Anda di halaman 1dari 19

“ASUHAN KEPERAWATAN

MATERNITAS”
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Kheli F.Annuril, M.Kep., Sp.Kep.Mat

NAMA KELOMPOK 6 :

1. Afrina Elmi Dayati


2. Mederline
3. Puput Sari Putri
4. Wira Saputra
5. Yulia Adevia
DISFUNGSI SEKSUAL
Definisi Disfungsi Seksual
Istilah disfungsi seksual menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau lebih aspek fungsi seksual
(Pangkahila, 2006). Bila didefinisikan secara luas, disfungsi seksual adalah ketidakmampuan untuk
menikmati secara penuh hubungan seks. Secara khusus, disfungsi seksual adalah gangguan yang terjadi
pada salah satu atau lebih dari keseluruhan siklus respons seksual yang normal (Elvira, 2006). Sehingga
disfungsi seksual dapat terjadi apabila ada gangguan
dari salah satu saja siklus respon seksual.
2. Siklus Respon Seksual (Kolodny, Master, Johnson, 1979)

a. Fase Perangsangan ( Excitement Phase)


Perangsangan terjadi sebagai hasil dari pacuan yang dapat berbentuk fisik atau psikis. Kadang fase perangsangan ini berlangsung singkat, segera masuk ke fase
plateau. pada saat yang lain terjadi lambat dan berlangsung
bertahap memerlukan waktu yang lebih lama. Pemacu dapat berasal dari rangsangan erotik maupun non erotik, seperti pandangan, suara, bau,
lamunan, pikiran, dan mimpi.
b. Fase Plateau
Pada fase ini, bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi yaitu sebelum mencapai ambang batas yang diperlukan untuk terjadinya orgasme.
c. Fase Orgasme
Orgasme adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan
psikologik dalam aktivitas seks sebagai akibat pelepasan memuncaknya ketegangan seksual ( sexual tension) setelah terjadi fase rangsangan yang memuncak pada
fase plateau.
d. Fase Resolusi
Pada fase ini perubahan anatomik dan faal alat kelamin dan luar alat kelamin yang telah terjadi akan kembali ke keadaan asal. Sehingga adanya hambatan atau
gangguan pada salah satu siklus respon seksual diatas dapat
menyebabkan terjadinya disfungsi seksual.
B.Etiologi Disfungsi Seksual

1. B. Etiologi Disfungsi Seksual


2. Berikut ini ada beberapa penyebab terjadinya disfungsi seksual yaitu :
3. 1. Dikarenakan adanya suatu penyakit seperti diabetes melitus, menurunnya hormon, anemia, kurang gizi, dan lain-lain
4. 2. Asanya gangguan psikologis seperti depresi, fobia, dan gangguan lainnya.
Pada dasarnya disfungsi seksual dapat terjadi baik pada pria ataupun wanita, etiologi
1. disfungsi seksual dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

2. 1. Faktor Fisik
3. Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian
4. badan tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat menyebabkan disfungsi seksual dalam berbagai
tingkat (Tobing, 2006).
5. Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian karena
6. penyakit-penyakit kronis yang tidak jelas terasa atau tidak diketahui gejalanya dari luar. Makin tua usia makin banyak orang
yang gagal
7. melakukan koitus atau senggama (Tobing, 2006). Kadang-kadang penderita merasakannya sebagai gangguan ringan yang tidak perlu
diperiksakan dan
8. sering tidak disadari (Raymond Rosen., et al, 1998).
9. Dalam Product Monograph Levitra (2003) menyebutkan berbagai faktor resiko untuk menderita disfungsi seksual sebagai berikut.
10. a. Gangguan vaskuler pembuluh darah, misalnya gangguan arteri koronaria.
11. b. Penyakit sistemik, antara lain diabetes melitus, hipertensi (HTN), hiperlipidemia (kelebihan lemak darah).
12. c. Gangguan neurologis seperti pada penyakit stroke, multiple sklerosis.
13. d.Faktor neurogen yakni kerusakan sumsum belakang dan kerusakan saraf.
14. e. Gangguan hormonal, menurunnya testosteron dalam darah (hipogonadisme) dan hiperprolaktinemia.
15. f. Gangguan anatomi penis seperti penyakit peyronie (penis bengkok).
16. g. Faktor lain seperti prostatektomi, merokok, alkohol, dan obesitas.
17. Beberapa obat-obatan anti depresan dan psikotropika menurut penelitian
18. juga dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain:
19. barbiturat, benzodiazepin, selective serotonin seuptake inhibitors (SSRI), lithium , tricyclic antidepressant (Tobing, 2006).
2. Siklus Respon Seksual (Kolodny, Master, Johnson, 1979)

3. a. Fase Perangsangan ( Excitement Phase)


4. Perangsangan terjadi sebagai hasil dari pacuan yang dapat berbentuk fisik atau psikis. Kadang fase
perangsangan ini berlangsung singkat, segera masuk ke fase plateau. pada saat yang lain terjadi lambat dan
berlangsung
5. bertahap memerlukan waktu yang lebih lama. Pemacu dapat berasal dari rangsangan erotik maupun non
erotik, seperti pandangan, suara, bau,
6. lamunan, pikiran, dan mimpi.
7. b. Fase Plateau
8. Pada fase ini, bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi yaitu sebelum mencapai ambang batas yang
diperlukan untuk terjadinya orgasme.
9. c. Fase Orgasme
10. Orgasme adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan
11. psikologik dalam aktivitas seks sebagai akibat pelepasan memuncaknya ketegangan seksual ( sexual tension)
setelah terjadi fase rangsangan yang memuncak pada fase plateau.
12. d. Fase Resolusi
13. Pada fase ini perubahan anatomik dan faal alat kelamin dan luar alat kelamin yang telah terjadi akan kembali ke
keadaan asal. Sehingga adanya hambatan atau gangguan pada salah satu siklus respon seksual diatas dapat
14. menyebabkan terjadinya disfungsi seksual.
C.Tanda-tanda terjadinya disfungsi seksual

1. 1.Pada Pria
2. a.Terjadinya penurunan libido
3. b. Obesitas
4. c. Mempunyai penyakit impoten
5. d. adanya penyakit infeksi, seperti TBC, hepatitis, sehingga hilangnya kadar hormon estrogen
6. 2.Pada Wanita
7. a.penurunan gairah seksual
8. b. terjadinya gangguan orgasme akibat kecemasan atau trauma seksual c. terjadinya
dispareunia, ini adalah akibat vagina yang mengering
9. d. terjadinya vaginismus, ini adalah vagina menjadi berkerut saat beraktivitas e. stres dan lelah
D.Macam-Macam Disfungsi Seksual

1. 1.Gangguan Dorongan Seksual (GDS)


2. a.Pengertian
3. Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hormon testosteron, kesehatan tubuh, faktor psikis dan
pengalaman seksual sebelumnya. Jika di antara faktor tersebut ada yang menghambat atau faktor tersebut terganggu,
maka akan terjadi GDS (Pangkahila, 2007),
4. berupa:
5. 1) Dorongan seksual hipoaktif
6. The Diagnostic and Statistical Manual-IV memberi definisi dorongan seksual hipoaktif ialah berkurangnya atau hilangnya
fantasi seksual dan dorongan secara persisten atau berulang yang menyebabkan gangguan yang nyata atau kesulitan
interpersonal.
7. 2)Gangguan eversi seksual
8. Timbul perasaaan takut pada semua bentuk aktivitas seksual sehingga menimbulkan gangguan.
9. b. Prevalensi dan manifestasi
10. Diduga lebih dari 15 persen pria dewasa mengalami dorongan seksual hipoaktif. Pada usia 40-60 tahun, dorongan
seksual hipoaktif merupakan
11. keluhan terbanyak. Pada dasarnya GDS disebabkan oleh faktor fisik dan
12. psikis, antara lain adalah kejemuan, perasaan bersalah, stres yang
13. berkepanjangan, dan pengalaman seksual yang tidak menyenangkan (Pangkahila, 2006).
1. 2.Gangguan Ereksi
2. a.Disfungsi ereksi 1) Pengertian
3. Disfungsi ereksi (DE) berarti ketidakmampuan mencapai atau
4. mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk melakukan hubungan seksual dengan baik (Pangkahila, 2007).
5. Disfungsi ereksi disebut primer bila sejak semula ereksi yang cukup unutuk melakukan hubungan seksual tidak pernah
tercapai. Sedang disfungsi ereksi sekunder berarti sebelumnya pernah berhasil melakukan hubungan seksual, tetapi
kemudian gagal karena sesuatu sebab yang mengganggu ereksinya (Pangkahila, 2006).
6. 2) Penyebab dan manifestasi
7. Pada dasarnya DE dapat disebabkan oleh faktor fisik dan faktor
8. psikis. Penyebab fisik dapat dikelompokkan menjadi faktor hormonal, faktor vaskulogenik, faktor neurogenik,
dan faktor iatrogenik
9. (Pangkahila, 2007).
10. Faktor psikis meliputi semua faktor yang menghambat reaksi seksual terhadap rangsangan seksual yang diterima.
Walaupun penyebab dasarnya adalah faktor fisik, faktor psikis hampir selalu muncul dan menyertainya (Pangkahila,
2007).
3.Gangguan Ejakulasi (Pangkahila, 2007)
a.Ejakulasi dini

1) Pengertian

Ada beberapa pengertian mengenai ejakulsi dini (ED). ED merupakan ketidakmampuan mengontrol ejakulasi sampai pasangannnya
mencapai orgasme, paling sedikit 50 persen dari kesempatan melakukan hubungan seksual. Berdasarkan waktu, ada yang mengatakan penis
yang mengalami ED bila ejakulasi terjadi dalam waktu kurang dari 1-10 menit.
Untuk menentukan seorang pria mengalami ED harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : ejakulasi terjadi dalam waktu cepat, tidak dapat
dikontrol, tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan, serta
mengganggu yang bersangkutan dan atau pasangannya (Pangkahila, 2007).

2) Prevalensi dan manifestasi

ED merupakan disfungsi seksual terbanyak yang dijumpai di klinik, melampaui DE. Survei epidemiologi di AS menunjukkan sekitar 30
persen pria mengalami ED.
Ada beberapa teori penyebab ED, yang dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu penyebab psikis dan penyebab fisik. Penyebab fisik
berkaitan dengan serotonin. Pria dengan 5-HT rendah mempunyai
ejaculatory threshold yang rendah sehingga cepat mengalami ejakulasi. Penyebab psikis ialah kebiasaan ingin mencapai orgasme dan
ejakulasi
secara tergesa-gesa sehingga terjadinya ED (Pangkahila, 2006).
b. Ejakulasi terhambat
1) Pengertian

Berlawanan dengan ED, maka pria yang mengalami ejakulasi terhambat (ET) justru tidak dapat mengalami ejakulasi di dalam
vagina. Tetapi pada umumnya pria dengan ET dapat mengalami ejakulasi dengan cara lain, misalnya masturbasi dan oral seks, tetapi
sebagian tetap tidak
dapat mencapai ejakulasi dengan cara apapun.

2) Prevalensi dan manifestasi

Dalam 10 tahun terakhir ini hanya 4 pasien datang dengan keluhan ET. Sebagian besar ET disebabkan oleh faktor psikis, misalnya
fanatisme
agama sejak masa kecil yang menganggap kelamin wanita adalah sesuatu yang kotor, takut terjadi kehamilan, dan trauma
psikoseksual yang
pernah dialami.
4. Disfungsi Orgasme (Pangkahila, 2007)

a.Pengertian
Disfungsi orgasme adalah terhambatnya atau tidak tercapainya orgasme yang bersifat persisten
atau berulang setelah memasuki fase rangsangan (excitement phase) selama melakukan aktivitas
seksual.

b. Penyebab dan manifestasi


Hambatan orgasme dapat disebabkan oleh penyebab fisik yaitu
penyakit SSP seperti multiple sklerosis, parkinson, dan lumbal
sympathectomy. Penyebab psikis yaitu kecemasan, perasaan takut menghamili, dan kejemuan
terhadap pasangan. Pria yang mengalami hambatan orgasme tetap dapat ereksi dan ejakulasi,
tapi sensasi erotiknya tidak dirasakan.
5. Dispareunia (Pangkahila, 2007)
a. Pengertian

Dispareunia berarti hubungan seksual yang menimbulkan rasa sakit


pada kelamin atau sekitar kelamin.

b. Penyebab dan manifestasi

Salah satu penyebab dispareunia ini adalah infeksi pada kelamin. Ini berarti terjadi penularan infeksi
melalui hubungan seksual yang terasa sakit itu. Pada pria, dispareunia hampir pasti disebabkan oleh
penyakit atau gangguan fisik berupa peradangan atau infeksi pada penis, buah pelir, saluran kencing,
atau kelenjar prostat dan kelenjar kelamin lainnya.
E.Terapi dan Pengobatan Disfungsi Seksual

Disfungsi seksual baik yang terjadi pada pria ataupun wanita dapat dapat mengganggu keharmonisan kehidupan seksual
dan kualitas hidup, oleh karena itu
perlu penatalaksanaan yang baik dan ilmiah.
Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual pada pria dan wanita adalah sebagai berikut (Susilo, 1994; Pangkahila,
2001; Richardson, 1991):
a) Membuat diagnosa dari disfungsi seksual
b) Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut
c)Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual
d)Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan
bedah dan pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat- obatan, alat bantu seks, serta pelatihan
jasmani).
Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual. Diantara yang paling sering terjadi
adalah pasien tidak dapat mengutarakan
masalahnya semua kepada dokter, serta perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa yang diceritakan
pasien. Banyak pasien dengan disfungsi seksual membutuhkan konseling seksual dan terapi, tetapi hanya sedikit yang
peduli (Philips, 2000).
Oleh karena masalah disfungsi seksual melibatkan kedua belah pihak yaitu
pria dan wanita, dimana masalah disfungsi seksual pada pria dapat menimbulkan disfungsi seksual ataupun stres pada
wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu
dilakukan dual sex theraphy. Baik itu dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun dua orang dokter dengan wawancara
keluhan terpisah (Barry, Hodges, 1987).
F.Asuhan Keperawatan pada Disfungsi Seksual
1.Pengkajian
Identitas Pasien :
Nama : Tn. X
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin: Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang Status pernikahan : Sudah menikah Tinggi bada n : 165 cm
Berat Badan: 60 Kg
Alamat: Jln. KH Balqi lorong Banten 2 No.100 Tanggal masuk RS : 13 November 2017

2.Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh tidak mampu mempertahankan ereksi.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan tidak bisa mempertahankan ereksi, klien juga mengatakan alat kelaminnya terasa lembek dan
ukurannya tampak mengecil.Dan menolak saat di ajak untuk melakukan hubungan seksual.Dokter mendiagnosa Tn.X menderita
Disfungsi Seksual.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan bahwa dirinya menderita penyakit Diabetes Mellitus.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa tidak ada riwayat keluarga yang
mengalami penyakit Diabetes Mellitus dan Disfungsi seksual 3.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien
Tingkat kesadaran : Composmentis (sadar sepenuhnya)
b. TTV didapatkan hasil : 1) TD 110/80 mmHg
2) Nadi 90 x/menit (70-100 x/menit)
3) RR 20 x/menit (12-20 x/menit) 4) Suhu 37, 5 0 C
c. Pemeriksaan kepala
1) Inspeksi : bentuk kepala simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada hematom.
2) Palpasi : tidak ada nyeri tekan. d. Pemeriksaan wajah
Bentuk wajah klien simetris, tidak ada lesi pada wajah klien.Sklera klien berwarna putih bersih, terdapat sekret pada
mata, konjungtiva (-).Hidung klien simetris, tidak ada septum deviasi, tidak ada lesi juga
tidak ada epistaksis dan tidak ada polip.Pada pemeriksaan bibir klien, didapatkan bibir klien kering, tidak ada
stomatitis.Pada telinga klien
bentuknya simetris, telinga klien sedikit kotor.
e. Pemeriksaan leher
Tidak terdapat pembesaran pada kelenjar tiroid, tidak ada kaku kuduk, reflek menelan baik dan saat dilakukan
pengukuran JVP didapatkan nilai 2 yang berarti tidak ada pelebaran JVP.
f. Pemeriksaan dada
Saat dilakukan inspeksi bentuk dada, bentuk dada normal. Saat dilakukan palpasi vokal fremitus
getarannya sama antara kanan dan kiri. Saat dilakukan pemeriksaan pengembangan paru
normal, pada
pemeriksaan auskultasi paru mendapatkan bunyi bronko untuk mengetahui suara nafas.Pada
jantung yang perlu dikaji adalah palpasi
pulsasi katup teraba kuat, katup pulmonal teraba kuat, katup trikuspidalis teraba kuat, iktus
kordis teraba kuat.Auskultasi bunyi usus), hypertimpani (kembung) dan menentukan batas hepar.
4) Auskultasi: karakter, lokasi dan frekuensi peristaltik usus.
Suara bruit : bunyi aorta, arteri renal dan arteri iliaka. h. Pemeriksaan genetalia
Pada genetalia klien warnanya sama dengan warna kulit, tidak terdapat lesi pada vulva, ada cairan
abnormal pada genetalia klien.
i.Pemeriksaan rectum
Rectum klien normal ditandai dengan kulit disekitar rektum tidak terdapat kemerahan ataupun
lesi.Saat dilakukan palapasi tidak terasa
nyeri.
Thanks For
Attention
See you next time..

Anda mungkin juga menyukai