Anda di halaman 1dari 20

KONSISTENSI SEKUMPULAN PREMIS DENGAN PEMBUKTIAN LANGSUNG

Telah kita pelajari beberapa tautologi (keabsahan) pernyataan-pernyataan majemuk.


Selanjutnya dalam penurunan kesimpulan ini, ditentukan suatu himpunan pernyataan
tunggal atau pernyataan majemuk yang semuanya bernilai benar. Kita akan
merangkaikan pernyataan tunggal atau pernyataan-pernyataan majemuk dengan aturan-
aturan yang berlaku sehingga diturunkan pernyataan tunggal atau pernyataan majemuk
yang bernilai benar pula. Pernyataan tunggal atau pernyataan majemuk, hasil penurunan
itu dinamakan kesimpulan (konklusi). Sedang pernyataan-pernyataan tunggal atau
pernyataan-pernyataan majemuk yang dirangkaikan itu masing-masing dinamakan
premis.
Contoh
Tabel nilai kebenaran dari pernyataan majemuk
ሺ𝑝 ∧ 𝑟 ∧ ሺ𝑞 ∧ 𝑝ሻ ⇒ ~𝑟ሻ ⇒ ~𝑞
Adalah sebagai berikut.
Terlihat pada langkah ke 5, semua baris terisi B, yang berarti bahwa pernyataan
majemuk tersebut merupakan tautologi.
Tautologi ini dapat dinyatakan sebagai suatu argumen dengan premis-premis 𝑝, 𝑟,
ሺ𝑞 ∧ 𝑝ሻ ⇒ ~𝑟 dan kesimpulannya ~𝑞. Sehingga argumennya ditulis:
𝑝, 𝑟, ሺ𝑞 ∧ 𝑝ሻ ⇒ ~𝑟 ⊨ ~𝑞
Hal yang perlu diingat adalah bahwa setiap premis dalam suatu argumen selalu bernilai
benar. Cara lain untuk menunjukkan bahwa pernyataan majemuk tersebut adalah
tautologi adalah dengan membuktikan keabsahan argumennya. Bukti ditunjukkan
sebagai berikut:
(1) 1. 𝑝 premis
(2) 2. 𝑟 premis
(3) 3. ሺ𝑞 ∧ 𝑝ሻ ⇒ ~𝑟 premis
(2,3) 4. ~ሺ𝑞 ∧ 𝑝ሻ 2 & 3 modus tollendo tollens
(1,2,3) 5. ~𝑞 ∨ ~𝑝 4 tautologi De Morgan

Keterangan: nomor-nomor yang berkurung adalah nomor-nomor premis yang


menyatakan atau yang digunakan pada baris yang bersesuaian. Nomor yang tidak
berkurung menyatakan baris ke atau langkah ke.

Contoh 2
Konstruksikan penurunan kesimpulan dari argumen berikut:
𝑎 ⇒ 𝑏 ∨ 𝑐, 𝑏 ⇒ ~𝑎, 𝑑 ⇒ ~𝑐, 𝑎 ⊨ ~𝑑
Penyelesaian.
Contoh 2
Konstruksikan penurunan kesimpulan dari argumen berikut:
𝑎 ⇒ 𝑏 ∨ 𝑐, 𝑏 ⇒ ~𝑎, 𝑑 ⇒ ~𝑐, 𝑎 ⊨ ~𝑑
Penyelesaian.
(1) 1. 𝑎 ⇒ 𝑏 ∨ 𝑐 p
(2) 2. 𝑏 ⇒ ~𝑎 p
(3) 3. 𝑑 ⇒ ~𝑐 p
(4) 4. 𝑎 p
(1,4) 5. 𝑏 ∨ 𝑐 1 & 4 aturan detasemen
(2,4) 6. ~𝑏 2 & 4 modus tollendo tollens
(1,2,4) 7. 𝑐 5 & 6 modus tollendo ponens
(1,2,3,4) 8. ~𝑑 3 & 7 modus tollendo tollens
Keabsahan argumen dapat dilihat dari cara penurunan kesimpulan-kesimpulan
sementara dengan menggunakan aturan-aturan yang berlaku pada premis-premis atau
kesimpulan-kesimpulan sementara sebelumnya. Keabsahan argumen dapat pula
ditunjukkan dengan cara membuktikan bahwa pernyataan majemuk berikut merupakan
suatu tautologi.

൫ሺ𝑎 ⇒ 𝑏 ∨ 𝑐 ሻ∧ ሺ𝑏 ⇒ ~𝑎ሻ∧ ሺ𝑑 ⇒ ~𝑐 ሻ∧ 𝑎൯⇒ ~𝑑

Untuk membuktikan bahwa pernyataan majemuk ini merupakan suatu tautologi, dapat
menggunakan tabel kebenaran, namun tabel kebenaran memerlukan 16 baris, oleh
karena itu ditempuh cara sebagai berikut.
Ingat bahwa setiap premis suatu argumen bernilai B (perhatikan langkah ke 1, semua
premis bernilai B). Pada langkah ke 1, 𝑎 bernilai B, karena 𝑎 ⇒ 𝑏 ∨ 𝑐 bernilai B, maka 𝑏 ∨
𝑐 bernilai B (langkah ke 3). Pada langkah ke 3 pula, karena 𝑏 ⇒ ~𝑎 bernilai B dan ~𝑎
bernilai S maka 𝑏 bernilai S. Selanjutnya, 𝑏 ∨ 𝑐 bernilai B dan 𝑏 bernilai S, maka 𝑐 bernilai
B. 𝑑 ⇒ ~𝑐 bernilai B dan 𝑐 bernilai B, maka 𝑑 bernilai S, sehingga ~𝑑 bernilai B.

Karena semua premis bernilai B dan kesimpulan yang diturunkan bernilai B, maka
pernyataan majemuk yang merupakan implikasi itu bernilai B juga. Hal ini menyatakan
bahwa pernyataan majemuk itu merupakan suatu tautologi.

Selanjutnya untuk menyingkat penulisan, pernyataan-pernyataan majemuk diberi simbol


dengan huruf-huruf kapital A, C, P, Q, .... Misalkan 𝑎 ⇒ 𝑏 ∨ 𝑐 disimbolkan dengan P, 𝑏 ⇒
~𝑎 disimbolkan dengan Q dan seterusnya.
TEOREMA 5.1

(i) A ⊨ Q suatu argumen yang absah jika dan hanya jika A ⇒ Q merupakan suatu
tautologi
(ii)
i A1, A2, A3, ..., Am ⊨ Q suatu argumen yang absah jika dan hanya jika A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧
... ∧ Am ⇒ Q merupakan suatu tautologi. (m ≥ 2).

BUKTI

(i) Misalkan A ⊨ Q suatu argumen yang absah, berarti A maupun Q masing-masing


merupakan pernyataan-pernyataan yang bernilai B. ini berarti A ⇒ Q adalah suatu
implikasi yang selalu bernilai B (suatu tautologi). Sebaliknya, jika A ⇒ Q suatu
tautologi, berarti A ⇒ Q bernilai B, maka
(1) A maupun Q masing-masing bernilai B, sehingga A ⊨ Q adalah suatu argumen
yang absah.
(2) A maupun Q masing-masing bernilai S. Hal ini tidak membentuk suatu argumen.
(3) A bernilai S dan Q bernilai B. inipun tidak membentuk suatu argumen, sebab
argumen terbentuk dari premis-premis yang bernilai B dengan kesimpulan yang
bernilai B pula.

(i)
i Misalkan A1, A2, A3, ..., Am ⊨ Q suatu argumen yang absah, berarti premis-premis
A1, A2, A3, ..., Am semuanya bernilai B dan Q pun bernilai B. jadi pernyataan majemuk
A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧ ... ∧ Am bernilai B (konjungsi dari pernyataan-pernyataan yang bernilai
B). sehingga A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧ ... ∧ Am ⇒ Q adalah implikasi yang bernilai B (merupakan
suatu tautologi).
Sebaliknya, apabila A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧ ... ∧ Am ⇒ Q suatu tautologi, maka ada 3
kemungkinan yang terjadi, yaitu
(1) A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧ ... ∧ Am bernilai S dan Q bernilai B. Hal ini tidak menghasilkan
argumen.
(2) A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧ ... ∧ Am bernilai S dan Q pun bernilai S. Hal ini pun tidak
menghasilkan argumen.
(3) A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧ ... ∧ Am bernilai B dan Q pun bernilai B. ini berarti pernyataan-
pernyataan A1, A2, A3, ..., Am masing-masing bernilai B. Sehingga A1, A2, A3, ...,
Am ⊨ Q adalah suatu argumen yang absah.

TEOREMA 5.2

A1, A2, A3, ..., Am-1, Am ⊨ Q suatu argumen yang absah bila dan hanya bila A1, A2, A3, ...,
Am-1 ⊨ Am ⇒ Q argumen yang absah.
BUKTI
Untuk m = 1, diperoleh Teorema 5.1 (i).

Andaikan A1, A2, A3, ..., Am-1, Am ⊨ Q suatu argumen yang absah, maka A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧
... ∧ Am-1 ∧ Am ⇒ Q adalah suatu tautologi. Tautologi tersebut ekuivalen dengan

(A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧ ... ∧ Am-1) ∧ Am ⇒ Q


Dengan aturan eksportasi diperoleh bahwa:

A1 ∧ A2 ∧ A3 ∧ ... ∧ Am-1 ⇒ (Am ⇒ Q) juga merupakan suatu tautologi. Berdasarkan


Teorema 5.1 (ii) diperoleh bahwa:

A1, A2, A3, ..., Am-1 ⊨ (Am ⇒ Q) argumen yang absah.


Secara umum Teorema ini dapat dituliskan sebagai berikut:

A1, A2, A3, ..., Am-1, Am ⊨ Q suatu argumen yang absah bila dan hanya bila
A1⇒(A2⇒( A3⇒...⇒( Am⇒Q))...) merupakan suatu tautologi.

TEOREMA 5.3

(i) A1, A2, A3, ..., Am ⊨ Ai untuk i = 1, 2, 3, ..., m adalah suatu argumen yang absah.
(ii) Jika A1, A2, A3, ..., Am ⊨ Qj untuk j = 1, 2, 3, ..., p dan Q1, Q2, ..., Qp ⊨ C, maka
A1, A2, A3, ..., Am ⊨ C suatu argumen yang absah.
BUKTI
(i) A1, A2, A3, ..., Am masing-masing adalah premis dari suatu argumen, berarti
masing-masing pernyataan tersebut bernilai B, sehingga A1, A2, A3, ..., Am ⊨ Ai
untuk i = 1, 2, 3, ..., m suatu argumen yang absah.
(ii) A1, A2, A3, ..., Am ⊨ Qj untuk j = 1, 2, 3, ..., p adalah argumen-argumen yang absah,
maka premis-premis A1, A2, A3, ..., Am semuanya bernilai B dan Qj (j = 1, 2, 3, ...,
p) pun semuanya bernilai B.
Q1, Q2, ..., Qp ⊨ C suatu argumen yang absah, sehingga Q1, Q2, ..., Qp dan C
semuanya bernilai B.
Jadi A1, A2, A3, ..., Am ⊨ C adalah suatu argumen yang absah.
CONTOH 3
Konstruksikan penurunan kesimpulan dalam argumen berikut!
Jika Cica juara ke tiga, maka jika Dedi juara ke dua, maka Edi akan menjadi juara ke
empat. Gino tidak akan menjadi juara pertama atau Cica menjadi juara ke tiga.
Kenyataannya, Dedi menjadi juara ke dua.
Kesimpulan: Jika Gino juara pertama maka Edi akan menjadi juara ke empat.

PENYELESAIAN
Misalkan
c = Cica juara ke tiga e = Edi juara ke empat
d = Dedi juara ke dua g = Gino juara pertama
Premis-premisnya adalah c⇒(d⇒e), ~g ∨ c dan d. Kesimpulannya adalah g⇒e.
Sehingga bentuk argumennya adalah

c⇒(d⇒e), ~g ∨ c, d ⊨ g⇒e

berdasarkan teorema 5.2, bentuk argumen tersebut ekuivalen dengan

c⇒(d⇒e), ~g ∨ c, d, g ⊨ e

Konstruksi penurunan kesimpulan dalam argumen tersebut adalah sebagai berikut.

halaman berikutnya...
(1) 1. c⇒(d⇒e) premis
(2) 2. ~g ∨ c premis
(3) 3. d premis
(4) 4. g premis
(2,4) 5. c 2 & 4 modus tollendo ponens
(1,2,4) 6. d⇒e 1 & 5 modus ponendo ponens
(1,2,3,4) 7. e 3 & 6 modus ponendo ponens

Konstruksi ini juga menyatakan keabsahan argumen

c⇒(d⇒e), ~g ∨ c, d ⊨ g⇒e
selanjutnya untuk menyingkat tulisan dalam memberikan alasan dinyatakan tiga aturan
sebagai berikut:

1. Aturan p: Suatu pernyataan tunggal atau pernyataan majemuk yang ditentukan


adalah premis (disingkat “p”).
2. Aturan t: Pernyataan tunggal atau pernyataan majemuk A1, A2, ..., An sebagai
pendahulu diturunkannya C sedemikian sehingga A1 ∧ A2 ∧, ... ∧ An ⇒ C suatu
tautologi (disingkat “t”)
3. Aturan cp: jika C adalah kesimpulan dari premis-premis A1, A2, ..., An dan D, maka
D ⇒ C merupakan suatu kesimpulan dari premis-premis A1, A2, ..., An. Aturan ini
disebut aturan bukti bersyarat (the rule of conditional proof) dan disingkat “cp”.
Aturan cp ini merupakan penggunaan Teorema 5.2.
Selanjutnya, konstruksi keabsahan argumen pada contoh 3 dapat ditulis lebih singkat
menjadi:

(1) 1. c⇒(d⇒e) p
(2) 2. ~g ∨ c p
(3) 3. d p
(4) 4. g p (premis tambahan)
(2,4) 5. c 2, 4 t
(1,2,4) 6. d⇒e 1, 5 t
(1,2,3,4) 7. e 3, 6 t
(1,2,3) 8. g⇒e 4, 7 cp.
Ingat bahwa aturan cp hanya digunakan apabila kesimpulan berbentuk kondisional
(implikasi). Pembentukan kondisional (penggunaan aturan cp) pada baris 8, pendahulu
harus diambil dari baris 4, yaitu premis tambahan. Dengan menggunakan premis
tambahan sebagai pendahulu suatu implikasi dengan pengikut kesimpulan yang
diturunkan dari premis-premis (1), (2), (3), dan (4), berarti implikasi yang terbentuk
sebagai kesimpulan terakhir itu hanya menggunakan premis-premis (1), (2) dan (3) saja
(sesuai Teorema 5.2). Memang kita dapat menuliskan pada baris 8 dengan g⇒e yang
bernilai benar pula, tetapi implikasi ini diturunkan tidak dengan aturan cp, melainkan
diturunkan dari premis-premis (1), (2), (3), dan (4).

Anda mungkin juga menyukai