Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN

KEPERAWATAN
DENGAN FRAKTUR
Kelompok II Tk 3A Keperawatan
• Ega Chindi Aisha (1420119015)
• Eva Aprilia (1420119009)
• Ita Hartati (1420119051)
• Nurul Ilmi Auliya (1420119004)
• Putri Dwi Diani (1420119023)
• Riri Udaeni Ramdonah (1420119026)
• Tia Kriatiawati (1420119021)
10cm
1. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan


mengukur pergerakan. Tulang manusia saling berhubungan satu
dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi
sistem muskuloskeletal yang optimum.

10cm 2
a. Tulang

Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-
alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh metabolisme kalsium, mineral dan
organ hemopoetik.
 
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan
jaringan organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk
suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Sekitar 70%
dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegangan tinggi
pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa
proteoglikan seperti asam hialuronat.

10cm 3
 Pembentukan Tulang
a. Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah
hematom yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.

b. Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks
kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan.

c. Tahap pembentukan kalus


Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan
tulang digabungkan dengan jaringan fibrosa, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa

d. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral
terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan

e. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan). Tahap akhir dari perbaikan patah tulang

10cm Ref X-Ray Exp / 4


Metabolisme tulang diatur oleh hormon
 Hormon paratiroid  Hormon pertumbuhan  Kalsitonin
Mempunyai efek langsung dan segera pada GH tidak mempunyai efek langsung Menyebabkan kontraksi sitoplasma
mineral tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat
terhadap remodeling tulang, tetapi osteoklas dan pemecahan osteoklas
diabsorpsi dan bergerak memasuki serum.
Disamping itu, peningkatan kadar hormon melalui perangsangan IGF 1. Efek menjadi sel mononuklear dan
paratiroid secara perlahan-lahan menyebabkan langsung GH pada formasi tulang menghambat pembentukan osteoklas.
peningkatan jumlah dan akttivitas osteoklas, sangat kecil, karena sel-sel tulang
sehingga terjadi demineralisasi. hanya mengekpresiksn reseptor GH
dalam jumlah kecil.
 Estrogen dan Androgen  dehidroksivitamin
 Hormon Tiroid
Mempunyai peranan penting dalam
maturasi tulang yang sedang tumbuh Berperan merangsang resorpsi
vitamin D aktif yang berperan
dan mencegah kehilangan masa tulang, hal ini akan menyebabkan
pasien hipertiroidisme akan disertai
menjaga hemostasis kalsium
tulang. dengan cara meningkatkan
hiperkalsemia dan pasien pasca
menopouse yang mendapat supresi absorpsi kalsium di usus dan
tiroid jangka panjang akan mengalami mobilisasi kalsium dan tulang pada
osteopenia. keadaan kalsium yang adekuat.
10cm 5
b. Sendi
sendi adalah semua
persambungan tulang, baik
yang memungkinkan tulang
itu bergerak satu sama lain,
maupun tidak dapat
bergerak satu sama lain.

10cm Ref X-Ray Exp / 6


c. Otot

Otot merupakan jaringan tubuh yang mempunyai


kemampuan berkontraksi. Adanya otot akan
memungkinkan tubuh untuk menghasilkan suatu
gerakan. Hampir 40% tubuh kita terdiri dari otot
rangka yang berjumlah ± 500 otot, sedangkan otot
polos dan otot jantung hanya 10% saja.

10cm Ref X-Ray Exp / 7


2. Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau


tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Kapita
Selekta Kedokteran; 2000)

10cm 8
Jenis-jenis Fraktur
Fraktur terbuka (open,
compound)
Fraktur tertutup (closed) terjadi bila terdapat
hubungan antara
fragmen tulang dengan
patah tulang yang tidak membuat dunia luar karena adanya
tulang menonjol melalui kulit. perlukaan di kulit.

10cm 9
Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:

Derajat I Derajat III


a) Luka < 1 cm a) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, kulit, otot, neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
tak ada tanda luka remuk derajat III terbagi atas:
c) Kontaminasi minimal b) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas, atau fraktur segmental/sangat kominutif
Derajat II
yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat
a) Laserasi > 1 cm besarnya ukuran luka
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas c) Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
c) Fraktur kominutif sedang atau kontaminasi massif
d) Kontaminasi sedang d) Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki
10cm tanpa melihat kerusakan jaringan lunak Ref X-Ray Exp / 10
Berbagai jenis khusus fraktur

a. Fraktur komplet: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah
tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa
sampai ke patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi
lainnya membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau
tendo pada daerah perlekatannnya.

10cm Ref X-Ray Exp / 11


3. Etiologi

a. Trauma

b. Gaya meremuk

c. Gerakan puntir mendadak

d. Kontraksi otot ekstrem

e. Keadaan patologis: osteoporosis, neoplasma

f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

10cm Ref X-Ray Exp / 12


4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis umum pada fraktur meliputi:


a. Luka pada daerah yang terkena membengkak dan disertai rasa sakit
b. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
c. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
d. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur
e. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
f. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

10cm Ref X-Ray Exp / 13


5. Patofisiologi
Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari yang
dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari berbagai peristiwa
diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat, puntiran, kontraksi otot yang
keras atau karena berbagai penyakit lain yang dapat melemahkan otot. Pada dasarnya ada dua
tipe dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah:
Yang pertama mekanisme direct force dimana energi kinetik akan menekan langsung pada
atau daerah dekat fraktur. Dan yang kedua adalah dengan mekanisme indirect force, dimana
energi kinetik akan disalurkan dari tempat tejadinya tubrukan ke tempat dimana tulang
mengalami kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami
kelemahan.

Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah sekitar
jaringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu perdarahan akan terjadi pada bagian
ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak (otot) terdekat. Hematoma akan
terbentuk pada medularry canal antara ujung fraktur dengan bagian dalam dari periosteum.
Jaringan tulang akan segera berubah menjadi tulang yang mati. Kemudian jaringan nekrotik
ini akan secara intensif menstimulasi terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan dengan
terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan leukosit serta
10cminfiltrasi dari sel darah putih lainnya. Proses ini akan berlanjut ke proses pemulihan tulang
Ref X-Ray Exp / 14
6. Pathway
1. Pathway

Trauma, proses patologi, penuaan, mal nutrisi

Rusak atau terputusnya kontinuitas tulang

Kerusakan jaringan Pembuluh Darah Serabut saraf Periosteum &


lunak dan kulit dan sumsum korteks tulang
tulang
Hematoma Hemoragi
Port
d’entry Serabut Hilangnya
saraf fragmen tulang
Vasodilatasi hipovolemi
putus
eksudat plasma dan
Non Infeksi migrasi leukosit
Deformitas,
infeksi
hipotensi Kehilangan krepitasi,
sensasi pemendekan
inflamasi tulang
Sembuh Delayed union
Suply O2 ke
Supresi saraf otak Syndrom konus
menurun nodularis:
Malunion Nyeri
anestesia,ggn
defekasi, ggn
nyeri miksi,impotensi,hil
Shock angnya reflek anal
Deformitas hipovolemik,
imobilisasi kesadaran
menurun Intoleransi
Gangguan aktivitas
Body image

Atrofi Kerusakan Kematian


otot integritas
kulit

2. Komplikasi
10cm Ref X-Ray Exp / 15
7. Komplikasi

a. Komplikasi awal

1) Shock Hipovolemik/traumatic

2) Emboli lemak

3) Sindrom kompartemen

4) Kerusakan arteri

5) Injuri saraf

6) Volkmann’s iskhemik kontraktur

7) Infeksi

10cm Ref X-Ray Exp / 16


8. Pemeriksaan Penunjang
a. foto radiologi dari fraktur: menentukan lokasi, luasnya fraktur/trauma

b. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak

c. Pemeriksaan jumlah darah lengkap

Hematokrit mungkin meningkat (hemokonsentrasi), menurun (perdarahan bermakna pada


sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple)

Peningkatan SDP: respon stres normal setelah trauma

d. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cedera hati

10cm Ref X-Ray Exp / 17


9. Penatalaksanaan
a. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
1) Riwayat kecelakaan
2) Parah tidaknya luka
3) Diskripsi kejadian oleh pasien
4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah
5) Krepitus

b. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua
yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan, biasanya melalui
internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.

c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan fragmen-fragmen tersebut


selama penyembuhan (gips/traksi)

d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur karena
sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna (latihan gerak dengan kruck).

10cm Ref X-Ray Exp / 18


Asuhan Keperawatan

10cm Ref X-Ray Exp / 19


1. pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan: (1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri. (2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau menusuk. (3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. (4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa
nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya. (5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
10cm
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius,
Ref X-Ray Exp / 20
Donna D, 1995).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang
tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
3) Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
10cm
4) Pola Tidur dan Istirahat Ref X-Ray Exp / 21
Lanjutan...
5) Pola Aktivitas
6)Pola Hubungan dan Peran
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
8) Pola Sensori dan Kognitif
9) Pola Reproduksi Seksual
10) Pola Penanggulangan Stress
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

h. Pemeriksaan Fisik
a). Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.

a) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin


a. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c. Leher
10cm
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada. Ref X-Ray Exp / 22
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

j. Paru
a. Inspeksi Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
b. Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c. Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d. Auskultasi Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

k. Jantung
a. Inspeksi Tidak tampak iktus jantung.
10cmb. Palpasi Nadi meningkat, iktus tidak teraba. Ref X-Ray Exp / 23
l. Abdomen
a. Inspeksi Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c. Perkusi Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

m. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

2. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan).

10cm Ref X-Ray Exp / 24


2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
2. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada
jaringan lunak, alat traksi, stress dan ansietas
3. Risiko tinggi perhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan/interupsi aliran darah/cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan
thrombus
4. Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli
lemak, perubahan membrane alveolar/kapiler
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri/ketidaknyamanan
6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk,
fraktur terbuka, perubahan sirkulasi, imobilisasi fisik
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi
10cm Ref X-Ray Exp / 25
3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa : risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang.

Tujuan dan kriteria hasil:


1) Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
2) Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur
3) Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan cepat

Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi
R: meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan
2) Letakkan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
R: tempat tidur yang lembut dapat membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering
3) Sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut
R: mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi
4) Pertahankan posisi atau integritas traksi
R: traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot untuk memudahkan
posisi/penyatuan
10cm Ref X-Ray Exp / 26
5) Pertahankan katrol tidak terhambat dengan beban bebas menggantung
R: jumlah beban traksi optimal dipertahankan
6) Kaji ulang tahanan yang timbul karena terapi
R: mempertahankan integritas tarikan traksi
7) Kaji integritas alat fiksasi eksternal
R: traksi Hoffman memberikan stabilisasi dan sokongan kaku untuk tulang fraktur tanpa
menggunakan katrol tali atau beban, memungkinkan mobilitas/kenyamanan pasien atau besar dan
memudahkan perawatan luka
Kolaborasi
8) Kaji ulang foto
R: memberi bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses penyembuhan untuk menentukan tingkat
aktifitas dan kebutuhan terapi
9) Berikan atau pertahankan stimulsi listrik bila digunakan
R: meningkatkan pertumbuhan tulang pada keterlambatan penyembuhan

b. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera
pada jaringan lunak, alat traksi, stress dan ansietas

10cm Ref X-Ray Exp / 27


Tujuan dan criteria hasil
1) Menyatakan nyeri hilang
2) Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
3) Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi
individual

Intervensi keperawatan
1) Kaji tanda-tanda vital klien
R: mengetahui keadaan umum pasien
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips
R: menghilangkan nyei dan mencegah kesalahan posisi tulang yang cedera
3) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
R: meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan menurunkan nyeri
4) Hindari penggunaan bantal plastik/sprey di bawah ekstremitas dalam gips
R: dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering
5) Tinggikan penutup tempat tidur; pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki
R: mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena tekanan selimut pda bagian yang sakit
6) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala 1-
10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal (perubahan pada tanda-tanda vital dan emosi)
R: mempengaruhi pilihan/keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi
terhadap nyeri
10cm Ref X-Ray Exp / 28
7) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba atau dalam, lokasi progresif/buruk tidak hilang dengan
analgesik
R: dapat menandakan terjadinya komplikasi contohnya infeksi, iskemi jaringan, sindrom kompartemen
8) Beri obat sebelum perawatan aktifitas
R: meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan partisipasi
9) Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan
R: menurunkan edema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri
10) Berikan obat sesuai indikasi: narkotik dan analgesik non narkotik: NSAID injeksi (ketoralak) dan atau
relaksan otot, contoh siklobenzaprin (flekseril), hidroksin (vistaril). Berikan narkotik sekitar pada jamnya
selama 3-5 hari
R: diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot

c. Diagnosa : Risiko tinggi perhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan/interupsi
aliran darah/cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus

Tujuan dan criteria hasil:


1) Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi normal, sensori
biasa, tanda vital stabil, dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu
Intervensi:
1) Evaluasi adanya kualitas nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi
R: penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medic segera terhadap
10cm
status sirkulasi 29
2) Kaji aliran perifer, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
3) Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motor/sensori. Minta pasien untuk
melokalisasi nyeri/ketidaknyamanan
R: gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak
adekuat
4) Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali dikontraindikasikan dengan meyakinkan adanya
sindrom kompartemen
R: meningkatkan drainase vena/menurunkan edema
5) Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe cedera atau peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstremitas,
terjadinya parestesia, tegangan otot/nyeri tekan dengan eritema, dan perubahan nadi distal.
R: perdarahan/pembentukan edema berlanjut dalam otot tertutup dengan fasia ketat dapat menyebabkan
gangguan aliran darah dan iskemia miositis atau sindrom kompartemen, perlu intervensi darurat untuk
menghilangkan tekanan/memperbaiki sirkulasi
6) Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
R: dislokasi fraktur sendi dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran
darah ke distal
7) Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera. Ambulasi sesegera mungkin
R: meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas bawah
8) Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental
R: ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan
9) Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi
R: menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi
10cm 10) Pemeriksaan kogulasi, Hb/Ht Ref X-Ray Exp / 30
R: membantu dalam kalkulasi kehilangan darah dan membutuhkan keefektifan terapi penggantian
d. Diagnosa : Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli lemak,
perubahan membrane alveolar/kapiler

Tujuan dan criteria hasil:


1) Mempertahankan fungsi pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya dyspnea/sianosis, frekuensi
pernafasan dan GDA dalam batas normal

Intervensi :
1) Awasi frekuensi pernafasan
R: takipnea, dispnea, dan perubahan dalam mental dan tanda dini insufisiensi pernafasan
2) Auskultasi bunyi nafas
R: perubahan bunyi menunjukkan adanya komplikasi pernafasan
3) Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut
R: mencegah terjadinya emboli lemak yang erat hubungannya dnegan fraktur
4) Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk efektif
R: meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi
5) Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi, stupor
R: gangguan pertukaran gas dapat menyebabkan penyimpangan tingkat kesadaran pasien
6) Bantu dalam spirometri intensif
R: maksimalkan ventilasi/oksigenasi

10cm Ref X-Ray Exp / 31


7) Berikan tambahan O2
Meningkatkan persediaan O2 untuk oksigenasi optimal jaringan
8) Berikan obat sesuai indikasi
R: heparin dan kortikosteroid dapat digunakan untuk mencegah bertambahnya pembekuan dan steroid digunakan
untuk mengatasi emboli lemak

e. Diagnosa : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler,


nyeri/ketidaknyamanan

Tujuan dan criteria hasil:


1) Mempertahankan posisi fungsional
2) Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
3) Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktifitas

Intervensi :
1) Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera
R: pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri tentang keterbatasan fisik yang memerlukan informasi untuk
meningkatkan kemajuan kesehatan
2) Lakukan dan awasi rentang gerak pasif dan aktif
R: Mempertahankan kekuatan otot yang sakit, memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera
3) Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda
10cm R: menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi Ref organ
X-Ray Exp / 32
4) Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000-3000 ml/hari
R: mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu
5) Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral
R: pada cedera musculoskeletal nutrisi diperlukan untuk penyembuhan dapat berkurang dengan cepat sering
mengakibatkan penurunan berat badan sebanyak 20-30 pon selama traksi tulang
6) Konsul dengan ahli terapi fisik
R: berguna dalam membuat aktifitas individu/program Latihan

f. Diagnosa : Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera tusuk,
fraktur terbuka, perubahan sirkulasi, imobilisasi fisik

Tujuan dan criteria hasil :


1) Menyatakan ketidaknyamanan hilang
2) Menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu

Intervensi :
1) Kaji kulit, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu
R: memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh pemasangan gips
2) Masase kulit dan penonjolan tulang
R: menurunkan tekanan pada area yang peka dan risiko abrasi
10cm Ref X-Ray Exp / 33
3) Bersihkan kulit dengan sabun dan air
R: memberikan gips tetap kering, dan area bersih
4) Masase kulit sekitar akhir gips dengan alcohol
R: mempunyai efek pengering yang menguatkan kulit
5) Balik pasien dnegan sering untuk melibatkan sisi yang tak sakit
R: meminimalkan tekanan pada kaki dan sekitar tepi gips

g. Diagnosa : Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan
kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan

Tujuan dan criteria hasil:


1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen, atau eritema, dan demam.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi
R: pen atau kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan dan abrasi
2) Observasi luka untuk pembentukan bula
R: tanda perkiraan infeksi gas gangren
3) Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan bicara
R: kekakuan otot, spasme otot rahang disfagia menunjukkan indikasi tetanus
4) Berikan obat sesuai indikasi
R: sesuai dengan program terapi antara lain dengan memberikan obat antibiotic IV dan tetanus toksoid
5) Berikan irigasi luka/tulang
10cm R: debridemen local menurunkan mikroorganisme dan insiden infeksi iskemik 34
h. Diagnosa : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi

Tujuan dan criteria hasil:


1) Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan
2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.

Intervensi :
1) Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang
R: memberikan dasar pengetahuan pasien dan pasien dapat membuat pilihan informasi
2) Dorong pasien untuk melakukan latihan aktif untuk sendi
R: mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelelahan otot
3) Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat
R: menurunkan risiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut

10cm 35
THANK YOU,,,

10cm Ref X-Ray Exp / 36

Anda mungkin juga menyukai