Anda di halaman 1dari 21

HUKUM EKONOMI

Richie Hartawinata
Susanty
A. Intervensi Negara Pertanda Dari Hukum Ekonomi

• Pada tahun 1997 munculnya krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis
ekonomi. Kelemahan ini disebabkan oleh kurang tepatnya kebijakan
ekonomi. Kurang tepatnya kebijakan menyebabkan pasar terdistrosi. Akibat
selanjutnya yaitu harga di pasar tidak mencerminkan harapan bagi para
ekonom , yang disebut dengan terjadinya keseimbangan dalam hukum
penawaran dan permintaan yang riil.

• Perkembangan usaha swasta sebagian besar merupakan perwujudan


kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.

• Umum orang memahami bahwa ada persekongkolan untuk menetapkan


harga atau apa yang disebut dengan price fixing. Begitu juga , kartel
ditetapkan mekanisme yang menghalangi terbentuknya kompetisi,
menciptakan barrier to entry , dan terbentuknya integrasi baik horizontal
maupun vertikal.
• Pemerintah telah memberikan kemudahan dan fasilitas untuk
melindungi industri yang baru lahir. Perlindungan tersebut dilakukan
untuk menstabilkan harga. Hanya saja kurang disadari bahwa itu dapat
menimbulkan konglomerasi yang bertumpu pada utang, tidak
didukung oleh semangat kewirausahaan sejati. Akibatnya adalah
pelemahan bagi fundamental ekonomi Indonesia dan usaha Indonesia
menjadi kurang mampu untuk bersaing.

• Proteksi pada indrustri hulu produksi barang tertentu dengan


menaikkan bea masuk terhadap barang yang sama yang diimpor dari
luar negeri. Pemberian izin dan dorongan berkembangnya asosiasi
produsen yang berfungsi sebagai kartel/mengatur harga.

• Intervensi pemerintah diperlukan agar dunia usaha dapat tumbuh dan


berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim
persaingan usaha sehat, dan untuk terhindar pemusatan kekuatan
ekonomi pada perorangan dan kelompok tertentu, antara lain
monopoli dan persaingan yang tidak sehat.

• Konsepsi yang didikte oleh hukum(konstitusi) berupa negara


kesejahteraan(welfare state), dikte hukum itu telah melahirkan
Undang-Undang Persaingan Usaha, yang dilihat sebagai suatu protipe
dari hukum ekonomi dalam tata hukum Indonesia.
B. Arti penting dari hukum persaingan usaha

 Tujuan persaingan usaha adalah memaksa perusahaan untuk menekan


biaya menjadi lebih rendah.

 Pengaturan tentang persaingan di Indonesia sebelumnya belum begitu


komprehensif. Terdapat di berbagai peraturan perundang-undangan yaitu :
Pasal 382bis KUHR pasal 1365KUHPerdata, pasal 7 no. 5 tahun 1984
tentang perindrustrian.kekurangkomprehensifnya peraturan, maka
berkurang atau hilangnya persaingan memungkinkan pelaku usaha
memperoleh laba yang besar.

 Pada tahun 1999 muncullah UU persaingan usaha yang komperhensif.


Sebelum adanya UU no.5 tahun 1999 , Indonesia belum memiliki hukum
persaingan yang komprehensif.
• Asas dan tujuan hukum persaingan usaha dalam pembentukan UU
persaingan Usaha, merupakan penjabaran dari asas demokrasi ekonomi
yaitu menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional.
• Asas dan tujuan itu dapat dijumpai dalam hukum materiil yang
sesungguhnya ada di berbagai peraturan perundang-undangan antara
lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP),KUHPerdata,UU no.5
tahun 1984 tentang perindrustrian, UU tentang Perseroan terbatas(No.40
Tahun 2007),UU pasar modal(No.8 Tahun 1995),UU usaha kecil(UU No.9
Tahun 1995),UU Perdagangan Berjangka Komoditri(No.32 Tahun
1997),UU Perbankan (No.10 Tahun 1998 jo No.7 Tahun 1992).
• Konsep rule of reason merupakan prinsip hukum persaingan usaha, yang
menegaskan bahwa untuk melihat apakah suatu perbuatan yang
dituduhkan melanggar hukum persaingan usaha, maka harus dilihat dari
akibat dari satu perbuatan yang melanggar hukum persaingan itu telah
terjadi.Diatur dalam pasal 4 ayat 1 UU persaingan usaha.

• Konsep per se illegal yang terdistilasi dari pasal 6 mengandung


pengertian bahwa rumusan mengenai perbuatan tertentu yang dilarang
sudah dapat terbukti tanpa harus menunjukkan akibat atau kerugian
yang nyata terhadap persaingan
• Persaingan usaha tidak sehat (PUTS) adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjanlankan kegiatan produksi atau pemasaran barang/jasa yang dilaksanakan
dengan tidak jujur atau menghambat persaingan usaha.

• Istilah posisi dominan adalah dimana keadaan tidak ada pesaing yang memiliki posisi
tertinggi di pasar yang bersangkutan dari segi kemampuan keuangan,kemampuan
akses pada pasokan atau penjualan serta kemampuan menyesuaikan permintaan
barang tertentu.

• Persaingan sempurna yaitu suatu keadaan dimana penjual dan pembeli


banyak,barang sama,penjual dan pembeli penentu harga,infromasi tentang barang
yang dijual jelas.
1. Dilarang Pula Monopsoni
C. Perbuatan dan • Keadaan dimana hanya terdapat 1 pembeli dan
Perjanjian yang terpaksa menjual barang kepadanya dengan
Antipersaingan Usaha harga tertentu.
Perbuatan dan perjanjian yang 2. Penguasaan Pasar
dilarang dalam persaingan usaha • Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu
ditetapkan dalam Pasal 17 – Pasal untuk melakukan kegiatan yang sama
28 UU No. 5 Tahun 1999. • Menghalangi pesaing dengan membatasi
peredaran, atau penjualan barang, atau jasa pada
pasar yang berkaitan.
• Menurunkan harga dengan tujuan menyingkirikan
pesaing, melakukan kecurangan dalam
menetapkan biaya produksi.
3. Persengkongkolan
• Persengkongkolan antara pelaku usaha lain
dengan pelaku usaha yang lain dalam pasar yang
bersangkutan.
• Bersengkongkol dalam menentukan pemenang
tender, bersengkongkol dalam memberi informasi
kegiatan usaha kepada pesaing yang diklarifikasi
sebagai rahasia perusahaan, dll.
4. Kegiatan Berupa Posisi Dominan
• Pelaku usaha memiliki posisi dominan apabila menguasai satu pelaku usaha menguasai
50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Jika dua atau tiga
pelaku usaha, diatas 75%. Yang berarti tidak ada pesaing.
• Posisi dominan bisa terjadi karena memiliki jabatan direksi atau komisaris di beberapa
perusahaan yang bergerak di bidang yang sama. Contoh: memiliki saham secara
mayoritas, melakukan penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), dan
pengambilalihan (akuisisi) badan usaha; jabatan rangkap.
5. Pemilikan Saham Secara Mayoritas
• Kegiatan dimana penggabungan (merger) dilakukan, perbuatan hukum yang dilakukan 1
perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada
dan perusahaan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
6. Peleburan Atau Konsolidasi
• Perbuatan hukum yang dilakukan satu perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan
membentuk perseroan baru dan perusahaan yang meleburkan diri menjadi bubar. Mirip
dengan pengambilalihan (akuisisi), mengambil alih seluruh atau sebagian besar saham
perseorangan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan
tersebut.
• Perusahaan yang memiliki posisi dominan mengakibatkan barrier to entry yang artinya
menghalangi pemain baru untuk masuk ke dalam pasar sejenis.
7. Perjanjian Penetapan Harga (Price Fixing Agreement)
• Consumer’s surplus: penetapan harga yang bertujuan meniadakan persaingan dari segi
harga terhadap produk. Terdapat pada Pasal 5.
• Price Discrimination Agreement: Perjanjian antara pelaku usaha untuk produk yang akan
dijual kepada setiap konsumen dengan harga yang berbeda-beda. Terdapat pada Pasal 6.
• Predatory Pricing: menjual produk dengan harga rendah demi menyingkirkan pelaku usaha
pesaing, dan mencegah pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama. Terdapat pada
Pasal 7.
• Resale Price Maintenance/Real of Reason: perjanjian dengan pelaku usaha lain agar
penerima produk tidak akan menjual kembali barang yang telah dibeli. Terdapat pada Pasal
8 UU No. 5/1999.
8. Perjanjian Pembagian Wilayah
• Market division: pembagian wilayah antara pelaku usaha dengan tujuan menghindari
terjadinya persaingan. Terdapat pada Pasal 9 UU Persaingan Usaha.
9. Perjanjian Pemboikotan
• Per se illegal: bentuk strategi yang dilakukan antara pelaku usaha untuk mengusir atau
mencegah pelaku usaha lain, dan kemudian pasar tersebut terjaga hanya untuk
kepentingan pelaku usaha yang terlibat dalam perjanjian pemboikotan tersebut. Terdapat
pada Pasal 10 UU No. 5 Tahun 1999.
10. Perjanjian Kartel

• Kartel adalah strategi yang diterapkan antara pelaku usaha untuk memanipulasi harga dari
produksi. Terdapat pada Pasal 11. Larangan ini berbasis rule of reason.

11. Praktik Oligopsoni

• Oligopsoni adalah perjanjian yang bertujuan menguasai pembelian dan penerimaan


pasokan. Terdapat pada Pasal 13 UU No. 5 Tahun 1999. Tujuannya agar dapat
memanipulasi harga yang mengakibatkan praktik monopoli.

• Perjanjian tertutup:
– Exclusive Distribution Agreement: distributor dipaksa untuk memasok produk hanya kepada
pihak dan tempat tertentu oleh pelaku usaha manufaktur.
– Tying Agreement: pelaku usaha dapat memperluas kekuatan monopolinya pada tying product ke
tied product.
– Vertical Agreement on Discount: jika pelaku usaha ingin mendapatkan discount pada produk
tertentu, pelaku usaha harus membeli produk lain dari pelaku usaha tersebut atau tidak akan
membeli produk yang sama dari pesaing.
D. Pengawasan Atas Persaingan Usaha
• KPPU adalah badan pengawas dalam persaingan usaha, tugas dan wewenang KPPU
diatur dalam UU Persaingan Usaha.
• Fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
– Quasi eksekutif  pelaksana UU
– Quasi yudikatif  penegakan hukum
– Quasi legislatif  pembuat pedoman
– Konsultatif  memberi nasihat kepada eksekutif tentang persaingan usaha.
• Tugas KPPU di dalam Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1999:
– Melakukan penilaian terhadap perjanjian
– Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha
– Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan
Agar tidak terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha.
• Wewenang KPPU dalam undang-undang:
– Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan praktik monopoli
– Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang
persaingan usaha
– Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja kepada Presiden dan DPR
• Wewenang KPPU menurut undang-undang persaingan usaha:
– Menerima laporan dari masyarakat dan/atau pelaku usaha
– Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha
– Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus yang dilapor oleh
masyarakat atau pelaku usaha yang ditemukan sebagai hasil penelitian
– Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan
– Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
UU No. 5 Tahun 1999.
Mencegah akan akibat dari praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
E. HUKUM ACARA
PERSAINGAN USAHA

1. Laporan
dalam proses hukum acara yang khusus ini,dalam bidang persaingan usaha
dimulai dari laporan. Dimaksud dengan laporan,yaitu tentang ada tidaknya dugaan
persaingan usaha. Lalu laporan akan disampaikan ke KPPU oleh masyarakat
umum,pihak yang dirugikan. KPPU memiliki inisiatif untuk monitoring terhadap
dugaan adanya tindakan monopoli itu.

Laporan dibuat secara tertulis, ditandatangani oleh pelapor,dibuat dalam


Bahasa Indonesia dengan keterangan yang jelas dan lengkap mengenai dugaan
terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang dengan menyertakan identitas diri.
Laporan kemudian disampaikan kepada ketua KPPU, dalam hal komisi telah
memiliki kantor perwakilan di daerah laporan disampaikan pada perwakilan komisi di
daerah.
2. Penelitian dan klarifikasi

 Dalam tahap ini , dilakukan penelitian dan klarifikasi untuk


menemukan kejelasan dan kelengkapan tentang dugaan
pelanggaran. Sekretariat komisi melakukan penelitian terhadap
laporan atau meminta klarifikasi kepada pelapor/pihak lain.
 KPPU membuat resume laporan penelitian dan klarifikasi dalam
waktu 60 hari sampai 30 hari.
 Hal yang ada pada resume yakni : uraian yang menjelaskan identitas
pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran, perjanjian atau
kegiatan yang diduga melanggar, cara perjanjian/ kegiatan usaha
yang dilakukan/ dampak perjanjian/ kegiatan terhadap persaingan,
kepentingan umum,konsumen/kerugian yang ditimbulkan akibat
terjadinya pelanggaran,ketentuan undang-undang yang diduga
dilanggar.
 Untuk laporan yang telah memenuhi ketentuan dilakukan
pemberkasan untuk dilakukan gelar laporan. Jika laporan tidak
memenuhi kriteria akan dihentikan.
3. Hasil Pemberkasan
• Bentuk laporan dugaan pelanggaran yang berisi data dan informasi:
– Identitas pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran
– Perjanjian/kegiatan yang diduga melanggar
– Cara perjanjian/kegiatan usaha dilakukan atau dampaknya terhadap persaingan,
kepentingan umum, konsumen/kerugian yang ditimbulkan
– Ketentuan UU yang diduga melanggar; perlu tidak melakukan pemeriksaan
pendahuluan
• Pemberkasan resume laporan dilakukan untuk menilai apakah perlu dilakukan gelar
laporan

4. Gelar Laporan
• Merupakan laporan dugaan pelanggaran
• Gelar laporan dipaparkan oleh sekretariat komisi yang dihadiri oleh Pimpinan Komisi dan
sejumlah anggota komisi. Karena sudah dalam hal laporan, maka komisi tidak layak untuk
tidak meneruskan.
• Berdasarkan pemaparan, komisi menilai apakah perlu melakukan pemeriksaan
pendahuluan. Pemeriksaan pendahuluan dilakukan dengan penetapan yang
ditandatangani ketua komisi.
5. Pemeriksaan Pendahuluan
• Dilakukan oleh sekurang-kurangnya 3 orang anggota komisi.
• Pemeriksaan terhadap terlapor dan meminta kesediaan
mengakhiri perjanjian.
• Memeriksa surat, dokumen, dan alat bukti lain.

6. Hasil Pemeriksaan Pendahuluan


• Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (LHPP) berisi:
– Dugaan pelanggaran yang dilakukan terlapor
– Pengakuan terlapor atas dugaan
– Rekomendasi perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan
lanjutan
7. Pemeriksaan Lanjutan
• Rapat komisi menetapkan pemeriksaan dengan status terlapor,
perjanjian/kegiatan yang dilanggar serta ketentuan UU yang dilanggar.
• Disampaikan kepada terlapor melalui LHPP, jika terlapor tidak bersedia
mengakhiri perjanjian/kegiatan diberikan kesempatan untuk mengajukan
pembelaan.

8. Tahap Pembelaan
• Pembelaan disampaikan pada pemeriksaan lanjutan, dengan memberi
keterangan lisan/tertulis, menyampaikan bukti pendukung,mengajukan
saksi dan ahli.
• Dalam hal terlapor bersedia melakukan perubahan perilaku,komisi
monitornya selama 60 hari.
• Jika komisi menilai terlapor melaksanakan penetapan komisi, maka
ditetapkan tidak melanjutkan pemeriksaan lanjutan, jika terlapor dinilai tidak
melaksanakan sesuai penetapan komisi , maka ditetapakan untuk
melakukan pemeriksaan lanjutan.

• Pada tahap pemeriksaan lanjutan, sekurangnya tiga orang anggota


komisi,meminta keterangan dari terlapor,mendengarkan keterangan
saksi,ahli dan instansi pemerintah,melakukan penilaian atas surat,dokumen
dan alat bukti lain, dan melakukan penyelidikan terhadap kegiatan terlapor
atau pihak lain terkait pelanggaran.
• Sidang majelis komisi dalam waktu 30 hari. Sidang ini dilakukan
secara terbuka untuk umum. Komisi membentuk sekurangnya tiga
orang dengan komposisi bahwa salah satu haruslah anggota yang
menangani dalam proses pemeriksaan lanjutan. Dalam persidangan
terlapor diberikan kesempatan untuk menyampaikan pembelaan
secara tertulis/lisan dan menyampaikan bukti tambahan.
9. Putusan Komisi
 Setelah melakukan pemeriksaan maka komisi akan memutuskan
apakah telah terjadi pelanggaran atau tidak berdasarkan alat bukti
tambahan.
 Putusan komisi berisi :
- Pembatalan perjanjian yang dilarang
- Perintah yang menghentikan integrasi vertical
- Perintah yang menghentikan kegiatan yang dilarang
- Perintah yang menghentikan posisi dominan
- Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan
- Penetapan pembayaran ganti rugi/ denda minimal seratus juta rupiah
dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.
 Tahapan selanjuatanya yaitu upaya hukum keberatan terhadap
putusan KPPU. Upaya hukum atas putusan putusan KPPU diatur
dalam peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia(perma) no.
03 tahun 2005.
 Dalam 14 hari sejak menerima putusan KPPU dapat mengajukan
keberatan yang disampaikan melalui kepaniteraan pengadilan neger
yang bersangkutan sesuai dengan prosedur pendaftaran perkara
perdata dan salinan keberatan diberikan kepada KPPU.
 Jika keberatan yang diajukan lebih dari satu pelaku usaha, tetapi
berbeda wilayah hukumnya, KPPU dapat mengajukan permohonan
kepada MA menunjuk salah satu pengadilan negeri.
 Pengadilan negeri yang ditujuk harus mengirimkan berkas perkara ke
pengadilan negeri yang ditunjuk. Pengadilan negeri yang ditunjuk
membentuk majelis hakim.
 KPPU wajib menyerahkan putusan dan berkas perkara ke pengadilan
negeri yang memeriksa, jika pengadilan negeri memerlukan
pemeriksaan tambahan maka dimintakan ke KPPU.
• atas putusan pengadilan dapat dilakukan kasasi ke Mahkamah
Agung Republik Indonesia dalam 30 hari. Putusan pengadilan negeri
disampaikan kepada pelaku usaha, dalam waktu 14 hari pelaku
usaha dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik
Indonesia. MA RI harus memberikan putusan 30 hari sejak
permohonan diterima.
10. Tahap pelaksanaan Putusan (eksekusi)
 Permohanan penetapan eksekusi atas putusan yang telah diperiksa
melakui prosedur keberatan, diajukan KPPU kepada pengadilan
negeri untuk memutusakan keberatan bersangkutan.
 Permohonan penetapan eksekusi putusan yang tidak diajukan
keberatan, diajukan kepada pengadilan negeri tempat kedudukan
hukum pelaku usaha.
 Fungsi peradilan, yaitu me- review seluruh proses pemeriksaan
komisi dalam mengambil putusan, tetapi tidak mempertimbangkan
adanya bukti baru/novum atau menciptakan catatan baru dalam
proses pemeriksaan.
 me – review kesimpulan putusan komisi terhadap penerapan hukum
dengan memberikan pengakuan respek daan hormat kepada
kesimpulan yang telah diambil oleh komisi.

 Peradilan hanya ikut campur tangan apabila putusan yang


dijatuhkan sama sekali tidak memiliki hubungan rasional dengan
pelanggaran hukum yang dilakukan, putusan komisi sumir dan tidak
tepat penerapan hukumnya.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai