Anda di halaman 1dari 28

Cost Of Capital

Dosen Pengampu
Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA

Kelompok 3
• Irfan Syahputra
• Hanastasia Siahaan
• Nabawi Nasution
• Mhd. Arief Valendra
Overview
Beberapa hal yang menjadikan biaya modal sebagai materi pembahasan yang penting

Struktur keuangan mempengaruhi tingkat resiko dan besarnya arus pendapatan

Pengetahuan tentang biaya modal dan bagaimana biaya ini dipengaruhi leverage
keuangan akan berguna dalam pengambilan keputusan bidang struktur modal

Sejumlah keputusan seperti leasing, pendanaan kembali, obligasi dan


kebijaksanaan modal kerja semuanya memerlukan perkiraan modal

Konsep penting dalam analisis investasi karena dapat menunjukkan tingkat


minimum laba investasi yang diperoleh dari investasi tersebut
Pengertian Cost Of Capital

Jenis- Jenis Cost Of Capital


OBJECTIVES
Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
COST OF CAPITAL
+ Biaya modal adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham
preferen, saham biasa maupun laba ditahan untuk
mendanai suatu investasi perusahaan.
+ Biaya modal biasanya digunakan sebagai ukuran untuk
menentukan diterima atau ditolaknya usulan investasi
sebagai discount rate, yaitu dengan membandingkan rate
of return dari usulan investasi tersebut dengan biaya
modalnya. Biaya modal disini adalah overall cost of capital.
+ Biaya modal yang tepat untuk semua keputusan adalah
rata-rata tertimbang dari seluruh komponen modal
(weighted cost of capital atau WACC). Biaya modal harus
dihitung berdasar basis setelah pajak, karena arus kas
setelah pajak adalah yang paling relevan untuk keputusan
investasi.
JENIS-JENIS COST OF CAPITAL
Biaya hutang (cost of debt)

Biaya saham preferen (cost of preferen stock)

Biaya laba ditahan (cost of retained earning)

Biaya saham baru (cost of new common stock)


Biaya hutang (cost of debt) adalah biaya yang ditanggung perusahaan
disebabkan penggunaan sumber dana pinjaman, biasanya obligasi.
Biaya modal dari hutang (obligasi) harus dihitung berdasarkan suatu
Biaya Hutang basis setelah pajak (after-tax cost of debt). Hal ini didasari pada
kenyataan bahwa hutang menimbulkan biaya bunga yang akan
(Cost Of Debt) menurunkan penghasilan yang dikenai pajak. Dengan demikian
penggunaan hutang dapat mengurangi pajak yang harus dibayar oleh
perusahaan. Ini adalah salah satu keuntungan menggunakan hutang
dibandingkan menggunakan modal sendiri.
 
Rumus
+ untuk menghitung Dimana :
biaya hutang (obligasi) Kd =Biaya hutang (obligasi)
sebelum pajak
sebelum pajak:
N =Nilai nominal obligasi
n =Jangka waktu obligasi

Kd = I =Bunga obligasi per tahun (dalam


rupiah)
Nb =Nilai bersih obligasi
Rumus untuk menghitung Ki =Biaya hutang (obligasi) setelah
biaya hutang (obligasi) pajak
setelah pajak: T =Pajak(Tax)
Contoh Kasus
Perusahaan menerbitkan obligasi dengan jangka waktu 10 tahun dan membayarkan bunga
(coupon) sebesar 18% per tahun. Nilai nominal obligasi Rp 100.000,- per lembar. Harga jual
obligasi per lembar Rp 90.000,-. Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menerbitkan
obligasi Rp 5.000,- per lembar dan tarif pajak sebesar 30%.

 Biaya modal obligasi sebelum pajak adalah :


Biaya obligasi setelah pajak :
Kd =
Kd = Ki = 20%(1-0,3)
Kd = 20% Ki = 14%
Biaya Modal Saham
Preferen
Saham preferen merupakan surat bukti kepemilikan saham

yang memberikan penghasilan tetap berupa dividen yang
besarnya ditentukan dalam persentase terhadap nilai saham
tersebut. Dividen saham preferen bersifat tetap, yaitu
dividen saham tetap dibayarkan walaupun perusahaan
(emiten) menderita kerugian. Dividen saham preferen
dibayar dari laba setelah pajak, sehingga biaya modal saham
preferen tidak perlu disesuaikan dengan pajak.
Rumus menghitung biaya modal saham preferen :

Kp=
dimana :
Kp= Biaya modal saham preferen
Dp= Dividen saham preferen
P0 = Harga jual saham preferen
F = Flotation Cost (biaya peluncuran)
Nilai nominal per lembar saham preferen Rp 5.000,- dan dividen yang dibayarkan per
lembar sebesar Rp 700,-. Harga jual per lembar Rp 4.800,- dan biaya yang
dikeluarkan untuk menerbitkan saham preferen sebesar Rp 200,- per lembar.

Biaya modal saham preferen adalah :


 Kp=

Kp= 15.22%
Biaya Laba Ditahan
Biaya laba ditahan adalah sama dengan tingkat
keuntungan yang disyaratkan investor pada saham
biasa perusahaan yang bersangkutan. Dasarnya
adalah prinsip opportunity cost, jika laba tidak
ditahan, laba tersebut dibagikan dalam bentuk
deviden. Jika laba tersebut ditahan berarti pemegang
saham menginvestasikan kembali laba yang menjadi
haknya ke perusahaan.
Terdapat 3 cara untuk menaksir biaya modal ditahan :

Pendekatan Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Pendekatan Discounted Cash Flow

Pendekatan Bond Yield plus Risk Premium


Pendekatan Capital Asset Pricing Model (CAPM)
CAPM adalah sebuah model yang berdasarkan pada prediksi atau
perkiraan. Oleh karena itu, model CAPM memiliki beberapa asumsi
yang jadi ukuran atau dasar dari prediksi harga aset. Asumsi dari
CAPM digunakan sebagai rujukan untuk menghitung risiko sistematis
atau market risk sebagai tingkat risiko sebuah aset berharga.

Ks = Rr + ß (Rm – Rr)

Dimana:
Rr = Tingkat keuntungan bebas resiko
Rm = Tingkat keuntungan pasar
ß = Beta saham perusahaan
Berdasarkan estimasi dengan model pasar, estimasi beta (resiko sistematis) suatu
saham menghasilkan koefisien regresi (beta) sebesar 0,686. misalkan tingkat
bunga tabungan di bank pemerintah dipakai sebagai pengukur tingkat keuntungan
bebas resiko adalah 15% dan premi resiko adalah 10%, tingkat keuntungan pasar
adalah 25%, maka tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham adalah :

Ks = Rr + ß (Rm – Rr)
Ks = 15% + 0,686 (25% - 15%)
Ks = 15% + 0,686 (10%)
Ks = 22%
Pendekatan Discounted Cash Flow

Discounted Cash Flow atau biasa disingkat DCF adalah salah satu metode untuk
menghitung prospek pertumbuhan suatu instrumen investasi dalam beberapa waktu
ke depan. Konsep DCF ini didasarkan pada pemikiran bahwa jika anda
menginvestasikan sejumlah dana, maka dana tersebut akan tumbuh sebesar sekian
persen atau mungkin sekian kali lipat setelah beberapa waktu tertentu. Disebut
‘discounted cash flow’ atau ‘arus kas yang terdiskon’, karena cara menghitungnya
adalah dengan meng-estimasi arus dana dimasa mendatang untuk kemudian di-
cut dan menghasilkan nilai dana tersebut pada masa kini.

Ks = + g Deviden

Dimana:
D1 = Deviden akhir periode
Po = Harga saham awal periode
g= Beta saham perusahaan
Perusahaan diperkirakan membayar dividen tahun mendatang (D1)
sebesar Rp. 200 /lembar. Harga pasar saham saat ini adalah Rp.
1.000/lembar. Tingkat pertumbuhan diperkirakan 8%.

 
Ks = + g Deviden

Ks = + 0.08

Ks = 0,28 atau 28%


Pendekatan Bond Yield Plus Risk Premium

Model ini biasanya digunakan oleh para analisis yang tidak mempercayai CAPM. Model
ini lebih subyektif, hanya menambahkan premisi risiko mereka sendiri sebesar 3 sampai
dengan 5 poin persentase. Semakin berisiko obligasi, maka biaya modalnya akan
menjadi lebih tinggi pula.

Ks=Tingkat keuntungan obligasi + Premi risiko



Suatu perusahaan mengeluarkan obligasi
yang membayar kupon bunga sebesar Rp.
2.000 dengan nilai nominal Rp. 10.000.
saat ini harga pasar obligasi tersebut
adalah Rp. 9.000 selisih tingkat
keuntungan saham diatas obligasi selama
5 tahun terakhir adalah 7%.

EXAMPLE
Yield obligasi =
Yield obligasi = = 22,22%

Ks = 22,22% + 7%
Ks = 29,22%
 Saham biasa adalah surat bukti kepemilikan perusahaan yang
tidak memiliki hak istimewa seperti saham preferen. Dividen
saham biasa dibayarkan jika perusahaan mendapatkan laba,
sehingga pembayaran dividen diharapkan selalu meningkat pada
setiap tahun. Biaya penerbitan saham biasa yang baru menjadi
penting jika laba ditahan tidak tersedia. Biaya saham biasa yang

BIAYA baru lebih tinggi dari biaya laba ditahan karena penjualan saham
biasa yang baru memerlukan biaya emisi saham (flotation cost).
Flotation cost akan mengurangi penerimaan perusahaan dari
SAHAM penjualan saham baru. Biaya emisi (flotation cost) terdiri dari
biaya mencetak saham, komisi untuk pihak penjamin emisi dan
lain-lain.
BARU Rumus untuk menghitung biaya saham biasa baru adalah:
 dimana:
= +g = Biaya saham biasa baru
D1 = Dividen per lembar saham
P0 = Harga jual saham
F = Flotation cost
g = Tingkat pertumbuhan dividen
Nilai nominal per lembar saham biasa Rp 1.000,- dan dividen diharapkan Rp 150,- per lembar saham. Harga jual
per lembar Rp 1.400,-. Flotation cost 4% dan tingkat pertumbuhan dividen diperkirakan 6%.

Biaya modal saham biasa baru adalah :

= + 6%
= 17,16%

 Jika menggunakan laba ditahan, biaya laba ditahan adalah :


= + 6%

= 16,71%

Dengan demikian jika perusahaan menggunakan saham biasa baru untuk membiayai kebutuhan modalnya,
maka biaya modalnya lebih tinggi 0,45% dibandingkan dengan biaya laba ditahan.
Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang
(Weight Average Cost of Capital)

Biaya modal rata-rata tertimbang merupakan input utama


dalam proses pengambilan keputusan investasi. Perusahaan
hanya akan melakukan investasi jika tingkat pengembalian
(rate of return) yang diharapkan lebih besar daripada biaya
modal rata-rata tertimbang. Biaya modal rata-rata tertimbang
diperoleh dengan menimbang biaya dari setiap jenis modal
tertentu sesuai proporsinya pada struktur modal perusahaan.

Rumus untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang


adalah:

WACC= Wd.Kd(1 - T) + Wp.Kp + Ws.Ks

dimana:
WACC = Biaya modal rata-rata tertimbang
Wd = Proporsi hutang (obligasi) dalam struktur modal
Wp = Proporsi saham preferen dalam strujtur modal
Ws = Proporsi saham biasa dalam struktur modal
Kd = Biaya hutang (obligasi) sebelum pajak
Kp = Biaya saham preferen
Ks = Biaya saham biasa
Sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang consumer goods sedang merencanakan untuk
mengembangkan produk baru dan membutuhkan tambahan modal sebesar Rp 1.000.000.000,-.
Kebutuhan tambahan modal direncanakan dengan:
1. Obligasi sebesar Rp 150.000.000, Nominal per lembar Rp 100.000,- dengan tingkat suku bunga
per tahun 18% dan jangka waktu 10 tahun. Harga jual obligasi per lembar Rp 95.000,-. Biaya yang
dikeluarkan per lembar obligasi Rp 5.000,- dan tarif pajak sebesar 30%.
2. Saham preferen sebesar Rp 250.000.000,- Nilai nominal per lembar saham preferen Rp 5.000,-
dan dividen yang dibayarkan per lembar sebesar Rp 700,-. Harga jual per lembar Rp 4.800,- dan
biaya yang dikeluarkan untuk menerbitkan saham preferen sebesar Rp 200,- per lembar.
3. Saham biasa sebesar Rp 600.000.000,- Nilai nominal per lembar saham biasa Rp 1.000,- dan
dividen diharapkan Rp 150,- per lembar saham. Harga jual per lembar Rp 1.400,-. Flotation cost
4% dan tingkat pertumbuhan dividen diperkirakan 6%.
Berdasarkan data tersebut, hitunglah:
a. Berapa biaya modal rata-rata tertimbang?
b. Apabila perusahaan menetapkan tingkat keuntungan (rate of return) sebesar 20%, apakah
rencana tambahan modal tersebut layak untuk dipertimbangkan oleh perusahaan?
+  Biaya modal rata-rata tertimbang :
a.
WACC = Wd.Kd(1 - T) + Wp.Kp + Ws.Ks
= 0,15 20% (1- 0,3) + 0,25 (15,22%) + 0,6 (17,16%)
= 16,2%
Untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang dapat pula dilakukan dengan cara :
Sumber modal Jumlah Biaya modal
Obligasi Rp.150.000.000 Rp.21.000.000
Saham Preferen Rp. 250.000.000 Rp. 38.050.000
Saham Biasa Rp. 600.000.000 Rp. 102.960.000
Rp. 1.000.000.000 Rp. 162.010.000

WACC =
WACC = 16,2%
b. Rencana tambahan modal tersebut layak untuk dipertimbangkan oleh perusahaan karena tingkat
keuntungan (rate of return) 20% lebih besar dari biaya modal rata-rata tertimbang 16,2%
Marginal Cost Of
Capital (MCC)
MCC adalah biaya memperoleh rupiah
tambahan sebagai modal baru. Pada umumnya
biaya marginal modal akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya penggunaan modal.
Misalkan; suatu perusahaan membutuhkan
modal baru 500 jt. Struktur modal adalah 60%
modal sendiri dari saham biasa atau laba
ditahan, 30% hutang dan 10% saham preferen.
Tarif pajak 40%. Biaya hutang sebelum pajak
14% dan biaya saham preferen 12,6%.
Perusahaan berharap dapat menahan laba
sebesar 100 jt.Biaya laba ditahan 16%, biaya
saham biasa baru 16.8%.
WACC jika menggunakan laba ditahan:
WACC = Wd.Kd(1 - T) + Wp.Kp + Ws.Ks
= 0,3( 14%) (1-40%) + 0,1 (12,6%) + 0,6 (16%)

= 0,0252+ 0,0126+ 0,096

= 0, 1338 = 13,38%

WACC jika menggunakan saham biasa baru:


WACC = Wd.Kd(1 - T) + Wp.Kp + Ws1.Ks1
= 0,3( 14%) (1-40%) + 0,1 (12,6%) + 0,6 (16,8%)

= 0,0252+ 0,0126+ 0,1008

= 0, 1386 = 13,86%

Perusahaan mentargetkan 60% modal sendiri, 60% dari Rp 500 jt adalah Rp 300jt. Sedangkan laba ditahan Rp 100jt, sehingga
perusahaan harus menrbitkan saham biasa baru untuk memperoleh Rp 200jt. Artinya sampai titik dimana modal sendiri diperoleh
dari laba ditahan, WACC:13,38%.
Setelah melewati titik tersebut kebutuhan modal sendiri harus dipenuhi dari penjualan saham biasa baru, sehingga WACC:13,86%.
Titik dimana MCC naik disebut “Break Point”;

Break point =
Break point =
Break point = 166.666.666,67
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cost
Of Capital
A. Faktor yang tidak dapat dikendalikan perusahaan

Tingkat suku bunga : Jika suku bunga dalam perekonomian meningkat


maka biaya utang juga akan meningkat karena perusahaan harus
membayar pemegang obligasi dengan suku bunga yang lebih tinggi untuk
memperoleh modal utang

Tarif pajak : Tarif pajak digunakan dalam perhitungan biaya utang yang
digunakan dalam WACC dan mendapat cara lainnya yang kurang nyata
dimana kebijakan pajak mempengaruhi biaya modal
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cost
Of Capital
B. Faktor yang dapat dikendalikan perusahaan

Kebijakan struktur
modal
Kebijakan dividen
Perusahaan memiliki
Kebijakan investasi
struktur modal target Jika pembayarannya
yang diberikan, dan kami rasionya sangat tinggi
Secara implisit
menggunakan bobot sehingga perusahaan
mengasumsikan
berdasarkan target itu harus menerbitkan saham
bahwa modal baru akan
untuk menghitung baru untuk mendanai
diinvestasikan dalam aset
WACC-nya. Namun, anggaran modalnya,
dengan tingkat risiko
perusahaan dapat maka
yang sama dengan aset
mengubah struktur biaya flotasi yang
yang ada.
modalnya, dan perubahan dihasilkan juga akan
seperti itu dapat mempengaruhi WACC.
mempengaruhi biaya
modalnya.
Kesalahan yang harus dihindari dalam
memperkirakan biaya modal
1. Jangan pernah mendasarkan biaya utang pada tingkat kupon pada utang perusahaan yang
ada.

2. Saat mengestimasi premi risiko pasar untuk metode CAPM, jangan pernah menggunakan
historis rata-rata pengembalian saham dalam hubungannya dengan pengembalian saat ini
pada T-bonds

3. Jangan pernah menggunakan struktur modal nilai buku saat ini untuk mendapatkan bobot
saat menaksir WACC

4. Selalu ingat bahwa komponen modal adalah dana yang berasal dari investor

Anda mungkin juga menyukai