YANG TRANSENDEN DAN MENGUNGKAPKAN KETERARAHAN MANUSIA KEPADA YANG TRANSENDEN POKOK PERSOALAN 1. Apa pengertian agama? 2. Apa fungsi agama dalam realitas kehidupan manusia? MENCERMATI BEBERAPA ISTILAH Agama : Sistem yang mengatur hubungan kepercayaan dan peribadatan manusia kepada Tuhan. Unsur kebudayaan yang mengungkapkan hubungan antara manusia dengan yang transenden meliputi dua segi : – Segi lahir yang diekspresikan melalui kata, tanda dan symbol. – Segi batin, merupakan pengalaman iman seseorang dalam relasinya dengan Yang Transenden Segala bentuk perwujudan hubungan antara manusia dengan yang transenden. Berhadapan dengan yang Transenden tersebut manusia merasakan pengalaman Fascinosum (Kagum, heran, terpesona dan tertarik) sekaligus Tremendum (Takut, bergetar) karena berhadapan suatu kekuatan yang mahakuasa dan dasyat. (Vid. Moses and The burning bush)
Pelembagaan pengalaman iman. (Muji Sutrisno, SJ)
Budaya : Manifestasi daya cipta manusia yang melibatkan pemikiran dan perasaannya. Manifestasi dari kehidupan setiap orang dan kelompok orang tertentu yang meliputi unsur-unsur organisasi, pengetahuan, seni, teknologi dan peralatan serta sistem religi/upacara keagamaan. (Anton Bakker) Fenomena Berasal dari kata ”Phenomenon” yang berarti ”gejala yang tampak”. Fenomena budaya dalam agama berarti : Unsur-unsur manusiawi yang tampak dalam kegiatan keagamaan misalnya : doa, ritus, upacara, nyanyian dan mitos. Transenden Sesuatu kuasa/kekuatan yang diyakini/dipercaya sifatnya mengatasi yang kodrati/biasa. URAIAN TESIS I. AGAMA MERUPAKAN FENOMENA BUDAYA
II. AGAMA MEMBAHASAKAN
YANG TRANSENDEN
III. AGAMA MENGUNGKAPKAN
KETERARAHAN MANUSIA KEPADA YANG TRANSENDEN. Agama bukanlah murni hasil suatu kebudayaan.
Di dalam agama ada unsur penting lain yang membuatnya
berbeda dengan kebudayaan yaitu adanya sentuhan Ilahi. Dalam agama terdapat keyakinan batin sebagai jawaban manusia atas panggilan ilahi. Panggilan Ilahi itu sendiri diyakini pula sebagai rahmat/agunerah dari yang Ilahi.
Agama dipahami dari dua sudut pandang, yaitu :
– Secara Subyektif : Panggilan Ilahi yang menggerakan hati – Secara Obyektif : Meliputi “pasal-pasal atau ayat- ayat” Iman yang diungkapkan secara manusiawi.
Jadi dapat dipahami agama disatu sisi buah karya manusia
tetapi di sisi lain agama terjadi merupakan sentuhan Ilahi/karya Ilahi. Sehingga agama dapat dimengerti sebagai ungkapan relasi manusia dengan yang Transenden, yang dihayati dalam ekspresi-ekspresi simbolis. Sedangkan sebagai fenomena budaya yakni sebagai tindakan atau kegiatan manusia yang juga merupakan ekspresi cipta, rasa dan karsa manusia.
Beberapa bentuk fenomena agama
– budaya (Primitif - Modern)
1. Magis : Kekuatan daya alam
yang bersifat manipulatif dan digunakan untuk tujuan/kepentingan tertentu.
2. Animisme : Keyakinan akan
keabadian jiwa (Roh leluhur). 3. Animatisme : Kepercayaan pada daya kekuatan orang-orang atau benda tertentu.
4. Totemisme : Kepercayaan kepada hewan
atau tumbuhan tertentu yang dianggap mampu melindungi manusia.
5. Urmonoteisme : Kepercayaan kepada satu
Tuhan/Dewa yang tertinggi diantara Tuhan/Dewa yang lain 6. Polyteisme : Kepercayaan kepada banyak Tuhan atau Dewa tertentu yang melindungi hidup manusia pada bidang-bidang tertentu.
7. Monoteisme : Kepercayaan kepada satu Tuhan
II. AGAMA MEMBAHASAKAN YANG TRANSENDEN Persoalan dasar yang dijumpai pada bagian ini adalah manusia menyadari dirinya adalah makhluk yang terbatas (limited reality) mencoba membahasakan ”Yang Transenden” yang merupakan suatu realitas yang tak terbatas (Ultimate reality). Bahasa apa yang akan dipakai untuk membahasakan realitas yang tak terbatas itu? Sementara manusia sendiri menyadari dirinya adalah makhluk yang terbatas. Thomas Aquinas seorang pujangga Gereja menyatakan bahwa sejarah manusia menyatakan bahwa bahasa ANALOGI – PROPORSIONAL Telah digunakan manusia untuk mengatasi keterbatasan dirinya dalam membahasakan Allah. ANALOGI : Mengakui Allah itu seperti ’+’ namun sekaligus bukan seperti ’+’. Jadi dalam bahasa ini diakui Allah sama seperti sesuatu tetapi juga jelas bahwa Dia tidak seperti sesuatu tersebut. Dengan kata lain ada bahasa pengakuan sekaligus pengingkaran.
PROPORSIONAL : Bahasa yang digunakan
haruslah representatif. Memakai bahasa yang cocok dan wajar yang menggambarkan pengalaman iman manusia dalam berelasi dengan yang Ilahi. (Maha rahim-Yoh 3:16) Simbol agama Yahudi,Kristen, konfusionisme dan Islam Thomas Aguinas menggunakan 3 cara atau 3 Jalan untuk membahasakan Allah :
1. Via Negativa : Allah itu tak terjangkau,
tak terbatas, tak terselami
2. Via Positiva : Allah itu baik, suci, kudus
3. Via Emenensia : Allah itu maha kuasa,
maha agung, maha dasyat dan maha besar Sejarah manusia memperlihatkan bahwa bahasa “ANALOGI- PROPORSIONAL” itu kemudian dinyatakan dalam bentuk simbol-simbol dan mitos publik yang kemudian hari berkembang menjadi sistem keagamaan. Maka dalam arti inilah agama merupakan perkembangan pengalaman religius dengan sistem-sistem dan ritus-ritus. Simbol – Simbol Agama Sebutan/bahasa yang digunakan oleh beberapa Agama/keyakinan dalam membahasakan ”Yang Transenden” Yahudi : YAHWE, ELOHIM DAN ADONAI Islam : ALLAH Kristiani : ALLAH, ABBA/BAPA, Tuhan Hindu : Dewa, Deva, Isvara, Bhagavad Konghucu : Thian III. AGAMA MENGUNGKAPKAN KETERARAHAN MANUSIA KEPADA YANG TRANSENDEN. Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami berbagai macam pengalaman ada yang menyakitkan, menyenangkan, menggembirakan bahkan kadang juga malapetaka menghampiri hidupnya. Tidak semua kenyataan hidup terjadi sebagaimana yang dirancangkan atau yang diharapkan. Manusia dihantar pada suatu realitas bahwa ada sesuatu diluar jangkauan kekuatan dirinya. Ada suatu kesadaran diri bahwa ada ”keterarahan” dalam diri manusia pada sesuatu yang dipahami sebagai ”Yang Transenden”. Argumen Finalitas Argumen Kewajiban Moral PENUTUP
Manusia dalam dirinya sendiri menyadari bahwa
dirinya sedang berada dalam keterarahan dengan sesuatu yang disebut ”Yang Transenden”. Pengalaman itu dihayati dalam kegiatan-kegiatan budaya yang merupakan ekspresi diri manusia.
Agama menjadi manifestasi kehidupan yang
mengekspresikan hubungan manusia dengan ”Yang Transenden”. Hubungan manusia dengan yang Transenden tersebut dalam agama diwariskan dan diteruskan secara dinamis.