Anda di halaman 1dari 16

Oleh

Raudatul Adawiah
Amalia Ramadhani
A. Meriam Residen
Darmayanti
kamrida
Wanprestasi
Keadaan Memaksa
Perbuatan Melawan Hukum
Wanprestasi
● Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji atau kelalaian yang
dilakukan oleh debitur baik karena tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah
melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Berikut definisi dan pengertian wanprestasi dari beberapa sumber buku:


● 1. Menurut Harahap (1986), wanprestasi adalah sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak
debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya
wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.
● 2. Menurut Muhammad (1982), wanprestasi adalah tidak memenuhi kewajiban yang harus ditetapkan
dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena
Undang-undang.
● 3. Menurut Prodjodikoro (2000), wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian,
berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.
Sedangkan menurut Subekti, bentuk dan syarat tertentu hingga terpenuhinya wanprestasi adalah sebagai berikut
(Ibrahim, 2004):
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Adapun syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang Debitur sehingga dikatakan dalam keadaan
wanprestasi, yaitu:
a. Syarat materill, yaitu adanya kesengajaan berupa: a) kesengajaan adalah suatu hal yang dilakukan seseorang
dengan di kehendaki dan diketahui serta disadari oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain. b)
Kelalaian, adalah suatu hal yang dilakukan dimana seseorang yang wajib berprestasi seharusnnya tahu atau patut
menduga bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan menimbulkan kerugian.
b. Syarat formil, yaitu adanya peringatan atau somasi hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak debitur harus
dinyatakan dahulu secara resmi, yaitu dengan memperingatkan debitur, bahwa kreditor menghendaki pembayaran
seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Somasi adalah teguran keras secara tertulis dari kreditor berupa
akta kepada debitur, supaya debitur harus berprestasi dan disertai dengan sangsi atau denda atau hukuman yang
akan dijatuhkan atau diterapkan, apabila debitur wanprestasi atau lalai.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya wanprestasi adalah sebagai berikut (Satrio, 1999):

a. Adanya Kelalaian Debitur (Nasabah)


Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam
peristiwa
yang merugikan pada diri debitur yang dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kelalaian adalah peristiwa
dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang
diambil
olehnya akan timbul kerugian.
Sehubungan dengan kelalaian debitur, perlu diketahui kewajiban-kewajiban yang dianggap lalai apabila tidak
dilaksanakan oleh seorang debitur, yaitu:
1. Kewajiban untuk memberikan sesuatu yang telah dijanjikan.
2. Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan.
3. Kewajiban untuk tidak melaksanakan suatu perbuatan.

b. Karena Adanya Keadaan Memaksa (overmacht/force majure)


Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak debitur karena terjadi suatu
peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan
terjadi
pada waktu membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena
keadaan
memaksa tersebut timbul di luar kemauan dan kemampuan debitur.
Keadaan Memaksa
● Keadaan memaksa atau force majeur dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang terjadi setelah
dibuatnya perjanjian/kontrak yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya. Sebagai contoh,
seorang debitur meminjam sejumlah uang kepada kreditur berdasarkan perjanjian/kontrak yang telah
dibuatnya. Namun ditengah jalan, debitur tiba-tiba mendapatkan suatu keadaan memaksa (force
majure) yang membuat debitor tidak dapat melunasi hutangnya tersebut. Dengan dasar keadaan
memaksa (force majure) debitur tidak dapat dipersalahkan.
Setidaknya terdapat beberapa pendapat terkait pengertian keadaan memaksa (force majure) tersebut yaitu
sebagai berikut :
● 1. Subekti mengemukakan force majeur adalah suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban
membayar ganti rugi;
● 2. Abdulkadir Muhammad mengemukakan force majeur adalah keadaan tidak dapat dipenuhinya
prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak terduga yang mana debitur tidak dapat
menduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan.
● 3. Setiawan mengemukakan force majeur adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya
persetujuan yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, yang mana debitur tidak dapat
dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan
dibuat. Karena semua itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya
keadaan tersebut.
● Force majeure atau yang sering diterjemahkan sebagai “keadaan memaksa”
merupakan keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena
keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa
tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam
keadaan beriktikad buruk.

Adapun macam-macam keadaan memaksa, yaitu sebagai berikut:

1. Keadaan memaksa yang absolut (absolut onmogelijkheid) merupakan suatu keadaan dimana debitur sama
sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir
bandang, dan adanya lahar;
2. Keadaan memaksa yang relatif (relatieve onmogelijkheid) suatu keadaan yang menyebabkan debitur
mungkin untuk melaksanakan prestasinya.

● Apabila mengacu pada KUHPerdata, maka pengaturan terkait klausula force majure dalam
perjanjian/kontrak tersebut diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata
Contents of this template
● Pasal 1244 :
Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak
dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu,
disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu
pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.
● Pasal 1245 :
Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran
suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.

Pada dasarnya, klausa force majeure dalam suatu kontrak ditujukan untuk mencegah terjadinya kerugian
salah satu pihak dalam suatu perjanjian karena act of God, seperti kebakaran, banjir gempa, hujan
badai, angin topan, (atau bencana alam lainnya), pemadaman listrik, kerusakan katalisator, sabotase,
perang, invasi, perang saudara, pemberontakan, revolusi, kudeta militer, terorisme, nasionalisasi,
blokade, embargo, perselisihan perburuhan, mogok, dan sanksi terhadap suatu pemerintahan.
Contents of this template
● Unsur-unsur yang menyatakan bagaimana suatu keadaan dapat dinyatakan sebagai force majeure
lazimnya memiliki kesamaan dalam setiap aturan hukum dan putusan pengadilan dalam setiap
interpretasi terhadap kata ini. Unsur-unsur tersebut antara lain:

a. Peristiwa yang terjadi akibat suatu kejadian alam;


b. Peristiwa yang tidak dapat diperkirakan akan terjadi; dan
c. Peristiwa yang menunjukkan ketidakmampuan untuk melaksanakan kewajiban terhadap suatu
kontrak baik secara keseluruhan maupun hanya untuk waktu tertentu.
Perbuatan Melawan Hukum
● Pengertian perbuatan melawan hukum secara perdata :

• Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang lain
tanpa sebelumnya ada sesuatu hubungan hukum, dimana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik
merupakan perbuatan biasa maupun bias juga merupakan suatu kecelakaan.
• Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, kewajiban mana di tunjukan terhadap
setiap orang pada umumnya, dan dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan
suatu ganti rugi.
• Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian dapat dituntut bukan
merupakan suatu wanprestasi tcrhadap suatu kontrak, atau wanprestasi terhadap kewajiban trust,
ataupun prestasi terhadap kewajiban equity lainnya.
• Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan hukum melanggar hak
orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang
dirugikan.

• Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak, atau lebih tepatnya,
merupakan suatu perbuatan yang merugtkan hak-hak orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak
terbit dan hubungan kontraktual.
Perbuatan Melawan Hukum
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, suatu perbuatan
melawan hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: Ada suatu perbuatan, perbuatan itu
melawan hukum, ada kesalahan pelaku, ada kerugian bagi korban, ada hubungan kausal antara
perbuatan dengan kerugian. Hukum di Indonesia mengatur tiap-tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan karena salahnya menerbitkan kerugian itu untuk
mengganti kerugian. Intinya, apabila ada seorang yang melakukan perbuatan melawan hukum (PMH)
maka diwajibkan untuk memberikan ganti kerugian. Sisi yang lain, orang yang mengalami kerugian
tersebut dijamin haknya oleh Undang-Undang untuk menuntut ganti rugi.

Menurut ketentuan dalam pasal 1246 KUHPerdata ada tiga macam ganti rugi yang dapat diajukan oleh
penggugat terhadap pengugat, yaitu biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah segala ongkos yang dalam
kenyataan memang sudah dikeluarkan oleh pengguagat, rugi adalah kerusakan barang milik penggugat,
misalnya karena membeli disket dari tergugat dan disket tersebut terkontaminasi virus sehingga seluruh
sistem dan perangkat komputer milik tergugat menjadi rusak, sedangkan pengertian bunga dapat
dibedakan atas kehilangan keuntungan yang diharapkan (winstderving/expectationdamages) dan bunga
moratoir.
Perbuatan Melawan Hukum
● Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Ketentuan Pasal 1365 Kitab undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, menerangkan bahwa, suatu
perbuatan melawan hukum harus mengandung unsur-unsur, adanya suatu perbuatan, perbuatan itu
melawan hukum, adanya kesalahan bagi pelaku, adanya kerugian bagi korban, adanya hubungan kausal
antara perbuatan dan pelaku:
a. Ada Suatu Perbuatan

Perbuatan disini adalah perbuatan melawan hukum secara keperdataan yang dilakukan oleh pelaku,
secara umum perbuatan ini mencakup berbuat suatu (dalam arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam
arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat,
kewajiban itu timbul dari hukum. (ada pula kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Dalam perbuatan
melawan hukum harusnya tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat serta tidak ada pula unsur
kausa yang diperbolehkan seperti yang terdapat dalam suatu perjanjian atau kontrak
.
Perbuatan Bersifat Melawan Hukum

Perbuatan yang dilakukan itu, harus melawan hukum, unsur melawan hukum diartikan dalam arti
seluas-luasnya, sehingga meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Perbuatan melanggar Undang-Undang;
2. Perbuatan melanggar hak orang lain yang dilindungi hukum
3. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
4. Perbuatan yang bertentangan kesusilaan (geoze zeden)
5. Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang
lain.

b. Ada kesalahan Pelaku


Undang-undang dan Yurisprudensi mensyaratkan untuk dapat dikategorikan pembuatan melawan
hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, maka pelaku harus
mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalam melakukannya perbuatan tersebut. Oleh karena
itu, tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab dalam Pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, bilamana dalam hal-hal tertentu berlaku
tanggungjawab tanpa kesahalan (strict Liability), hal demikian bukan berdasarkan Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
● Ganti Rugi Berdasarkan KUHPerdata
Ganti rugi akibat dari adanya PMH menurut KUHPerdata dapat kita bedakan menjadi 2 (dua) macam
ganti rugi, yaitu:
1. ganti rugi umum, dan
2. ganti rugi khusus.

Yang dimaksud dengan ganti rugi umum dalam hal ini adalah ganti rugi yang berlaku dan berkaitan
dengan semua perkara, baik untuk perkara wanprestasi maupun yang berkaitan dengan perikatan-
perikatan lainnya termasuk karena PMH. Ketentuan mengenai ganti rugi umum dalam KUHPerdata
diatur mulai dari Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252, dimana dalam Pasal-Pasal dimaksud secara
konsisten KUHPerdata menyebutkan ganti rugi dengan istilah biaya, rugi dan bunga.
● Selain ganti rugi umum, KUHPerdata juga mengatur ganti rugi khusus terhadap kerugian yang timbul
dari perikatan-perikatan tertentu. Dalam hubungan dengan kerugian yang timbul akibat dari suatu PMH,
selain adanya ganti rugi umum KUHPerdata juga mengatur adanya pemberian ganti rugi terhadap hal-
hal sebagai berikut:
1. ganti rugi terhadap adanya PMH (Pasal 1365);
2. ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1366 dan Pasal 1367);
3. ganti rugi untuk pemilik binatang (Pasal 1368);
4. ganti rugi untuk pemilik gedung yang runtuh (Pasal 1369);
5. ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (Pasal 1370);
6. ganti rugi bagi korban yang luka atau cacat anggota badan (Pasal 1371), dan
7. ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1372 sampai dengan Pasal 1380).
Sekian
dan terimakasih

Anda mungkin juga menyukai