Anda di halaman 1dari 43

Manajemen Energi

LATAR BELAKANG
 Sejak dimulainya era industrialisasi pada awal abad
lalu, pertumbuhan permintaan energi di masyarakat
meningkat pesat. Sebaliknya, sumber-sumber energi
komersial yang utama, yaitu bahan bakar fosil,
diketahui semakin terbatas jumlahnya. Selain itu, pola
pemanfaatan energi tersebut telah menghasilkan
emisi yang memiliki pengaruh dominan dalam
pemanasan global, atau efek-rumah kaca, serta
perubahan iklim global yang kita mulai rasakan akhir-
akhir ini. Karenanya semakin diakui saat ini tentang
perlunya mengendalikan pemanfaatan energi secara
lebih rasional dan optimal untuk setiap kebutuhan
kita. Kesadaran semacam inilah yang kemudian
menjadi pendorong berkembangnya manajemen
energi untuk memenuhinya
 Meningkatnya kebutuhan dan biaya energi pada berbagai
aktivitas manusia telah mendorong tumbuhnya berbagai
upaya menggunakan energi lebih sedikit untuk fungsi dan
hasil yang sama, atau menggunakan jumlah energi yang
sama untuk hasil yang lebih bermanfaat. Upaya-upaya
semacam ini dinyatakan sebagai pemanfaatan energi
secara lebih efisien, atau umumnya disebut efisiensi
energi (energy efficiency). Istilah lain yang tampaknya
lebih populer adalah konservasi atau penghematan energi,
namun ada yang menganggap istilah ini memberikan
konotasi memakai lebih sedikit energi dengan menurunkan
fungsi atau kualitas penggunaannya. Walaupun demikian,
secara umum dapat dipakai istilah konservasi energi
dalam arti sama dengan efisiensi energi diatas.
 Akhir-akhir ini, faktor perubahan lingkungan global
juga menjadi pendorong kuat bagi diadopsinya
prinsip-prinsip pemanfaatan energi yang lebih efisien,
selain faktor-faktor biaya dan keterbatasan sumber
energi komersial. Berbagai analisa menunjukkan
bahwa pola-pola pemakaian energi selama ini
berperan dominan terhadap terjadinya
kecenderungan pemanasan global, gas-gas rumah
kaca, dan berbagai perusakan lingkungan maupun
perubahan iklim secara global. Banyak pemikiran
mengenai pembangunan yang berkelanjutan telah
mengemukakan peranan penting dan saling-
keterkaitan pada peningkatan efisiensi dalam
mengelola energi, lingkungan dan ekonomi (atau
disebut faktor 3-E; energy, environment & economy).
DEFINISI
 FILOSOFIS
Manajemen energi adalah semacam seni terapan
(applied art) yang bertujuan untuk secara sistematis
menyelesaikan masalah atau meraih peluang dengan
mengintegrasikan data & informasi, pengetahuan,
teknologi, hingga interaksi antara manusia yang
terlibat didalamnya,
sehingga Manajemen energi dalam hal ini menempati
peranan penting sebagai fungsi untuk merencanakan,
mengelola, hingga melaksanakan pencapaian tujuan
pemanfaatan energi yang lebih efisien tersebut
secara terus-menerus tanpa mengurangi manfaat dan
kenyamanan.
PENERAPAN
MIKRO
Penggunaan Energi pada:
- Rumah Tangga
- Gedung Perkantoran
- Gedung Komersial
- Industri
MAKRO
Penggunaan Energi secara Nasional
ILUSTRASI
SISTEM MANAJEMEN
ENERGI

MERENCANA MENGELOLA MELAKSANAKAN

AUDIT ENERGI SISTEM


ENERGI

KONSERVASI
ENERGI
Manajemen Energi Mikro: Konsep &
Pelaksanaan
Secara praktis, manajemen energi sering
dikaitkan dengan dua hal utama, yaitu biaya dan
ketersediaan energi. Biasanya, masing-masing
ditangani oleh bagian terpisah dan orang yang
berbeda; bagian keuangan/administrasi
menangani pembayaran atau pembelian energi,
sedangkan bagian teknis, seperti utiliti atau
perawatan, hanya menangani operasi dan kondisi
peralatan konversi atau penyediaan energi.
Interaksi keduanya terbatas pada rutinitas
administratif, sehingga peluang-peluang
penghematan biasanya terabaikan.
 Dalam konsepsi konservasi energi, manajemen
energi mengintegrasikan faktor-faktor yang terkait
dengan keduanya dan juga aspek-aspek pemakai
atau penghuni gedung, untuk melakukan optimasi
sumberdaya. Tujuannya adalah untuk menjamin
pelayanan energi secara efisien dan sesuai
kebutuhan yang ada. Dalam hal ini, manajemen
energi juga membutuhkan adanya strategi yang jelas
dan dapat dilaksanakan, yang tidak saja melibatkan
pembelian, pengadaan hingga perawatan peralatan-
peralatan energi, tetapi juga bagaimana sebaiknya
pemanfaatan energi tersebut dilakukan oleh para
penghuni gedung.
Oleh karena itu, manajemen energi di bangunan
perkantoran dapat dipahami sebagai suatu
pendekatan sistematis dan terpadu untuk
melaksanakan pemanfaatan sumberdaya energi
secara efisien tanpa mengurangi kuantitas
maupun kualitas fungsi utama gedung, seperti:
kenyamanan kerja, estetika, kesehatan dan
standard keselamatan pengguna.
 Untuk gedung perkantoran, fungsi manajemen energi
umumnya berhubungan dengan berbagai pola dan jenis
pemanfaatan energi yang sesuai dengan karakteristik
kegiatan dan penghunian dalam gedung. Dalam hal ini
biasanya terdapat empat pemakaian energi utama:
peralatan kantor (elektrik dan elektronik), Pengkondisian
Udara (AC, Ventilasi), Penerangan dan sistem mekanis
(pompa air, lift/elevator). Bisa saja terdapat jenis
penggunaan energi lainnya, tergantung dari jenis kegiatan
perkantoran tersebut ataupun jenis utilitas yang dipakai.
Selain itu, perlu diketahui bahwa usaha konservasi atau
efisiensi energi dapat dimulai dari atau meliputi disain dan
karakteristik bangunan hingga lanskapnya, untuk dapat
memberikan peluang penerapan efisiensi energi yang
lebih tinggi lagi.
Kegiatan Manajemen Energi Mikro
 Terdapat berbagai model kegiatan manajemen energi
yang dapat diterapkan, dan hal ini dipengaruhi oleh
ukuran masalah yang ditangani serta strategi yang
ingin diterapkan. Dalam konteks penerapan
konservasi energi, berbagai bentuk kegiatan dapat
dilakukan, dari cara-cara sederhana seperti
kampanye peningkatan kesadaran menghemat energi
melalui pamflet-pamflet hemat energi di kawasan
gedung dan fasilitasnya, hingga tindakan perubahan
sistem & peralatan yang membutuhkan investasi
baru. Dari berbagai pendekatan yang ada, secara
umum dapat diuraikan kegiatan-kegiatan konservasi
energi ditingkat perusahaan/institusi berdasarkan
siklus 8 tahapan sebagaimana ditunjukkan dalam
gambar 1.
Gambar 1
Dukungan Top manajemen:
- Membentuk Komite Energi
- Sosialisasi (dukungan karyawan/
penghuni/pengunjung)

Definisikan Basis Data Energi:


1. MEMAHAMI - Survei Energi
MASALAH - Tentukan Sasaran & Tujuan

Kegiatan Interim: 2.
8. ANALISA
- Analisa hasil/pencapaian PERENCANAAN
HASIL
- Tindakan Koreksi KEGIATAN

Pelaksanaan Audit Energi:


- Tentukan Objektif
Sistem Kontrol (Manajemen) : 7. MENENTUKAN
3. - Bentuk Tim Audit
- Prosedur Pengukuran SISTEM
MELAKSANAKAN - Review Data Disain & Operasi
- Format Pelaporan Kinerja PELAPORAN &
AUDIT ENERGI - Tentukan Jadwal audit
- Target Biaya Energi KONTROL
- Pelaksanaan Audit
- Evaluasi Data
4.
6. MONITOR IDENTIFIKASI
& TINDAK & ANALISA
Monitoring: LANJUT PELUANG
- Pengumpulan data KONSERVASI Fase Evaluasi & Analisa Peluang
5. LAPORAN
- Membandingkan kinerja dgn target Konservasi:
ENERGI KE
MANAJEMEN - Analisa Efisiensi Sistem &
Komponen
- Evaluasi Prosedur Operasional
Fase Implementasi: - Evaluasi Prosedur Pemeliharaan
- persetujuan manajemen - Analisa Opsi Modifikasi sistem
- Proposal pembiayaan - Review sistem instrumentasi
- Penentuan tindakan konservasi - Analisa Biaya-Keuntungan-Resiko
Dari penjelasan dalam gambar tersebut dapat di
lihat berbagai aspek yang terkait dalam setiap
tahapan yang ada. Untuk manajemen energi
yang baru dibentuk, biasanya semua tahapan
tersebut dilalui untuk membentuk pondasi
kegiatannya atau timnya. Namun setelah itu
hanya sebagian kegiatan saja yang menjadi
kegiatan rutin untuk monitoring dan akuntansi
energi, serta melakukan tindakan koreksi maupun
audit yang lebih spesifik sesuai kebutuhan.
Langkah Awal
 Terdapat tiga aspek mendasar untuk memulai manajemen
energi, yaitu:
a. Adanya komitmen pimpinan.
b. Adanya organisasi yang jelas atau terstruktur .
c. Adanya sistematika yang jelas dan terukur.
 
 Komitmen pimpinan sangat diperlukan sejak awal pelaksanaan
program konservasi energi, sebagaimana ditunjukkan dalam
Gambar 1. Komitmen tersebut dapat diperoleh berdasarkan
pemahaman terhadap manfaat kegiatan konservasi energi yang
direncanakan (tahap 1 & 2), baik dari pimpinan teratas ataupun
dari laporan para pelaksana terkait. Hal ini diperlukan karena
pelaksanaan kegiatan akan melibatkan personil, dana, waktu,
hingga perubahan kebiasaan kerja maupun penggantian
peralatan energi, yang biasanya ditentukan atas persetujuan
pimpinan.
Beberapa bentuk komitmen pimpinan antara lain:
1. Penunjukan koordinator atau manajer energi
yang bertanggung-jawab dalam melaksanakan
manajemen energi, serta organisasinya (komite,
kelompok kerja, dll).
2. Penetapan target penghematan energi secara
kuantitatip.
3. Penyediaan dana dan personil untuk mendukung
program manajemen energi.
Penunjukan koordinator atau manajer energi merupakan
langkah penting dalam melaksanakan program manajemen
energi. Jabatan ini seringkali merupakan jabatan rangkap,
misalnya oleh kepala bagian perawatan, utiliti atau bahkan
bagian perencanaan (budgeting), terutama untuk perusahaan
atau gedung yang tidak terlalu besar. Beberapa tugas atau
tanggung jawab manajer energi a.l.:
 Menyusun basis data informasi energi, baik disain sistem
maupun operasi, dan menganalisanya secara teratur.
 Memeriksa biaya energi (akuntansi dan audit energi).
 Melakukan identifikasi peluang konservasi, dan kelayakan
penanganannya.
 Melaksanakan penerapan konservasi energi.
 Komunikasi & informasi dengan para pengguna/penghuni
gedung.
 Pekerjaan yang akan dilakukan disini melibatkan berbagai
disiplin, seperti teknologi energi, ekonomi, akuntansi, IT, dll.
Karenanya seorang manajer energi haruslah berwawasan cukup
luas, untuk dapat mengarahkan timnya yang terdiri dari berbagai
disiplin tersebut. Kebutuhan ini juga bisa diperoleh dengan
bantuan ahli sebagai advisor energi atau konsultan. 
 Organisasi yang dibutuhkan pada dasarnya merupakan wadah
personil dari setiap unit atau bagian terkait dengan pemanfaatan
dan penyediaan energi, yang sering disebut sebagai komite
energi. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan persetujuan
semua pihak, tetapi juga untuk dapat memahami kebutuhan
yang berbeda-beda dari setiap bagian serta terciptanya jalur
komunikasi & informasi yang cepat. Pengalaman menunjukkan,
salah satu kendala utama pelaksanaan konservasi energi
adalah budaya para pemakai atau penerima layanan energi,
yang tidak peduli atau tidak paham tentang efisiensi energi
tersebut
Strategi Manajemen
Untuk memperoleh hasil yang optimal dari keuntungan efisiensi energi,
dibutuhkan adanya pendekatan strategis yang dapat menyentuh seluruh bagian
organisasi kantor. Bahkan permasalahan energi yang ditangani tidak hanya
terbatas pada gedung, tetapi juga pada sarana transportasi kantor bila jumlahnya
cukup berarti. Beberapa masalah kunci dalam strategi manajemen, adalah:
 Kebijakan konservasi: kejelasan masalah dan target, realistis, serta dipublikasi
kepada semua pihak terkait.
 Organisasi: manajemen yang efektip, didukung penuh oleh pimpinan, struktur
pelaporan yang tepat, dan ketersediaan sumberdaya.
 Motivasi: untuk semua peran, adanya insentif & dis-insentif.
 Sistem informasi & promosi/kampanye: meningkatkan kepedulian dan
menyediakan informasi yang dibutuhkan semua pihak, mengadakan lomba.
 Investasi: adanya prioritas maupun kriteria pendanaan dan indikator kinerja yang
jelas. 

Kegiatan-kegiatan tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain, atau seringkali


saling mendukung dalam pelaksanaannya, dalam mensukseskan program-
program yang telah dicanangkan oleh manajemen energi.
Akuntansi & Audit Energi
 Akuntansi (Accounting) dan audit energi sebenarnya memiliki
tujuan yang sama, yaitu menelusuri konsumsi & biaya energi
dari setiap fasilitas yang dikelola, sehingga dapat dipakai untuk
analisa lebih lanjut dan menghasilkan penghematan
(keuntungan). Walaupun demikian, keduanya sering dibedakan
dalam hal kedalaman atau kompleksitas kegiatannya maupun
regularitasnya.

 Akuntansi energi lebih dipahami sebagai suatu sistem untuk


merekam, menganalisa dan melaporkan konsumsi serta biaya
energi secara reguler. Prosedur ini juga serupa dengan
akuntansi keuangan yang pasti dimiliki setiap institusi. Dalam
SNI 03-6196-2000, Prosedur Audit Energi pada bangunan
Gedung, sistem tersebut tampak setara dengan apa yang
istilahkan sebagai audit awal. Hal ini dibedakan dengan Audit
Rinci yang melibatkan penelitian dan pengukuran yang lebih
rinci terhadap peralatan dan sistem energi yang diamati.
Prosedur Audit Standard (SNI)
Dengan adanya SNI ini, maka prosedur standar inilah yang sebaiknya
menjadi acuan dalam melakukan audit di bangunan gedung. Gambar 2
menunjukkan diagram alir prosedur Audit Energi pada bangunan
Gedung dalam SNI 03-6196-2000. Dimana terdapat tiga kategori
tahapan kegiatan, yaitu Audit Awal, Audit Rinci dan Implementasi &
Monitoring. Penjelasan tentang ruang lingkup standar, istilah dan
definisi yang dipakai, serta prosedur Audit secara jelas dan praktis
dijelaskan dalam standar tersebut.
 
 Dalam SNI tersebut terdapat beberapa definisi sebagai berikut:
 Audit energi: teknik untuk menghitung besarnya konsumsi energi pada
bangunan gedung dan menganalisa cara-cara penghematannya.
 Audit awal: pada prinsipnya dapat dilakukan pemilik/pengelola
bangunan gedung yang bersangkutan berdasarkan data rekening
pembayaran energi yang dikeluarkan dan pengamatan visual.
 Audit Rinci: dilakukan bila audit energi awal memberikan gambaran nilai
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) lebih besar dari nilai target yang
ditentukan.
 IKE adalah pembagian antara konsumsi energi
dengan satuan luas bangunan gedung. Sedangkan
implementasi terkait dengan realisasi dari peluang
hemat energi (PHE) yang ditemukan. IKE selanjutnya
dapat menjadi parameter indikator target dan
monitoring penghematan. Intensitas yang dispesifikasi
persatuan luas ini paling umum dipakai untuk
bangunan, namun dapat juga dibuat dan diamati
berdasarkan ukuran lainnya, seperti jumlah
penghunian, jumlah produktivitas, jumlah pelayanan,
dll., sesuai dengan fungsi dan karakteristik
manajemen. Hal ini semata-mata untuk memudahkan
pihak pimpinan manajemen maupun pihak karyawan
dan pemakai jasa untuk memahami permasalahan
konservasi energi secara lebih nyata.
MULAI

A u d it E n e r g i
Gambar 2 Pengumpulan & Penyusunan Data Historis
Energi Tahun Sebelumnya

Aw al
Data Historis Tahun
Sebelumnya

Menghitung Besarnya Intensitas Konsumsi


Energi (IKE) Tahun Sebelumnya

TIDAK
Periksa " IKE" > Target
YA

A u d it E n e r g i
Lakukan Penelitian & Pengukuran Konsumsi
Energi

R in c i
Data Konsumsi Energi
Hasil Pengukuran

TIDAK
Periksa " IKE" > Target
YA

Identifikasi Kemungkinan " PHE"

Analisa " PHE"

Rekomendasi " PHE"

Im p le m e n t a s i
& M o n it o r in g
Implementasi

YA
Periksa " IKE" > Target

TIDAK

Stop
Pelaksanaan & Hasil Audit Energi
 Pelaksanaan audit dipengaruhi oleh spesifikasi dan karakteristik
teknologi yang dipakai. Karena sifat teknologi yang lebih cepat
perkembangannya bila dibandingkan dengan kemauan untuk
melakukan investasi baru, maka selain memahami teknologi yang ada
tersebut, diperlukan kreativitas pelaksana audit (auditor) dan
kemauannya untuk senantiasa meluaskan wawasan mengenai peluang-
peluang penghematan hasil perkembangan teknologi yang baru, yang
biasanya memiliki kinerja lebih baik/efisien.
 
 Dari berbagai konsep pelaksanaan audit ataupun akuntansi energi,
setidaknya terdapat tiga bentuk hasil utama dari kegiatan audit, yaitu:
 Evaluasi & analisa konsumsi serta biaya energi pada periode tertentu .
 Identifikasi peluang dan kemungkinan tindakan penghematan energi.
 Pelaporan
Evaluasi & analisa konsumsi energi pada
dasarnya bertujuan untuk memberikan gambaran
tentang bagaimana energi dipakai dan berapa
besar manfaat maupun buangan/rugi-rugi dari
pemakaian tersebut, berikut alasannya masing-
masing. Secara teknis, pelaksanaan audit energi
pada dasarnya diawali dari analisa hk.I
Termodinamika, yaitu kesetimbangan energi &
material. Setidaknya ada dua aspek mendasar
yang dilakukan disini, yaitu memahami kebutuhan
energi dan juga alasan adanya kebutuhan
tersebut; secara kuantitatif dan kualitatif.
 Infomasi tersebut, walaupun dalam tahapan audit
awal atau akuntansi energi, dapat bermanfaat untuk
mengarahkan pencarian pada peluang-peluang
penghematan energi. Misalnya dari variasi profil biaya
dan konsumsi energi harian, bulanan dan tahunan,
kemudian antara sub-sistem fasilitas yang berbeda,
hingga kegiatan yang terkait dengan masing-masing
fasilitas, dapat ditelusuri sumber keborosan energi.
Format pendataan konsumsi energi dapat dibuat
sesuai dengan sistem akuntansi yang dimiliki, atau
seperti contoh kartu penggunaan energi pada Buku
Pedoman Konservasi Energi yang dikeluarkan oleh
Ditjen Listrik & Pengembangan Energi pada Gambar
3.
 Banyak pengalaman menunjukkan, terutama pada fasilitas-
fasilitas yang belum pernah diamati pemakaian energinya,
keborosan ditimbulkan hanya karena hal-hal sederhana yang
dapat ditangani dengan memperbaiki manajemen operasional
saja (good house-keeping) ataupun perawatan yang ringan.

 Bila diperlukan, pengukuran terhadap berbagai parameter fisik


dan operasi dari peralatan energi pada tahap audit rinci
diperlukan untuk mengetahui secara lebih tepat dan objektif
mengenai kuantitas manfaat dan kerugian energi yang ada. Hal
ini memberikan kepastian tentang kinerja alat, atau juga
ketepatan prosedur pengoperasiannya, dan selanjutnya
mengarahkan pada tindakan penanganan yang dapat dilakukan
kemudian atau besarnya potensi penghematan yang nyata.
Dalam prosedur SNI (Gambar 2), audit rinci dilakukan bila audit
awal menunjukkan bahwa IKE lebih besar dari target yang telah
ditetapkan.
 Untuk beberapa peralatan energi terdapat standard
masing-masing untuk melakukan pengukuran dan
menentukan kinerjanya. Untuk sistem tata udara adalah
SNI 03-6090-2000, sedangkan untuk Sistem Pencahayaan
adalah SNI 03-6197-2000. Kedua SNI tersebut adalah
standard untuk konservasi energi.
 
 Pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai
instrumentasi operasi peralatan yang ada, dilengkapi
dengan beberapa peralatan standard staf utilitas dan
perawatan (Operation & Maintenance, O&M), seperti
termometer, higrometer, luxmeter, dll. Namun seringkali
instrumentasi operasional yang standard tersebut tidak
cukup, sehingga diperlukan tambahan peralatan untuk
audit rinci.
 Identifikasi potensi penghematan energi akan
memberikan pilihan-pilihan dan prioritas untuk
implementasi penghematan yang dapat dilakukan.
Disini titik beratnya pada permasalahan tekno-
ekonomi atau studi kelayakan, sehingga seringkali
data operasi dan teknologi/enjinering yang lebih
akurat dan lengkap dibutuhkan. Hal ini membutuhkan
dilakukannya audit rinci, yang biasanya melibatkan
metode dan sistem pengukuran atau pengujian yang
tidak dimiliki oleh bagian teknis operasional (utilitas
atau perawatan/O&M). Walau tidak selalu, audit rinci
ini seringkali dilakukan secara outsourcing, karena
dianggap kebutuhan sesaat.
 Pelaporan sangat diperlukan, tidak saja sebagai
tanda bukti selesainya pekerjaan, tetapi juga sebagai
dokumentasi dari apa yang telah dilaksanakan
dengan menyajikan penjelasan tentang hasil
berdasarkan indikator-indikator yang sesuai, seperti
konsumsi energi spesifik, intensitas energi, efisiensi,
dll. Prosedur SNI memberikan format laporan audit
yang terdiri dari:
 a. Ringkasan (Excecutive Summary)
 b. Latar Belakang
 c. Pengelolaan Energi
 d. Pelaksanaan Audit Energi
 e. Potret Penggunaan Energi.
Peluang Penghematan Energi pada
Gedung Perkantoran
 Terdapat beberapa cara melihat peluang penghematan, seperti
berdasarkan biayanya (tanpa biaya hingga biaya besar),
pekerjaan (house-keeping hingga retrofit), dll. Namun dalam hal
ini dikemukaan tiga kategori dari faktor-faktor atau lokasi
peluang penghematan biaya dan konsumsi energi, yaitu:
 Faktor-faktor manusia atau operasional dalam pemanfaatan
energi, seperti penggunaan energi sesuai fungsinya dan
secukupnya hingga budaya hemat energi di lingkungan kerja.
 Faktor-faktor teknologi, meliputi kinerja alat, perawatan, hingga
penggunaan peralatan-peralatan teknologi yang hemat energi.
 Faktor bangunan, seperti disain & konstruksi bangunan yang
hemat energi, pemanfaatan Teknologi Surya Pasif (Solar
Passive Building), dll.
 Faktor manusia merupakan hal yang terpenting,
sehingga dikatakan oleh Herb Echerlin - University of
Texas, USA: “energy conservation is first a people
problem And then a technical problem”. Masalahnya
disini adalah merubah budaya atau kebiasaan
sehingga lebih mempedulikan cara-cara yang hemat
energi. Pendekatan yang dilakukan untuk masalah ini
umumnya adalah adanya informasi mengenai budaya
hemat energi secara praktis, baik melalui kampanye,
logo, hingga pendidikan/pelatihan ataupun seminar.
Hal ini adalah termasuk program rutin untuk
manajemen energi dalam mengarahkan pemakai
energi yang dilayaninya.
 Contoh yang umum adalah “mematikan lampu bila tidak
diperlukan”. Untuk perkantoran, banyak sekali peralatan
elektronik/elektrikal yang tetap memakai energi ketika tidak
dipakai (stand-by). Gambar 3 menunjukkan jumlah
“kebocoran” konsumsi daya beberapa peralatan elektronik
ketika tidak dipakai (stand-by). Sedangkan pada Gambar 4
adalah hasil sebuah studi di Amerika menunjukkan
perbedaan biaya energi yang besar antara pemakaian
komputer yang 24 jam sehari hingga pemakaian yang
efisien.
 Faktor-faktor teknologi setidaknya terkait dengan dua
aspek, yaitu perawatan dan penggantian dengan
teknologi yang lebih hemat. Namun untuk yang
terakhir ini sangat tergantung pada nilai ekonomisnya.
Untuk penggantian lampu dan AC yang lebih hemat
energi tampaknya sudah semakin populer.
Gambar 3
Gambar
4.
 Faktor bangunan sebenarnya sudah dapat dimulai
sejak sebelum gedung dibangun, yaitu pada saat
perencanaan disain. Misalnya SNI T-14-1993-03
(atau yang sudah diperbarui), adalah standar tata
cara perencanaan teknis konservasi energi pada
bangunan gedung. Dalam hal ini, tidak hanya fisik
gedung yang menjadi perhatian, tetapi juga disain AC,
penerangan, dll. Untuk bangunan yang sudah jadi,
dengan disain yang sebenarnya belum mengindahkan
pola-pola hemat energi, masih dapat juga dilakukan
retrofiting, misalnya dengan memanfaatkan
penerangan atau pendinginan alami dari energi surya,
atau sistem kontrol dalam pemakaian energi.
Diantara berbagai contoh yang ada, mungkin
menarik untuk melihat kedepan, yaitu “best
practise” bangunan komersial yang efisien,
ramah lingkungan dan ekonomis untuk tahun
2020, yang dirancang dalam studi lima
laboratorium nasional dibawah Departemen
Energi Amerika Serikat, sebagaimana diberikan
pada Gambar 5.
Gambar 5
Monitoring & Targeting
Kegiatan konservasi energi bukanlah kegiatan
yang bersifat sesaat, tetapi kontinyu seperti juga
pemanfaatan energi. Karenanya keberhasilan
manajemen energi ditentukan juga oleh
kontinyuitas pelaksanaan program-programnya.
Dalam hal ini monitoring pemakaian energi
secara periodik; harian, bulanan dan tahunan,
berperan penting untuk mengendalikan program
dan kegiatan konservasi energi.
 Monitoring yang sederhana dapat dilakukan dengan
mengamati perubahan biaya energi tiap periode.
Namun lebih praktis bila dapat diidentifikasi
perubahan tiap unit pemakai energi (AC, Penerangan,
dll), sehingga memudahkan penanganannya bila
diketahui ada kenaikan biaya energi. Dalam Gambar
1 monitoring dikaitkan dengan tindak lanjut kegiatan
konservasi energi. Sebagai acuan biasanya dipakai
hasil audit energi sebelumnya, atau suatu target
konsumsi energi tertentu yang merupakan hasil
evaluasi manajemen energi berdasarkan kondisi yang
diketahuinya dan sasaran yang diinginkannya. Target
bisa menggunakan berbagai pilihan indikator, seperti
biaya, jumlah energi, intensitas energi, dll.
 Bentuk lain targeting adalah dengan menggunakan
benchmarking, dan dapat dipakai untuk membandingan tingkat
efisiensi energi gedung yang dimiliki terhadap gedung-gedung
sejenis lainnya. Komisi ahli APEC (Asia-Pasific Economic
Cooperation) dibidang efisiensi dan konservasi energi telah
menyusun benchmark intensitas energi bangunan komersial
(konsumsi energi per luas lantai gedung) untuk beberapa
negara, yang disusun untuk membandingkan posisi intensitas
energi suatu bangunan dengan bangunan lain di suatu negara
atau daerah. Basis data tentang hal ini dapat diakses melalui
situs mereka di internet: http://eber.ed.ornl.gov/apec/index.html.
Data untuk bangunan komersial di Indonesia tampaknya belum
ada dalam basis data benchmark tersebut, dan sebagai contoh
pada Gambar 6 adalah benchmark untuk Malaysia, Singapura
Jepang dan USA.
 
Dalam aplikasinya, benchmark ini dimanfaatkan
juga untuk memberikan rekomendasi tentang
kegiatan yang harus dilakukan berdasarkan nilai
benchmarking yang diperoleh, sebagaimana
ditunjukan pada tabel 2.

Energy use and Walk-thru


Rating for cost reduction energy assessment
your building
potential (%) recommended?

below 20% above 50% Definitely

20 to 40% 35 to 50% Yes

40 to 60% 20 to 35% Maybe

above 60% below 25% No

Tabel 2. Potensi Penghematan & Rekomendasi


Tindakan berdasarkan nilai Benchmarking

Anda mungkin juga menyukai