RPO : (-)
RPT : HT(-), DM (-)
Alergi : (-)
MMT : 07.00 WIB (10/11/2021)
TIME SEQUENCE
• Pasien
datang 10/11/2021
ke RSUP • Konsul • Tindakan
HAM anestesi anestesi
pkl.16.3 pkl. 20.15 22.55
0 WIB WIB WIB
• Acc
10/11/2021
tindakan 10/11/2021
anestesi
21.00 WIB
Pemeriksaan di Ruangan Pkl. 04.50 WIB
• B1 : Airway: clear, S/G/C -/-/-, RR 20x/menit, SP vesikuler ,
ST -/-, Riwayat sesak (-), asma/batuk/alergi (-), Malampati I,
JMH > 6 cm, Gerak Leher : bebas, SpO2 99% room air
• B2 : Akral : H/M/K, TD: 130/80 mmHg, HR: 73 x/menit, t/v
cukup, reg.
• B3 : Sens: CM, pupil isokor, ka=ki, Ø : 3mm /3mm RC +/+,
• B4 : UOP (+), Cath (-)
• B5 : Abdomen soepel, peristaltik (+).
• B6 : Fr (-), Oedem (-)
• A : (-)
• M : (-)
• P : (-)
• L : 07.00 WIB 10-11-2021
• E : Benjolan di bokong kanan
LABORATORIUM 10/11/2021
- Hb : 14,6 gr/dl
- Ht : 44,6%
- Leuko : 12.000/µL
- Trombo : 358.000/µL
- Na/K/Cl : 136/ 4,3/ 100 mEq/L
- BUN/Ur/Cr : 7/ 15/ 0.95 mg/dl
- PT/APTT/INR : 13,8 (15)/ 31,5 (34,3)/ 0,91
Penanganan di Ruangan
• Pasang IV line no. 18G, pastikan lancar
• Puasakan pasien sejak di rencanakan operasi
• Inj. Antibiotik Ceftriaxone 2gr /24 jam/ Iv
• Inj. Ketorolac 30mg/8jam
• Inj. Ranitidine 50mg /8 jam
• SIA dan Informed Consent
Diagnosa
Post Operatif
1. Nyeri post operatif Beri multimodal analgetik
2. PDPH ingatkan pasien agar tidak angkat kepala,
duduk atau berdiri 6-24 jam sesudah operasi. Bila
terjadi PDPH resusitasi cairan, beri analgetik
Persiapan Alat
TEKNIK ANESTESI
• Monitoring Hemodinamik
• Preload 1000 cc RL
• Pasien Posisikan LLD
• Identifikasi L3-L4
• Desinfeksi dgn povidone iodine dan alkohol 70%
• Insersi spinal needle No 25G menembus kutis subkutis
ligamentum supraspinosum ligamentum interspinosum
ligamentum flavum Epidural space durameter sub-
arakhnoid space CSF (+), darah (-), inj.bupivacain 15mg
• Kembalikan ke posisi supine, atur tinggi blok setinggi T10
Durante Op
Sistem muskolosletal
• Bersifat miotoksik (bupivacain > lidokain > prokain).
Tambahan adrenalin beresiko kerusakan saraf. Regresi
dalam waktu 3 – 4 minggu.
Imunologi
• Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering
karena merupakan deripat PABA
Pencegahan Terhadap Toksisitas
Intoksikasi anestetik lokal umumnya dapat dihindari jika pedoman
sederhana dibawah ini dapat diikuti :
• Gunakan dosis anjuran (hafal dosis maksimal).
• Aspirasi berulang-ulang setiap obat disuntikkan.
• Gunakan test dose yang mengandung epinefrin. (EPIDURAL)
• Jika dibutuhkan obat dalam dosis besar atau jika obat diberikan
secara IV, (misalnya untuk anestesi regional IV) gunakan obat dengan
toksisitas rendah, dan berikan secara bertahap dan gunakan waktu
yang lebih lama sampai mencapai dosis total.
• Obat harus selalu disuntikkan secara perlahan-lahan (jangan lebih
cepat dari 10 ml/menit) dan pertahankan kontak verbal dengan
pasien, yang dapat melaporkan gejala-gejala ringan sebelum seluruh
dosis yang harus diberikan masuk. Hati-hati terhadap pasien yang
mulai bicara dan bertingkah irrasional. Hal ini mungkin merupakan
gejala awal dari intoksikasi SSP, namun hal ini kadang dikelirukan
pada penderita histeria.
Pengobatan intoksikasi.
• Berikan oksigen, jika perlu dengan pernapasan buatan menggunakan bag dan mask
• Hentikan konvulsi jika berlanjut sampai 15-20 detik. Berikan antikonvulsan IV, misalnya
thiopental 100-150 mg atau diazepam 5-20 mg. Thiopental merupakan pilihan utama
karena efeknya lebih cepat, oleh karena itu seharusnya sudah tersedia sebelum
penggunaan anestetik lokal. Beberapa ahli lebih suka memberikan suksinilkolin 50-100
mg, yang akan dengan cepat menghentikan konvulsi tetapi akan membutuhkan intubasi
dan ventilasi buatan sampai efeknya habis.
• Gejala intoksikasi dapat hilang secepat munculnya, dan keputusan harus dibuat apakah
menunda pembedahan, mengulangi blok saraf, menggunakan teknik yang berbeda
(misalnya memberikan blok spinal sebagai ganti blok apidural) atau menggunakan
anestesi umum.
• Jika hipotensi dan tanda-tanda depresi miokard muncul, maka vasopressor dengan
aktivitas a- dan b- adrenergik harus diberikan, misalnya efedrin 15-30 mg IV. Jika henti
jantung terjadi, harus ditangani dengan energetic cardiopulmonary resuscitation termasuk
epinefrin 1 mg dan atropin 0,6 mg IV atau intrakardial. Pemberian epinefrin IV atau
intrakardial dapat mengundang fibrilasi ventrikel. Jika ini terjadi, harus ditangani dengan
high energy DC conversion ditambah bretylium 80 mg sebagai anti-aritmia.
• Jika ada keraguan akan reaksi alergi, pasien harus diberi skin test yang mana, jika negatif,
tetap harus berhati-hati dengan dosis penuh. Hal ini hanya boleh dilakukan pada tempat
yang sudah diperlengkapi dengan perlengkapan dan obat-obat emergensi. Sehingga jika
alergi muncul, dapat ditangani dengan cepat dan tepat. Sebaliknya dengan skin test yang
negatif tidak menjamin pemberian dosis penuh tidak terjadi reaksi.
v
Bromage Score ( spinal Anastesi )
• Gerakan penuh dari tungkai , 0
• Tak mampu ekstensi tungkai, 1
• Tidak mampu flexi lutut, 2
• Tidak mampu flexi pergelangan kaki, 3
Anatomi vetebrae
Kontraindikasi regional anestesi
• Absolut
Infeksi pada tempat suntikan
Pasien menolak
Koagulopati atau gangguan perdarahan lainnya
Hipovolemia berat
Peningkatan tekanan intrakranial
Stenosis aorta berat
Mitral stenosis berat
• Relatif
Sepsis
Pasien tidak kooperatif
Defisit neurologis
Lesi valvula jantung stenosis
Deformitas spinal berat
• Kontroversi
Pernah dioperasi pada tempat suntikan
Ketidakmampuan komunikasi dengan pasien
Operasi yang lama, perdarahan banyak, tindakan yang mempengaruhi fungsi pernafasan
LAMA/ DURASI BLOK Tergantung pada: