Objektif
• Objek pengenaan adalah konsumsi di dalam daerah
pabean.
Tidak Langsung
• Secara riil dapat dialihkan, sehingga terdapat pihak
penanggung jawab pajak, penanggung pajak, dan
pemikul beban pajak.
Sifat Pemungutan (2)
Multistage
• Dikenakan di setiap rantai produksi.
Metode Kredit
• Dikenal adanya PPN Keluaran dan PPN Masukan
yang didukung faktur pajak.
Netral
• Tidak mempengaruhi pola konsumsi wajib pajak.
Menghindari Pajak Berganda
• Pajak atas konsumsi tidak akan dikenakan dua kali.
Objek Pajak PPN (1)
Pasal 4 ayat (1) UU PPN
A. Penyerahan BKP dan JKP
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha
2. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
3. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
4. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
5. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
B. Perolehan BKP dan JKP
6. Impor Barang Kena Pajak
7. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
8. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Objek Pajak PPN (2)
1. Orang Pribadi atau Badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya :
Menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP)
Memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah
pabean
Melakukan usaha Jasa Kena Pajak (JKP)
2. Memiliki Peredaran usaha atau Omzet dalam 1 (satu) tahun lebih dari Rp.
4.800.000.000,-
Bagi Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai Peredaran usaha atau Omzet
dalam 1 (satu) tahun tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,-. dapat mendaftarkan
diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).
1. Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap Penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak.
2. Menyetorkan PPN yang kurang bayar ke Kantor Pos atau Bank Persepsi
paling lambat pada akhir bulan berikut sebelum melaporkan SPT Masa PPN.
3. Melaporkan Transaksi Penyerahan Barang Kena Pajak, Barang Tidak Kena
Pajak, Jasa Kena Pajak dan Jasa Tidak Kena Pajak ke Kantor Pelayanan
Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN paling lambat pada akhir bulan
berikut.
PPN Terutang bagi Non Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Walaupun tidak menjadi Pengusaha Kena Pajak (Non PKP), PPN terutang dan
tetap harus bayar terhadap kegiatan-kegiatan dibawah ini:
1. Impor Barang Kena Pajak
2. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean
3. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
4. PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau pihak lain
UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 4 Ayat (1) huruf b dan e, serta Pasal 16C
Pemungut PPN Pasal 3A Ayat (3), Pasal 16A UU PP
Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud, baik yang bergerak
maupun tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak
berdasarkan UU PPN dan PPnBM.
Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud (1)
Beberapa jenis transaksi yang termasuk dalam jenis penyerahan barang kena pajak
sebagai berikut :
1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian, meliputi jual beli,
tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan
penyerahan hak atas barang.
2. Pengalihan Barang Kena pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
leasing atau sewa guna usaha dengan hak opsi – meskipun penyerahan hak atas BKP
belum dilakukan dan pembayaran atas harga jual BKP dilakukan secara bertahap, tetapi
karena penguasaan BKP telah berpindah dari lessor kepada lessee, maka penyerahan
BKP telah dianggap terjadi.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
Penyerahan Barang Kena Pajak (2)
7. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada
pihak yg membutuhkan BKP
UU No 11/2020
- Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi tidak termasuk Penyerahan Barang
Kena Pajak
- Pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham atau
Penyertaan modal dalam bentuk aset (imbreng) tidak termasuk Penyerahan Barang
Kena Pajak
Tidak Termasuk Penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP)
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumber jenisnya seperti minyak mentah, gas bumi, pasir & kerikil, biji besi,
biji timah dan biji emas. Tidak termasuk penyerahan batu bara (UU No
11/2020)
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak
seperti Beras dan gabah, Jagung, Sagu, Kedelai, Garam konsumsi, Daging,
Telur, Susu, Buah-buahan, Sayur-sayuran, Ubi-ubian, Bumbu-bumbuan, Gula
konsumsi.
UU HPP (berlaku 1 April 2022) Beberapa barang kebutuhan pokok akan
terutang PPN seperti beras impor dan daging impor (Lebih lanjut diatur
dalam PP)
Barang Tidak Dikenakan Pajak berdasarkan UU PPN (2)
1) Mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, tidak termasuk
suku cadang.
2) Barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan
perikanan, baik penangkapan maupun budidaya
3) Jangat dan kulit mentah yang tidak disamak
4) Ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan PMK
5) Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, atau perikanan;
6) Pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
7) Pakan ikan;
PP 48 TAHUN 2020
Penyerahan dan Impor BKP Strategis Dibebaskan
dari PPN (2)
8) Bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak, dan pakan ikan, tidak
termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan
9) Bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam
bentuk perak batangan
10) Liquified natural gas
11) Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui
kredit/pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi
ketentuan luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m2 dan tidak melebihi
36 m2 dan merupakan unit hunian pertama yang dimiliki,
12) Listrik, termasuk biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik,
kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 KVA PP 48 TAHUN 2020
Penyerahan dan Impor BKP serta Pemanfaatan
JKP
PP NO. 50 TAHUN 20
Yang Tidak Dipungut PPN
Ada 3 kelompok jasa kena pajak terkait angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN:
1) Jasa yang diterima oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan
penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional,
dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
nasional. Jasa yang diterima itu mencakup jasa persewaan kapal; jasa
kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; serta
jasa perawatan dan perbaikan kapal.
2) Jasa yang diterima oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang meliputi
jasa persewaan pesawat udara; dan jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara.
3) Jasa perawatan dan perbaikan kereta api yang diterima oleh badan usaha
penyelenggara sarana perkeretaapian umum.
Jasa Kena Pajak
Setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak (JKP) termasuk JKP yang
digunakan untuk kepentingan sendiri atau JKP yang diberikan secara Cuma-
Cuma oleh Pengusaha Kena pajak (PKP).
Jasa tidak dikenakan pajak berdasarkan UU PPN (1)
9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air terutang PPN (UU
HPP)
10. Jasa di bidang tenaga kerja terutang PPN (UU HPP)
11. Jasa di bidang perhotelan
12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum.
13. Jasa penyediaan tempat parkir;
14. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
15. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos terutang PPN (UU HPP)
16. Jasa boga atau catering
PPN PMSE PMK 48/2020
PPN PMSE yaitu Pemungutan PPN atas barang kena pajak (BKP) tidak berwujud
dan jasa kena pajak (JKP) dari luar negeri melalui kegiatan Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik (PMSE).
Pemanfaatan BKP tidak berwujud berupa pemanfaatan barang digital, seperti
piranti lunak, multimedia, data elektronik.
Pemanfaatan JKP dari luar negeri berupa pemanfaatan jasa digital, seperti layanan
jasa berbasis piranti lunak.
Pemungut PPN PMSE PMK 48/2020
Pelaksanaan pemungutan dilakukan oleh Pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai
Pemungut PPN PMSE.
Pemungut PPN PMSE adalah pelaku usaha PMSE, baik orang pribadi atau badan, yang
ditunjuk oleh menteri keuangan untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN
atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean melalui PMSE (Pasal 1 angka 16 PMK 48/2020)
Batasan Kriteria Pemungut PPN PMSE PER-12/PJ/2020
Dirjen Pajak menunjuk langsung pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria sebagai
Pemungut PPN PMSE dengan menerbitkan Keputusan Dirjen Pajak.
Pemungut PPN PMSE akan diberikan nomor identitas perpajakan.
Batasan Kriteria Pemungut PPN PMSE:
1) Nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia melebihi Rp.600 juta dalam 1 tahun atau
Rp50 juta dalam 1 bulan; dan/atau.
2) Jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12.000 dalam 1 tahun atau
1.000 dalam 1 bulan.
Tarif PPN
a. Tarif Umum
UU PPN UU HPP
Tarif Berlaku Tarif Berlaku
10% s.d. Maret 2022 11% Mulai 1 April 2022
12% Paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025
0% Khusus Ekspor - -
b. Tarif Khusus
Untuk jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN
Final. Misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.
Dasar Pengenaan Pajak (1)
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual atau penggantian atau
nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan
Menkeu yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Ada 5 dasar pengenaan pajak, yaitu:
a. Harga jual
Yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut UU PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak. Tidak termasuk dalam potongan harga adalah bonus, premi, komisi, atau
balas jasa lainnya yang diberikan dalam rangka menjual BKP.
Dasar Pengenaan Pajak (2)
b. Nilai Penggantian
Yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang
dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam
faktur Pajak.
c. Nilai Ekspor
Yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya
diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen PEB
(Pemberitahuan Ekspor Barang).
d. Nilai Impor
Yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah
dengan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam UU
Pabean Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN & PPnBM.
Dasar Pengenaan Pajak (3)
Nilai impor ini dihitung dengan menjumlahkan antara Cost/Harga Barang (C),
Insurance/Jaminan (I), Freight/Biaya pengiriman (F) dan biaya-biaya kepabean
lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabean.
Nilai Impor = C + I + F + biaya lain
Nilai impor dapat diketahui dari dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang).
e. Nilai Lain, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan digunakan sebagai sebagai
dasar pengenaan PPN:
1. Pemakaian sendiri BKP atau JKP adalah 10% dari harga jual atau penggantian
setelah dikurangi laba kotor.
2. Pemberian Cuma-Cuma BKP atau JKP adalah 10% dari harga jual atau
penggantian setelah dikurangi laba kotor.
3. Penyerahan media rekaman suara atau gmbar adalah 10% dari perkiraan harga jual
rata rata.
Dasar Pengenaan Pajak (4)
4. Penyerahan film cerita adalah 10% perkiraan hasil rata-rata per judul film
5. Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sebesar 10%
dari harga pasar wajar
6. Aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN atas
perolehan aset tersebut meneurut ketentuan dapat dikreditkan sebesar 10% dari
harga pasar wajar
7. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih
8. Jasa pengiriman paket adalah 10% x 10% x jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih
9. Jasa anjak piutang adalah adalah 10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang
diterima berupa service charge, provisi dan diskon.
Terhadap PPN Nilai lain dari angka 7 sampai 9 tidak dapat dikreditkan.
Nilai DPP apabila ada Nilai PPnBM
1) Penyetoran PPN kurang bayar oleh PKP harus dilakukan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN
disampaikan ke KPP;
2) Pelaporan SPT Masa PPN disampaikan ke KPP paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Contoh:
Bulan April 2021 terjadi PPN kurang bayar sebesar Rp.20.000.000,-,
Penyetoran ke Kas Negara paling lama tanggal 31 Mei 2021 sebelum SPT
MASA PPN disampaikan ke KPP;
Pelaporan SPT Masa PPN bulan April 2021 paling lama disampaikan ke KPP
sebelum tanggal 31 Mei 2021.
Faktur Pajak Pasal 13 Ayat (1), (6) UU PPN
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak PKP yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Faktur Pajak Elektronik wajib dibuat secara elektronik menggunakan aplikasi
e-Faktur yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Dirjen Pajak, merupakan
bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
UU No 11/2020 Pencantuman NIK dalam Faktur Pajak bagi pembeli yang
tidak memiliki NPWP.
Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP) dilarang membuat Faktur Pajak.
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak (1) PER No. 16/PJ/2021
10. Pemberitahuan Ekspor Barang yang dilampiri Nota Pelayanan Ekspor, invoice
dan bill of lading atau airway bill yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang tersebut, untuk ekspor BKP
11. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik
barang berupa nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang
dilampiri dengan SSP, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP),
dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk
impor BKP. PIB yang dimaksud meliputi:
a. Pemberitahuan Impor Barang
b. Pemberitahuan Impor Barang Khusus
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak (3)
12. PIB yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan
NPWP, yang dilampiri dengan SSP dan surat penetapan tarif dan/atau nilai
pabean, surat penetapan pabean, atau surat penetapan kembali tarif dan/atau nilai
pabean yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan
NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari PIB tersebut,
untuk impor BKP dalam hal terdapat penetapan kekurangan nilai PPN Impor
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
13. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dengan melampirkan tagihan
dan rincian berupa jenis dan nilai BKP Tidak Berwujud atau JKP serta nama dan
alamat penyedia BKP Tidak Berwujud atau JKP
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak (5)
14. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dengan melampirkan tagihan
dan rincian berupa jenis dan nilai BKP Tidak Berwujud atau JKP serta nama dan
alamat penyedia BKP Tidak Berwujud atau JKP
15. SSP untuk pembayaran PPN atas penyerahan BKP melalui juru lelang disertai
dengan kutipan Risalah Lelang, yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan SSP tersebut; dan
16. SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran dan/atau penyerahan BKP
dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang
dilampiri dengan:
a. Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran BKP, atau
b. invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud.
Faktur Pajak khusus PKP Pedagang Eceran
7. Retur Penjualan
Contoh : PT. B (PKP) meretur 5 unit Netbook HP atas pembelian kredit sebelumnya, maka
perhitungan PPN :
Retur Penjualan BKP 5 x Rp. 6.000.000 = Rp. 30.000.000
PPN 10% x Rp. 30.000.000 = Rp. 3.000.000
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (5)
8. Pemberian Cuma-cuma
Contoh : PT. A (PKP) memberikan sumbangan berupa persediaan dagangan (BKP) kepada
Yayasan Yatim Piatu. Harga pokok persediaan tersebut adalah Rp.15.000.000,- Harga jual barang
adalah Rp.18.000.000,-
PPN atas Pemberian Cuma-Cuma dihitung sebesar 10% x Harga Pokok = 10% x Rp.15.000.000 =
Rp.1.500.000,-
Transaksi dibuatkan Faktur Pajak, dimana pembelinya atas nama Yayasan Yatim Piatu.
9. Pemakaian Sendiri
Contoh : Dipakai sendiri BKP seharga Rp.2.600.000, harga pokoknya Rp. 2.000.000,-, untuk diberikan
hadiah penghargaan kepada karyawan
PPN atas Pemakaian Sendiri dihitung sebesar 10% x Harga Pokok. = 10% x Rp.2.000.000 =
Rp.200.000,-
Transaksi dibuatkan Faktur Pajak, dimana pembelinya atas nama Perusahaan (= Penjual).
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (6)
10. Persediaan BKP dan Aset yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran sepanjang PPN atas
perolehan aset tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan (Pasal 16D UU
PPN).
Contoh : Dijual tunai mesin bekas seharga Rp. 25.000.000,- mesin tersebut dibeli bulan Januari 2017
seharga Rp. 30.000.000.- Nilai bukunya Rp. 22.500.000,- dan PPN saat pembelian sebesar Rp.
3.000.000,- telah dikreditkan pada bulan Januari 2017.
PPN atas penjualan aset bekas tersebut sebesar 10% x harga penjualan bekas = 10% x Rp.
25.000.000 = Rp. 2.500.000,-
Transaksi dibuat Faktur Pajak.
PPN disetor sendiri paling lambal tanggal 15 bulan berikutnya.
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (7)
Contoh 2 : CV. A (PKP) menjual 10.000 benih lele kepada kelompok tani dengan harga Rp.300 per
benih.
Harga beras = 10.000 x Rp.300 = Rp, 3.000.000,-
PPN tidak dikenakan, karena benih lele masuk kelompok bibit dan benih pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, dan perikanan., tidak dikenai PPN.
Pajak Masukan (PPN Masukan) (1)
PPN Masukan timbul karena adanya pembelian BKP atau JKP dan diakui saat terjadi
pembelian BKP atau JKP.
Sesuai UU Perpajakan, Pajak Masukan ada yang dapat dikreditkan, ada juga yang
tidak dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bukan bagian dari harga pembelian karena
itu dicatat dalam Neraca pada kelompok Aset Lancar, karena nantinya akan di offset
dengan Pajak Keluaran.
Sedangkan, Pajak Masukan yang tidak dapat di kreditkan diakui sebagai biaya
dalam Laporan Laba Rugi atau di kapitalisasi sebagai aset dalam Neraca.
Pajak Masukan (PPN Masukan) (2)
Jurnal akuntansi:
Dr. Persediaan Rp. 516.000.000
Dr. PPN Masukan Rp. 51.600.000
Dr. Utang Usaha Rp. 571.600.000
Pajak Masukan (PPN Masukan) (3)
2. Pembelian BKP dari PKP dan PPN Masukan tidak dapat dikreditkan
Contoh : PT. B (PKP) membeli 1 unit mobil Honda Jazz secara tunai dari PT. A (PKP) seharga @
Rp. 250.000.000, PPN 10%. Mobil digunakan untuk inventaris perusahaan.
Pembelian BKP 1 x Rp. 250.000.000 = Rp. 250.000.000
PPN 10% x Rp. 250.000.000 = Rp. 25.000.000
Jurnal akuntansi:
Dr. Aset Tetap - Kendaraan Rp. 275.000.000
Dr. Kas Rp. 275.000.000
Pajak Masukan (PPN Masukan) (4)
4. Retur Pembelian
Contoh : PT. B (PKP) meretur 10 unit Netbook HP kepada PT. A (PKP), maka perhitungan PPN
nya :
Retur Pembelian BKP 10 x Rp. 4.300.000 = Rp. 43.000.000
PPN 10% x Rp. 43.000.000 = Rp. 4.300.000
Nilai PPN impor = 10% x (Rp. 147.060.000 + Rp. 29.412.000) = Rp. 17.647.200
Pajak Masukan (PPN Masukan) (7)
Contoh 2 : PT B (PKP) membeli 10.000 benih lele dari CV. A (PKP) dengan harga Rp.300 per benih.
Harga beras = 10.000 x Rp.300 = Rp, 3.000.000,-
PPN tidak dikenakan, karena benih lele masuk kelompok bibit dan benih pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, dan perikanan., tidak dikenai PPN.
Offset PPN Keluaran & PPN Masukan
Pada saat Pelaporan SPT Masa PPN akan dilakukan offset antara PPN Keluaran dengan
PPN Masukan.
Jika selisih PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, maka PKP harus menyetorkan
kekurangannya.
Jika PPN Keluaran lebih kecil dari PPN Masukan, dalam hal ini terjadi kelebihan bayar,
maka PKP dapat memperhitungkan kelebihan bayar tersebut dengan cara kompensasi
terhadap SPT Masa bulan berikutnya atau meminta restitusi.
Contoh Offset PPN Keluaran & PPN Masukan:
- Pajak Keluaran Rp. 69.000.000
- Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp. 51.600.000 -
- PPN Kurang Bayar Rp. 17.400.000
PPN Kegiatan Membangun Sendiri
PMK No.163/PMK.03/201
(PPN KMS) (1)
Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Menghitung PPN kegiatan membangun sendiri (KMS) sedikit berbeda dengan pada
PPN pada umumnya.
Perhitungan PPN KMS sebesar Tarif 10% x DPP 20% x Jumlah biaya yang
dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah.
Saat terutangnya PPN atas kegiatan membangun sendiri pada saat mulai
dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
Tempat terutang PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.
PPN Kegiatan Membangun Sendiri
(PPN KMS) (2)
Penyetoran PPN KMS terutang dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak dengan kode: 411211 – 103
PPN KMS tidak dapat dikreditkan.
Contoh:
Koperasi Sejahtera melakukan kegiatan membangun sendiri untuk bangunan
kantornya. Selama 4 bulan pertama telah mengeluarkan biaya - biaya berikut:
PPN Kegiatan Membangun Sendiri
(PPN KMS) (3)
Jawaban :
DPP kegiatan membangun sendiri adalah sebesar 20% dari biaya selain pembebasan
lahan. Tarif PPN 10%.
No. Bulan Biaya Biaya Tenaga Biaya DPP 20% PPN
Material Kerja Bulanan Terutang
10%
1. April 165.000.000 76.500.000 241.500.000 48.300.000 4.830.000
2. Mei 134.500.000 65.000.000 199.500.000 39.900.000 3.990.000
3. Juni 215.000.000 91.250.000 306.250.000 61.250.000 6.125.000
4. Juli 131.500.000 55.750.000 187.250.000 37.450.000 3.745.000
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
atau
Luxury Sales Tax (LST)
Pengertian & Objek PPn BM
Pengertian
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan pada
setiap penyerahan kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang
tergolong barang mewah yang dilakukan oleh pabrikan atau pada saat melakukan
impor.
Objek PPnBM
1. Impor atau Penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong barang mewah yang
dilakukan oleh pabrikan
2. Impor atau Penyerahan selain kendaraan bermotor yang tergolong barang
mewah yang dilakukan oleh pabrikan
Karakteristik PPn BM
Pengenaan PPn BM atas barang kena pajak tergolong mewah dilakukan dengan
ketentuan:
a) Hanya satu kali pengenaan.
b) PPnBM tidak dapat dikreditkan.
c) Pengenaan PPn BM tidak terkait apakah barang dikenakan PPN atau
tidak.
Jadi sebenarnya PPn BM hanya dikenakan satu kali bagi pengusaha yang melakukan
transaksi langsung kepada pabrikan atau melakukan impor barang tergolong mewah.
Namun karena pengusaha tersebut tidak mau rugi, nilai PPn BM tersebut dibebankan
kepada pembeli sebesar nilai yang sama.
Objek & Tarif PPn BM (1)
Contoh:
Bapak Ahmad merupakan seorang pengusaha di bidang produksi film, pada suatu saat
beliau membeli sebuah mobil sport mewah dengan harga Rp.900.000.000. Berdasarkan
DPP, mobil tersebut terkena tarif PPnBM sebesar 40%. Lalu, berapakah nilai uang
yang harus dibayarkan Bapak Ahmad untuk membawa masuk mobilnya ke Indonesia ?
PPn BM = 40% x Rp.900.000.000 = Rp.360.000.000,-
PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)
PPN = 10% x (Rp.900.000.000 – Rp.360.000.000)
PPN = 10% x Rp.540.000.000 =Rp.54.000.0000
Berarti total harga mobil yang harus dibayarkan Bapak Ahmad adalah:
Harga Mobil + PPN + PPnBM = Rp1.314.000.000
-end-