Anda di halaman 1dari 138

HUKUM ACARA PIDANA

OLEH :
WESSY TRISNA, SH. MH
PENGERTIAN HUKUM ACARA PIDANA

Hukum Acara Pidana Indonesia ada di dalam UU


Nomor 8 Tahun 1981.
Hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum
pidana.
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara.
Mengadakan suatu dasar-dasar dan aturan-aturan.
DASAR DAN ATURAN :

Menentukan perbuatan yang tidak boleh dilakukan


Pemberian sanksi
Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada
pelaku dikenakan atau dijatuhi pidana
Menentukan bagaimana cara penjatuhan pidana itu
dapat dilaksanakan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(disingkat KUHAP), mencakup seluruh prosedur
acara pidana, yaitu mulai dari proses tingkat
penyelidikan dan penyidikan, pra penuntutan dan
penuntutan sampai pemeriksaan di pengadilan dan
pelaksanaan putusan hakim (eksekusi), demikian
pula telah diatur tentang upaya hukum biasa
(banding dan kasasi) dan upaya hukum luar biasa
(peninjauan kembali (herziening) dan kasasi demi
kepentingan hukum).
Prof. MULYATNO

menyebutkan bahwa HAP (HukumAcara Pidana)


adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku
di suatu negara yang memberikan dasar-dasar dan
aturan-aturan yang menentukan dengan cara apa
dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada
pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan
apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan
perbuatan pidana.
PROF.WIRYONO PRODJODIKORO,SH

hukum Acara Pidana :


Rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana
badan-badan pemerintah yg berkuasa, yakni
kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, harus
bertindak guna mencapai tujuan negara dengan
mengadakan hukum pidana.
PROF.SIMON

HUKUM ACARA PIDANA :


Aturan hukum yang mengatur bagaimana negara
dengan alat perlengkapannya, mempergunakan
haknya untuk menghukum dan menjatuhkan
putusan.
Intinya bahwa Hukum Acara Pidana adalah
Keseluruhan aturan hukum yang berkaitan dengan
penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur
penyelesaian perkara pidana meliputi proses
pelaporan dan pengaduan, penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan,
putusan dan pelaksanaan putusan pidana
HUKUM PIDANA

Apa ? Perbuatan apa yang


dikatakan tindak pidana
Hukum
Pidana
Materiil
Siapa ? Siapa yang dapat dikatakan
sebagai pelaku

Bagaimana ? Bagaimana cara memproses Hukum


pelaku jika terjadi tindak pidana Pidana
Formil
Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana

a. Fungsi Represif yaitu Fungsi Hukum acara pidana


adalah melaksanakan dan menegakkan hukum
pidana. artinya jika ada perbuatan yang tergolong
sebagai perbuatan pidana maka perbuatan tersebut
harus diproses agar ketentuan-ketentuan yang
terdapat di dalamhukum pidana dapat diterapkan.
b. Fungsi Preventif yaitu fungsi mencegah dan
mengurangi tingkat kejahatan. fungsi ini dapat dilihat
ketika sistem peradilan pidana dapat berjalan dengan
baik dan ada kepastian hukumnya, maka orang akan
berpikir kalau akan melakukan tindak pidana.
Tujuan hukum acara pidana dalam pedoman pelaksanaan KUHAP

Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari


dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-
lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan
menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur
dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku
yang tepat didakwakan melakukan suatu pelanggaran
hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan
putusan dari pengadilan guna menemukan apakah
terbukti bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah
orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
maka tujuan hukum pidana dapat dikatakan
meliputi yaitu :
1. mencari dan mendapatkan kebenaran
2. melakukan penuntutan
3. melakukan pemeriksaan dan memberikan putusan
4. melaksanakan (Eksekusi) putusan hakim
TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA

Mencari dan mendapatkan kebenaran materiel atau


setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiel yaitu kebenaran yang selengkap-
lengkapnya dari suatu perkara
pidana.

diperlukan ilmu bantu


ILMU BANTU DALAM HUKUM ACARA PIDANA

1. LOGIKA
Ilmu bantu logika sangat dibutuhkan dalam proses penyidikan dan proses
pembuktian disidang pengadilan. kedua proses ini memerlukan cara-cara
berpikir yang logis sehingga kesimpulan yang dihasilkan pun dapat dikatakan
logis dan rasional.

2. PSIKOLOGI
sesuai dengn materi pokok ilmu ini, maka ilmu ini dapat berguna didalam
menyentuh persoalan-pesoalan kejiwaan tersangka. hal ini sangat membantu
penyidik dalam proses interograsi. dan hakim dapat memilih bagaimana dia
harus mengajukan pertanyaan sesuai dengan kondisi kejiwaan terdakwa.

3. KRIMINALISTIK:
Peranan ilmu bantu kriminalistik ini sangat berguna bagi proses pembuktian
terutama dalam melakukan penilaian fakta-fakta yang terungkap didalam
sidang, dan dengan ilmu ini maka dapat dikonstruksikan dengan sistematika
yang baik sehingga proses pembuktian akan lebih dapat
dipertanggungjawabkan. ilmu ini yang banyak dipakai adalah ilmu tentang
sidik jari, jejak kaki, toxikologi (ilmu racun) dan sebagainya.
4. Kedokteran Kehakiman dan Psikiatri
kedokteran kehakiman dan psikiatri sangat membantu penyidik, JPU dan hakim
didalam menangani kejahatan yang berkaitan dengan nyawa atau badan seseorang
atau keselamatan jiwa orang. Dalam hal ini hakim memerlukan keterangan dari
kedokteran dan psikitri, dan ketika ada yang menjelaskan tentang istilah istilah medis
hakim, jaksa dan pengacara tidak terlalu buta.
5. Kriminologi
Ilmu ini mempelajari seluk beluk tentang kejahatan baik sebab sebab dan latar
belakang kejahatanya maupun mengenai bentuk-bentuk kejahatan. ilmu ini akan
membantu terutama pada hakim dalam menjatuhkan putusan tidak membabi buta,
harus melihat latar belakang dan sebab sebab yang menjadikan pelaku melakukan
tindak pidana.
6. Penologi
Ilmu ini sangat membantu hakim dalam menentukan alternatif penjatuhan hukuman
termasuk juga bagi petugas pemasyarakatan jenis pembinaan apa yang tepat bagi nara
pidana.
7. Victimologi
Ilmu Yang mempelajari seluk beluk korban Kejahatan. Ilmu ini sangat membantu
dalam menentukan tindakan apa yang tepat untuk dapat memberikan santunan
kepada korban.
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA

Perlakuan yang sama terhadap setiap orang


di depan hukum (gelijkheid van ieder voor
de wet / equality before the law).
maksudnya adalah hukum acara pidana tidak
mengenai apa yang disebut perlakuan yang bersifat
khusus bagi pelaku-pelaku tertentu dari sesuatu
tindak pidana.
equality before the law yaitu perlakuan yang sama
atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak
mengadakan pembedaan perlakuan
Asas-asas

Asas Inquisitoir dan Accusatoir


asas Inquisitoir adalah asas yang menjelaskan bahwa setiap
pemeriksaan yang dilakukan harus dengan cara rahasia dan
tertutup. asas ini menempatkan tersangka sebagai obyek
pemeriksaan tanpa memperoleh hak sama sekali, seperti
Bantuan hukum dan ketemu dengan keluarganya.
Asas accusatoir menunjukkan bahwa seorang
tersangka/terdakwa yang diperiksa bukan menjadi obyek
tetapi sebagai subyek. asas ini memperlihatkan pemeriksaan
dilakukan secara terbuka untuk umum. dimana setiap orang
dapat menghadirinya.
ASAS-ASAS

Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan.


Peradilan cepat artinya dalam melaksanakan peradilan
diharapkan dapat diselenggarakan sesederhana mungkin
dan dalam waktu yang sesingkat- singkatnya.
Sederhana mengandung arti bahwa agar dalam
penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan cara simple
singkat dan tidak berbelit-belit.
Biaya ringan berarti penyelenggaraan peradilan ditekan
sedemikian rupa agar terjangkau bagi pencari keadilan.
hal ini ada didalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2004
tentang kekuasaan Kehakiman pada pasal 4 ayat (2).
Asas-asas

PRADUGA TAK BERSALAH (PRESUMPTION OF INNOCENT)


pasal 8 UU no.4 /2004 jo UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
penjelasan umum butir 3 C KUHAP.
Pada dasarnya asas ini mensyaratkan bahwa seorang terdakwa harus dianggap
tidak bersalah, yaitu sebelum kesalahannya dinyatakan telah terbukti oleh
pengadilan dan putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
atau mempunyai suatu kracht van gewijsde.

ASAS OPPORTUNITAS
pasal 36 C UU no. 48/2009
asas ini memberi wewenang pada penuntut umum untuk menuntut atau tidak
menuntut seorang pelaku dengan alasan kepentingan umum. inilah yang dianut
Indonesia contohnya seseorang yang memiliki keahlian khusus, dan hanya dia
satu-satunya di negara itu maka dengan alasan ini JPU boleh memilih untuk tidak
menuntut.

ASAS LEGALITAS
adalah asas yang menghendaki bahwa penuntut umum wajib menuntut semua
perkara pidana yang terjadi tanpa memandang siapa dan bagaimana keadaan
pelakunya. Dalam arti menghendaki agar semua pelaku sesuatu tindak pidana,
tanpa kecuali harus dituntut menurut undang-undang pidana yang berlaku dan
diajukan ke pengadilan untuk diadili.
Asas-asas

Asas Sidang Terbuka Untuk Umum.


maksud dari asas ini adalah bahwa dalam setiap persidangan harus
dilakukan dengan terbuka untuk umum artinya siapa saja bisa
menyaksikan, namun dalam hal ini ada pengecualianya yaitu dalam hal
kasus-kasus kesusilaan dan kasus yang terdakwanya adalah anak
dibawah umur. dalam hl ini dapat dilihat dalam pasal 153 (3 dan 4)
KUHAP yang mengatakan “ untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua
sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali
dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.
“tidak dipenuhinya ketentuan ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan
putusan batal demi hukum”.

pasal 19 (1) UU no.4/2004,


pasal 153 (3,4 ) KUHAP,
pasal 20 UU no.4 /2004,
pasal 195 KUHAP.
Asas-asas

Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya


Asas ini menghendaki bahwa tidak ada sutu jabatan yang berhak untuk
melakukan peradilan atau pemeriksaan hingga mengambil putusan
kecuali hanya diberikan pada hakim.
pasal 31 UU no.4 /2004
pasal 6(2) UU no.4/2004.

Asas Tersangka/terdakwa berhak mendapat Bantuan Hukum.


bahwa setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan
memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk
melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya ;
pasal 22 UU no.18/2003,
pasal 37 – 40 no.4/2004,
pasal 54,55,56,57(1),69-74 KUHAP
Asas-asas

Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan


Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh
hakim secara langsung, artinya langsung kepada
terdakwa dan para saksi.
pasal 18 UU no.4 /2004,
pasal 153,154 dst.utk acara pemeriksaan singkat.
Asas Peradilan Bebas
Hakim dalam memberikan putusan, bebas dari
adanya campur tangan dan pengaruh dari pihak atau
kekuasaan manapun.
Asas-asas

Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi


Pasal 95-97 KUHAP
Pasal 95
Ganti rugi dapat dilakukan oleh tersangka, terdakwa, maupun
terpidana atas akibat adanya penangkapan, penahanan,
penuntutan, dan penangkapan, penahanan, penuntutan, dan
pengadilan serta tindakan lain yang:
- Tanpa alasan yg berdasarkan UU
- Kekeliruan atas orang
- Kekeliruan hukum yg diterapkan

Tuntutan ganti rugi diajukan melalui sidang praperadilan


Asas-asas

Pasal 97
Rehabilitasi dpt diajukan oleh seseorang yg diputus
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atas
putusan pengadilan yg telah incracht.
Permintaan rehabilitasi tersangka atas penangkapan
atau penahanan tanpa alasan yg berdasarkan UU,
atau kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yg
diterapkan, yg tidak diajukan ke PN, diputus melalui
sidang praperadilan (Psl 97 ayat 3)
PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

Penyelidikan
Penyidikan
Penangkapan
Penahanan
Penggeledahan
Penyitaan
Hukum acara pidana mengenal beberapa tahapan
dalam menyelesaiakan perkara pidana, sekalipun
secara tegas tidak ditentukan didalam KUHAP,
namun berdasarkan rumusan pasal-pasal yang ada
dalam KUHAP maka beberapa ahli hukum acara
pidana yang ditemukan dalam berbagai literatur
membagi tahapan itu menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu:
1. Tahapan pemeriksaan Pendahuluan,
2. Tahapan Penuntutan dan
3. Tahapan pemeriksaan disidang pengadilan.
Menurut S Tanusubroto yang dimaksud dengan
Pemeriksaan pendahuluan adalah pemeriksaan
penyidikan atau pemeriksaan sebelum dilakukan
dimuka persidangan pengadilan. Seperti halnya
dengan yang disampaikan oleh Soedjono D. yaitu
Pemeriksaan yang dilakukan apabila ada
persangkaan, baik tertangkap tangan atau tidak,
yang dilakukan sebelum pemeriksaan dimuka
persidangan pengadilan.
PENYELIDIKAN

Definisi dari Penyelidikan adalah ada di dalam


ketentuan umum Pasal 1 butir 5 KUHAP
siapa yang berwenang melakukan penyelidikan itu ?
(Pasal 4 KUHAP)

Artinya semua pegawai kepolisian negara tanpa kecuali telah


dilibatkan di dalam tugas-tugas penyelidikan, yang pada
hakikatnya merupakan salah satu bidang tugas dari sekian
banyak tugas-tugas yang ditentukan dalam KUHAP, yang ada
hubungannya yang erat dengan tugas-tugas yang lain, yakni
sebagai satu keseluruhan upaya para penegak hukum untuk
membuat seseorang pelaku dari suatu tindak pidana itu harus
dipertanggung jawabkan perilakunya menurut hukum pidana
di depan hakim.
Kewenangan penyelidik diatur dalam pasal 5
KUHAP meliputi :
1. Kewenangan berdasarkan Kewajiban (Hukum)
2. Kewenangan berdasarkan Perintah Penyidik.
Kewenangan berdasarkan Kewajiban (Hukum)

a. Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang


tentang adanya tindak pidana;
b. Mencari keterangan dan barang bukti;
c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
d. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.
Ad. 1 Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana;

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyampaikan


laporan dan pengaduan yang harus dipenuhi yaitu(pasal 103) :
1. jika laporan dan pengaduan dilakukan secara tertulis maka
harus ditandatangni oleh pelapor dan pengadu;
2. jika laporan dan pengaduan diajukan secara lisan harus
dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh
pelapor/pengadu dan penyelidik;
3. jika pengadu dan pelapor tidak dapat menulis, hal itu harus
dicatat dalam laporan atau pengaduan
Perbedakan antara laporan dan pengaduan?
a. Laporan dapat disampaikan oleh setiap orang dan merupakan
kewajibannya, sementara pengaduan hanya dapat diajukan oleh
orang tertentu saja bukan kewajibannya tapi merupakan hak.
b. Dari segi obyeknya, laporan obyeknya adalah setiap delik/tindak
pidana yang terjadi tidak ada pengecualiannya, jadi hal ini
berkenaan dengan delik biasa. sementara pengaduan, obyeknya
terbatas pada delik-delik aduan saja.
c. Dari segi isinya, laporan berisi tentang pemberitahuan tanpa
disertai permohonan, sedangkan pengaduan isinya
pemberitahuan disertai dengan permohonan untuk segera
melakukan tindakan hukum.
d. Dari segi Pencabutan, Laporan tidak dapat dicabut kembali
sementara pengaduan dapat dicabut kembali.
Yang dimaksud dengan delik-delik aduan atau tindak pidana
aduan misalnya delik atau tindak pidana seperti yang oleh
pembentuk undang-undang telah dirumuskan dala Pasal 72,
Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 284 ayat (2), Pasal 287 ayat (2),
Pasal 293 ayat (2), Pasal 319, Pasal 320 ayat (2), Pasal 321 ayat
(3), Pasal 332 ayat (2), Pasal 335 ayat (2), Pasal 267 ayat (2),
Pasal 267 ayat (2), dan Pasal 369 ayat (2) KUHP, yakni delik-delik
yang pelaku atau pelakunya hanya dapat dituntut apabila ada
suatu pengaduan dari seseorang yang paling berwenang untuk
mengajukan pengaduan semacam itu menurut undang-undang.
Adapun delik selebihnya yang diatur oleh KUHAP adalah delik
biasa yakni delik yang pelakunya menurut jabatannya telah
dituntut menurut hukum pidana tanpa perlu adanya suatu
pengaduan.
Jangka waktu pengaduan (lihat Pasal 74 ayat (1) KUHP) .
Ad. 2. Mencari keterangan dan barang bukti
mencari keterangan dan barang bukti ini adalah
berusaha untuk menemukan bukti-bukti tentang
telah dilakukannya sesuatu tindak pidana oleh
seseorang, baik tindak pidana yang telah dilaporkan
orang kepadanya maupun tindak pidana yang tidak
dilaporkan kepadanya.
Apakah barang bukti sama dengan alat bukti?
barang bukti adalah barang yang digunakan untuk
melakukan atau yang berkaitan dengan tindak
pidana.
Alat bukti disebutkan dalam pasal 184 KUHAP
yaitu:Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat,
petunjuk, keterangan terdakwa
Ad. 3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan
serta memeriksa tanda pengenal diri;

Kewenangan menyuruh berhenti penting dimiliki oleh penyelidik ,


karena berkaitan dengan adanya orang yang dicurigai yang
mengharuskan penyelidik mengambil tindakan memberhentikan
guna melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan. Namun
dalam hal orang yang dicurigai tidak mengindahkan peringatan
penyelidik maka penyelidikpun tidak dapat melakukan upaya
paksa yang dibenarkan undang-undang. karena kalau akan
melakukan penangkapan harus ada syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhi misalnya adanya surat perintah penangkapan.
Ad. 4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Kewenangan penyelidik mengenai melakukan tindakan lain, adalah


kewenangan yang kabur dan tidak jelas dalam pasal 5 ayat 1 huruf a angka
4 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tindakan lain adalah
tindakan dari penyelidik guna kepentingan penyelidikan dengan syarat:
a. tidak bertentangan dengan aturan hukum
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukanny
tindakan jabatan
c. tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam
lingkungan jabatannya
d. atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa
e. menghormati hak asasi manusia.
Kewenangan berdasarkan Perintah Penyidik

Kewajiban dan wewenang penyelidik ini muncul


manakala ada perintah dari penyidik. Tindakan-
tindakan yang dimaksud berupa: penangkapan,
larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan, pemeriksaan dan penyitaan surat,
mengambil sidik jari dan memotret seseorang,
membawa dan menghadapkan seseorang pada
penyelidik.
Penyidikan

penyidikan diatur dalam pasal 102-136 bagian kedua


BAB XIV KUHAP, penyidik dan penyidik pembantu
diatur dalam pasal 6-13 bagian kesatu dan kedua
BAB IV KUHAP.
Perbedaan antara penyelidikan dan penyidikan ?
a. Dilihat dari sudut pejabat yang melaksanakannya, penyelidikan:
pejabat yang melaksanakanya adalah yang terdiri dari pejabat
POLRI saja, sedangkan Penyidikan: pejabat yang terdiri POLRI
dan Pejabat Pegawai Negeri sipil (PPNS) tertentu.
b. Dari segi penekanannya tugasnya, Penyelidikan: penekanannya
pada “mencari dan menemukan sesuatu peristiwa” yang diduga
sebagai tindakan pidana. sedangkan Penyidikan : penekanannya
pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya
tindak pidana yang ditemukan menjadi terang.
c. Dari segi pangkat pejabat polri, penyelidikan adalah mereka yang
memiliki pangkat Letnan dua, sedangkan untuk Penyidik adalah
Letnan satu keatas.
 Adapun kewenangan penyidik dalam melakukan penyidikan dapat
ditemukan dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:
1. menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang danya tindak
pidana
2. melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian TKP
3. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
4. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
7. mendatangkan orang ahli diperlakukan dalam hubungannya dengan
pemeriksan perkara;
8. mengadakan penghentian penyidikan
9. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
kewenangan penyidik ini terlihat lebih luas dari kewenangan penyelidik
Pelimpahan perkara dari penyidik kepada JPU dilakukan
apabila penyidik telah selesai melakukan penyidikan
maka penyidik menyusun hasilnya kemudian akan
dilimpahkan perkara pada 2 tahap kepada JPU, yaitu:
1. Hasil penyidikan akan dilimpahkan kepada JPU
2. Dilimpahkan tanggungjawab terhadap penyidikan
sekaligus menyerahkan tersangka.

 Pengembalian berkas perkara oleh JPU kepada penyidik


untuk disempurnakan untuk dihadapkan kepada
penyidik tambahan disebut Prapenuntutan.
Dasar hukum Penghentian penyidikan yaitu pasal 109
ayat (2) KUHAP
berdasarkan pasal ini dapat dikemukakan bahwa
penyidik harus menghentikan penyidikan jika:
a. apabila ternyata tidak cukup bukti untuk melnjutkan
pekerjaannya kepengdilan untuk diadili;
b. apabila tindakan yang dilakukan oleh seorang
tersangka itu ternyata bukan merupakan suatu tindak
pidana dan;
c. apabila penyidikan dihentikan demi hukum.
Apa perbedaan penghentian penyidikan dan
penghentian penuntutan?

1. Penghentian penyidikan yaitu apabila hasil penyidikan


tidak dapat mengumpulkan/memberi bukti-bukti yang
sah maka penyidik dapat menghentikan penyidikan.
2. Penghentian penuntutan yaitu apabila hasil
penyidikan yang diterima oleh PU tidak memadai atau
belum memenuhi untuk dilimpahkan maka JPU
menghentikan penuntutan.
Dengan adanya penghentian penyidikan ini mengandung
konsekuensi yuridis, sebab orang yang yang disangka telah
melakukan tindak pidana tersebut kemudian diberi hak oleh
undng-undang untuk dapat:
a. mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk
memeriksa sah dan tidaknya penghentian penyidikan yang
telah dilakukan penyidik terhadap dirinya. (Pasal 80 KUHAP)
b. mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk
mendapatkan ganti rugi dan atau rehabilitasi sebagai akibat
dari sahnya penghentian penyidikan yang telah diajukan
kepada ketua pengadilan negeri tersebut (pasal 81 KUHAP)
Penangkapan

Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa


pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka
atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan
dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang- undang hukum acara pidana (pasal 1 butir 20).
Berdasarkan bunyi pengertian diatas maka yang
berwenang melakukan penangkapan adalah penyidik,
namun dalam pasal 16 ayat (1) penyelidik dapat juga
melakukan penangkapan asalkan terdapat perintah dari
penyidik.
TUJUAN DAN ALASAN PENANGKAPAN

Tujuan penangkapan disebutkan dalam 16 KUHAP


yakni untuk kepentingan penyelidikan atau untuk
kepentingan penyidikan,sementara itu alasan
penangkapan ditentukan dalam pasal 17 KUHP
yaitu: adanya dugaan keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Syarat sahnya penangkapan:
1. dengan menunjukkan surat tugas penangkapan yang
dikeluarkan oleh penyidik atau penyidik pembantu;
2. dengan memberikan surat perintah penangkapan kepada
tersangka yang mencantumkan identitas tersangka dan
menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara
kejahatan yang disangkakan serta tempat ia diperiksa;
3. surat perintah penangkapan tersebut harus dikeluarkan oleh
pejabat kepolisian negara republik Indonesia yang berwenang
dalam melakukan penyidikan didaerah hukumnya;
4. dengan menyerahkan tembusan surat perintah penangkapan
itu kepada keluarga tersangka segera setelah penangkapan
dilakukan
Batas waktu penangkapan ditentukan dalam pasal 19
ayat (1) yaitu dilakukan maksimum satu hari. jika
lebih dari satu hari maka sudah terjadi pelangaran
hukum dan dengan sendirinya penangkapan
dianggap tidak sah. atau jika batas waktu itu
dilanggar maka tersangka, keluarganya, penasehat
hukumnya dapat memintakan pemeriksaan kepada
praperadilan dan sekaligus dapat menuntut ganti
rugi.
namun akan jadi masalah jika kasusnya ada
dipedalaman, maka untuk jalan keluarnya
penangkapan harus dilakukan oleh penyidik sendiri
agar pemeriksaannya dapat dilakukan sesegera
mungkin ditempat terdekat. atau kalau tidak begitu
dapat dilakukan surat perintah menghadap bukan
surat perintah penangkapan.
PENAHANAN

Menurut KUHAP yang dapat dikenakan penahanan


hanyalah:
a. Mereka yang melakukan tindak pidana atau dalam
ilmu pengetahuan hukum pidana disebut pleger
atau dader;
b. Mereka yang melakukan percobaan atau dalam
ilmu pengetahuan hukum pidana disebut poging;
c. Mereka yang melakukan pemberian bantuan atau
ilmu pengetahuan hukum pidana disebut
medeplichtigheid.
 Alasan penahanan dibagi dua yaitu alasan obyektif dan alasan
subyektif.
 Alasan Obyektif yaitu: karena undang-undang sendiri yang
menentukan tindak pidana mana yang akan dikenakan penahanan; hal
ini ditentukan dalam pasal 21 ayat 14 ayat (4) KUHAP yaitu: perbuatan
pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
perbuatan pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 335, 351 dan
sebagainya.
 Alasan Subyektif yaitu: alasan yang muncul dari penilaian subyektif
pejabat yang menitikberatkan pada keadaan dan keperluan penahanan
itu sendiri. hal ini ditentukan dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu:
adanya dugaan keras bahwa tersangka terdakwa melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup; adanya keadaan
yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka dan terdakwa akan
melarikan diri; adanya kekhawatiran tersangka atau terdakwa merusak
dan atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak
pidana.
Siapa yang berwenang melakukan penahanan ?

Pejabat yang berwenang melakukan penahanan


adalah:
1. Penyidik;
2. Penuntut umum;
3. Hakim pengadilan negeri;
4. Hakim pegadilan Tinggi;
5. Hakim mahkamah Agung
penahanan tersebut pada masing-masing tingkatan
masih mungkin diperpanjang lagi sebagaimana
diatur dalam pasal 29 KUHAP.
Dalam hal ini perpanjangan dilakukan dalam hal:
1. Tersangka atau tedakwa menderita gangguan fisik
atau mental berat, yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter, atau
2. perkara yang diperiksa diancam penjara sembilan
tahun atau lebih.
Penagguhan Penahanan (Pasal 31 KUHAP)

Penagguhan Penahanan sifatnya permohonan,


sehingga dikabulkan dan tidaknya sangat tergantung
pada pejabat yang menahannya. penangguhan
penahanan dalam undang-undang dapat dilakukan
dengan jaminan maupun tidak dengan jaminan
namun hampir disetiap praktek tidak pernah ada
penangguhan yang tidak pakai jaminan.
KUHAP membagi jenis penahanan menjadi 3 yaitu(pasal
22 ayat (1):
1. Penahanan Rumah Tahanan Negara (Rutan)
2. Penahanan Rumah
3. Penahanan Kota.

 Masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana


yang dijatuhkan, untuk tahanan kota pengurangan
tersebut seperlima (1/5) dari jumlah lamanya waktu
penahanan, sedangkan dalam tahanan rumah
dikurangkan sepertiga (1/3)
PENGGELEDAHAN

pada prinsipnya tak seorangpun yang boleh dipaksa menjalani


gangguan secara sewenang-wenang dan tidak sah terhadap kekuasaan
pribadinya, keluarganya, rumahnya atau surat menyuratnya.
sekalipun demikian undang-undang memberikan kewenangan kepada
penyidik untuk melakukan penggeledahan demi kepentingan
penyidikan.

KUHAP membagi penggeledahan menjadi dua yaitu Pasal 32


KUHAP):
1. Penggeledahan rumah dan;
2. Penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan.

 Kedua penggeledahan tersebut harus dilakukan oleh penyidik atau


penyelidik atas perintah penyidik dan dalam pelaksanaanya harus
memperhatikan prinsip-prinsip atau syarat-syarat yang telah
ditentukan undang-undang.
 Prinsip atau syarat yang harus diperhatikan dalam melakukan
penggeledahan rumah adalah bahwa:
1. Penyidik harus mempunyai surat izin dari ketua pegadilan negeri
setempat ( pasal33 ayat (1));
2. Setiap memasuki suatu rumah, seseorang penyidik harus menunjukkan
tanda pengenal (pasal 125);
3. Jika penggeledahan itu dilakukan atas perintah tertulis penyidik maka
penyelidik yang menjalankan perintah itu harus menunjukkan surat
tugas;
4. Penyidik harus ditemani oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau
penghuninya menyetujuinya, jika yang terakhir ini menolak atau tidak
hadir penyidik harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan
serta dua orang saksi (pasal 33 ayat (3));
5. Pelaksanaan dan hasil dari penggeledahan rumah itu, penyidik harus
membuat suatu berita acara dalam dua hari dan turunannya di
sampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan
(pasal 33 ayat (5)).
Tempat-tempat yang dikecualikan dan tidak
diperkenankan untuk memasuki pengeledahan
adalah (Pasal 35 KUHAP):
1. Ruang dimana sedang berlangsung sidang MPR
dan DPR;
2. tempat dimana sedang diadakan /berlangsung
ibadah dan atau upacara keagamaan;
3. ruang dimana sedang berlangsung sidang
pengadilan
PENYITAAN

Penyitaan adalah tindakan hukum yang dilakukan


pada tahap penyidikan. sesudah lewat tahap
penyidikan tak dapat lagi dilakukan penyitaan untuk
dan atas nama penyidik. karena pasal 38
menegaskan bahwa yang berwenang melakukan
penyitaan adalah penyidik.
Apakah sama penyitaan dengan penggeledahan??

Penyitaan berbeda dengan penggeledahan walaupun


sama-sama merupakan upaya paksa, Jika
penggeledahan tujuanya untuk kepentingan
penyelidikan atau untuk kepentingan pemeriksaan
penyidikan, sedangkan penyitaan tujuanya untuk
kepentingan pembuktian terutama ditujukan untuk
barang bukti dimuka sidang.
Bentuk-bentuk penyitaan dapat dibagi menjadi 3
yaitu:
1. penyitaan biasa atau umum;
2. penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak;
3. penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan;
Penyitaan biasa

penyitaan biasa adalah penyitaan yang menggunakan atau


melalui prosedur biasa yang merupakan aturan umum
penyitaan.
adapun tata cara pelaksanaan penyitaan bentuk yang biasa atau
umum dilakukan dengan cara:
1. harus ada surat izin penyitaan dari pengadilan negeri;
2. memperlihatkan atau menunjukkan tanda pengenal;
3. memperlihatkan benda yang akan disita;
4. penyitaan dan memperlihatkan benda sitaan harus disaksikan
oleh kepala desa atau ketua lingkungan dan dua orang saksi;
5. membuat berita acara penyitaan;
6. membungkus benda sitaan.
PENYITAAN DALAM KEADAAN PERLU DAN
MENDESAK

Penyitaan ini sebagai pengecualian dari penyitaan biasa,


pasal 38 ayat 2 memberikan pengecualian untuk
memungkinkan melakukan penyitaan tanpa menggunakan
prosedur baku atau dengan memperoleh surat izin dari PN,
hal ini diperlukan untuk memberikan kelonggaran bagi
penyidik untuk bertindak cepat sesuai dengan keadaan
yang diperlukan.
Dalam hal penyitaan tanpa menggunakan izin ini atau
dengan kata lain penyitaan dalam keadaan perlu dan
memaksa, ini hanya dilakukan terhadap benda bergerak
dan untuk itu wajib segera dilaporkan kepada ketua
pengadilan untuk mendapatkan persetujuan (pasal 38
ayat(2)).
PENYITAAN DALAM HAL TERTANGKAP TANGAN

Penyitaan jenis ini juga pengecualian dari penyitaan


biasa.
Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan ini
berdasarkan pasal 40 dapat dikenakan terhadap benda
dan alat:
1. Yang ternyata digunakan untuk melakukan tindak
pidana
2. atau benda dan alat yang “patut diduga” telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana;
3. atau benda lain yang dapt dipakai sebagai barang bukti.
Benda yang dapat dikenakan penyitaan
(Pasal 39 KUHAP)
Berkenaan dengan benda benda sitaan perlu juga
memperhatikan ketentuan pasal 45 KUHAP sebagai berikut:
Dalam hal benda sitaan tediri dari benda yang mudah lekas
rusak atau membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk
disimpan terlalu lama sampai adanya putusan pengadilan,
sehingga dalam kondisi seperti ini sejauh mungkin dengan
persetujuan tersangka atau kuasanya dapat mengambil
tindakan sebagi berikut:
 apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum,
benda tersebut dapat dijual lelang atau diamankan oleh penyidik atau
penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka dan kuasanya;
 apabila perkara sudah ditangan pengadilan, maka benda tersebut
dapat dijual oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan
yang disaksikan terdakwa dan kuasanya.
 hasilpelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang
dipakai sebagai barang bukti;
 guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan
sebagian kecil dari benda;
 benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk
diedarkan, tidak termasuk ketentuan ini misalnya narkoba.

adapun tempat penyimpanan barang sitaan adalah


rumah penyimpanan benda sitaan negara atau
disingkat dengan sebutan RUPBASAN.
BAB III
PENUNTUTAN

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk


melimpahkan perkara pidna kepengadilan negeri yang
berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur oleh
undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan
diputus oleh hakim disidang pengadilan.
pelimpahan perkara oleh JPU ke Pengadilan, apabila JPU
telah memeriksa hasil penyidikan oleh penyidik maka
JPU membuat surat dakwaan yang bahannya :
1. Hasil-hasil penyidikan
2. Hasil pemeriksaan tersangka dengan alat bukti lainnya
serta barang-barang bukti.
Apabila JPU mengangkat sudah memenuhi
persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan maka
JPU juga menyerahkan perkara dalam 2 tahap:
Tahap 1 : menyerahkan hasil penyidikan ditambah
surat dakwaan yang dibuat oleh JPU
Tahap 2: menyerahkan si terdakwa, barang bukti serta
tanggung jawab kepada terdakwa ke Pengadilan
Negeri.
Tujuan melakukan penuntutan adalah untuk
mendapatkan penetapan dari penuntut umum,
tentang adanya alasan yang cukup untuk menuntut
seseorang terdakwa dimuka hakim. Penuntut umum
berwenang melakukan peuntutan terhadap siapa
saja yang didakwa melakukan suatu tindak pidana
dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan
perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili
(pasal 237)
yang dimaksud dengan “daerah hukum” daerah
dimana menjadi kewenangannya dalam melakukan
penuntutan. daerah hukum atau wilayah hukum
kejaksaan negeri adalah sama dengan daerah hukum
atau wilayah hukum pengadilan negeri. wilayah
suatu pengadila negeri adalah Kabupaten/kota.
SURAT DAKWAAN

Adalah surat yang menurut rumusan tindak pidana yang


didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik
dari hasil pemeriksaan penyidikan, pemeriksaan di depan JPU.
Hal-hal yang dirasa penting diperhatikan sehubungan dengan
surat dakwaan :
1. Perumusan surat dakwaan konsisten dan sinkrom dengan
hasil pemeriksaan penyidikan artinya surat dakwaan harus
benar-benar sejalan atau seiring dengan hasil pemeriksaan
penyidikan. Jika hakim menemui rumusan surat dakwaan
tidak sesuai dengan hasil surat dakwaan, hakim dapat
menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima dengan
alasan isi surat dakwaan kabur (obscuur libel).
2. Surat dakwaan merupakan landasan pemeriksaan
sidang pengadilan, artinya dalam pemeriksaan di
sidang pengadilan surat dakwaan itulah sebagai
landasan dan titik tolak dari seluruh aktifitas
pemeriksaan di sidang pengadilan dengan kata lain
pemeriksaan di sidang pengadilan tidak boleh
menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam
surat dakwaan.
Syarat surat dakwaan

Didalam KUHAP (Pasal 143 ayat 2) terdapat 2 syarat dalam


membuat surat dakwaan yaitu syarat formil dan syarat materiil.
1. Syarat Formil
a. Surat dakwaan diberi tanggal dan ditanda tangani oleh
penuntut umum.
b. Surat dakwaan memuat nama lengkap, tempat lahir, umur
atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan tersangka (identitas).

 Perlunya identitas agar orang yang didakwa dan diperiksa di


pengadilan adalah terdakwa yang sebenarnya dan bukan
orang lain.
2. Syarat Materiil
yakni surat dakwaan memuat uraian secara cermat, jelas
dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan.

 Yang dimaksud dengan cermat adalah ketelitian JPU


dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan
kepada UU yang berlaku bagi terdakwa serta tidak terdapat
kekurangan atau kekeliruan yang dapat mengakibatkan
batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan
 Yang dimaksud dengan jelas adalah JPU harus mampu
merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan sekaligus
mempadukan dengan uraian perbuatan materiil (fakta) yang
dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan.

 Yang dimaksud dengan lengkap yaitu uraian surat dakwaan


harus mencakup semua unsur-unsur yang ditentukan UU
secara lengkap jangan sampai terjadi ada unsur delik yang
tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan
perbuatan materilnya secara tegas dalam dakwaan sehingga
berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana
menurut UU.
Dalam hal membuat surat dakwaan, apabila syarat formil
tidak lengkap maka surat dakwaan itu dapat dibatalkan
dan apabila syarat materiil tidak dipenuhi konsekwensinya
surat dakwaan batal demi hukum.

 Dapat dibatalkan yaitu apabila ada kekurangan dapat


diperbaiki atau disempurnakan.
 Batal demi hukum yaitu tidak dapat disempurnakan,
akibatnya gugur, terdakwa di bebaskan.

Surat dakwaan dapat dirubah 7 hari sebelum persidangan,


yang dapat dirubah hanya syarat formil.
Bentuk Surat Dakwaan

Dalam praktek dikenal 5 bentuk surat dakwaan yaitu:


1. Dakwaan Tunggal
apabila JPU berpendapat dan yakin benar bahwa :
a. Perbuatan yang dilakukan terdakwa hanya merupakan 1
tindak pidana saja, misalnya : pencurian atau penipuan saja.
b. Terdakwa melakukan suatu perbuatan tetapi tidak termasuk
dalam ketentuan Pasal 63 ayat 1 KUHP tentang concursus
idealis.
c. Terdakwa melakukan perbuatan yang berlanjut sebagai mana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat 1 (voortgezette handeling)
2. Dakwaan kumulatif
Dalam satu surat dakwaan terdapat beberapa tindak pidana yang
masing-masing berdiri sendiri. Artinya tidak ada hubungan
antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain,
dalam hal ini pelaku tindak pidana adalah sama.
konsekwensi pembuktiannya adalah bahwa masing-masing
dakwaan harus dibuktikan, yang tidak terbukti secara tegas harus
dituntut bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Sebaliknya apabila semua dakwaan dianggap terbukti maka
tuntutan pidananya sejalan dengan ketentuan Pasal 65 dan 66
KUHP. Kemudian terjadinya penggabungan perkara dimana JPU
dapat dibuatnya dalam 1 surat dakwaan dengan harus
memperhatikan ketentuan Pasal 141 – 142 KUHAP.
3. Dakwaan subsider
Dalam suatu surat dakwaan didakwakan beberapa perumusan
tindak pidana dan perumusan itu disusun sedemikian rupa secara
bertingkat dari dakwaan yang paling berat sampai dakwaan yang
paling ringan.
Pada hakikatnya dalam bentuk dakwaan subsider ini hanya 1
tindak pidana yang sebenarnya akan didakwakan kepada
terdakwa. Penyusunan secara subsider dilakukan adalah semata-
mata sebagai pengganti dimana targetnya adalah terdakwa tidak
lepas dari pemidanaan.
Konsekwensi pembuktiannya adalah jaksa harus memeriksa
terlebih dahulu dakwaan primer, apabila tidak terbukti baru
dibalik ke dakwaan subsider demikian seterusnya.
4. Dakwaan alternatif
Dalam surat dakwaan, didakwakan beberapa perumusan tindak
pidana dimana tujuan utamanya adalah hanya ingin membuktikan 1
tindak pidana saja diantara rangkaian tindak pidana yang
didakwakan, dalam hal ini JPU belum mengetahui secara pasti
apakah tindak pidana yang satu dengan yang lain dapat dibuktikan,
dan ketentuan manakah yang akan diterapkan oleh hakim. Penuntut
umum mengajukan bentuk dakwaan yang sifatnya pilihan atau
alternatif.
konsekwensi pembuktiannya adalah apabila dakwaan yang
dimaksud telah terbukti maka yang lain tidak perlu dibuktikan lagi.
JPU dapat langsung membuktikan dakwaan yang dianggap terbukti
tanpa terikat oleh urutan dakwaan yang tercantum dalam surat
dakwaan.
5. Dakwaan kombinasi
Dalam praktek berkembang bentuk surat dakwaan
yang disusun secara kombinasi yang didalamnya
mengandung bentuk dakwaan komulatif yang
masing-masing terdiri dari dakwaan subsider dgn
dakwaan alternatif dan dapat pula berbentuk
subsider dengan kumulatif.
EKSEPSI (KEBERATAN)

DASAR HUKUM :
 Pasal 156 ayat (1) KUHAP :
“Dalam hal terdakwa atau PH mengajukan keberatan
bahwa Pengadilan tidak berwenang atau Dakwaan tidak
dapat diterima atau Surat Dakwaan harus dibatalkan,
maka setelah diberi kesempatan kepada PU untuk
menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan
keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil
keputusan.”
 JENIS/ MACAM KEBERATAN :

 Berdasarkan ketentuan Pasal 116 ayat (1) KUHAP dan


menurut “Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Pengadilan Buku I” ada 3 (tiga) macam keberatan yang
dapat diajukan oleh Terdakwa atau PH nya, yaitu :
1. Keberatan Tidak Berwenang mengadili;
2. Keberatan Dakwaan tidak dapat diterima, dan
3. Keberatan Dakwaan harus di batalkan.
1. KEBERATAN TIDAK BERWENANG MENGADILI (Exceptie On bevoegheid van de
rehter)

Keberatan tentang wewenang pengadilan tersebut adalah berkenaan dengan


kompetensi dari pengadilan tersebut yaitu Kompetensi Absolut dan Kompetensi
Relatif.
a. Kompetensi Absolut, adalah berhubungan dengan kekuasaan mengadili dari suatu
pengadilan, bahwa tidak setiap pengadilan mempunyai kekuasaan mengadili satu
kasus perkara. Pengadilan Negeri Umum tidak memiliki kekuasaan mengadili jenis
perkara Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama tidak memiliki kekuasaan mengadili
jenis perkara Pidana.
b. Kompetensi Relatif, adalah bahwa tiap pengadilan itu mempunyai daerah hukum.
Apabila suatu tindak pidana dilakukan seseorang di daerah hukum Medan maka yang
memiliki kekuasaan/kewenangan mengadili adalah Pengadilan Negeri Medan. Jadi
apabila terdakwa melakukan tindak pidana di Medan, akan tetapi perkara tersebut
diajukan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, maka terdakwa/penasehat hukumnya
dapat mengajukan keberatan/ eksepsi dengan alasan bahwa Pengadilan Negeri Lubuk
Pakam tidak tidak memiliki kewenangan untuk mengadili. 
2. KEBERATAN DAKWAAN TIDAK DAPAT DITERIMA :
 Keberatan dengan alasan surat dakwaan tidak dapat diterima pada umumnya
didasarkan atas kewenangan menuntut dari Penuntut Umum, apabila wewenang
Penuntut Umum dalam menuntut suatu tindak pidana sudah hapus dan tindak
pidana tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan, terdakwa/
penasehat hukumnya berhak mengajukan keberatan atas hak menuntut dari
Penuntut Umum atas suatu perkara sudah hapus. Apa yang dimaksud kewenangan
hak Penuntut Umum untuk menuntut suatu tindak pidana sudah dihapus diatur
dalam pasal:
a. Pasal 75 KUHP mengatur ”orang yang mengadukan Pengaduan berhak menarik
kembali dalam waktu 3 bulan setelah pengaduan diajukan”
Menurut pasal tersebut apabila suatu tindak pidana aduan, dimana pengadu telah
menarik kembali aduannya, namun tindak pidana tersebut dilimpahkan ke
pengadilan oleh Penuntut Umum untuk disidangkan. Dalam hal tersebut,
terdakwa/penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan bahwa surat dakwaan
tidak dapat diterima dengan alasan bahwa aduan telah ditarik kembali dan menurut
pasal 75 KUHP kewenangan Penuntut umum telah dihapus.
b.  Kasus pidana yang diatur dalam pasal 76 KUHP yang biasa disebut ”nebis in idem”
c. Kasus pidana yang diatur dalam pasal 78 KUHP yang biasa disebut ”daluwarsa”
d.  Surat dakwaan yang didakwakan oleh Penuntut Umum bukan perkara pidana tetapi
perkara perdata
3. Keberatan bahwa surat dakwaan harus
dibatalkan.
Dasar surat dakwaan harus dibatalkan diatur dalam
pasal 143 ayat 2 dan 3 KUHAP. Apabila surat dakwaan
yang dibuat oleh penuntut umum tidak memenuhi
unsur materiil yang dimuat dalam pasal 143 ayat (2) b
KUHAP adalah batal demi hukum. Sedangkan surat
dakwan yang tidak memenuhi syarat formil
sebagaimana diatur dalam pasal 143 ayat (2) a KUHAP
dapat dibatalkan oleh hakim karena dapat
mengakibatkan eror in persona.
Kompetensi Pengadilan Pidana

Kompetensi pengadilan pidana atau sering disebut


juga wewenang pengadilan untuk mengadili perkara
pidana yang diajukan kepadanya.
Kompetensi pengadilan dalam teori dibagi dalam
dua bagian yakni kompetensi absolut dan
kompetensi relatif.
Kompetensi Absolut

Kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan


untuk mengadili perkara berdasarkan atas tingkatan
pengadilan lain. tingkatan pengadilan sebagaimana
yang dikenal selama ini adalah pengadilan tingkat
pertama (PN) dan pengadilan tingkat kedua (PT dan
MA) sementara jenis-jenis pengadilan adalah
Peradilan Umum, peradilan militer, PTUN dan
Pengadilan Agama.
Atas dasar tingkatan dan jenis pengadilan inilah maka
kewenangan masing-masing pengadilan itu berbeda satu
dengan yang lain, terdapat beberapa prinsip yang
memperlihatkan kewenangan masing-masing.
Prinsip pertama: Pengadilan Negeri (PN) berwenang
mengadili semua perkara pidana yang belum pernah diadili
dan belum memperoleh putusan.
Prinsip kedua: Pengadilan tinggi (PT) berwenang mengadili
perkara yang sudah diputus oleh pengadilan negeri.
Prinsip ketiga: Mahkamah Agung (MA) berwenang
mengadili perkara pidana yang dimintakan kasasi
kepadanya.
Kompetensi Relatif

Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan


mengadili perkara berdasarkan wilayah kekuasaanya
hukum.
Wilayah hukum dari satu pengadilan negeri adalah
satu wilayah kabupaten/kota. Didalam kompetensi
relatif terdapat prinsip-prinsip untuk menentukan
adanya kewenangan mengadili.
prinsip-prinsip tersebut dapat diketemukan dalam
berbagi pasal dalam KUHAP yakni sebagai berikut:
Prinsip Pertama: prinsip ini dapat dijumpai didalam pasal
84 KUHAP yaitu:
 Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara
mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah
hukumnya.
 Pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa
bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia
diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili
perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman
sebagaian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada
pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan
negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan;
 Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak
pidana dalam daerah hukum berbagai pengadilan
negeri, maka tiap pengadilan negeri itu masing-
masing berwenang mengadili perkara pidana itu;
 Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama
lain ada sangkutpautnya dan dilakukan oleh orang
yang sama dalam daerah hukum berbagai pengadilan
negeri, diadili oleh masing-msing pengadilan negeri
dengan ketentuan dibuka kemungkinan
penggabungan perkara tersebut.
Prinsip Kedua: prinsip ini ada dalam pasal 85
KUHAP. Pasal ini menentukan bahwa didalam hal
keadaan daerah tidak mengijinkan suatu pengadilan
untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul ketua
pengadilan negeri atau kepala kejaksaan negeri yang
bersangkutan, mahkamah agung mengusulkan
kepada menteri kehakiman (menteri yang
berwenang kalau tidak ada menteri kehakiman
misalnya menteri Hukum dan HAM) untuk
menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain.
Prinsip Ketiga: Prinsip ini menentukan bahwa
pengadilan yang berwenang mengadili perkara
pidana yang dilakukan diluar negeri adalah
pengadilan negeri jakarta pusat. hal tersebut dapat
dilihat dalam ketentuan pasal 86 KUHAP yang
bunyinya: apabila seseorang melakukan tindak
pidana diluar negeri yang diadili menurut hukum
Republik Indonesia maka pengadilan negeri jakarta
pusat yang berwenang mengadilinya.
Koneksitas

Pengertian koneksitas ditemukan dalam Pasal 89 ayat 1


KUHAP.
Koneksitas berasal dari koneksi artinya hubungan.
Koneksitas artinya dimana suatu tindak pidana dilakukan
oleh dua orang atau lebih dilakukan secara bersama-sama
yang tunduk kepada satu pengadilan yang berbeda.
Penyidikan:
 Untuk tersangka yang tunduk pada peradilan umum
dilakukan oleh penyidik Polri.
 Sedangkan pelaku yang tunduk pada peradilan militer
penyidikannya dilakukan oleh oditur militer/PM secara
bersama-sama.
Secara umum perkara koneksitas diadili oleh peradilan
umum.
Untuk menentukan pengadilan yang berwenang mengadili
tergantung kepada kepentingan mana yang lebih besar.
Apabila kepentingan peradilan militer yang lebih besar
maka perkara koneksitas diadili oleh peradilan militer
dengan posisi hakimnya adalah sebagai berikut:
 Hakim ketua dari peradilan militer.
 Hakim, anggota 1 orang dari peradilan militer dan 1 orang
dari peradilan umum yang diangkat pangkatnya secara
title (dijadikan militer sementara)
Bila perkara koneksitas diadili di Peradilan Umum
jika lebih besar kepentingan umum maka posisi
hakim yang mengadilinya yaitu:
 Hakim ketua dari Pengadilan Negeri.
 Hakim anggota 1 orang dari pengadilan militer dan 1
orang dari peradilan umum.
ACARA PEMERIKSAAN SIDANG PENGADILAN

1. Acara pemeriksaan biasa (Pasal 152 – 202 KUHAP)


2. Acara pemeriksaan singkat (Pasal 203 – 204
KUHAP)
3. Acara pemeriksaan cepat (Pasal 205 – 216
KUHAP)
Acara Pemeriksaan Biasa

Tahap pemeriksaan dengan acara biasa terdiri dari :


1. Tahap pemanggilan
2. Tahap pembacaan surat dakwaan
3. Tahap eksepsi
4. Tahap pembuktian
5. Tahap requisitoir/tuntutan pidana
6. Tahap Pledoi/pembelaan
7. Tahap replik/duplik
8. Tahap putusan hakim.
AcaraPemeriksaan Singkat

Pada prinsipnya hampir sama dengan acara biasa, hanya saja


terdapat sedikit perbedaan yaitu:
 Penuntut umum tidak perlu membuat surat dakwaan secara
tertulis (cukup dengan lisan)
 Putusan hakim cukup di tuliskan dalam berita acara
persidangan, dan tidak perlu di buat seperti putusan pada
umumnya, (putusan ini sudah memiliki kekuatan hukum
tetap).
• Acara pemeriksaan singkat dilakukan terhadap perkara
kejahatan/pelanggaran yang tidak termasuk tindak pidana
ringan, yang menurut PU pembuktian & penerapan
hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
AcaraPemeriksaan Cepat.

Pemeriksaan dengan acara cepat dibagi dua menurut KUHAP yaitu:


1. Pemeriksaan tindak pidana ringan (Tipiring) yatu tndak pidana
yang diancam hukuman kurungan paling lama tiga bulan dan atau
denda sebanyak- banyaknya tujuh ribu lima atus rupiah dan
penghinaan ringan.
2. Pelanggaran lalu lintas
 Penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak
berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa
dan barang bukti dan jika ada saksi juga dihadirkan;
 Dilakukan oleh hakim tunggal, Saksi tidak mengucapkan sumpah,
kecuali hakim menganggap perlu;
 Dalam hal kasus pelanggaran lalu lintas tidak perlu ada berita
acara, pemeriksaan dapat dilakukan meskipun terdakwa diwakili
oleh orang lain.
PEMBUKTIAN

Sistem pembuktian yang dianut KUHAP adalah


sistem pembuktian campuran atau gabungan yakni
sistem pembuktian posistif ditambah dengan
kenyakinan hakim.

Alat bukti diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP.


Macam Alat Bukti Dalam Perkara Perdata (Psl 164 HIR, 1866 BW)

Meliputi:
1. Tulisan;
2. Keterangan saksi;
3. Persangkaan
4. Pengakuan;
5. Sumpah.
Pasal 184 ayat 2 KUHAP:
“Hal-hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu
dibuktikan” atau disebut dengan istilah notoire feiten (Fakta
Notoir).

Secara garis besar fakta notoir dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau
peristiwa tersebut memang sudah demikian halnya yang
sebenarnya atau semestinya demikian.
Yang dimaksud sesuatu misalnya, harga emas lebih mahal dari
perak, tanah dikota lebih mahal harganya dari pada tanah
didesa. Dan yang dimaksud dengan peristiwa misalnya, pada
tanggal 17 Agustus diadakan peringatan hari kemerdekaan
Indonesia.
b. Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang
selamanya dan selalu mengakibatkan demikian
atau selalu merupakan kesimpulan demikian.
Misalnya, arak adalah termasuk minuman keras
yang dalam takaran tertentu bisa menyebabkan
seseorang mabuk. Contoh lain, kendaraan yang
larinya 100 km/jam maka kendaraan tersebut akan
tidak stabil jika dihentikan seketika.
Keterangan saksi
Keterangan saksi dapat dilihat dalam Pasal 185 KUHAP.
Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan Pasal 159 ayat
(2) KUHAP yang menyebutkan: “Orang yang menjadi saksi setelah
dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan
tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana
berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Demikian pula
dengan ahli.”
Syarat keterangan saksi:
1. Syarat Formil (Pasal 160 ayat 2 KUHAP)
Jelas identitasnya, apakah ia kenal terdakwa, apakah ia mempunyai
hubungan darah/semenda dan sampai derajat keberapa dengan
terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri, atau terdakwa meskipun
sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya
2. Syarat Materiil
Yang ia dengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri dengan
menyebut alasan mengapa saksi dapat melihat, mendengar dan
mengalami hal itu dan harus dinyatakan disidang pengadilan.
Orang yang dapat mengundurkan diri sebagai saksi atau
memberikan keterangan tanpa disumpah (Pasal 168 KUHAP)
yaitu:
1. keluarga sedarah atau semanda dalam garis lurus ke atas
atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau
yang bersama-sama sebagai terdakwa;
2. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka
yang mempunyai hubungan karena parkawinan dan anak-
anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
3. suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau
yang bersama-sama sebagai terdakwa.
Pasal 171 KUHAP juga menambahkan pengecualian
untuk memberikan kesaksian dibawah sumpah,
yakni:
1. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun
dan belum pernah kawin;
2. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun
kadang-kadang ingatannya baik kembali.
Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap
perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Dikenal
dengan istilah unus testis nullus testis (Satu
saksi bukan saksi)
Keterangan Ahli

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan


oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang
hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
(Pasal 1 butir 28 KUHAP)

Keterangan ahli sebagai alat bukti dapat dilihat


dalam Pasal 1 butir 28, Pasal 120, Pasal 133, dan
Pasal 179 KUHAP.
Berdasarkan Pasal tersebut terdapat dua kelompok
ahli yaitu:
1. Ahli kedokteran kehakiman yang memiliki keahlian
khusus dalam kedokteran kehakiman sehubungan
dengan pemeriksaan korban penganiayaan,
keracunan dan pembunuhan.
2. Ahli pada umumnya, yakni orang-orang yang
memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu.
Surat (Pasal 187 KUHAP)

Yang dimaksud dengan surat yang diatur dalam :


1. Pasal 187 huruf a adalah berita acara.
surat yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang
atau dibuat dihadapannya yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat
dan dialaminya sendiri. Misalnya surat yang dibuat
oleh seorang notaris.
2. Pasal 187 huruf b adalah surat yang dibuat oleh pejabat
dilingkungan pemerintah, surat yang dikeluarkan oleh
suatu majelis misalnya: putusan hakim.
3. Pasal 187 huruf c yaitu sama dengan penjelasan
Pasal 186 KUHAP misalnya, visum et repertum.
4. Pasal 187 huruf d adalah surat biasa yang baru
berlaku jika ada hubungannya dengan alat bukti
yang lain, misalnya: surat ancaman dari terdakwa
kepada korban dalam perkara pembunuhan, surat
cinta antara terdakwa dengan saksi dalam perkara
tentang membawa lari seorang gadis dibawah
umur.
Petunjuk

Dalam KUHAP, alat bukti petunjuk dapat dilihat


dalam Pasal 188 KUHAP.

Berdasarkan pasal diatas dapat dikatakan bahwa


petunjuk adalah alat bukti yang tidak langsung,
karena hakim dalam mengambil kesimpulan tentang
pembuktian, haruslah menghubungan suatu alat
bukti dengan alat bukti yang lainnya dan memilih
yang ada persesuaiannya dengan satu dan lainnya.
Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 KUHAP :


1. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang
tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau
alami sendiri.
2. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat
digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan
keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang
mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
3. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri.
4. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,
melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
Pasal 189 ayat (4) KUHAP mempunyai makna bahwa pengakuan
menurut KUHAP bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan
pembuktian yang “sempurna” atau bukan volledig bewijs kracht,
juga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang “menentukan”
atau bukan beslissende bewijs kracht. Oleh karena pengakuan
atau keterangan terdakwa bukan alat bukti yang memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan,
penuntut umum dan persidangan tetap mempunyai kewajiban
berdaya upaya membuktikan kesalahan terdakwa dengan alat
bukti yang lain. KUHAP tidak mengenal keterangan atau
“pengakuan yang bulat” dan “murni”. Ada atau tidak pengakuan
terdakwa, pemeriksaan pembuktian kesalahan terdakwa tetap
merupakan kewajiban dalam persidangan.
Hak Tersangka/Terdakwa
(Pasal 50-68 KUHAP)
1. Hak untuk segera diperiksa, diajukan ke pengadilan, dan diadili (pasal 50)
2. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (pasal 51)
3. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim
(pasal 52)
4. Hak untuk mendapat juru bahasa (pasal 53 ayat 1)
5. Hak untuk mendapat bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan
(pasal 54), memilih sendiri penasehat hukum (pasal 55), mendapat bantuan
hukum cuma-cuma (pasal 56)
6. Hak bagi terdakwa berkebangsaan asing menghubungi dan berbicara dengan
perwakilan negaranya (pasal 57 ayat 2)
7. Hak untuk menghubungi dokter pribadi (pasal 58)
8. Hak untuk dikunjungi sanak keluarga (pasal 61)
9. Hak untuk berkirim dan menerima surat menyurat (pasal 62)
10. Hak untuk menerima kunjungan rohaniawan (pasal 63)
11. Hak untuk mengajukan saksi a de charge dan ahli (pasal 65)
12. Hak untuk menuntut ganti kerugian (pasal 68)
Putusan Pengadilan
 Apabila hakim memandang pemeriksaan sidang sdh
selesai, maka PU dipersilahkan membacakan tuntutan
(requisitoir)
 Kemudian PH membacakan pembelaan
 Pengambilan keputusan
 Putusan adalah pernyataan hakim yg diucapkan dlm sidang
pengadilan terbuka yg dpt berupa pemidanaan atau bebas
atau lepas dari segala tuntutan hk dlm hal serta menurut
cara yg diatur dlm UU ini (psl 1 angka 11)
 Isi putusan hakim:
1. Putusan bebas
2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
3. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan atau tata tertib;
Putusan Bebas / vrijspraak
(Pasal 191 ayat 1)

 Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,


kesalahan terdakwa atas perbuatan yg didakwakan kpdnya tdk
terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas.
Jika ditinjau dr segi yuridis, putusan yang dinilai oleh majelis hakim:
a. Tidak memenuhi asas pembuktian mnrt UU scr negatif atau
pembuktian yg diperoleh dipersidangan tdk cukup membuktikan
kesalahan terdakwa dan tidak dinyakini oleh hakim.
b. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian, artinya
kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung 1 alat
bukti saja sdgkan mnrt Pasal 183 KUHAP sekurang-kurangnya hrs
ada 2 alat bukti yang sah.
Hal-hal yang mengecualikan hukuman yang dapat membebaskan si
terdakwa adalah: Psl 44 s/d 51 KUHP
Putusan Lepas dari segala Tuntutan
Hukum (Psl 191 ayat 2)

Jika pengadilan berpendapat bahwa


perbuatan yg didakwakan itu terbukti,
tetapi perbuatan itu tidak merupakan
tindak pidana
- Menurut Andi Hamzah : mestinya
kalau perbuatan yang dituduhkan bukan
delik (tindak pidana) maka seharusnya
hakim tidak menerima tuntutan jaksa
Putusan Pemidanaan (Psl 193)

Jika pengadilan berpendapat


bahwa terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana yg
didakwakan kepadanya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana
Formalitas yang harus dipenuhi dalam
Putusan Hakim

Yang harus termuat dalam putusan hakim (pasal 197 KUHAP) :


Kepala putusan yang berbunyi: DEMI KEADILAN
BERASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA;
Nama Lengap, Tmpat tingal, agama dan kepercayaan terdakwa;
Dakwaan, sebagaimana yang terdapat dalam surat dakwaan;
Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta
berupa alat bukti yang diperoleh dalam pemeriksaan sidang;
Tuntutan pidana yang ada dalam surat tuntutan;
Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
pemidanaan atau tindakan dan pasal yang menjadi dasar
hukum dari putusan disertai hal yang memberatkan dan
meringankan
Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis
hakim kecuali perkara diperiksa hakim tunggal;
Pernyataan kesalahan tedakwa, pernyataan telah
terpenuhi semua unsur dalam rumusan perbuatan
pidana;
Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam
tahanan atau dibebaskan;
Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum,
hakim yang memutus dan nama panitera.
Hak-Hak Terdakwa setelah mendapatkan putusan

1. Hak untuk menerima putusan


2. Hak untuk menolak putusan
3. Terdakwa berhak mempelajari putusan
4. Hak untuk meminta penangguhan pelaksanaan
putusan guna untuk mengajukan grasi
5. Hak untuk mengajukan permintaan banding
6. Hak untuk mencabut pernyataan
menerima/menolak putusan dalam tenggang
waktu yang ditentukan (sebelum 7 hari)
UPAYA HUKUM

Hak terdakwa atau penuntut umum


untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang berupa perlawanan atau
banding atau kasasi atau hak terpidana
untuk mengajukan permohonan
peninjauan kembali dalam hal serta
menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini.
MACAM UPAYA HUKUM

1. Upaya Hukum Biasa


a. Banding (Pasal 67 dan 87, 233 KUHAP)
 Upaya hukum atas putusan pengadilan tingkat I ke pengadilan tinggi
(tingkat II).
 Permohonan banding disampaikan ke pengadilan tingkat I yang
memutus perkara.
 Max. 14 hari setelah pengajuan permohonan banding, panitera
mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri dan berkas perkara
serta bukti kepada pengadilan tinggi.
 Pemohon banding berhak mengajukan memori banding dan pihak
lawan berhak memberikan respon dengan kontra memori banding.
 Putusan dapat berupa memperkuat, merubah, atau membatalkan
putusan tingkat pertama.
b. Kasasi (Pasal 253 KUHAP) :
 Upaya hukum atas putusan pengadilan tingkat II ke Mahkamah Agung.
 Permohonan kasasi disampaikan ke pengadilan tingkat I yang memutus
perkara maksimal 14 hari setelah putusan pengadilan tingkat II.
 Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali dan dapat dicabut
sepanjang MA belum mengeluarkan putusan.
 Pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang memuat alasan
permohonan kasasinya dan maksimal 14 hari setelah pengajuan
permohonan kasasi harus sudah menyerahkannya kepada panitera dan
memberikan tembusannya kepada lawannya dimana ia berhak
memberikan respon berupa kontra memori kasasi.
 Bukan lagi pemeriksaan Judex Factie.
2. Upaya Hukum Luar Biasa
- Pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum ( merupakan hak
jaksa agung)
o) dapat dilakukan terhadap semua putusan hakim telah
berkekuatan hukum tetap. Maksudnya seperti kasasi biasa
adalah agar supaya hukum diterapkan secara benar, sehingga
ada kesatuan dalam peradilan. Akan tetapi tidak boleh
merugikan pihak yang berkepentingan. (Pasal 259 KUHAP)

 Peninjauan kembali (Pasal 263-269 KUHAP)


o) Dilakukan terhadap putusan pengadilan inkracht kecuali
putusan bebas dan lepas terhadap segala tuntutan hukum.
o) Alasan pengajuan peninjauan kembali :
1. Terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa
jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih
berlangsung, hasilnya berupa putusan bebas atau putusan lepas
dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak
dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan
pidana ringan.
2. Dalam berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu
telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan
alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti ternyata
bertentangan.
3. Putusan dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata.
o) Putusan MA dapat berupa :
1. Menolak permintaan peninjauan kembali
2. Putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum, tidak dapat
menerima tuntutan penuntut umum, atau menerapkan
ketentuan pidana yang lebih ringan

o) Pidana yang dijatuhkan dalam permohonan peninjauan


kembali tidak boleh melebihi putusan pidana yang telah
dijatuhkan dalam putusan semula.

 Peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali


permohonan, namun tidak menangguhkan atau menghentikan
eksekusi serta tidak dibatasi jangka waktu (Pasal 264 ayat 3)
Hawasmat
(Hakim Pengawas Pengamat)

Dasar Hukum Pasal 277-283 KUHAP


Fungsi : Mengawasi jalannya eksekusi/pelaksanaan
putusan hakim
Tujuan :
o) Mengawasi apakah eksekusi berjalan semestinya.
o) Penelitian bagi perkembangan hukum yang akan datang.
Hakim merupakan pilihan ketua pengadilan dan bertugas
selama 2 tahun, dalam hal pelaksanaan mengawasi dan
mengamatinya, hawasmat dapat meminta bantuan ketua
lembaga pemasyarakatan yang berkaitan untuk
memberikan laporan secara berkala.
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai