0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
5 tayangan11 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang eksistensi hukum adat di Indonesia. Tiga pilar sistem hukum yang mewarnai hukum nasional Indonesia yaitu sistem hukum Barat, hukum adat, dan sistem hukum Islam. Masyarakat adat di Indonesia mayoritas masih ada meski terancam punah karena berbagai faktor. Pemerintah Indonesia mengakui masyarakat adat dengan beberapa syarat.
Dokumen tersebut membahas tentang eksistensi hukum adat di Indonesia. Tiga pilar sistem hukum yang mewarnai hukum nasional Indonesia yaitu sistem hukum Barat, hukum adat, dan sistem hukum Islam. Masyarakat adat di Indonesia mayoritas masih ada meski terancam punah karena berbagai faktor. Pemerintah Indonesia mengakui masyarakat adat dengan beberapa syarat.
Dokumen tersebut membahas tentang eksistensi hukum adat di Indonesia. Tiga pilar sistem hukum yang mewarnai hukum nasional Indonesia yaitu sistem hukum Barat, hukum adat, dan sistem hukum Islam. Masyarakat adat di Indonesia mayoritas masih ada meski terancam punah karena berbagai faktor. Pemerintah Indonesia mengakui masyarakat adat dengan beberapa syarat.
DI INDONESIA SISTEM HUKUM YANG MEWARNAI HUKUM NASIONAL
Tiga pilar subsistem hukum, yaitu :
1. Sistem hukum barat, 2. Hukum adat, 3. Sistem hukum Islam Sistem hukum barat merupakan warisan penjajah kolonial belanda yang selama 350 tahun menjajah indonesia dan sangat berpengaruh pada sistem hukum nasional indonesia. Sistem hukum adat bersendikan atas dasar-dasar alam pikiran bangsa indonesia, dan untuk dapat sadar akan sistem hukum adat orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat indonesia. Masyarakat Adat Di Indonesia Mayoritas Masih Ada Dan Diakui Keberadaannya Namun Ada Juga Yang Terancam Punah Karena Beberapa Faktor Penyebab
1. Masuknya atau pengaruh budaya asing
2. Ketidakpedulian pemerintah setempat 3. Ketidaksadaran masyarakat adat itu sendiri untuk tetap mempertahankan warisan kebudayaan nenek moyang 4. Modernisasi Eksistensi Masyarakat Adat di Indonesia Masyarakat hukum adat seiring dengan masuknya pengaruh-pengaruh dari luar (eksternal) maupun kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dari dalam masyarakat itu sendiri (internal) menjadikan mereka secara dinamis mengalami perubahan-perubahan secara terus-menerus. Faktor-Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Perubahan Masyarakat Adat : 1. Kebijakan dan perundangan pemerintah yang kurang mengapresiasi masyarakat hukum adat. Contohnya kebijakan tentang pengakuan hanya 6 (enam) agama di Indonesia. Hal ini menyebabkan agama – agama atau kepercayaan – kepercayaan serta keaneka – ragaman budaya masyarakat adat menjadi tidak terakomodir dan tersisihkan.
2. Kurikulum pendidikan kita yang kurang mengapresiasi budaya tradisional bangsa
Indonesia. Contohnya banyak kurikulum nasional kita yang semakin mengadopsi kurikulum Internasional dengan alasan agar pendidikan kita tidak tertinggal dengan standar pendidikan dari negara – negara lain di dunia.
3. Adanya arus informasi dan perkembangan teknologi yang tergolong cepat.
Contohnya akses internet yang semakin mudah dan program listrik masuk desa pemerintah yang semakin menjangkau hingga ke pelosok daerah pedesaan yang terpencil.
4. Adanya perkawinan campur antar daerah yang menyebabkan meleburnya atau
menghilangnya nilai – nilai budaya khas daerah masing – masing. Sikap Pemerintah Indonesia Terhadap Masyarakat Adat Empat klausul sebagai syarat ”yuridis” untuk diakui sebagai masyarakat adat : 1) Sepanjang masih ada; 2) Sesuai dengan perkembangan jaman dan peradaban; 3) Sesuai dengan prinsip negara kesatuan republik indonesia;dan 4) Diatur dalam undang-undang. Konsep Pluralisme Hukum Hukum sebagai suatu sistem pada pokoknya mempunyai 3 elemen, yaitu : 1. Struktur sistem hukum (structure of legal system) yang terdiri dari lembaga pembuat undangundang (legislatif), institusi pengadilan dengan strukturnya, lembaga kejaksaan dengan strukturnya, badan kepolisian negara, yang berfungsi sebagai aparat penegak hukum; 2. Substansi sistem hukum (substance of legal system) yang berupa norma-norma hukum, peraturan-peraturan hukum, termasuk pola- pola perilaku masyarakat yang berada dibalik sistem hukum; dan 3. Budaya hukum masyarakat (legal culture) seperti nilai-nilai, ide-ide, harapan-harapan dan kepercayaan-kepercayaan yang terwujud dalam perilaku masyarakat dalam mempersepsikan hukum. Konsep Pluralisme Hukum Efektifitas substansi dan struktur hukum tergantung pada kebiasaan-kebiasaan (customs), kultur (culture), tradisi-tradisi (traditions), dan norma-norma informal (informal norms) yang diciptakan dan dioperasionalkan dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam konteksnya dengan Indonesia, hukum adat sesungguhnya adalah sistem hukum rakyat (folk law) khas Indonesia sebagai pengejawantahan dari The Living Law yang tumbuh dan berkembang berdampingan (co- existance) dengan sistem hukum lainnya yang hidup dalam negara Indonesia.
Walau pun disadari hukum negara cenderung mendominasi
dan pada keadaan tertentu terjadi juga, hukum negara menggusur, mengabaikan, atau memarjinalisasi eksistensi hak-hak masyarakat lokal dan sistem hukum rakyat (adat) pada tatanan implementasi dan penegakan hukum negara. JAPHAMA (Jaringan Pembelaan Hak-hak Masyarakat Adat) Masyarakat adat mulai disosialisasikan di Indonesia di tahun 1993 setelah sekelompok orang yang menamakan dirinya Jaringan Pembelaan Hak-hak Masyarakat Adat (JAPHAMA) yang terdiri dari tokoh-tokoh adat, akademisi dan aktivis ornop menyepakati penggunaan istilah tersebut sebagai suatu istilah umum pengganti sebutan yang sangat beragam. Pada saat itu, secara umum masyarakat adat sering disebut sebagai masyarakat terasing, suku terpencil, masyarakat hukum adat, orang asli, peladang berpindah, peladang liar dan terkadang sebagai penghambat pembangunan. Sedangkan pada tingkat lokal mereka menyebut dirinya dan dikenal oleh masyarakat sekitarnya sesuai nama suku mereka masing-masing. JAPHAMA yang lahir sebagai bentuk keprihatinan atas kondisi yang dihadapi oleh kelompok-kelompok masyarakat di tanah air yang menghadapi permasalahan serupa, dan juga sebagai tanggapan atas menguatnya gerakan perjuangan mereka di tingkat global.