biotipe, yaitu
intermedius, gravis, mitis, dan belfanti. Semua biotipe ini
telah ditemukan dalam bentuk toksigenik
Gejala
Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.
Bakteri difteri ini akan menghasilkan racun yang akan
membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan, sehingga
akhirnya menjadi sel mati.
Bentuk ringan difteri hidung pada individu Difteri laring harus dibedakan dari
dengan imunitas parsial dapat menyerupai croup baik spasmodik maupun non-
common cold. Beberapa penyakit/keadaan lain spasmodik, epiglottitis akut,
yang menyerupai difteri hidung adalah benda laringotrakeobronkitis, aspirasi benda
asing di hidung, sinusitis, adenoiditis, atau sifilis asing, abses peri-dan retrofaringeal
kongenital. Pemeriksaan hidung yang cermat hemangioma, serta limfangioma.
menggunakan spekulum nasal, radiografi sinus, Anamnesis cermat serta visualisasi
dan pemeriksaan serologi sifilis dapat klinis yang baik dapat membantu
membantu menyingkirkan diagnosis sifilis akurasi diagnosis.
Diagnosis
Umum Khusus
Umum
• Antibiotik
• Antitoksin
• Kortikoteroid
• Pengobatan Penyulit
• Pengobatan Kontak
• Pengobatan Karier
Pencegahan
&
Pengedalian
Pencegahan & Pengendalian
Melakukan Outbreak Response Immunization Menjaga pola hidup, lingkungan yang bersih dan
(ORI) di daerah KLB Difteri. sehat
Daftar Pustaka
Hartoyo, Edi. 2018. Difteri pada Anak. Sari Pediatri, Vol 19 (5): 300-306.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Difteri. Diakses pada
tanggal 01 November 2021 dari link
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/wp-content/uploads/2018/01/buku-pedoman-pencegahan-
dan-penanggulangan-difteri.pdf
Saunders, R., & I Kadek S. 2019. Diagnosis dan Tatalaksana Difteri. Continuing Medical
Education, Vol 46 (2): 98-101.
Fatoni, C., S., & Friandy D.N. 2018. Case Based Reasoning Diagnosis Penyakit Difteri dengan
Algoritma K-Nearest Neighbor. Citec Journal, Vol 4 (3): 220-232.
Rahman, F., S., dkk. 2016. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB DIFTERI DI
KECAMATAN GENENG DAN KARANG JATI KABUPATEN NGAWI TAHUN 2015.
Jurnal Wiyata, Vol 3 (2): 199-213.
Sariadji, Kambang, dkk. 2014. Epidemiologi Kasus Difteri di Kabupaten Lebak Provinsi Banten
Tahun 2014. Media Litbangkes, Vol 26 (1): 37-44.
Thanks!