Anda di halaman 1dari 30

Analisis Permen No.

5
Tahun 2018
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LINGKUNGAN KERJA
Kelompok 4

• YOGI FERNANDO
• DICKY ANGGARA
• EKA WAHYUNI
• DOVINCE L TOBING
• NADIRA ULFA
• Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah hal penting yang
harus diterapkan dalam bekerja. Apa pun bidang pekerjaannya, K3
adalah yang utama. Perusahaan-perusahaan di Indonesia berskala
besar maupun kecil harus mengutamakan aspek perlindungan
pekerja dengan menerapkan standar K3 di lingkungan kerja.
• Peraturan terbaru mengenai K3 di lingkungan kerja ini terdapat
pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) RI No. 5
Tahun 2018 tentang K3 Lingkungan Kerja (terbit pada tanggal 27
April 2018). Penerbitan Permenaker ini untuk mewujudkan
lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman serta mencegah
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
• Permenaker tersebut sekaligus mencabut tiga peraturan
sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964
tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan di
Tempat Kerja, Peraturan Menteri Pekerja Dan Transmigrasi No. 13
Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Kimia di
Tempat Kerja, serta Surat Edaran Menteri Pekerja dan
Transmigrasi Nomor SE.01/MEN/1978 tentang Nilai Ambang Batas
untuk Iklim Kerja dan Nilai Ambang Batas untuk Kebisingan di
Tempat Kerja.
• Permenaker No. 5 Tahun 2018 memberikan pedoman baru
mengenai nilai ambang batas (NAB) faktor fisika dan kimia,
standar faktor biologi, ergonomi, dan psikologi serta persyaratan
kebersihan dan sanitasi, termasuk kualitas udara dalam
ruangan (indoor air quality) untuk terwujudnya tempat kerja yang
aman, sehat, dan nyaman.
4 Poin Penting Permenaker No. 5 Tahun
2018
1. Apa yang Menjadi Kewajiban Pengusaha dan/atau Pengurus Terkait K3 Lingkungan
Kerja?
• Dalam Pasal 2 dan 3 dijelaskan secara gamblang bahwa setiap pengusaha dan/atau
pengurus wajib melaksanakan syarat-syarat K3 lingkungan kerja. Syarat-syarat K3
lingkungan kerja tersebut meliputi:
• Pengendalian faktor fisika dan kimia agar berada di bawah NAB
• Pengendalian faktor biologi, faktor ergonomi, dan faktor psikologi kerja agar memenuhi
standar
• Penyediaan fasilitas kebersihan dan sarana higiene di tempat kerja yang bersih dan
sehat
• Penyediaan personil K3 yang memiliki kompetensi dan kewenangan K3 di bidang
lingkungan kerja.
2. Apa yang Harus Dilakukan Pengusaha dan/atau Pengurus dalam
Menerapkan Syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja?
• Sesuai Pasal 5, pelaksanaan syarat-syarat K3 lingkungan kerja
dilakukan melalui kegiatan pengukuran dan pengendalian
lingkungan kerja serta penerapan higiene dan sanitasi.
• Pengukuran dan pengendalian lingkungan kerja tersebut meliputi
faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi. Sementara
penerapan higiene dan sanitasi meliputi bangunan tempat kerja,
fasilitas kebersihan, kebutuhan udara, dan tata laksana
kerumahtanggaan.
• Dalam Pasal 6, pengukuran lingkungan kerja dilakukan untuk mengetahui
tingkat pajanan faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi terhadap
pekerja. Pengukuran ini dilakukan sesuai dengan metode uji yang ditetapkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) atau jika metode uji belum ditetapkan dalam
SNI, pengukuran dapat dilakukan dengan metode uji lainnya sesuai dengan
standar yang telah divalidasi oleh lembaga berwenang.
• Sementara pengendalian lingkungan kerja yang dibahas dalam Pasal 7
dilakukan agar tingkat pajanan faktor fisika dan kimia berada di bawah NAB
dan agar penerapan faktor biologi, ergonomi, dan psikologi memenuhi standar.
Pengusaha/pengurus perusahaan harus melakukan pengendalian lingkungan
kerja sesuai hierarki pengendalian meliputi upaya eliminasi, substitusi,
rekayasa teknologi, administratif, dan/atau penggunaan alat pelindung diri.
• 3. Bagaimana Pedoman Baru Mengenai Faktor Fisika, Kimia, Biologi, Ergonomi,
dan Psikologi?
• Pengukuran dan pengendalian faktor fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan
psikologi meliputi:
• a. Faktor fisika
• Faktor fisika adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas pekerja yang
bersifat fisika, diakibatkan oleh penggunaan mesin, peralatan, bahan, dan kondisi
lingkungan di sekitar tempat kerja yang dapat mengakibatkan gangguan dan PAK.
• Pengukuran dan pengendalian faktor fisika meliputi iklim kerja, kebisingan,
getaran, gelombang radio atau gelombang mikro, sinar Ultra Ungu (Ultra Violet),
radiasi Medan Magnet Statis, tekanan udara, dan pencahayaan.
• Dalam Permenaker No.5 Tahun 2018 Pasal 9 diatur mengenai standar
iklim kerja dingin, tekanan dingin adalah pengeluaran panas akibat
pajanan terus-menerus terhadap dingin yang mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk menghasilkan panas sehingga mengakibatkan
hipotermia (suhu tubuh di bawah 36°C).
• Standar iklim kerja dingin ini tidak diatur dalam Permenaker No. 13
Tahun 2011. Standar iklim kerja dingin meliputi tabel standar di mana
terdapat suhu dingin, kecepatan angin, suhu aktual yang dirasakan
dan tingkat bahaya. Standar iklim kerja dingin juga menjelaskan
tentang istirahat yang harus diambil untuk shift kerja 4 jam.

Catatan: NAB faktor fisika tercantum pada lampiran Permenaker No. 5 Tahun 2018 poin 1
b. Faktor Kimia

• Faktor kimia adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas


pekerja yang bersifat kimiawi, diakibatkan oleh penggunaan bahan
kimia dan turunannya di tempat kerja yang dapat mengakibatkan
penyakit pada pekerja, meliputi kontaminan kimia di udara berupa
gas, uap, dan partikulat.
• Pada pasal 20, pengukuran dan pengendalian faktor kimia harus
dilakukan pada tempat kerja yang memiliki potensi bahaya bahan
kimia. Pengukuran faktor kimia dilakukan terhadap pajanannya
dan pekerja yang terpajan.
Hasil pengukuran faktor kimia terhadap
pajanan harus dibandingkan dengan:

• Nilai Ambang Batas (NAB) yang harus dilakukan


paling singkat selama 6 jam.
• Pajanan Singkat Diperkenankan (PSD) yang harus
dilakukan paling singkat selama 15 menit
sebanyak 4 kali dalam durasi 8 jam kerja.
• Kadar Tertinggi Diperkenankan (KTD) yang harus
dilakukan menggunakan alat pembacaan langsung
untuk memastikan tidak terlampaui.
• Sementara pengukuran faktor kimia terhadap
pekerja yang terpajan dilakukan melalui
pemeriksaan kesehatan khusus pada spesimen
tubuh pekerja dan dibandingkan dengan Indeks
Pajanan Biologi (IPB). IPB adalah kadar
konsentrasi bahan kimia yang didapatkan dalam
spesimen tubuh pekerja dan digunakan untuk
menentukan tingkat pajanan terhadap pekerja
sehat yang terpajan bahan kimia.
Jika hasil pengukuran terhadap pajanan melebihi NAB dan
terhadap pekerja yang mengalami pajanan melebihi IPB
harus dilakukan pengendalian, di antaranya:

• Menghilangkan sumber potensi bahaya kimia di tempat kerja


• Mengganti bahan kimia dengan bahan kimia lain yang tidak mempunyai potensi bahaya atau
potensi bahaya yang lebih rendah
• Memodifikasi proses kerja yang menimbulkan sumber potensi bahaya kimia
• Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia
• Menyediakan sistem ventilasi
• Membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia melalui pengaturan waktu kerja
• Merotasi pekerja ke dalam proses pekerjaan yang tidak terdapat potensi bahaya bahan kimia;
• Penyediaan lembar data keselamatan bahan (LDKB) dan label bahan kimia
• Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sesuai
• Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
c. Faktor Biologi

• Faktor biologi adalah faktor yang dapat


mempengaruhi aktivitas pekerja yang
bersifat biologi, diakibatkan oleh
makhluk hidup meliputi hewan,
tumbuhan dan produknya serta
mikroorganisme yang dapat
mengakibatkan PAK.
Jika hasil pengukuran faktor biologi melebihi standar, maka harus
dilakukan pengendalian. Semua potensi bahaya kecuali binatang
berbisa dan buas dilakukan pengendalian dengan:

• Menghilangkan sumber bahaya faktor biologi dari tempat kerja


• Mengganti bahan dan proses kerja yang menimbulkan sumber bahaya faktor biologi
• Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber bahaya faktor biologi
• Menyediakan sistem ventilasi
• Mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber bahaya faktor biologi
• Menggunakan baju kerja yang sesuai
• Menggunakan APD yang sesuai
• Memasang rambu-rambu yang sesuai
• Memberikan vaksinasi apabila memungkinkan
• Meningkatkan higiene perorangan
• Memberikan desinfektan penyediaan fasilitas Sanitasi berupa air mengalir dan antiseptik
• Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
d. Faktor Ergonomi

• Faktor ergonomi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas


pekerja, diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara fasilitas kerja
yang meliputi cara kerja, posisi kerja, alat kerja, dan beban
angkat terhadap pekerja.
Pengukuran dan pengendalian faktor ergonomi harus
dilakukan pada tempat kerja yang memiliki potensi bahaya
faktor ergonomi. Potensi bahaya faktor ergonomi meliputi:

• Cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh


yang tidak sesuai saat melakukan pekerjaan
• Desain alat kerja dan tempat kerja yang
tidak sesuai dengan antropometri pekerja
• Pengangkatan beban yang melebihi
kapasitas kerja.
Jika hasil pengukuran terdapat potensi bahaya harus
dilakukan pengendalian sehingga dapat memenuhi standar.
Pengendalian dilakukan dengan:

• Menghindari posisi kerja yang janggal


• Memperbaiki cara kerja dan posisi kerja
• Mendesain kembali atau mengganti tempat kerja, objek kerja, bahan,
desain tempat kerja, dan peralatan kerja
• Memodifikasi tempat kerja, objek kerja, bahan, desain tempat kerja,
dan peralatan kerja
• Mengatur waktu kerja dan waktu istirahat
• Melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi netral atau baik
• Menggunakan alat bantu.
• Faktor ergonomi ini tidak ada dalam tiga peraturan sebelumnya
yang dicabut oleh Permenaker No.5 Tahun 2018. Faktor ergonomi
dijelaskan lebih lengkap dalam lampiran Permenaker No.5 tahun
2018.
• Penjelasan tersebut meliputi standar pengukuran, pengolahan, dan
penggunaan antropometri, desain stasiun kerja, desain manual
handling di tempat kerja, dan penilaian batas beban angkat aman
serta indeks angkat objek.
e. Faktor Psikologi

• Faktor psikologi adalah faktor yang


mempengaruhi aktivitas pekerja,
diakibatkan oleh hubungan antar
personal di tempat kerja, peran dan
tanggung jawab terhadap pekerjaan.
Pengukuran dan pengendalian faktor psikologi harus
dilakukan pada tempat kerja yang memiliki potensi bahaya
faktor psikologi. Potensi bahaya faktor psikologi meliputi:

• Ketidakjelasan/ketaksaan peran
• Konflik peran
• Beban kerja berlebih secara kualitatif
• Beban kerja berlebih secara kuantitatif
• Pengembangan karier
• Tanggung jawab terhadap orang lain.
Jika hasil pengukuran terdapat potensi bahaya faktor psikologi, maka harus dilakukan pengendalian sesuai
standar. Pengendalian dilakukan setelah penilaian risiko dan didapatkan faktor yang berkontribusi.
Pengendalian melalui manajemen stres dilakukan dengan:

• Melakukan pemilihan, penempatan dan pendidikan pelatihan bagi pekerja


• Mengadakan program kebugaran bagi pekerja
• Mengadakan program konseling
• Mengadakan komunikasi organisasional secara memadai
• Memberikan kebebasan bagi pekerja untuk memberikan masukan dalam proses
pengambilan keputusan
• Mengubah struktur organisasi, fungsi dan/atau dengan merancang kembali
pekerjaan yang ada
• Menggunakan sistem pemberian imbalan tertentu
• Pengendalian lainnya sesuai dengan kebutuhan.
4. Bagaimana Pedoman Baru Mengenai
Higiene dan Sanitasi?

• Higiene adalah usaha kesehatan preventif yang


menitikberatkan kegiatannya kepada usaha
kesehatan individu maupun usaha pribadi hidup
manusia. Sedangkan sanitasi adalah usaha
kesehatan preventif yang menitikberatkan
kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup
manusia.
Penerapan higiene dan sanitasi yang
diterapkan di tempat kerja meliputi:

• Bangunan tempat kerja yang mencakup halaman, gedung (dinding


dan langit-langit, atap, dan lantai), dan bangunan bawah tanah.
• Fasilitas kebersihan yang mencakup toilet dan kelengkapannya;
loker dan ruang ganti pakaian; tempat sampah; dan peralatan
kebersihan.
• Kebutuhan atas udara yang bersih dan sehat.
• Ketatarumahtanggaan atau tata graha (housekeeping) yang baik
meliputi upaya:
• Memisahkan alat, perkakas, dan bahan yang diperlukan atau
digunakan
• Menata alat, perkakas, dan bahan sesuai dengan posisi yang
ditetapkan
• Membersihkan alat, perkakas, dan bahan secara rutin
• Menetapkan dan melaksanakan prosedur kebersihan, penempatan
dan penataan untuk alat, perkakas, dan bahan
• Mengembangkan prosedur kebersihan, penempatan dan penataan
untuk alat, perkakas, dan bahan.
• Penerapan K3 harus menjadi budaya di lingkungan kerja.
Penerapan K3 tidak boleh dijadikan beban karena tujuannya untuk
mencegah kerugian, baik dari kalangan pekerja maupun
pengusaha. Dengan adanya Permenaker ini diharapkan perusahaan
dan pekerja dapat berkomitmen untuk mewujudkan aman, sehat,
nyaman, dan nihil kecelakaan di lingkungan kerja.
 Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai