Anda di halaman 1dari 91

PPN dan PPnBM

Upd UU 11/2020 & UU HPP

Irsan Lubis - 2021


Dasar Hukum

 UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan


Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42
Tahun 2009 dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta UU
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) – yg disahkan 7 Oktober
2021
 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pengertian PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah:


Pajak yang dipungut/ dipotong oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
berkaitan dengan transaksi penyerahan (penjualan atau pembelian atau
transaksi lainnya) barang/jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi.
Sifat Pemungutan (1)

Dikenakan Atas Konsumsi


• Melekat kepada objek yang dikenai pajak.

Objektif
• Objek pengenaan adalah konsumsi di dalam daerah
pabean.
Tidak Langsung
• Secara riil dapat dialihkan, sehingga terdapat pihak
penanggung jawab pajak, penanggung pajak, dan
pemikul beban pajak.
Sifat Pemungutan (2)

Multistage
• Dikenakan di setiap rantai produksi.

Metode Kredit
• Dikenal adanya PPN Keluaran dan PPN Masukan
yang didukung faktur pajak.
Netral
• Tidak mempengaruhi pola konsumsi wajib pajak.
Menghindari Pajak Berganda
• Pajak atas konsumsi tidak akan dikenakan dua kali.
Objek Pajak PPN (1)
 Pasal 4 ayat (1) UU PPN
A. Penyerahan BKP dan JKP
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yg dilakukan oleh Pengusaha
2. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
3. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
4. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
5. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
B. Perolehan BKP dan JKP
6. Impor Barang Kena Pajak
7. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
8. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Objek Pajak PPN (2)

 Pasal 16C UU PPN


9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan
 Pasal 16D UU PPN
10. Penyerahan Barang Kena Pajak berupa aset yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali alas penyerahan eset
yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
Subjek Pajak PPN

Subjek pajak PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan


penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM.
Syarat Menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) (1)

1. Orang Pribadi atau Badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya :
 Menghasilkan Barang Kena Pajak (BKP)

 Mengimpor Barang Kena Pajak (BKP)

 Mengekspor Barang Kena Pajak (BKP)

 Melakukan usaha perdagangan

 Memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah
pabean
 Melakukan usaha Jasa Kena Pajak (JKP)

 Memanfaatkan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean

PMK No. 197/PMK.03/2013


Syarat Menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) (2)

2. Memiliki Peredaran usaha atau Omzet dalam 1 (satu) tahun lebih dari Rp.
4.800.000.000,-
Bagi Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai Peredaran usaha atau Omzet
dalam 1 (satu) tahun tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,-. dapat mendaftarkan
diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP).

3. Harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena


Pajak (NPPKP), yaitu nomor identitas Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
disematkan saat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP lewat surat pengukuhan
PKP.
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak

1. Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap Penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak.
2. Menyetorkan PPN yang kurang bayar ke Kantor Pos atau Bank Persepsi
paling lambat pada akhir bulan berikut sebelum melaporkan SPT Masa PPN.
3. Melaporkan Transaksi Penyerahan Barang Kena Pajak, Barang Tidak Kena
Pajak, Jasa Kena Pajak dan Jasa Tidak Kena Pajak ke Kantor Pelayanan
Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN paling lambat pada akhir bulan
berikut.
PPN Terutang bagi Non Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Walaupun tidak menjadi Pengusaha Kena Pajak (Non PKP), PPN terutang dan
tetap harus bayar terhadap kegiatan-kegiatan dibawah ini:
1. Impor Barang Kena Pajak
2. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean
3. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
4. PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau pihak lain

UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 4 Ayat (1) huruf b dan e, serta Pasal 16C
Pemungut PPN Pasal 3A Ayat (3), Pasal 16A UU PP

Pemungut PPN ditunjuk oleh UU bertugas memungut, memotong, dan


menyetorkan PPN, menggantikan peran PKP yang melakukan penyerahan.
Pihak Pemungut PPN antara lain:
• Bendaharawan Pemerintah dan KPKN - PMK No. 231/PMK.03/2019
• Kontraktor Kontrak Kerja Sama - PMK Nomor 73/PMK.03/2010
• BUMN - PMK No. 8/PMK.03/2021
• Badan Usaha / Perusahaan Tertentu - PMK No. 8/PMK.03/2021
• Pemungut PPN PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) - PMK
No. 48/PMK.03/2020 & PER-12/PJ/2020)
Barang Kena Pajak

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud, baik yang bergerak
maupun tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak
berdasarkan UU PPN dan PPnBM.
Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud (1)

1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan,


kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau
proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial
atau hak serupa lainnya;
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,
komersial, atau ilmiah;
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial,
atau komersial;
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1,
Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud (2)

penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka


2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa :
4.a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serta
optik, atau teknologi yang serupa;
4.b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara
atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan
melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan
4.c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi;
Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud (3)

5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture


films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran
radio; dan
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan
atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya
sebagaimana tersebut di atas.
Penyerahan Barang Kena Pajak (1)

Beberapa jenis transaksi yang termasuk dalam jenis penyerahan barang kena pajak
sebagai berikut :
1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian, meliputi jual beli,
tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan
penyerahan hak atas barang.
2. Pengalihan Barang Kena pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
leasing atau sewa guna usaha dengan hak opsi – meskipun penyerahan hak atas BKP
belum dilakukan dan pembayaran atas harga jual BKP dilakukan secara bertahap, tetapi
karena penguasaan BKP telah berpindah dari lessor kepada lessee, maka penyerahan
BKP telah dianggap terjadi.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
Penyerahan Barang Kena Pajak (2)

4. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;


Pemakaian sendiri yaitu untuk kepentingan pengusaha, pengurus atau karyawannya.
Pemberian cuma-cuma yaitu pemberian tanpa pembayaran termasuk pemberian contoh
barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
5. Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang
Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat
dikreditkan;
6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan
Barang Kena Pajak antar Cabang;
Yang dimaksud cabang antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan
sejenisnya.
Penyerahan Barang Kena Pajak (3)

7. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada
pihak yg membutuhkan BKP

UU No 11/2020 
- Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi tidak termasuk Penyerahan Barang
Kena Pajak
- Pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham atau
Penyertaan modal dalam bentuk aset (imbreng) tidak termasuk Penyerahan Barang
Kena Pajak
Tidak Termasuk Penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP)

1. Penyerahan BKP kepada makelar


2. Penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang
3. Penyerahan BKP dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat pajak
terutang
4. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan
dan yang menerima pengalihan adalah PKP
5. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan
Barang Tidak Dikenakan Pajak berdasarkan UU PPN (1)

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumber jenisnya seperti minyak mentah, gas bumi, pasir & kerikil, biji besi,
biji timah dan biji emas. Tidak termasuk penyerahan batu bara (UU No
11/2020)
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak
seperti Beras dan gabah, Jagung, Sagu, Kedelai, Garam konsumsi, Daging,
Telur, Susu, Buah-buahan, Sayur-sayuran, Ubi-ubian, Bumbu-bumbuan, Gula
konsumsi.
UU HPP (berlaku 1 April 2022)  Beberapa barang kebutuhan pokok akan
terutang PPN seperti beras impor dan daging impor (Lebih lanjut diatur
dalam PP)
Barang Tidak Dikenakan Pajak berdasarkan UU PPN (2)

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,


warung dan sejenisnya.
4. Uang, emas batangan dan surat-surat berharga.
Penyerahan dan Impor BKP Dibebaskan dari PPN

1) Buku Pelajaran Umum, Kitab Suci, dan Buku Pelajaran Agama


(PMK 5/PMK.010/2020)
2) Rumah umum (RS/RSS), pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta
perumahan lainnya (rumah pekerja, bangunan bagi korban bencana) (PMK
81/PMK.010/2019)
Penyerahan dan Impor BKP Strategis Dibebaskan
dari PPN (1)

1) Mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, tidak termasuk
suku cadang.
2) Barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan
perikanan, baik penangkapan maupun budidaya
3) Jangat dan kulit mentah yang tidak disamak
4) Ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan PMK
5) Bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, atau perikanan;
6) Pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan;
7) Pakan ikan;
PP 48 TAHUN 2020
Penyerahan dan Impor BKP Strategis Dibebaskan
dari PPN (2)

8) Bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak, dan pakan ikan, tidak
termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan
9) Bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam
bentuk perak batangan
10) Liquified natural gas
11) Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui
kredit/pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi
ketentuan luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m2 dan tidak melebihi
36 m2 dan merupakan unit hunian pertama yang dimiliki,
12) Listrik, termasuk biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik,
kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 KVA PP 48 TAHUN 2020
Penyerahan dan Impor BKP serta Pemanfaatan
JKP
PP NO. 50 TAHUN 20
Yang Tidak Dipungut PPN
Ada 3 kelompok jasa kena pajak terkait angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN:
1) Jasa yang diterima oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan
penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional,
dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
nasional. Jasa yang diterima itu mencakup jasa persewaan kapal; jasa
kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; serta
jasa perawatan dan perbaikan kapal.
2) Jasa yang diterima oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang meliputi
jasa persewaan pesawat udara; dan jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara.
3) Jasa perawatan dan perbaikan kereta api yang diterima oleh badan usaha
penyelenggara sarana perkeretaapian umum.
Jasa Kena Pajak

Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan


suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau
fasilitas atau kemudahan atau hak yang tersedia untuk dipakai, termasuk jasa
yang dihasilkan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan
dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan berdasarkan UU
PPN dan PPn BM.
Penyerahan Jasa Kena Pajak

Setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak (JKP) termasuk JKP yang
digunakan untuk kepentingan sendiri atau JKP yang diberikan secara Cuma-
Cuma oleh Pengusaha Kena pajak (PKP).
Jasa tidak dikenakan pajak berdasarkan UU PPN (1)

1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik  terutang PPN (UU HPP)


2. Jasa di bidang pelayanan sosial  terutang PPN (UU HPP)
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko  terutang PPN (UU
HPP)
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
 terutang PPN (UU HPP)
5. Jasa di bidang keagamaan
6. Jasa di bidang Pendidikan  terutang PPN (UU HPP)
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;  terutang PPN (UU
HPP)
Jasa tidak kena pajak berdasarkan UU PPN (2)

9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air  terutang PPN (UU
HPP)
10. Jasa di bidang tenaga kerja  terutang PPN (UU HPP)
11. Jasa di bidang perhotelan
12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum.
13. Jasa penyediaan tempat parkir;
14. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
15. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos  terutang PPN (UU HPP)
16. Jasa boga atau catering
PPN PMSE PMK 48/2020

PPN PMSE yaitu Pemungutan PPN atas barang kena pajak (BKP) tidak berwujud
dan jasa kena pajak (JKP) dari luar negeri melalui kegiatan Perdagangan Melalui
Sistem Elektronik (PMSE).
Pemanfaatan BKP tidak berwujud berupa pemanfaatan barang digital, seperti
piranti lunak, multimedia, data elektronik.
Pemanfaatan JKP dari luar negeri berupa pemanfaatan jasa digital, seperti layanan
jasa berbasis piranti lunak.
Pemungut PPN PMSE PMK 48/2020

Pelaksanaan pemungutan dilakukan oleh Pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai
Pemungut PPN PMSE.
Pemungut PPN PMSE adalah pelaku usaha PMSE, baik orang pribadi atau badan, yang
ditunjuk oleh menteri keuangan untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN
atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean melalui PMSE (Pasal 1 angka 16 PMK 48/2020)
Batasan Kriteria Pemungut PPN PMSE PER-12/PJ/2020

Dirjen Pajak menunjuk langsung pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria sebagai
Pemungut PPN PMSE dengan menerbitkan Keputusan Dirjen Pajak.
Pemungut PPN PMSE akan diberikan nomor identitas perpajakan.
Batasan Kriteria Pemungut PPN PMSE:
1) Nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia melebihi Rp.600 juta dalam 1 tahun atau
Rp50 juta dalam 1 bulan; dan/atau.
2) Jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12.000 dalam 1 tahun atau
1.000 dalam 1 bulan.
Tarif PPN

a. Tarif Umum
UU PPN UU HPP
Tarif Berlaku Tarif Berlaku
10% s.d. Maret 2022 11% Mulai 1 April 2022
12% Paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025
0% Khusus Ekspor - -

b. Tarif Khusus
Untuk jenis barang/jasa tertentu atau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN
Final. Misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.
Dasar Pengenaan Pajak (1)

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual atau penggantian atau
nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan
Menkeu yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Ada 5 dasar pengenaan pajak, yaitu:
a. Harga jual
Yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut UU PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak. Tidak termasuk dalam potongan harga adalah bonus, premi, komisi, atau
balas jasa lainnya yang diberikan dalam rangka menjual BKP.
Dasar Pengenaan Pajak (2)

b. Nilai Penggantian
Yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang
dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam
faktur Pajak.
c. Nilai Ekspor
Yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya
diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen PEB
(Pemberitahuan Ekspor Barang).
d. Nilai Impor
Yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah
dengan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam UU
Pabean Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU PPN & PPnBM.
Dasar Pengenaan Pajak (3)

Nilai impor ini dihitung dengan menjumlahkan antara Cost/Harga Barang (C),
Insurance/Jaminan (I), Freight/Biaya pengiriman (F) dan biaya-biaya kepabean
lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabean.
Nilai Impor = C + I + F + biaya lain
Nilai impor dapat diketahui dari dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang).
e. Nilai Lain, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan digunakan sebagai sebagai
dasar pengenaan PPN:
1. Pemakaian sendiri BKP atau JKP adalah 10% dari harga jual atau penggantian
setelah dikurangi laba kotor.
2. Pemberian Cuma-Cuma BKP atau JKP adalah 10% dari harga jual atau
penggantian setelah dikurangi laba kotor.
3. Penyerahan media rekaman suara atau gmbar adalah 10% dari perkiraan harga jual
rata rata.
Dasar Pengenaan Pajak (4)

4. Penyerahan film cerita adalah 10% perkiraan hasil rata-rata per judul film
5. Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sebesar 10%
dari harga pasar wajar
6. Aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN atas
perolehan aset tersebut meneurut ketentuan dapat dikreditkan sebesar 10% dari
harga pasar wajar
7. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih
8. Jasa pengiriman paket adalah 10% x 10% x jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih
9. Jasa anjak piutang adalah adalah 10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang
diterima berupa service charge, provisi dan diskon.
Terhadap PPN Nilai lain dari angka 7 sampai 9 tidak dapat dikreditkan.
Nilai DPP apabila ada Nilai PPnBM

Menentukan Nilai DPP apabila ada Nilai PPnBM


1. Untuk barang yang tidak dikenakan PPnBM:
DPP = Harga barang
2. Untuk barang yang dikenakan PPnBM, langsung dari Produsen (pabrikan)
atau Importir (pasal 9 ayat 3 PP Nomor 1/2012):
DPP = Harga barang
3. Untuk barang yang dikenakan PPnBM, selain dari Produsen (pabrikan)
atau Importir (pasal 9 ayat 4 PP Nomor 1/2012):
DPP = Harga barang + Nilai PPnBM
Saat Terutangnya PPN

a) Jika tidak ada pembayaran sebelum penyerahan BKP/JKP atau


pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar daerah pabean, saat terutang
PPN adalah saat
- penyerahan Barang Kena Pajak
- impor Barang Kena Pajak
- penyerahan Jasa Kena Pajak
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
- pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
- ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
- ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; atau
- ekspor Jasa Kena Pajak.
Saat Terutangnya PPN

b) Jika pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau


Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya PPN adalah pada saat
pembayaran.
Penyetoran PPN dan Pelaporan SPT Masa PPN

1) Penyetoran PPN kurang bayar oleh PKP harus dilakukan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN
disampaikan ke KPP;
2) Pelaporan SPT Masa PPN disampaikan ke KPP paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Contoh:
Bulan April 2021 terjadi PPN kurang bayar sebesar Rp.20.000.000,-,
Penyetoran ke Kas Negara paling lama tanggal 31 Mei 2021 sebelum SPT
MASA PPN disampaikan ke KPP;
Pelaporan SPT Masa PPN bulan April 2021 paling lama disampaikan ke KPP
sebelum tanggal 31 Mei 2021.
Faktur Pajak Pasal 13 Ayat (1), (6) UU PPN

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak PKP yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Faktur Pajak Elektronik wajib dibuat secara elektronik menggunakan aplikasi
e-Faktur yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Dirjen Pajak, merupakan
bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
UU No 11/2020  Pencantuman NIK dalam Faktur Pajak bagi pembeli yang
tidak memiliki NPWP.
Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP) dilarang membuat Faktur Pajak.
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak (1) PER No. 16/PJ/2021

Terdapat 16 Jenis Dokumen Tertentu:


1. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/
DOLOG untuk penyaluran tepung terigu
2. Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi
3. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (airway bill), atau delivery bill, yang
dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri
4. Nota penjualan jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan
5. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik
6. Bukti tagihan atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh perusahaan air minum
7. Bukti tagihan (trading confirmation) atas penyerahan JKP oleh perantara efek
8. Bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh perbankan
9. Dokumen yang digunakan untuk pemesanan pita cukai hasil tembakau (dok. CK-1)
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak (2)

10. Pemberitahuan Ekspor Barang yang dilampiri Nota Pelayanan Ekspor, invoice
dan bill of lading atau airway bill yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang tersebut, untuk ekspor BKP
11. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik
barang berupa nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang
dilampiri dengan SSP, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP),
dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk
impor BKP. PIB yang dimaksud meliputi:
a. Pemberitahuan Impor Barang
b. Pemberitahuan Impor Barang Khusus
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak (3)

c. Pemberitahuan atas Barang Pribadi Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut


(Customs Declaration)
d. Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat
e. Pemberitahuan Penyelesaian Barang asal Impor yang Mendapat Kemudahan
Impor Tujuan Ekspor (KITE)
f. Pemberitahuan Impor Barang dari Tempat Penimbunan Berikat
g. Surat penetapan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak atas barang
kiriman, dan
h. PIB lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kepabeanan.
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak (4)

12. PIB yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan
NPWP, yang dilampiri dengan SSP dan surat penetapan tarif dan/atau nilai
pabean, surat penetapan pabean, atau surat penetapan kembali tarif dan/atau nilai
pabean yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan
NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari PIB tersebut,
untuk impor BKP dalam hal terdapat penetapan kekurangan nilai PPN Impor
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
13. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dengan melampirkan tagihan
dan rincian berupa jenis dan nilai BKP Tidak Berwujud atau JKP serta nama dan
alamat penyedia BKP Tidak Berwujud atau JKP
Dokumen Tertentu yang Kedudukannya
Dipersamakan dengan Faktur Pajak (5)

14. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, dengan melampirkan tagihan
dan rincian berupa jenis dan nilai BKP Tidak Berwujud atau JKP serta nama dan
alamat penyedia BKP Tidak Berwujud atau JKP
15. SSP untuk pembayaran PPN atas penyerahan BKP melalui juru lelang disertai
dengan kutipan Risalah Lelang, yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan SSP tersebut; dan
16. SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran dan/atau penyerahan BKP
dan/atau JKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang
dilampiri dengan:
a. Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran BKP, atau
b. invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud.
Faktur Pajak khusus PKP Pedagang Eceran

UU 11/2020  Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran dapat membuat Faktur


Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama
dan tanda tangan penjual dalam hal melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir.
Dapat menerbitkan faktur pajak standar dengan digabung
Saat Pembuatan Faktur Pajak

Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat:


a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya
setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan
berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak;
c. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada
Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Masa Pengkreditan Faktur Pajak

Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran


adalah Faktur Pajak yang diisi telah memenuhi ketentuan persyaratan formal
dan persyaratan material.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak
yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan.
Faktur Pajak (Pajak Masukan) Yang Tidak Dapat
Dikreditkan (1)
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, adalah:
1) Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP sebesar 20%
dari Pajak Keluaran;
UU 11/2020  Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
dapat dikreditkan dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan
sebesar 80% dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.
2) Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha;
Faktur Pajak (Pajak Masukan) Yang Tidak Dapat
Dikreditkan (2)
3) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
5) Perolehan BKP/JKP yang Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat
(5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat dan NPWP pembeli
BKP atau penerima JKP;
6) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (6);
Faktur Pajak (Pajak Masukan) Yang Tidak Dapat
Dikreditkan (3)
7) Perolehan BKP atas JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan Pajak;
UU 11/2020  Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP
serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak dapat dikreditkan sebesar jumlah pokok PPN yang
tercantum dalam ketetapan pajak dengan ketentuan ketetapan pajak
dimaksud telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya hukum
serta memenuhi ketentuan pengkreditan.
Pajak Keluaran dan Pajak Masukan

Pemungutan PPN menganut prinsip akrual artinya terutangnya pajak dipungut


pada saat terjadi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau pada saat
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) meskipun pembayaran atas penyerahan
tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima.
Dalam transaksi pajak pertambahan nilai dikenal dengan istilah Pajak Keluaran dan
Pajak Masukan.
 Pajak Keluaran merupakan PPN Terutang yang wajib di pungut oleh PKP yang
melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor BKP. Pajak Keluaran bukan
merupakan bagian Pendapatan/Penjualan perusahaan. Pajak Keluaran diklasifikasikan
sebagai Kewajiban (Utang)
 Pajak Masukan merupakan PPN yang seharusnya sudah di bayar oleh PKP karena
perolehan BKP atau penerimaan JKP dan atau impor BKP.
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (1)

1. Penyerahan BKP oleh PKP kepada PKP Lain


Contoh : PT. A (PKP) menjual 115 unit Netbook HP kepada PT. B (PKP) seharga @ Rp.6.000.000
dibayar kredit.
Penjualan BKP = 115 x Rp. 6.000.000 = Rp. 690.000.000
PPN = 10% x Rp. 690.000.000 = Rp. 69.000.000 (Pajak Keluaran)

2. Penjualan Dengan Potongan Harga (PKP dengan PKP Lain)


Contoh : PT. A (PKP) menjual 115 unit Netbook HP kepada PT. B (PKP) seharga @ Rp.6.000.000
potongan penjualan @ Rp. 300.000, dibayar tunai.
Penjualan BKP = 115 x Rp. 6.000.000 = Rp. 690.000.000
Potongan Penjualan = 115 x Rp. 300.000 = Rp. 34.500.000
Penjualan bersih = Rp. 655.500.000
PPN 10% x Rp. 655.500.000 = Rp. 65.550.000 (Pajak Keluaran)
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (2)

3. Penyerahan BKP oleh PKP kepada Bendaharawan Pemerintah (Pemungut)


Contoh : PT. A (PKP) menjual 100 unit Netbook HP kepada Dinas Sosial seharga @ Rp.6.000.000
Penjualan BKP = 100 x Rp. 6.000.000 = Rp. 600.000.000
PPN = 10% x Rp. 600.000.000 = Rp. 60.000.000 (Pajak Keluaran)
Saat menerima pelunasan dari Bendaharawan, PPN sebesar Rp.60.000.000 dipungut oleh
Bendaharawan dan dikurangi dari tagihan.

4. Penyerahan BKP oleh PKP kepada BUMN (Pemungut)


Contoh : PT. A (PKP) menjual 100 unit Netbook HP kepada Bank Mandiri seharga @ Rp.6.000.000
Penjualan BKP = 100 x Rp. 6.000.000 = Rp. 600.000.000
PPN = 10% x Rp. 600.000.000 = Rp. 60.000.000 (Pajak Keluaran)
Saat menerima pelunasan dari Bank Mandiri, PPN sebesar Rp.60.000.000 dipungut oleh Bank
Mandiri dan dikurangi dari tagihan.
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (3)

5. Penjualan Dengan Uang Muka (PKP dengan PKP Lain)


Contoh : PT. A (PKP) menjual 115 unit Netbook HP kepada PT. B (PKP) seharga @ Rp.6.000.000
pada saat pemesanan dibayar uang muka 25%.
a. PPN atas Uang Muka.
Uang Muka Penjualan 25% x (115 x Rp. Rp.6.000.000) = Rp. 172.500.000
PPN 10% x Rp. 172.500.000 = Rp. 17.250.000 (Pajak Keluaran)
Penerimaan Kas Rp. 189.750.000

b. PPN saat Pelunasan.


Penjualan BKP 115 x Rp. 6.000.000 = Rp. 690.000.000
Uang Muka Penjualan 25% x Rp. 690.000.000 = Rp. 172.500.000 -
Sisa Pelunasan = Rp. 517.500.000
PPN 10% x Rp. 517.500.000 = Rp. 51.750.000 + (Pajak Keluaran)
Penerimaan Kas Rp. 569.250.000
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (4)

6. Penjualan Sudah Termasuk PPN (PKP dengan PKP Lain)


Contoh : PT. PKP menjual 115 unit Netbook HP kepada PT. PKP Lain seharga @ Rp.6.000.000,-
harga sudah termasuk PPN 10%.
Penjualan BKP 115 x Rp. 6.000.000 = Rp. 690.000.000
DPP /Penjualan Sebelum PPN Rp. 690.000.000 / 1,1 = Rp. 627.272.727
PPN 10% x Rp. 627.272.727 = Rp. 62.727.272

7. Retur Penjualan
Contoh : PT. B (PKP) meretur 5 unit Netbook HP atas pembelian kredit sebelumnya, maka
perhitungan PPN :
Retur Penjualan BKP 5 x Rp. 6.000.000 = Rp. 30.000.000
PPN 10% x Rp. 30.000.000 = Rp. 3.000.000
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (5)

8. Pemberian Cuma-cuma
Contoh : PT. A (PKP) memberikan sumbangan berupa persediaan dagangan (BKP) kepada
Yayasan Yatim Piatu. Harga pokok persediaan tersebut adalah Rp.15.000.000,- Harga jual barang
adalah Rp.18.000.000,-
PPN atas Pemberian Cuma-Cuma dihitung sebesar 10% x Harga Pokok = 10% x Rp.15.000.000 =
Rp.1.500.000,-
Transaksi dibuatkan Faktur Pajak, dimana pembelinya atas nama Yayasan Yatim Piatu.

9. Pemakaian Sendiri
Contoh : Dipakai sendiri BKP seharga Rp.2.600.000, harga pokoknya Rp. 2.000.000,-, untuk diberikan
hadiah penghargaan kepada karyawan
PPN atas Pemakaian Sendiri dihitung sebesar 10% x Harga Pokok. = 10% x Rp.2.000.000 =
Rp.200.000,-
Transaksi dibuatkan Faktur Pajak, dimana pembelinya atas nama Perusahaan (= Penjual).
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (6)

10. Persediaan BKP dan Aset yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran sepanjang PPN atas
perolehan aset tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan (Pasal 16D UU
PPN).
Contoh : Dijual tunai mesin bekas seharga Rp. 25.000.000,- mesin tersebut dibeli bulan Januari 2017
seharga Rp. 30.000.000.- Nilai bukunya Rp. 22.500.000,- dan PPN saat pembelian sebesar Rp.
3.000.000,- telah dikreditkan pada bulan Januari 2017.
PPN atas penjualan aset bekas tersebut sebesar 10% x harga penjualan bekas = 10% x Rp.
25.000.000 = Rp. 2.500.000,-
Transaksi dibuat Faktur Pajak.
PPN disetor sendiri paling lambal tanggal 15 bulan berikutnya.
Pajak Keluaran (PPN Keluaran) (7)

11. Penjualan Barang oleh PKP yang tidak dipungut PPN


Contoh 1 : CV. A (PKP) menjual 100 karung beras di toko retailnya dengan harga Rp.300.000 per
karung.
Harga beras = 100 x Rp.300.000 = Rp, 3.000.000,-
PPN tidak dikenakan, karena beras merupakan barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat
banyak, tidak dikenai PPN.

Contoh 2 : CV. A (PKP) menjual 10.000 benih lele kepada kelompok tani dengan harga Rp.300 per
benih.
Harga beras = 10.000 x Rp.300 = Rp, 3.000.000,-
PPN tidak dikenakan, karena benih lele masuk kelompok bibit dan benih pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, dan perikanan., tidak dikenai PPN.
Pajak Masukan (PPN Masukan) (1)

PPN Masukan timbul karena adanya pembelian BKP atau JKP dan diakui saat terjadi
pembelian BKP atau JKP.
Sesuai UU Perpajakan, Pajak Masukan ada yang dapat dikreditkan, ada juga yang
tidak dapat dikreditkan.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bukan bagian dari harga pembelian karena
itu dicatat dalam Neraca pada kelompok Aset Lancar, karena nantinya akan di offset
dengan Pajak Keluaran.
Sedangkan, Pajak Masukan yang tidak dapat di kreditkan diakui sebagai biaya
dalam Laporan Laba Rugi atau di kapitalisasi sebagai aset dalam Neraca.
Pajak Masukan (PPN Masukan) (2)

1. Pembelian BKP dari PKP dan PPN Masukan dapat dikreditkan


Contoh : PT. B (PKP) membeli 120 unit Netbook HP dari PT. A (PKP) seharga @ Rp. 4.300.000,
PPN 10% dibayar kredit.
Pembelian BKP 120 x Rp. 4.300.000 = Rp. 516.000.000
PPN 10% x Rp. 516.000.000 = Rp. 51.600.000

Jurnal akuntansi:
Dr. Persediaan Rp. 516.000.000
Dr. PPN Masukan Rp. 51.600.000
Dr. Utang Usaha Rp. 571.600.000
Pajak Masukan (PPN Masukan) (3)

2. Pembelian BKP dari PKP dan PPN Masukan tidak dapat dikreditkan
Contoh : PT. B (PKP) membeli 1 unit mobil Honda Jazz secara tunai dari PT. A (PKP) seharga @
Rp. 250.000.000, PPN 10%. Mobil digunakan untuk inventaris perusahaan.
Pembelian BKP 1 x Rp. 250.000.000 = Rp. 250.000.000
PPN 10% x Rp. 250.000.000 = Rp. 25.000.000
Jurnal akuntansi:
Dr. Aset Tetap - Kendaraan Rp. 275.000.000
Dr. Kas Rp. 275.000.000
Pajak Masukan (PPN Masukan) (4)

3. Pembelian BKP dari PKP dan PPN Masukan dapat dikreditkan


Contoh : PT. B (PKP) membeli 10 unit mobil Honda Jazz dari PT. A (PKP) seharga @ Rp.
250.000.000, PPN 10% dibayar kredit. Mobil digunakan untuk persediaan barang dagangan.
Pembelian BKP 10 x Rp. 250.000.000 = Rp. 2.500.000.000
PPN 10% x Rp. 2.500.000.000 = Rp. 250.000.000
Jurnal akuntansi:
Dr. Persediaan Rp. 2.500.000.000
Dr. PPN Masukan Rp. 250.000.000
Dr. Utang Usaha Rp. 2.750.000.000
Pajak Masukan (PPN Masukan) (5)

4. Retur Pembelian
Contoh : PT. B (PKP) meretur 10 unit Netbook HP kepada PT. A (PKP), maka perhitungan PPN
nya :
Retur Pembelian BKP 10 x Rp. 4.300.000 = Rp. 43.000.000
PPN 10% x Rp. 43.000.000 = Rp. 4.300.000

5. Impor BKP dengan Angka Pengenal Impor (API)


Contoh : Buka L/C ke BCA sebesar US.$.10,000,- untuk impor barang dari XYZ Corporation di
Singapura. Biaya asuransi US.$.500,- Biaya freight US.$.900,- Tarif bea masuk 20%.
Diketahui Kurs jual Bank per US.$ Rp. 13.400,- sedangkan Kurs Pajak Menteri Keuangan per US
$ Rp. 12.900,-
Pajak Masukan (PPN Masukan) (6)

Nilai barang = US.$.10.000


Nilai asuransi = US.$. 500
Nilai freight = US.$. 900
Nilai CIF = US.$.11.400 x Rp. 12.900 = Rp. 147.060.000

Nilai Bea masuk impor = 20% x Rp. 147.060.000 = Rp. 29.412.000,-

Nilai PPN impor = 10% x (Rp. 147.060.000 + Rp. 29.412.000) = Rp. 17.647.200
Pajak Masukan (PPN Masukan) (7)

6. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean


Contoh : Membayar jasa konsultan ke Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dari negara yang tidak ada
P3B (Tax Treaty). Seluruh pekerjaan jasa dilakukan di luar negeri dan WPLN menyerahkan Surat
Keterangan Domisili (SKD). Jasa US.$.4.000 Kurs jual Bank per US.S, - Rp. 9.700,-. Kurs Pajak
Menteri Keuangan Rp. 9.600,-, PPh Pasal 26 menjadi beban WPLN.
Pemanfaatan JKP dari luar negeri atau dari luar daerah pabean harus membayar
PPN dan disetor sendiri dengan SSP, selain itu harus memotong PPh Pasal 26 sebesar 20%.
Perhitungan:
Pembayaran jasa konsultan US.$.4.000
Dipotong: PPh Pasal 26 = 20% x US.$.4.000 = US.$. 800 –
Pembayaran setelah pajak US.$.3.200
PPN = 10% x US.$.4.000 = US.$. 400 X Rp. 9.600 = Rp. 3.840.000
Pajak Masukan (PPN Masukan) (8)

7. Pembelian Barang tidak dipungut PPN


Contoh 1 : PT B (PKP) membeli 100 karung beras dari CV. A (PKP) dengan harga Rp.300.000 per
karung.
Harga beras = 100 x Rp.300.000 = Rp, 3.000.000,-
PPN tidak dikenakan, karena beras merupakan barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat
banyak, tidak dikenai PPN.

Contoh 2 : PT B (PKP) membeli 10.000 benih lele dari CV. A (PKP) dengan harga Rp.300 per benih.
Harga beras = 10.000 x Rp.300 = Rp, 3.000.000,-
PPN tidak dikenakan, karena benih lele masuk kelompok bibit dan benih pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, dan perikanan., tidak dikenai PPN.
Offset PPN Keluaran & PPN Masukan

Pada saat Pelaporan SPT Masa PPN akan dilakukan offset antara PPN Keluaran dengan
PPN Masukan.
Jika selisih PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, maka PKP harus menyetorkan
kekurangannya.
Jika PPN Keluaran lebih kecil dari PPN Masukan, dalam hal ini terjadi kelebihan bayar,
maka PKP dapat memperhitungkan kelebihan bayar tersebut dengan cara kompensasi
terhadap SPT Masa bulan berikutnya atau meminta restitusi.
Contoh Offset PPN Keluaran & PPN Masukan:
- Pajak Keluaran Rp. 69.000.000
- Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp. 51.600.000 -
- PPN Kurang Bayar Rp. 17.400.000
PPN Kegiatan Membangun Sendiri
PMK No.163/PMK.03/201
(PPN KMS) (1)
Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Menghitung PPN kegiatan membangun sendiri (KMS) sedikit berbeda dengan pada
PPN pada umumnya.
Perhitungan PPN KMS sebesar Tarif 10% x DPP 20% x Jumlah biaya yang
dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah.
Saat terutangnya PPN atas kegiatan membangun sendiri pada saat mulai
dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
Tempat terutang PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.
PPN Kegiatan Membangun Sendiri
(PPN KMS) (2)
Penyetoran PPN KMS terutang dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak dengan kode: 411211 – 103
PPN KMS tidak dapat dikreditkan.

Contoh:
Koperasi Sejahtera melakukan kegiatan membangun sendiri untuk bangunan
kantornya. Selama 4 bulan pertama telah mengeluarkan biaya - biaya berikut:
PPN Kegiatan Membangun Sendiri
(PPN KMS) (3)

No. Bulan Biaya Material Biaya Tenaga Kerja


1. April 165.000.000 76.500.000
2. Mei 134.500.000 65.000.000
3. Juni 215.000.000 91.250.000
4. Juli 131.500.000 55.750.000

Biaya di atas belum termasuk biaya pembebasan tanah sebesar Rp.550.000.000,- di


bulan April dan pembebasan perluasan tanah sebesar Rp 275.000.000,- di bulan Juli.
Berapakah PPN KMS terutang untuk setiap bulannya?
PPN Kegiatan Membangun Sendiri
(PPN KMS) (4)

Jawaban :
DPP kegiatan membangun sendiri adalah sebesar 20% dari biaya selain pembebasan
lahan. Tarif PPN 10%.
No. Bulan Biaya Biaya Tenaga Biaya DPP 20% PPN
Material Kerja Bulanan Terutang
10%
1. April 165.000.000 76.500.000 241.500.000 48.300.000 4.830.000
2. Mei 134.500.000 65.000.000 199.500.000 39.900.000 3.990.000
3. Juni 215.000.000 91.250.000 306.250.000 61.250.000 6.125.000
4. Juli 131.500.000 55.750.000 187.250.000 37.450.000 3.745.000
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
atau
Luxury Sales Tax (LST)
Pengertian & Objek PPn BM

Pengertian
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan pada
setiap penyerahan kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang
tergolong barang mewah yang dilakukan oleh pabrikan atau pada saat melakukan
impor.

Objek PPnBM
1. Impor atau Penyerahan kendaraan bermotor yang tergolong barang mewah yang
dilakukan oleh pabrikan
2. Impor atau Penyerahan selain kendaraan bermotor yang tergolong barang
mewah yang dilakukan oleh pabrikan
Karakteristik PPn BM

Pengenaan PPn BM atas barang kena pajak tergolong mewah dilakukan dengan
ketentuan:
a) Hanya satu kali pengenaan.
b) PPnBM tidak dapat dikreditkan.
c) Pengenaan PPn BM tidak terkait apakah barang dikenakan PPN atau
tidak.
Jadi sebenarnya PPn BM hanya dikenakan satu kali bagi pengusaha yang melakukan
transaksi langsung kepada pabrikan atau melakukan impor barang tergolong mewah.
Namun karena pengusaha tersebut tidak mau rugi, nilai PPn BM tersebut dibebankan
kepada pembeli sebesar nilai yang sama.
Objek & Tarif PPn BM (1)

JENIS BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH SELAIN


KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH
PMK NOMOR 96/PMK.03/2021TENTANG Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor
Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah.

1. Kelompok PPnBM 20%


Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town
house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh
miliar rupiah) atau lebih.
Objek & Tarif PPn BM (2)

2. Kelompok PPnBM 40%


• Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara
lainnya tanpa tenaga penggerak.
• Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan
negara;
• Peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin
3. Kelompok PPnBM 50%
1) Kelompok pesawat udara selain yang tercantum dalam Lampiran II (Kelompok
PPnBM 40%), kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga:
 Helikopter
 Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya, selain helikopter.
Objek & Tarif PPn BM (3)

3. Kelompok PPnBM 50%


2) Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara
 Senjata artileri
 Revolver dan pistol
 Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam
itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
4. Kelompok PPnBM 75%
• Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan
umum: Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama
dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk
kepentingan negara atau angkutan umum.
• Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Objek & Tarif PPn BM (4)

JENIS KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG


MEWAH
PMK NOMOR 33/PMK.010/2017 Tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Dan Tata Cara Pemberian Pembebasan Dari Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

PPnBM dikenakan atas:


1. Impor Kendaraan CBU berupa Kendaraan Pengangkutan Orang sampai dengan 15 orang termasuk
pengemudi, kendaraan kabin ganda (double cabin), kendaraan khusus, trailer dan semi-trailer dari jenis
tipe caravan untuk perumahan atau kemah dan kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas silinder
lebih dari 250 cc.
2. Penyerahan kendaraan hasil perakitan/produksi di dalam daerah pabean berupa Kendaraan Pengangkutan
Orang sampai dengan 15 orang termasuk pengemudi, kendaraan kabin ganda (double cabin), kendaraan
khusus, Trailer dan semi-trailer dari jenis tipe caravan untuk perumahan atau kemah dan kendaraan
bermotor beroda 2 dengan kapasitas silinder lebih dari 250 cc.
3. Penyerahan kendaraan bermotor berupa Kendaraan Pengangkutan Orang sampai dengan 15 orang
termasuk pengemudi dan kendaraan kabin ganda (double cabin) hasil pengubahan dari Kendaraan Sasis
Objek & Tarif PPn BM (5)

JENIS KENDARAAN BERMOTOR YANG DIKENAI PAJAK PENJUALAN


ATAS BARANG MEWAH
PMK NOMOR 33/PMK.010/2017 Tentang Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah Dan Tata Cara Pemberian Pembebasan Dari Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

1. Kelompok PPnBM 10%


• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang
termasuk pengemudi; dengan motor bakar cetus api atau nyala api kompresi (diesel/semi diesel), dengan
semua kapasitas isi silinder.
• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api 1 dengan sistem 1 (satu) gardan penggerak
(4×21. dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1
(satuJ gardan penggerak (4×21,dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 CC.
Objek & Tarif PPn BM (6)

2. Kelompok PPnBM 20%


• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain
sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gardan penggerak (4x2), dengan motor bakar cetus api,
baik dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc
sampai dengan 2500 cc.
• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gardan penggerak (4x2), dengan motor bakar
nyala kompresi (diesel/semi diesel), baik dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc
• Kendaraan bermotor dengan kabin yang dirancang untuk 2 (dua) baris tempat duduk (double cabin)
untuk penumpang melebihi 3 (tiga) orang tetapi tidak melebihi 6 (enam) orang termasuk pengemudi dan
memiliki bak (terbuka atau tertutup) untuk pengangkutan barang, dengan motor bakar cetus api atau
nyala kompresi (diesel/semi diesel), baik dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan sistem 1
(satu) gardan penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gardan penggerak (4x4), untuk semua
kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.
Objek & Tarif PPn BM (6)

3. Kelompok PPnBM 30%


• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi,
dengan motor bakar cetus api, baik dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 1500 cc:
- sedan atau station wagon;
- selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gardan penggerak (4x4)
• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), baik dilengkapi dengan motor listrik maupun
tidak, dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc:
- sedan atau station wagon;
- selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gardan penggerak (4x4)
Objek & Tarif PPn BM (6)

4. Kelompok PPnBM 40%


• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, baik dilengkapi dengan motor listrik
maupun tidak, dengan sistem 1 (satu) gardan penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari
2500 cc sampai dengan 3000 cc.
• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
dengan motor bakar cetus api, baik dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan kapasitas 3000 cc:
- sedan atau station wagon;
- selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gardan penggerak (4x4)
• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel). Baik dilengkapi dengan motor listrik maupun
tidak, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc
- sedan atau station wagon;
- selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gardan penggerak (4x4)
Objek & Tarif PPn BM (6)

5. Kelompok PPnBM 50%


• Semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
6. Kelompok PPnBM 60%
• Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc:
- Sepeda motor (termasuk moped) dan sepeda yang dilengkapi dengan motor tambahan, dengan atau
tanpa kereta pasangan sisi, termasuk kereta pasangan sisi.
• Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, digunung, dan kendaraan
semacam itu
7. Kelompok PPnBM 125%
• Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan
motor bakar cetus api. baik dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 3000 cc:
- sedan atau station wagon
- selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gardan penggerak (4x2)
- selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gardan penggerak (4x4);
Objek & Tarif PPn BM (6)

7. Kelompok PPnBM 125%


• Kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor
bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), baik dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc:
- sedan atau station wagon
- selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gardan penggerak (4x2)
- selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gardan penggerak (4x4);
• Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc:
Sepeda motor (termasuk moped) dan sepeda yang dilengkapi dengan motor tambahan, dengan atau tanpa
kereta pasangan sisi, termasuk kereta pasangan sisi.
• Trailer atau semi - trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.
PPn BM

Contoh:
Bapak Ahmad merupakan seorang pengusaha di bidang produksi film, pada suatu saat
beliau membeli sebuah mobil sport mewah dengan harga Rp.900.000.000. Berdasarkan
DPP, mobil tersebut terkena tarif PPnBM sebesar 40%. Lalu, berapakah nilai uang
yang harus dibayarkan Bapak Ahmad untuk membawa masuk mobilnya ke Indonesia ?
PPn BM = 40% x Rp.900.000.000 = Rp.360.000.000,-
PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)
PPN = 10% x (Rp.900.000.000 – Rp.360.000.000)
PPN = 10% x Rp.540.000.000 =Rp.54.000.0000
Berarti total harga mobil yang harus dibayarkan Bapak Ahmad adalah:
Harga Mobil + PPN + PPnBM = Rp1.314.000.000
-end-

Anda mungkin juga menyukai