Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

TRAFFICKING PADA
PEREMPUAN
Nama kelompok 1 :
1. Adfa Reza Safitri
2. Diah Ayu Ismawati
3. Diva Pratama Febrianty
4. M. Fahmi Syarif
5. Ummah Nazilah
6. Reynaldi Yusuf
Definisi

Trafficking adalah konsep dinamis dengan wujud yang berubah dari waktukewaktu, sesuai
perkembangan ekonomi, sosial dan politik. Sampai saat ini tidak ada definisi trafficking yang disepakati
secara internasional, sehingga banyak perdebatan dan respon tentang definisi yang dianggap paling
tepat tentang fenomena kompleks yang disebut trafficking ini.

Pada tahun 1994 PBB mendefinisikan trafficking sebagai pergerakan dan penyelundupan orang secara
sembunyi-sembunyi melintasi batas-batas negara dan internasional, kebanyakan berasal dari negara
berkembang dan negara-negara yang ekonominya berada dalam masa transisi, dengan tujuan untuk
memaksa perempuan dan anak-anak masuk ke dalam sebuah situasi secara seksual maupun ekonomi
terkompresi, dan situasi eksploitatif demi keuntungan perekrut, penyelundup, dan sindikat kriminal
seperti halnya aktivitas ilegal lainnya yang terkait dengan perdagangan ( trafficking), misalnya pekerja
rumah tangga paksa, perkawinan palsu, pekerja yang diselundupkan dan adopsi palsu.
B. Faktor- Faktor Penyebab
Trafficking Human

1. Faktor Ekonomi
Ekonomi yang minim atau disebut kemiskinan menjadi factor penyebab utama terjadinya
Human Trafficking. Ini menunjukkan bahwa perdagangan manusia merupakan ancaman
yang sangat membahayakan bagi orang miskin. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi
bahwa rendahnya ekonomi membawa dampak bagi prilaku sebagian besar masyarakat.
Ekonomi yang pas-pasan menuntut mereka untuk mencari uang dengan berbagai cara.
Selain itu budaya konsumvitisme, juga ikut andil menambah iming-iming masyarakat untuk
mencari biaya penghidupan. Semua ini menjadikan mereka dapat terjerumus ke dalam
prostitusi dan tindak asusila lainnya.
2. Posisi Subordinat Perempuan
dalam Sosial dan Budaya

Seperti halnya kondisi pedagangan manusia yang terjadi di dunia, untuk Indonisia penelitian-
penelitia yang dilakukan di lembaga pendidikan dan LSM menunjukkan sebagian besar korban
perdagangan manusia adalah perempuan dan anak-anak. Indonisia adalah suatu masyarakat yang
patrialkhal, suatu struktur komonitas dimana kaum laki-laki yang lebih memegang kekuasaan dipersepsi
sebagai struktur yang mendegorasi perempuan baik dalam kebijakan pemerrintah maupun dalam prilaku
masyarakat. Misalnya perumusan tentang kdudukan istri dalam hokum perkawinan, kecenderungan
untuk membayar upah buruh wanita di bawah upah buruh laki-laki, atau kecenderungan lebih
mengutamakan anak laki-laki dari pada anak perempuan dalam bidang pendidikan, merupakan salah satu
refleksi keberadaan permpuan dalam posisi subordinat dibandingkan dengan laki-laki.
3. Faktor pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah juga sangat mempengaruhi kekerasan dan


eksploitasi terhadap anak dan perempuan. Banyaknya anak yang putus
sekolah, sehingga mereka tidak mempunyai skill yang memadai untuk
mempertahankan hidup. Implikasinya, mereka rentan terlibat kriminalitas.
4. Pengaruh Globalisasi

Pemberitaan tentang trafficking (perdagangan manusia), pada beberapa waktu terakhir


ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu yang aktual, baik dalam lingkup
domistik maupun yang telah bersifat lintas batas negara. Perdagangan manusia yang
paling menonjol terjadi khususnya yang dikaitkan dengan perempuan dan kegiatan
industri seksual, ini baru mulai menjadi perhatian masyarakat melalui media massa
pada beberapa tahun terakhir ini. Kemungkinan terjadi dalam skala yang kecil, atau
dalam suatu kegiatan yang terorganisir dengan sangat rapi. Merupakan sebagian dari
alasan-alasan yang membuat berita-berita perdagangan ini belum menarik media massa
paa masa lalu. Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia, Indonesia juga tidak
dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan Kemajuan di berbagai aspek teknologi,
politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di berbagai aspek tersebut membawa
perubahan pula dalam segi-segi kehidupan sosial dan budaya yang diacu oleh berbagai
kemudahan informasi.
C. Bentuk dan Modus Trafficking Human

Dalam menjalankan operandinya para trafficker sering menggunakan mudus berupa iming-
iming. Di antara modus-modusnya antara lain yaitu:

1. Tawaran Kerja
Salah satu modus human trafficking yang sering dilakukan adalah penawaran kerja ke
luar pulau atau luar negeri dengan gaji tinggi. Pelaku biasanya mendatangi rumah calon
korbannya dan saat pemberangkatan juga tanpa dilengkapi surat keterangan dari
pemerintah desa setempat.
Cara tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sejumlah pihak, termasuk
memberi kemudahan kepada keluarga korban untuk dapat diterima kerja tanpa harus
mengurus sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah atau negeri. Dari pihak orang
tua korban sudah tidak memperdulikan aturan atau kelengkapan surat-surat kerja karena
sudah termakan oleh bujukan pelaku.
Modusnya adalah para calo atau perantara memberi iming-iming bagi para korban
dengan menawarkan bekerja di mall dan salon dengan gaji besar. Selanjutnya korban
diserahkan pada germo yang kemudian dipekerjakan secara paksa sebagai wanita
penghibur di tempat-tempat hiburan malam.
2. Bius
Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus yang paling sering dilakukan dalam human
trafficking, tetapi saat ini orang bisa menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan seperti dibius.
Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini berawal dari penculikan terhadap korban, kemudian
pelaku membiusnya dengan suntikan ataupun dengan alat yang lain yang digunakan untuk membius.
Kemudian korban dibawa dan dipertemukan dengan sang bos. Setelah itu korban diserahkan jaringan
lainnya untuk dibawa ke negara lain tanpa membawa paspor untuk dipekerjakan secara paksa sebagai
pekerja seks.
 
D. Dampak/ Pengaruh Trafficking Human
Berdasarkan perspektif historis, startegi dan tahapan, serta faktor penyebab human trafficking, maka hal
tersebut menempatkan perempuan korban trafficking dalam situasi yang beresiko tinggi yang berdampak
terhadap fisik, psikismaupu kehidupan sosial perempuan korban trafficking sebagaimana yang digambarkan
Course Instruction (2011: 13, 14) sebagai berikut.
1. Dampak Psikologi dan Kesehatan Mental
Menurut Williamson et al. (2010: 2), perempuan korban trafficking sering mengalami, menyaksikan, atau
dihadapkan dengan suatu peristiwa atau kejadian yang melibatkan cedera aktual atau terancam kematian yang
serius, atau ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain" dan tanggapan mereka terhadap
peristiwa ini sering melibatkan "rasa takut yang sangat, dan ketidakberdayaan, sebagai reaksi umum dari post
traumatic stressdisorder (PTSD). Pengalaman traumatis dan ketakutan dialami perempuankorban trafficking
sejak awal mereka ditangkap secara paksa, mengalami penyekapan di daerah transit sebelum dikirim ke tempat
tujuan untuk dijual dan di eksploitasi (American Association, 2005: 467).
Para perempuan korban trafficking seringkali mengalami kondisi yang kejam yang mengakibatkan trauma
fisik, seksual dan psikologis. Kegelisahan, insomnia, depresi dan post traumatic stress disorder
menggambarkan standar evaluasi atau penilaian yang mengecewakan nilai diri dengan memandang
rendah diri sendiri (Taylor, 2012:1). Para perempuan korban trafficking seringkali kehilangan kesempatan
penting untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Hilang harapan tanpa tujuan hidup
yang jelas, suram dan gelap masa depan.

E. Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking


Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan yang kompleks, tentunya
memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu. Tidak hanya dibutuhkan
pengetahuan dan keahlian professional, namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi,
kerjasama yang memadai baik sesame apparat penegak hokum seperti kepolisian, kejaksaan,
hakim maupun dengan pihak- pihak lain yang terkait yaitu lembaga pemerintah (Kementrian
terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik local maupun internasional.
Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai dengankewenangan
masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal pencegahan, namun juga penanganan
kasus dan perlindungan korban semakin memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan
penanggulangan perdagangan peremuan secara terpadu. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar
korban mendapatkan ha katas perlindungan dalam hukum.
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan ILO dan
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program Prevention ofChild
Trafficking for Labor and Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini adalah:

1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menegah Atasuntuk
memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan.
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar
3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan
4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha
sendiri.
5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap trafficking anak.
 
Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Mengatasi Human Trafficking
 
Komitmen yang tinggi dan keseriusan pemerintah terhadap permasalahan perdagangan manusia ini telah menghasilkan peraturan
perundangan yang telah ditetapkan termasuk adanya Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang
yang menetapkan Kementerian Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) sebagai Ketua Umum Gugus Tugas dan KPP-
PA sebagai Ketua Harian. Sebagai lembaga koordinatif Gugus Tugas ini berperan :
1. Mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan perdagangan orang
2. Melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan dan kerjasama
3. Memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi (Rehabilitasi Kesehatan, Rehabilitasi Sosial,
Pemulangan, dan Reintegrasi Sosial)
4. Memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum
5. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi.

Adapun beberapa bentuk kebijakan pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi perkembangan human trafficking di kawasan Asia
adalah sebagai berikut :
6. Pemerintah Membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Selain itu ada banyak
peraturan perundangan yang telah ditetapkan termasuk adanya Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana
Perdagangan Orang yang menetapkan Kemenko Kesra sebagai Ketua Umum Gugus Tugas dan KPP-PA sebagai Ketua
Harian. Sebagai lembaga koordinatif Gugus Tugas ini berperan :
a. Mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan perdagangan orang
b. Melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan dan kerjasama
c. Memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban meliputi
d. Rehabilitasi Kesehatan, Rehabilitasi Sosial, Pemulangan, dan Reintegrasi Sosial
e. Memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum
f. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi.
2. Pemerintah Indonesia Menyepakati Kerjasama Internasional terkait Human Trafficking
Selain pada upaya nasional, pemerintah juga mengupayakan mekanisme kerjasama internasional, antara lain
dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Indonesia menjadi anggota Working Group dari Senior Official Meeting on Trans Organized Crime (SOM TOC)
b. Indonesia bersama dengan Australia menjadi Co-Chairs Bali Process, guna membahas solusi permasalahan
peneyelundupan orang dan trans-organized crime termasuk TPPO.
c. Melakukan Workshop antara Indonesia dengan Malaysia dalam rangka kerjasama PTPPO lintas batas negara
antara Sabah dan Kalimantan Timur. Ditindaklanjuti dengan Koordinasi antara Gugus Tugas PPTPPO
d. Indonesia dengan Majelis Anti Pemerdagangan Orang (MAPO) Malaysia guna rintisan MOU Pemberantasan
TPPO.
e. Indonesia mengikuti pertemuan global tentang melawan TPPO (Global Meeting To Fight Trafficking in
Persons) yang diselenggarakan oleh United Nation Office of Drug and Crime (UNODC).
f. Indonesia menjadi anggota Working Group on Protocol To Prevent, Suppress and Punish Trafficking in
Persons especially Women and Children yang dikoordinasikan oleh UNODC.
g. Indonesia menjadi peserta pertemuan the 3rd World Conference Against Sexual Exploitation of Children
and Youth di Rio de Janeiro, Brasil.
 
3. Kerjasama Pemerintah Indonesia dengan ASEAN dalam Menangani Perdagangan Orang
Upaya Pemerintah dan Kerjasama ASEAN Dalam Pemberantasan Perdagangan Orang Di Indonesia dalam
memerangi kejahatan tranasional dimulai pada Declaration of ASEAN Concord pada 24 Februari 1976 oleh
negara-negara anggota yang menyerukan adanya kerjasama intensif untuk mencegah dan menghapuskan
penyalahgunaan narkotika dan perdagangan obat bius.
Kasus Human Trafficking
Suara Ibu Sulis terdengar geram ketika bercerita mengenai apa yang Para pelaku praktek perdagangan orang ini diduga menggunakan
terjadi pada salah satu putrinya, yang menjadi korban – dan pada sistem sel yang terputus-putus di satu daerah ke daerah lain.,
akhirnya penyintas – perdagangan orang pada pertengahan 2021. Hampir serupa dengan cara sindikat narkoba beroperasi. Sehingga
“Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari rumah, gadis-gadis ini bertemu dengan orang yang berbeda yang
bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia seperti membawa mereka. Dan cerita sedih berkepanjangan dimulai
jadi orang lain ketika saya pertama kali mendengar suaranya (melalui ketika mereka menginjakkan kaki di tempat kerja mereka.
telepon) setelah sekian lama tidak berhubungan,” kata Ibu Sulis “Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar. Selama itu
berapi-api. dia kerja melayani tamu, menemani minum. Setiap hari dia
“Keluarga kami broken home. Anak-anak melihat orangtua tidak disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan dipajang di
akur. Mungkin itu yang menyebabkan dia memutuskan pergi,” jelas ruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,” kata Ibu Sulis
Ibu Sulis menceritakan apa yang dia dengar dari anaknya.
“Anak saya mungkin frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga kami,” Bella dan teman-temannya melihat perlakuan buruk kepada
tegas ibu Sulis, 45 tahun. perempuan yang bekerja di sana.; Bukan hanya dari para
Bella yang lahir pada tahun 1995, menurut ibunya, tergoda dengan pelanggan tetapi juga pekerja laki-laki serta pemilik tempat
iming-iming gaji Rp 10 juta per bulan sebagai SPG. Dia mendapat hiburan itu.
tawaran dari teman masa kecilnya yang memang sudah lebih dulu “Mereka membuat perempuan menjadi binatang. Menjerat
bekerja. dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup mereka bayar.
Bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat itu
meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri karena hutang banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja
merupakan jawaban akan kegalauannya. Dari kampung mereka, bapaknya.”
gadis-gadis sebaya ini berangkat. Menginap satu malam di sebuah “Bella juga melihat teman-temannya yang sakit atau hamil
hotel dan bertemu dengan calon pemberi pekerjaan, yang ternyata dibawa pergi dari pulau dan tidak pernah kembali.”
adalah pemilik kelab malam. Lalu berangkat dengan pesawat pada
keesokan harinya.
I. IDENTITAS

Nama : Nn. B
Umur : 26
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : SPG
alamat dan no telp : rawamangun

Penanggung Jawab & : Ny. S (45 Tahun) sebagai Ibunya Hubungan dg Klien

II. POLA PERSEPSI KESEHATAN ATAU PENANGANAN KESEHATAN


1. DESKRIPSI MASALAH
Masalah yang dihadapi oleh N.Y:
1. wajahnya menjadi mudah murung, sedih dan depresi
2. merasa takut pada setiap laki-laki yng baru ia kenal.
3. sering mengalami mimpi buruk dan sulit untuk tidur dikarenakan selalu terbayang dengan kejadian .
4. Nn. B menjadi pendiam serta sulit berinteraksi dengan orang lain.
5. Ketika Nn. B teringat akan kejadian tersebut, ia tiba-tiba marah, gelisah, cemas dan takut jika
kejadian tersebut terulang kembali pada dirinya.
2. Alasan masuk
Berawal dari 4 bulan yang lalu saat temannya mengajak berkerja dengan iming-iming gaji
10juta pada Nn. B bersama dengan teman lama dan sahabatnya, ia pergi diam-diam
meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan
kegalauannya. Setelah ia sudah dipercaya ia mencari peluang untuk bisa melaporkan
kejadian tersebut ke polisi. Setelah kejadian tersebut, kondisi Nn. B sekarang menjadi
wajah terlihat murung, sedih dan depresi, takut pada setiap laki-laki yang baru ia kenal,
mengalami mimpi buruk dan sulit tidur karena selalu terbayang-bayang wajah pelaku.
Pasien sering gelisah dan cemas akan kejadian tersebut terulang kembali, dan keluarga
merujuk Nn. B ke RSJ terdekat.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki penyakit yang berhubungan dengan kejadian tersebut.
4. Faktor predisposisi dan presopitasi
• Faktor presipitasi : keluarga pasien mengatakan pasien setelah pelaporan itu pasien jadi
seperti itu.
• Faktor predisposisi : pasien mengatakan tidak pernah mengalami gangguan jiwa
dimasa lalu dan baru pertama kali. Pasien tidak menjalani pengobatan karena tidak
mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Pasien mengatakan pernah melakukan
perkelahian dengan temannya dan pasien mengatakan tidak mempunyai pengalaman
yang tidak menyenangkan.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Cukup Kesadaran: Apatis
Tanda-tandavital
• TD : 110/70mmHg N
• N : 90x/menit
• RR : 20x/menit
• S :36,70C
Statusgizi
• BB : 48 kg
• TB : 156 cm
• IMT : 48 kg/2,4 m2 = 19,7 kg/m2 (normal)
• Keluhan fisik: Tidak ada keluhan

6. Pola kognitif dan perseptual


Tingkat Ansietas:
Menurut Ny. S “Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari rumah, bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat
semuanya., Dia seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama
tidak berhubungan.”

7. Pola persepsi diri/konsep diri


1. Role peran : Konflik peran
Menurut Ny.S “Dia magang 3 bulan baru boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja melayani tamu,
menemani minum. Setiap hari dia disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan di
pajang diruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang.”
2. Identity/identitas diri : Merasa terkekang dan kurang mampu menentukan pilihan
Menurut Ny.S “Mereka membuat perempuan menjadi binatang. Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup
bayar. Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat itu karena hutang banyak, anak banyak an tidak jelas
siapa saja bapaknya.”

8. Genogram
9. Pola kebiasaan
1. Aktivitas atau istirahat
Klien mengatakan mengalami mimpi buruk dan sulit tidur karena terbayang- bayang kejadian tersebut.
2. Integritasego
Klien mengatakan ia takut pada setiap laki-laki yang baru ia kenal maupun yang sudah ia kenal. Setelah 1 bulan
pasca kejadian klien mengatakan masih merasa gelisah dan takut karena masih mengingat kejadian tersebut.
Wajah klien pun terlihat murung, sedih dandepresi.
3. Neurosensori
Klien mengatakan gelisah dan bila mengingat kejadian tersebut klien mulai gelisah dan cemas. Klien terlihat
murung dan depresi.
4. Nyeri atau ketidaknyaman
Klien mengalami kekerasan seksual
5. Keamanan
Klien tidak mengalami marah dan perilaku kekerasan terhadap lingkungan maupun gagasan tentang bunuh diri.
Klien hanya mengalami takut, cemas dan gelisah.
6. Seksualitas
Klien mengalami kekerasan seksual
7. Interaksisosial
Klien menjadi pendiam, sulit berinterkasi dengan orang lain setelah kejadian tersebut.
 
10. Konsep diri
1. Gambaran diri
Pasien membenci semua bagian tubuhnya.
2. Identitas
Pasien menyadari dirinya sebagai seorang anak dan anak perempuan satu- satunya di keluarganya.
3. Peran
Pasien mengatakan dirinya merepotkan kedua orang tuanya.
4. Idealdiri
Pasien mengatakan ingin cepat pulang karena sudah merasa bosan berada di rumah sakit dan rindu dengan keluarganya.
5. Hargadiri
Pasien mengatakan dirinya malu dan merasa tidak berguna. Pasien mengatakan dirinya merasa sedih dikarenakan menjadi aib
dalam kelurga.
6. Hubungansosial
-Orang yang berarti
-Pasien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah ibunya.
7. Hambatan dalam berhubungan dengan oranglain
Pasien merasa malu dengan keadaanya dan merasa diri tidak berguna lagi. Setelah kejadian tersebut, kondisi pasien sekarang
menjadi murung, sedih dan depresi. Setelah tersebut pasien menjadi pendiam, sulit berinterkasi dengan orang lain serta bila
teringat kejadian tersebut pasien sering marah, gelisah, cemas dan takut akan kejadian tersebut terulang kembali pada dirinya.
8. Spiritual
- Pasien mengatakan beragama Islam.
- Kegiatan ibadah
- Pasien mengatakan sering beribadah shalat.
ANALISA DATA
no Data (symtom) Etiologi Problem
1 Do : Ancaman terhadap konsep diri  ansietas
Pasien mengatakan gelisah
Pasien mengatakan tegang
Pasien mengatakan sulit tidur
Ds :
Pasien tampak bingung
Pasien tampak khawatir dengan akibat kondisi
yang dihadapi
Pasien tampak sulit berkonsentrasi

2 Do :   Harga diri rendah


1. Menurut ny.s “dia magang untuk 3bulan baru
Resiko HDR
boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja
melayani tamu, menemani minum setiap hari dia  
disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan Kerja melayani tamu pria
dipajang diruang kaca. Bisa saya katakan setngah  
telanjang”. Memakai pakaian minim
2. Menurut ny.s “mereka membuat perempuan
seperti binatang. Menjerat dengan hutang yang  
jelas-jelas tidak akan sanggup mereka bayar” Pekerjaan SPG
ANALISA DATA

no Data (symtom) Etiologi Problem


3. Do : Menciptakan kenyamanan lingkungan Resiko trauma
Pasien mengatakan tidak nyaman dengan keadaan yang mendukung
rumah yang tidak utuh lagi
Ds :
Pasien tampak bingung
Pasien tampak sulit untuk berkonsentrasi
DIAGNOSA

1.Ansietas
2. Harga diri rendah
3.Resiko trauma
INTERVENSI
no Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi
1 Ansietas Setelah dilakukan perawatan 24 jam, ansietas pasien • Terapi relaksasi
dapat teratasi dengan tujuan dan kriteria evaluasi : • Peningkatan koping
1.      Pasien mampu mengatasi ansietasnya. •  Pengurangan kecemasan
2 Harga diri rendah  Setelah dilakukan perawatan 24 jam harga diri rendah SP.1
pasien dapat teratasi dengan tujuan dan kriteria  Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki
evaluasi : • Diskukisikan bahwa pasien masih memiliki
1.      Pasien dapat menyesuaikan diri dengan sejumlah kemampuan dari aspek positif seperti
perubahan hidup. kegiatan pasien dirumah adanya keluarga adanya
keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
• Beri pujian yang realistis dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien penilaian yang negative.
 Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
• Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih
digunakan saat ini.
• Bantu pasien menyebutkannya dan memberi
penguatana terhadap kemampuan diri yang
diungkapan pasien
• Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi
pendengar yang aktif.
 Pilih kemampuan yang akan dilatih
• diskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang
dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang
akan pasien pasien
INTERVENSI
no Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi
2 Harga diri rendah   lakukan sehari-hari.
- bantu pasien menetapkan aktivitas mana yang dapat dilakukan secara mandiri
• Aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga
• Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat
pasien
• Beri contoh pelaksanaan aktivitas yang dapt dilakukan pasien
• Susun bersama pasien aktivitas atau kegiatan sehari-hari pasien
 Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
• Diskusikan dengan pasien unuk menetapkan urutan kegiatan (yang sudah dipilih pasien)
yang akan dilatihkan.
• Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang akan dilakukan
pasien.
• Berikan dukungan dan pujian yang nyata sesuai kemajuan yang diperlihatkan pasien.
 Masukan jadwal kegiatan pasien
• Berikan kesempatan pada pasien untuk mencontoh kegiatan
• Beri pujian atas aktivitas/ kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari.
• Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihka bersama pasien dan keluarga
• Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah kegiatan. Yakinkan bahwa
keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilaukan pasien
INTERVENSI
no Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi
. SP.2
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
 Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan
 Latih kemampuan yang dipilih
 Masukan dlam jadwal kegiatan pasien
SP.3
 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP2)
 Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan
 Masukan dalam jadwal kegiatan pasien

3. Resiko trauma  Setelah dilakukan perawatan selama 24 • Manajemen lingkungan


jam, risiko trauma dapat teratasi dengan • Manajemen penekanan
tujuan dan kriteria hasil :
1.      Pasien mampu menghindari
cedera fisik
IMPLEMENTASI
no Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. Ansietas • Ciptakan lingkungan yang tenang S : pasien mengata mengeluh cemas dan merasa frustasi
• Minta klien untuk rilseks dan O :pasien terlihat tampak takut, merasa tidak nyaman, tidak rileks
merasakan sensasi yang terjadi A :msasalah belum teratasai
• Bantu pasien untuk menyelesaikan P :intervensi dilanjutkan
masalah dengan cara yang kontruktif
• Berada di sisi klien untuk
meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
• Bantu klien untuk mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan

2. Harga diri rendah • Bantu pasien menentukan S :pasien mengatakan sangat susah tidur terfikir olehnya tentang
keterlanjutan dari perubahan- pertanyaan orang lain tentang kejadian yang dialaminya
perubahan aktual dari tubuh O :pasien tampak lemas dan lesu
• Monitor pernyataan pasien mengenai A :masalah belum teratasi
harga diri P :intervensi dilanjutkan
• Tentukan kepercayaan diri pasien
dalam hal penilaian diri
• Bantu pasien untuk menemukan
penerimaan diri
No Diagnosa Implementasi Evaluasi

3. Resiko trauma • Ciptakan lingkungan yang S :pasien mengatakan masih tidak nyaman dengan keadaan
aman bagi pasien rumah yang sudah tidak utuh lagi.
• Singkirkan benda-benda O :pasien tampak bingung
berbahaya dari lingkungan A :masalah belum teratasi
• Ciptakan kenyaman P :intervensi dilanjutkan
lingkungan yang mendukung
IMPLEMENTASI
no Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. Ansietas • Ciptakan lingkungan yang tenang S : pasien mengatakan sudah tidak cemas dan gelisah lagi
• Minta klien untuk rilseks dan O :pasien tampak tidak ketakutan lagi saat ditanya kembali prihal
merasakan sensasi yang terjadi kejadian.
• Bantu pasien untuk menyelesaikan A :msasalah teratasai
masalah dengan cara yang kontruktif P : hentikan intervensi, berikan edukasi dalam menyelesaikan masalah
• Berada di sisi klien untuk secara bersama-sama meski orangtua sudah bercerai.
meningkatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
• Bantu klien untuk mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan

2. Harga diri rendah • Bantu pasien menentukan S :pasien mengatakan masih mengeluh susah tidur dan cemas jika
keterlanjutan dari perubahan- bertemu dengan orang lain tidak siap menerima penilaian dan
perubahan aktual dari tubuh pertanyaan dari orang lain.
• Monitor pernyataan pasien mengenai O :pasien tampak masih lesu dan termenung sesewaktu
harga diri A :masalah belum teratasi
• Tentukan kepercayaan diri pasien P :intervensi dilanjutkan
dalam hal penilaian diri
• Bantu pasien untuk menemukan
penerimaan diri
No Diagnosa Implementasi Evaluasi

3. Resiko trauma • Ciptakan lingkungan yang S :pasien mengatakan masih tidak nyaman dengan keadaan rumah yang
aman bagi pasien sudah tidak utuh lagi.
O :pasien masih tampak bingung
• Singkirkan benda-benda
A :masalah belum teratasi
berbahaya dari lingkungan P :intervensi dilanjutkan
• Ciptakan kenyaman
lingkungan yang mendukung
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai