Dosen Pengampu
Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE, MBA
Kelompok 3
• Irfan Syahputra
• Hanastasia Siahaan
• Nabawi Nasution
• Mhd. Arief Valendra
Overview
Beberapa hal yang menjadikan biaya modal sebagai materi pembahasan yang penting
Pengetahuan tentang biaya modal dan bagaimana biaya ini dipengaruhi leverage
keuangan akan berguna dalam pengambilan keputusan bidang struktur modal
Kp=
dimana :
Kp= Biaya modal saham preferen
Dp= Dividen saham preferen
P0 = Harga jual saham preferen
F = Flotation Cost (biaya peluncuran)
Nilai nominal per lembar saham preferen Rp 5.000,- dan dividen yang dibayarkan per
lembar sebesar Rp 700,-. Harga jual per lembar Rp 4.800,- dan biaya yang
dikeluarkan untuk menerbitkan saham preferen sebesar Rp 200,- per lembar.
Kp= 15.22%
Biaya Laba Ditahan
Biaya laba ditahan adalah sama dengan tingkat
keuntungan yang disyaratkan investor pada saham
biasa perusahaan yang bersangkutan. Dasarnya
adalah prinsip opportunity cost, jika laba tidak
ditahan, laba tersebut dibagikan dalam bentuk
deviden. Jika laba tersebut ditahan berarti pemegang
saham menginvestasikan kembali laba yang menjadi
haknya ke perusahaan.
Terdapat 3 cara untuk menaksir biaya modal ditahan :
Ks = Rr + ß (Rm – Rr)
Dimana:
Rr = Tingkat keuntungan bebas resiko
Rm = Tingkat keuntungan pasar
ß = Beta saham perusahaan
Berdasarkan estimasi dengan model pasar, estimasi beta (resiko sistematis) suatu
saham menghasilkan koefisien regresi (beta) sebesar 0,686. misalkan tingkat
bunga tabungan di bank pemerintah dipakai sebagai pengukur tingkat keuntungan
bebas resiko adalah 15% dan premi resiko adalah 10%, tingkat keuntungan pasar
adalah 25%, maka tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham adalah :
Ks = Rr + ß (Rm – Rr)
Ks = 15% + 0,686 (25% - 15%)
Ks = 15% + 0,686 (10%)
Ks = 22%
Pendekatan Discounted Cash Flow
+
Discounted Cash Flow atau biasa disingkat DCF adalah salah satu metode untuk
menghitung prospek pertumbuhan suatu instrumen investasi dalam beberapa waktu
ke depan. Konsep DCF ini didasarkan pada pemikiran bahwa jika anda
menginvestasikan sejumlah dana, maka dana tersebut akan tumbuh sebesar sekian
persen atau mungkin sekian kali lipat setelah beberapa waktu tertentu. Disebut
‘discounted cash flow’ atau ‘arus kas yang terdiskon’, karena cara menghitungnya
adalah dengan meng-estimasi arus dana dimasa mendatang untuk kemudian di-
cut dan menghasilkan nilai dana tersebut pada masa kini.
Ks = + g Deviden
Dimana:
D1 = Deviden akhir periode
Po = Harga saham awal periode
g= Beta saham perusahaan
Perusahaan diperkirakan membayar dividen tahun mendatang (D1)
sebesar Rp. 200 /lembar. Harga pasar saham saat ini adalah Rp.
1.000/lembar. Tingkat pertumbuhan diperkirakan 8%.
Ks = + g Deviden
Ks = + 0.08
Model ini biasanya digunakan oleh para analisis yang tidak mempercayai CAPM. Model
ini lebih subyektif, hanya menambahkan premisi risiko mereka sendiri sebesar 3 sampai
dengan 5 poin persentase. Semakin berisiko obligasi, maka biaya modalnya akan
menjadi lebih tinggi pula.
EXAMPLE
Yield obligasi =
Yield obligasi = = 22,22%
Ks = 22,22% + 7%
Ks = 29,22%
Saham biasa adalah surat bukti kepemilikan perusahaan yang
tidak memiliki hak istimewa seperti saham preferen. Dividen
saham biasa dibayarkan jika perusahaan mendapatkan laba,
sehingga pembayaran dividen diharapkan selalu meningkat pada
setiap tahun. Biaya penerbitan saham biasa yang baru menjadi
penting jika laba ditahan tidak tersedia. Biaya saham biasa yang
BIAYA baru lebih tinggi dari biaya laba ditahan karena penjualan saham
biasa yang baru memerlukan biaya emisi saham (flotation cost).
Flotation cost akan mengurangi penerimaan perusahaan dari
SAHAM penjualan saham baru. Biaya emisi (flotation cost) terdiri dari
biaya mencetak saham, komisi untuk pihak penjamin emisi dan
lain-lain.
BARU Rumus untuk menghitung biaya saham biasa baru adalah:
dimana:
= +g = Biaya saham biasa baru
D1 = Dividen per lembar saham
P0 = Harga jual saham
F = Flotation cost
g = Tingkat pertumbuhan dividen
Nilai nominal per lembar saham biasa Rp 1.000,- dan dividen diharapkan Rp 150,- per lembar saham. Harga jual
per lembar Rp 1.400,-. Flotation cost 4% dan tingkat pertumbuhan dividen diperkirakan 6%.
= + 6%
= 17,16%
= 16,71%
Dengan demikian jika perusahaan menggunakan saham biasa baru untuk membiayai kebutuhan modalnya,
maka biaya modalnya lebih tinggi 0,45% dibandingkan dengan biaya laba ditahan.
Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang
(Weight Average Cost of Capital)
dimana:
WACC = Biaya modal rata-rata tertimbang
Wd = Proporsi hutang (obligasi) dalam struktur modal
Wp = Proporsi saham preferen dalam strujtur modal
Ws = Proporsi saham biasa dalam struktur modal
Kd = Biaya hutang (obligasi) sebelum pajak
Kp = Biaya saham preferen
Ks = Biaya saham biasa
Sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang consumer goods sedang merencanakan untuk
mengembangkan produk baru dan membutuhkan tambahan modal sebesar Rp 1.000.000.000,-.
Kebutuhan tambahan modal direncanakan dengan:
1. Obligasi sebesar Rp 150.000.000, Nominal per lembar Rp 100.000,- dengan tingkat suku bunga
per tahun 18% dan jangka waktu 10 tahun. Harga jual obligasi per lembar Rp 95.000,-. Biaya yang
dikeluarkan per lembar obligasi Rp 5.000,- dan tarif pajak sebesar 30%.
2. Saham preferen sebesar Rp 250.000.000,- Nilai nominal per lembar saham preferen Rp 5.000,-
dan dividen yang dibayarkan per lembar sebesar Rp 700,-. Harga jual per lembar Rp 4.800,- dan
biaya yang dikeluarkan untuk menerbitkan saham preferen sebesar Rp 200,- per lembar.
3. Saham biasa sebesar Rp 600.000.000,- Nilai nominal per lembar saham biasa Rp 1.000,- dan
dividen diharapkan Rp 150,- per lembar saham. Harga jual per lembar Rp 1.400,-. Flotation cost
4% dan tingkat pertumbuhan dividen diperkirakan 6%.
Berdasarkan data tersebut, hitunglah:
a. Berapa biaya modal rata-rata tertimbang?
b. Apabila perusahaan menetapkan tingkat keuntungan (rate of return) sebesar 20%, apakah
rencana tambahan modal tersebut layak untuk dipertimbangkan oleh perusahaan?
+ Biaya modal rata-rata tertimbang :
a.
WACC = Wd.Kd(1 - T) + Wp.Kp + Ws.Ks
= 0,15 20% (1- 0,3) + 0,25 (15,22%) + 0,6 (17,16%)
= 16,2%
Untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang dapat pula dilakukan dengan cara :
Sumber modal Jumlah Biaya modal
Obligasi Rp.150.000.000 Rp.21.000.000
Saham Preferen Rp. 250.000.000 Rp. 38.050.000
Saham Biasa Rp. 600.000.000 Rp. 102.960.000
Rp. 1.000.000.000 Rp. 162.010.000
WACC =
WACC = 16,2%
b. Rencana tambahan modal tersebut layak untuk dipertimbangkan oleh perusahaan karena tingkat
keuntungan (rate of return) 20% lebih besar dari biaya modal rata-rata tertimbang 16,2%
Marginal Cost Of
Capital (MCC)
MCC adalah biaya memperoleh rupiah
tambahan sebagai modal baru. Pada umumnya
biaya marginal modal akan meningkat sejalan
dengan meningkatnya penggunaan modal.
Misalkan; suatu perusahaan membutuhkan
modal baru 500 jt. Struktur modal adalah 60%
modal sendiri dari saham biasa atau laba
ditahan, 30% hutang dan 10% saham preferen.
Tarif pajak 40%. Biaya hutang sebelum pajak
14% dan biaya saham preferen 12,6%.
Perusahaan berharap dapat menahan laba
sebesar 100 jt.Biaya laba ditahan 16%, biaya
saham biasa baru 16.8%.
WACC jika menggunakan laba ditahan:
WACC = Wd.Kd(1 - T) + Wp.Kp + Ws.Ks
= 0,3( 14%) (1-40%) + 0,1 (12,6%) + 0,6 (16%)
= 0, 1338 = 13,38%
= 0, 1386 = 13,86%
Perusahaan mentargetkan 60% modal sendiri, 60% dari Rp 500 jt adalah Rp 300jt. Sedangkan laba ditahan Rp 100jt, sehingga
perusahaan harus menrbitkan saham biasa baru untuk memperoleh Rp 200jt. Artinya sampai titik dimana modal sendiri diperoleh
dari laba ditahan, WACC:13,38%.
Setelah melewati titik tersebut kebutuhan modal sendiri harus dipenuhi dari penjualan saham biasa baru, sehingga WACC:13,86%.
Titik dimana MCC naik disebut “Break Point”;
+
Break point =
Break point =
Break point = 166.666.666,67
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cost
Of Capital
A. Faktor yang tidak dapat dikendalikan perusahaan
Tarif pajak : Tarif pajak digunakan dalam perhitungan biaya utang yang
digunakan dalam WACC dan mendapat cara lainnya yang kurang nyata
dimana kebijakan pajak mempengaruhi biaya modal
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cost
Of Capital
B. Faktor yang dapat dikendalikan perusahaan
Kebijakan struktur
modal
Kebijakan dividen
Perusahaan memiliki
Kebijakan investasi
struktur modal target Jika pembayarannya
yang diberikan, dan kami rasionya sangat tinggi
Secara implisit
menggunakan bobot sehingga perusahaan
mengasumsikan
berdasarkan target itu harus menerbitkan saham
bahwa modal baru akan
untuk menghitung baru untuk mendanai
diinvestasikan dalam aset
WACC-nya. Namun, anggaran modalnya,
dengan tingkat risiko
perusahaan dapat maka
yang sama dengan aset
mengubah struktur biaya flotasi yang
yang ada.
modalnya, dan perubahan dihasilkan juga akan
seperti itu dapat mempengaruhi WACC.
mempengaruhi biaya
modalnya.
Kesalahan yang harus dihindari dalam
memperkirakan biaya modal
1. Jangan pernah mendasarkan biaya utang pada tingkat kupon pada utang perusahaan yang
ada.
2. Saat mengestimasi premi risiko pasar untuk metode CAPM, jangan pernah menggunakan
historis rata-rata pengembalian saham dalam hubungannya dengan pengembalian saat ini
pada T-bonds
3. Jangan pernah menggunakan struktur modal nilai buku saat ini untuk mendapatkan bobot
saat menaksir WACC
4. Selalu ingat bahwa komponen modal adalah dana yang berasal dari investor