Anda di halaman 1dari 122

FARMASETIKA II

(SEDIAAN STERIL)

Akademi Farmasi (AKFAR) Dwi Farma


Bukittinggi
Pendahuluan :
• Sediaan Farmasi steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang
pada saat ini banyak digunakan terutama pada rumah sakit.
• Sediaan farmasi steril sangat membantu pada saat pasien akan dioperasi,
diinfus, disuntik, shg mempunyai luka terbuka yg harus diobati dan
sebagainya.
• Dimana dalam keadaan tersebut sangat dibutuhkan kondisi steril karena
pada pengobatannya langsung bersentuhan sel tubuh, lapisan mukosa
organ tubuh, dimasukkan langsung kedalam cairan atau rongga tubuh.
• Sangat memungkinkan terjadi infeksi bila obatnya tidak steril. Disamping
persyaratan sterilitasnya, juga dibutuhkan persyaratan lain seperti
isohidris, isotonis dan tidak mengiritasi.
DESCRIPTION
TEKNOLOGI
FARMASI SEDIAAN
STERIL MEMPELAJARI CARA STERILISASI,
TEKNIK DAN PROSEDUR PEMBUATAN
SEDIAAN FARMASI STERIL SESUAI
DENGAN KETENTUAN CARA
PEMBUATAN OBAT YANG BAIK
TERMINOLOGI
(istilah dan penggunaannya)

STERILISASI DESINFEKSI ANTISEPTIK SANITASI

Perusakan Pembunuhan, Pengurangan


atau penghambatan populasi
pembuangan atau Pencegahan mikrobial
semua pembuangan infeksi oleh hingga batas
organisme mikroorganisme mikroorganisme
aman yang
viable dari patogenik, pada jaringan
suatu objek hidup
ditentukan
biasanya pada standar
atau partikular
permukaan yang kesehatan
lingkungan
mati.

AKHIRAN SID/STATIK ???


KONDISI YANG MEMPENGARUHI
AKTIVITAS AGENT MICROBIAL

KOMPOSISI KONSENTRASI
UKURAN
POPULASI AGENT
POPULASI
MICROBIAL

WAKTU LINGKUNGAN
TEMPERATUR
EXPOSURE SEKITAR
Defenisi Steril
A. Menurut Ansel hal : 339
Steril adalah bebas dari pencemaran mikroorganisme.
B. Menurut RPS 18th hal : 1470
Steril adalah tidak adanya mikroorganisme yang aktif.
C. Menurut Sterile Dosage Form hal : 37
Steril adalah suatu kondisi absolute dan harus tidak
pernah digunakan atau dianggap secara relatif sebagai bahan
atau hampir steril.
Defenisi Steril
D. Menurut RPS 20th : 753
Steril adalah suatu keadaan dimana tidak terdapat lagi
mikroorganisme.
E. Menurut Lahman hal : 619
Steril adalah kondisi yang memungkinkan terciptanya
kebebasan penuh dari mikroorganisme dengan
keterbatasan.
Defenisi (lanjutan...)
A. Definisi sterilitas
1) Menurut RPS 18th hal : 1470
Sterilitas adalah karakteristik yang disyaratkan untuk sediaan
farmasetik bebas dari mikroorganisme hidup karena metode, wadah
atau rute pemakaian.
2) Menurut Sterile Dosage Form hal : 15
Sterilitas adalah karakteristik yang disyaratkan untuk sediaan-
sediaan farmasetik karena metode, wadah atau rute pemakaian.
3) Menurut Pharmaceutical Dosage Form by Aulton Hal : 473
Sterilitas didefinisikan sebagai ketidakhadiran dari semua bentuk
organisme.
Definisi (lanjutan...)
• B. Definisi sterilisasi
1. Menurut Scoville’s : 403
Sterilisasi adalah suatu proses membunuh atau menghilangkan
bakteri dan mikroorganisme lain.
2. Menurut Ansel : 410
Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan terhadap sediaan
farmasetik berarti penghancuran sempurna seluruh
mikroorganisme dan sporanya atau penghilangan mikroorganisme
dari sediaan.
Definisi (lanj....)
3. Menurut Mikrobiologi Farmasi Dasar: 230
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh atau
memusnahkan semua mikroorganisme atau jasad renik yang ada,
sehingga jika ditumbuhkan didalam suatu medium tidak ada lagi
mikroorganisme atau jasad renik yang dapat berkembang biak.
Definisi Sediaan Steril (lanj...)
Sediaan steril secara umum adalah :
Sediaan farmasi yang mempunyai kekhususan sterilitas dan bebas dari
Mikroorganisme.
Tujuan
Sterilisasi

Mencegah terjadinya infeksi


sekunder
Mencegah kontaminasi
mikroorganisme saat pembuatan
Mencegah kontaminasi terhadap
bahan- bahan yg dipakai

PRODUK STERIL CONTOH??


Macam-macam Sediaan Steril
1. Berdasarkan Pengemasan
a. Single dose unit : injeksi dalam ampul
b. Multiple dose : injeksi dalam vial
c. Cairan volume besar : infus intravena
2. Berdasarkan Bentuk Fisik dari Produk
a. Larutan steril
b. Suspensi steril
c. Emulsi steril
d. Padat steril
3. Berdasarkan Penggunaan
a. Injeksi
Suatu larutan obat dalam pembawa yang cocok dengan atau
tanpa bahan tambahan yang dimaksudkan untuk penggunaan
Parenteral.
b. Cairan Infus
Merupakan injeksi khusus karena cara pemberiannya dan
volumenya besar
Penggunaan sed. Steril :
Berguna untuk :
1. Nutrisi dasar : Infus dekstrosa
2. Perbaikan keseimbangan elektrolit : Infus Ringer
Mengandung ion Na+, K+, Ca2+ dan Cl-
3. Pengganti cairan tubuh : Infus dekstrosa dan NaCl
4. Membantu diagnosis penentuan fungsi ginjal: Injeksi
mannitol
c. Radiopharmaceutical
Suatu injeksi yang mengandung bahan radioaktif. Berfungsi untuk
diagnosis dan pengobatan dalam jaringan organ. Pembuatan dan
penggunaannya berbeda dengan bahan obat biasa (non radioaktif).
d. Zat Padat Kering Atau Larutan Pekat
Bahan yang tidak stabil dalam bentuk cair/lrt disimpan dalam
bentuk zat padat kering yang dilarutkan pada waktu akan digunakan.
Contoh : Ampicillin Sodium Steril, Amphotericin B Injeksi
Penggunaan sed. Steril (lanj...)
e. Larutan Irigasi
• Persyaratan seperti larutan parenteral
• Dikemas dalam wadah volume besar dengan
• tutup dapat berputar
• Digunakan untuk merendam luka/mencuci luka, sayatan bedah atau
jaringan/organ tubuh
• Diberi label sama seperti injeksi.
Contoh : Sodium chlorida untuk irigasi, Ringers untuk irigasi, Steril water
untuk irigasi
• Label/etiket : “bukan untuk obat suntik”
f. Larutan Dialisis
Untuk menghilangkan senyawa-senyawa toksis yang secara normal
disekresikan oleh ginjal.
Larutan yang tersedia diperdagangan mengandung dekstrosa sebagai
sumber utama kalori, vitamin, mineral, elektrolit, dan asam
amino/peptida sebagai sumber nitrogen.
g. Larutan, suspensi dan salep untuk mata (OBAT MATA)

Obat-obatan dalam larutan atau suspensi yang diberikan


dengan meneteskan ke dalam mata termasuk sediaan steril,
meskipun batasan steril biasanya tidak dimasukkan pada
namanya, seperti:
“Sulfacetamide larutan mata” atau Hydrocortison Acetat
Suspensi mata.
1. Salep mata
- Sediaan salep mata berupa bahan obat dalam bentuk
terlarut atau serbuk yang dibuat halus sampai ukuran
mikron ditambahkan ke dasar salep mata yang tidak
menyebabkan iritasi.
- Salep mata disterilkan dengan pemanasan kering (oven)
atau radiasi.
- Beberapa disiapkan sebagai sediaan steril dengan
mengkombinasikan unsur-unsur steril secara aseptis.
- Mereka harus dikemas dalam tempat tertutup (tube
bermulut runcing), bebas dari logam.
- Meskipun sediaan steril, tetapi tidak ditunjukkan pada
namanya. Contoh: Salep mata Gentamisin Sulfat
2. Pelet steril atau implantasi subkutan
- Pelet atau implan steril merupakan tablet berbentuk silindris,
kecil, padat dengan diameter lebih kurang 3,2 mm dan panjang 8
mm, dibuat dengan mengempa dan dimaksud untuk ditanam
subkutan (paha atau perut) untuk tujuan menghasilkan pelepasan
obat terus menerus selama jangka waktu 3-5 bulan.
- Obat antihamil dalam bentuk implan dapat bekerja sampai 3
tahun. (Implanon mengandung etonogestrel 68 mg/susuk KB).
Pelet tidak boleh mengandung bahan pengikat, pengencer
atau pengisi yang ditujukan untuk memungkinkan seluruhnya
melarut dari absorbsi pelet di tempat penanaman.
Contoh: pelet estradiol, biasanya mengandung 10 dan 25 mg
estrogen estradiol (dosis lazim oral dan parenteral 250 mcg)
CARA STERILISASI (Menurut FI.III) 14/09

CARA A Pemanasan basah dengan otoklaf suhu 115-116 selama


30 menit

CARA B Penambahan bakterisida

CARA C Penyaring bakteri steril

Pemanasan kering dengan oven suhu 150


CARA D
selama 1 jam

CARA ASEPTIS
CARA STERILISASI (Menurut FI IV)

PEMANASAN SECARA PENYARING BAKTERI STERIL


KERING

STERILISASI GAS
PEMANASAN SECARA BASAH

TEKNIK ASEPTIS
PENAMBAHAN ZAT-ZAT
TERTENTU

PENYINARAN
METODE STERILISASI
ANTIBIOTIK, FENOL,
1 KIMIA
FORMALDEHIT, ALKOHOL

2 RADIASI UV , RADIASI PLASMA, IONIZING


RADIATION,SINAR GAMMA

3 FISIKA PANAS basah kering

4 MEKANIK FILTRASI

1-3 disebut metode destruksi


4 Disebut metode removal
PEMILIHAN CARA
STERILISASI

1 STABILITAS

2 EFEKTIFITAS

3 WAKTU

BIAYA
STERILISASI ALAT

STERILISASI BASAH

STERILISASI KERING
Sterilisasi Basah

 Alat yang digunakan: Autoklaf


 Alat yang dapat disterilkan dengan cara ini
adalah: kertas/kertas saring, alat
gelas/porselin, alat karet, tube dari timah,
kain, alat logam.
STERILISASI PANAS BASAH
Sterilisasi Kering
OVEN PEMIJARAN

Alat yang dapat Alat yang dapat


disterilkan dengan
disterilkan dengan
cara ini adalah alat
gelas (kecuali yang cara ini adalah
berskala), alat pinset, alat
porselin, alat logam, gelas/logam yang
tube dari timah berukuran kecil,
batang pengaduk

Sterilisasi mortir dan alu dilakukan dengan cara disiram dengan sedikit
etanol 95% sehingga merata pada permukaan, kemudiaan dibakar
STERILISASI PANAS KERING
Hubungan suhu dan waktu sterilisasi
Cara sterilisasi Suhu & Waktu Alat yang disterilkan
Pemanas basah dengan 115° - 118° 30’ Gelas ukur, pipet ukur/tetes,
autoklaf 121° - 124° 15’ corong gelas, kertas saring sudip,
126° - 127° 10’ alat karet, alat plastik.
134° - 138° 5’

Pemanas kering dengan 160° 120’ Labu erlenmeyer, corong gelas,


oven 170° 60’ tube salep, botol, vial, ampul
180° 30’

Pemanas kering dengan 250° 30’ Botol infus, alat gelas/logam


oven untuk pembebasan 200° 60’
pirogen

Dipanaskan pada api 20 detik Sendok porselin, spatel logam,


langsung pinset logam, batang pengaduk,
cawan penguap, kaca arloji

Dibakar dengan etanol Mortir dan alu


95%
OBAT TETES MATA
(Guttae Opth.)
PENDAHULUAN
• Sediaan obat mata adalah sediaan steril berupa salep, larutan atau suspensi,
digunakan untuk mata dengan jalan meneteskan, mengoleskan pada selaput
lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
• Syarat sediaan obat mata :
• Steril
• Isotonis dengan air mata
• Bila mungkin isohidri
• Tetes mata berupa larutan harus jernih
• Bebas partikel asing
• Basis salep mata tidak boleh iritan
YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PROSES
PEMBUATAN SEDIAAN

• Kecermatan dan kebersihan selama pembuatan


• Pembuatan dikerjakan seaseptis mungkin
• Formula yang tepat
• Teknologi pembuatan dan peralatan yang
menunjang
BEBERAPA PERTIMBANGAN DALAM PEMBUATAN
OBAT MATA
1. Sterilitas
Cara-cara sterilisasi: panas uap, panas kering, cara filtrasi, cara gas,
cara
radiasi-ionisasi.
2. Iritasi
Bahan aktif, bahan pembantu, atau pH yang tidak cocok dari
pembawa
obat tetes mata dapat menimbulkan iritasi terhadap mata.
3. Pengawet
Semua obat tetes mata yang digunakan harus dalam keadaan
steril. Pengawet perlu ditambahkan khususnya untuk obat tetes
mata yang digunakan dalam dosis ganda.
Syarat pengawet dalam obat tetes mata:

• Syarat pengawet dalam obat tetes mata:

a. Harus efektif dan efisien


b. Tidak berinteraksi dengan bahan aktif atau bahan
pembantu lainnya
c. Tidak iritan terhadap mata
d. Tidak toksis
PENGAWET YANG BIASA DIGUNAKAN

1. Benzalkonium klorida
• Efektif dalam dosis kecil, reaksi cepat, stabilitas yang tinggi.
• Merupakan garam dari basa lemah, bersifat surfaktif kationik.
• Penggunaan dalam tetes mata antara 0,004-0,02%
2. Garam raksa
Antara lain:
• fenilraksa (II) nitrat (PMN): 0,002-0,004%
• fenilraksa (II) asetat (PMA): 0,005-0,02%
• tiomersal: 0,01%
• Efektivitas tinggi pada pembawa dengan pH sedikit asam.
3. Klorbutanol
• Stabil pada suhu kamar pada pH 5 atau kurang.
• Klorbutanol dapat berpenetrasi pada wadah plastik.
• konsentrasi 0,5%, larut sangat perlahan.
4. Metil dan propil paraben
• Mencegah pertumbuhan jamur.
• Kelemahan kelarutan yang rendah dan dapat menimbulkan
rasa pedih di mata.
• Metilparaben antara 0,03-0,1% dan propilparaben 0,01-0,02%
5. Feniletilalkohol
• Aktivitasnya lemah, mudah menguap, dapat berpenetrasi
dalam wadah plastik, kelarutan kecil, dan memberi rasa pedih
di mata.
• Konsentrasi 0,5%
Faktor yang mempengaruhi penetrasi obat dari
sediaan obat mata (24/9)
• Faktor fisiologis
kondisi kornea dan konjungtiva
• Faktor fisiko kimia
– Tonisitas: tidak sakit dan mengiritasi bila konsentrasinya
0,7-1,4%
– Peranan pH
– Peranan konsentrasi bahan aktif
– Kekentalan
– Surfaktan
Pengaruh Tonisitas

• Tekanan osmosis air mata = tekanan 0,93%b/v NaCl dalam


air.
• Jika konsentrasi NaCl terletak antara 0,7 – 1,4%b/v, larutan
NaCl tidak menyebabkan rasa sakit dan tidak mengiritasi
mata.
• Dalam kenyataannya, biasanya bahan aktif dilarutkan dalam
larutan NaCl 0,8 – 0,9% (atau pelarut lain dengan tonisitas
yang sama)
Viskositas OTM

• Tetes mata dalam air memiliki kekurangan karena dapat


ditekan keluar dari saluran konjungtiva oleh gerakan pelupuk
mata.
• Melalui peningkatan viskositas, tetes mata dapat mencapai
distribusi bahan aktif yang lebih baik di dalam cairan dan
waktu kontak yang lebih lama.
• Sebagai peningkat viskositas, biasanya dipakai metilselulosa
dan polivinilpirolidon (PVP), tetapi sangat disarankan
menggunakan polivinilalkohol (PVA) 1 – 2%.
Evaluasi sediaan obat tetes mata

• Sterilitas
Memenuhi persyaratan uji sterilitas seperti yang tertera pada
FI IV
• Kejernihan
Dengan alat khusus, tidak terlihat adanya partikel asing
(prosedur ada di FI IV)
• Volume
Volume isi netto setiap wadah harus sedikit berlebih dari volume
yang ditetapkan. Kelebihan volume bisa dilihat di tabel.
• Stabilitas bahan aktif
Harus dapat dipastikan bahwa bahan aktif stabil pada
proses pembuatan khususnya pada proses sterilisasi dan stabil
pada waktu penyimpanan sampai waktu tertentu. Artinya sampai
batas waktu tersebut kondisi obat masih dapat memenuhi
persyaratan.
• Kemampuan difusi bahan aktif dari sediaan
Sesuai dengan bahasan tentang pengaruh pH terhadap
penetrasi bahan aktif dari sediaan OTM, maka koefisien partisi
bahan aktif dalam sediaan merupakan hal yang sangat penting
• Evaluasi terhadap kemampuan difusi bahan aktif dari sediaan
OTM berlangsung beberapa tahap:

• Kemampuan perubahan pH sediaan OTM sebagai akibat


penambahan sejumlah volume tertentu larutan pH 7,4
• Kecepatan difusi bahan aktif dari sediaan
Kecepatan difusi bahan aktif dari sediaan setelah
penambahan sejumlah volume tertentu larutan dengan
pH 7,4
Kelebihan volume yang dianjurkan
Formulasi sediaan obat mata

• Obat tetes mata


kontak dengan mata singkat, bahan aktif terlarut atau
tersuspensi
• Salep mata
kental, kontak dengan mata lama, sifat basis harus hidrofil,
harus melebur pada suhu 32,9°, bahan aktif terlarut atau
tersuspensi dalam basis
Salep Mata

• Pelepasan bahan aktif dari sediaan salep mata dapat


dipengaruhi oleh:

– Kedipan kelopak mata


– Kondisi bahan aktif dalam sediaan mata, yaitu terlarut
dalam basis salep mata, tersuspensi dalam basis salep
– Ukuran partikel bahan aktif
Pembuatan Salep Mata

• Bahan aktif ditambahkan sebagai larutan steril atau


sebagai serbuk steril termikronisasi dalam basis salep mata steril
• Hasil akhir dimasukkan ke dalam tube steril secara aseptis
• Sterilisasi basis salep dikerjakan secara sterilisasi kering pada
suhu 120⁰C selama 2 jam atau 150⁰C selama 1 jam tergantung
pada sifat fisik dari basis salep yang digunakan
• Sterilisasi tube dilakukan dalam autoklaf pada suhu 115⁰C selama
15 menit.
Contoh penggolongan obat mata
berdasarkan farmakologi

• Obat mata mengandung kortikosteroid


• Obat mata sebagai antiseptik dengan kortikosteroid
OBAT TETES HIDUNG
(Nasal Drop)
Pendahuluan
• Sediaan utk hidung adalah cairan, semisolid atau sediaan padat yang
digunakan pada rongga hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik
atau lokal. Berisi satu atau lebih bahan aktif.
• Sediaan utk hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak
memberi pengaruh yang negatif pada fungsi mukosa hidung dan
cilianya.
• Sediaan utk hidung mengandung air pada umumnya isotonik dan
mungkin berisi excipients, sebagai contoh, untuk melakukan
penyesuaian sifat merekat untuk sediaan, untuk melakukan
penyesuaian atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan kelarutan bahan
aktif, atau kestabilan sediaan itu.
• Menurut F.I IV :
Tetes hidung /Obat tetes hidung (OTH) adalah obat tetes yang
digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat kedalam
rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan
pengawet.
• Menurut British Pharmakope 2001
Tetes hidung dan larutan spray hidung adalah larutan, suspensi
atau emulsi yang digunakan untuk disemprotkan atau diteteskan
ke dalam rongga hidung
Sejarah OTH
• Dahulu sediaan untuk hidung ini dinamakan COLLUNARIA, yang
mengandung bermacam-macam jenis minyak sebagai pembawa.
• Kemudian berkembang pengetahuan bahwa meneteskan minyak ke
dalam rongga hidung mungkin berbahaya, maka kemudian digunakan
cairan berair sebagai pembawa.
• Pada tahun-tahun terakhir berkembang bahwa cairan pembawa harus
isotonis dan ditambahkan pengawet dan tidak mempengaruhi
pergerakan cilia pada hidung.
Komposisi OTH
• Umumnya OTH mengandung zat aktif
1. Antibiotika (ex : Kloramfenikol, neomisin Sultat, Polimiksin B Sultat)
2. Sulfonamida
3. Vasokonstriktor
4. Antiseptik / germiside (ex : Hldrogen peroksida) 5. Anestetika lokal
(ex : Lidokain HCl)
Komposisi (lanj...)
• Pada dasarnya sediaan obat tetes hidung sama dengan
sediaan cair lainnya karena bentuknya larutan atau suspensi;
sehingga untuk teori sediaan, evaluasi, dll mengacu pada
larutan atau suspensi.
Formula Umum OTH
Bahan Pembantu OTH
a. Cairan pembawa
• Umumnya digunakan air
• Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai
cairan pembawa obat tetes hidung
• Cairan pembawa lain : propilenglikol dan parafin liquid.

Catatan (Repetitorium):
1. Dalam pembawa minyak yang dulu digunakan untuk aksi depo
sekarang tidak lagi digunakan karena dapat menimbulkan
Pneumonia Upoid jika masuk mencapai paru-paru.
2. Sediaan OTH tidak boleh mengganggu aksi pembersih cillia epithelia
pada mukosa hidung. Hidung berfungsi sebagai filter yang harus
senantiasa bersih. Kebersihan ini dicapai dengan aktivitas cilia yang
secara aktif menggerakkan lapisan tipis mucus hidung pada bagian
tenggorokan.
3. Agar aktivitas cillla epithelial tidak terganggu maka :

• Viskositas larutan harus seimbang dengan viskositas mukus hidung. (The


Art of Compounding hal 253: pH sekresi hidung dewasa sekitar 5,5-6,5
sedangkan anak-anak sekitar pH 5-6.7)
• pH sediaan sedikit asam mendekati netral.
• Larutan Isotonis atau Larutan sedikit hipertonis.
b. pH larutan dan zat pendapar

• pH sekresi hidung orang dewasa antara 5,5 - 6,5 dan pH sekresi anak-
anak antara 5,0 - 6,7. Jadi dibuat pH larutan OTH antara pH 5 sampai 6,7.
• Kapasitas dapar OTH sedang dan isotonis atau hampir isotonis karena
kapasitas dapar cairan mucus hidung rendah, maka larutan alkali dari
sulfonamida tanpa dapar dapat menyebabkan kerusakan serius pada
cillia. Untuk mengatasi kekuatan basa Sulfonamida yang dapat
mengiritasi ini dianjurkan penggunaan propilenglikol.
• Disarankan menggunakan dapar fostat pH 6.5 atau dapar lain yang cocok
pH 6.5 dan dibuat isotonis dengan NaCI.
c. Pensuspensi
Dapat digunakan sorbitan (span), polisorbat (tween) atau surfaktan
lain yang cocok, kadar tidak boleh melebihi dari 0,01 %b/v.

d. Pengental
Untuk menghasilkan viskositas larutan yang seimbang dengan viskositas
mucus hidung (agar aksi cillia tidak terganggu). Sering digunakan :
- Metil selulosa (Tylosa) = o,1 -0.5 % ;
- CMC-Na = 0.5-2 %
Larutan yang sangat encer/sangat kental menyebabkan iritasi mukosa
hidung.
Bahan (lanj...)

e. Pengawet

Umumnya digunakan :
- Benzalkonium Klorida = O.01 – 0,1 %b/v
- Klorbutanol = 0.5-0.7 % b/v
Pengawet antimikroba digunakan sama dengan yang digunakan
dalam pengawetan larutan obat mata.
Bahan (lanj...)
f. Tonisitas
Kalau dapat larutan dibuat isotonis (0.9 % NaCI) atau sedikit
hipertonis dengan memakai NaCl atau dekstrosa.
g. Sterilitas
Sediaan hidung steril disiapkan menggunakan metoda dan
material yang dirancang untuk memastikan sterilitas dan untuk
menghindari paparan dari kontaminan dan pertumbuhan dari
jasad renik
Cara sterilisasi :

• Cara sterilisasi :
1. Filtrasi dengan menggunakan filter membran dengan ukuran
pori 0,45µm atau 0,2 µm.
2. Panas kering.
3. Autoclaving.
4. Sterilisasi gas dengan etilen oksida
• WADAH DAN PENYIMPANAN
Penyimpanan dilakukan didalam suatu kontainer yang yang tertutup
baik, jika sediaan steril, simpanlah di dalam wadah steril, yang kedap
udara.

Label sediaan tetes hidung harus mengandung hal-hal berikut (BP


2001) :
· nama dan jumlah bahan aktif
· instruksi penggunaan sediaan tetes hidung
· tanggal kadaluarsa
· kondisi penyimpanan sedian tetes hidung
SEDIAAN INJEKSI (PARENTERAL)

Akademi Farmasi Dwi Farma


Bukittinggi
PENDAHULUAN
• 1. Indikasi umum, keuntungan dan kerugian penggunaan sediaan
injeksi (parenteral).
• 2. Faktor-faktor farmasi yang dapat mempengaruhi penggunaan
parenteral.
• 3. Syarat dan jenis air untuk injeksi
• 4. Sumber air dan proses pemurnian air untuk injeksi :
• 5. Komponen formula sediaan injeksi (parenteral)
• 6. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan sediaan injeksi
• 7. Cara pembuatan sediaan injeksi
• 8. Metoda sterilisasi dan kontrol kualitas.
Pengertian sediaan injeksi :
• Menurut FI edisi III, Secara umum sediaan injeksi diberikan
kepada pasien yang tidak kooperatif, misalnya penderita tidak
bisa menelan obat, diperlukan efek yang cepat.

• Indikasi penggunaan injeksi yang lain dapat anda lihat pada


chapter 2 Pharmaceutical dosage form.
• INJEKSI : Sed. Steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau
serbuk yg hrs dilarutkan atau disuspensikansblm digunakan, yg
disuntikkan dgn cara merobek jar. Kulit/selaput lendir.
1. Pemberian obat secara parenteral memberikan beberapa
keuntungan : Aksi obat biasanya lebih cepat.

2. Untuk obat-obat yang tidak efektif bila digunakan peroral atau


obat-obat yang dirusak oleh cairan pencernaan.

3. Untuk pasien yang tidak sadar, atau tidak bisa minum obat
(non-cooperative).

4. Untuk mendapatkan efek local.


5. Untuk pembenan elektralit dan cairan bila terjadi gangguan
kesetimbangan yang serius.
Disamping keuntungan yang diperoleh, juga
didapat beberapa kerugian :
• 1. Pada umumnya pasien tidak dapat menggunakan sendiri
tetapi oleh tenaga terdidik dan terlatih (tenaga kes.)
• 2. Memerlukan peralatan khusus.
• 3. Menimbulkan rasa sakit
• 4. Relatif lebih mahal
• 5. Pada umumnya tidak disukai pasien
Faktor-faktor farmasetika yang mempengaruhi penggunaan
parenteral adalah :

• 1. Kelarutan obat dan volume injeksi


• 2. Karakteristik bahan pembawa
• 3. pH dan osmolalitas larutan injeksi
• 4. Tipe bentuk sediaan
• 5. Formulation ingedients
Syarat Air untuk Injeksi :
• 1. Bebas mikroba
• 2. Bebas pirogen
• 3. pH =5,0 - 7,0
• 4. Jernih
• 5. Tidak berwarna
• 6. Tidak berbau
• 7. Bebas partikel
Formulasi Injeksi :

• 1. Bahan aktif (obat)


• 2. Bahan tambahan, terdapat dua macam
yaitu esensial dan non esensial
• 3. Bahan pembawa / pelarut
Untuk membuat suatu formula, hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah :

• 1. Aspek terapi (dosis, data farmakokinetika,


interaksi obat dengan badan.

• 2. Sifat fisika kimia obat


Sifat fisika kimia obat meliputi aspek ;
• 1. Struktur molekul dan berat molekul
• 2. Organoleptis yang meliputi warna dan bau
• 3. Titik lebur
• 4. Profil thermal
• 5. Ukuran partikel dan bentuk partikel
• 6. Higroskopisitas
• 7. Konstanta ionisasi
• 8. Stabilitas terhadap sinar
• 9. Aktivitas oprik
• 10. Kelarutan
• 11. pH solubility dan stability profile
• 12. Polimorf
• 13. Solvate formation
Jenis-jenis bahan tambahan yang digunakan pada formulasi
sediaan injeksi adalah :
• 1. Antioksidan
• 2. Antimikroba
• 3. Buffer
• 4. Gas inert
• 5. Chelating agent
• 6. Protectant
• 7. Solubilizing agent
• 8. Surfaktan
• 9. Tonisity adjusting agents
Sebagai bahan pelarut dalam formulasi sediaan injeksi adalah air. Selain
air bisa digunakan pula beberapa pelarut seperti :

• PEG 400 dan 600


• Propylene glikol
• Glyserin
• Ethyl alcohol Fixed oil
• Ethyl oleat
• Benzyl benzoate
Terdapat dua macam metode pembuatan sediaan
parenteral/injeksi steril :
• 1. Na.sterilisasi / sterilisasi akhir / terminally sterilized.
Sterilisasi dilakukan setelah produk masuk kedalam
pengemas. Metode ini digunakan apabila bahan-bahan yang
digunakan tahan terhadap pemanasan .

• 2. Aseptis : Proses ini dilakukan apabila bahan-bahan yang


digunakan tidak tahan terhadap pemanasan. Pada cara ini
semua komponen sudah steril serta dilakukan para ruang
aseptik.
Kontrol kualitas :
• 1. Steril
• 2. Larutan jernih / tidak berwarna
• 3. Bebas partikel
• 4. Isotonis
• 5. Isohidris
• 6. Ada keseragaman volume
• 7. Kadar zat aktif sama
• 8. Bebas pirogen
Bentuk sediaan injeksi :
• Berupa larutan obat dlm aquadest/ minyak/ pel. Organik lain, ex : inj.
Vit. C (pel. Aqua pro injectionem), inj. Camphor oil (pel. Olea
neutralisata ad injectionem), inj. Luminal ( pel. Solutio Petit )
• Berupa suspensi dari obat padat dlm aqua / minyak, ex : inj. Penicillin
oil dlm minyak netral, inj. Hydrocortisone acetate suspension dlm
aqua steril
• Berupa kristal steril (digunakan pel. Aqua steril), ex : inj.
Dihydrostreptomycini sulfat, inj. Penicilline G. Sodium , inj. Procaine
penicilline G.
• Cairan infus i.v (intra vena), dan cairan utk diagnosa
Cara penggunaan inj. (rute pemberian) :
• Inj. Intrakutan/intradermal (i.c) : disuntikkan ke dlm kulit (vol. 0,1-0,2
ml), utk tujuan diagnosa, ex : ekstrak allergenic
• Inj. Subcutan/hipodermik (s.c) : disuntikkan pd jar. Di bwh kulit ke dlm
alveolar (vol 1 ml)
• Intramuskuler (i.m) : disuntikkan ke dlm otot, berupa larutan,
suspensi, emulsi, atau larutan dlm minyak
• Intravena (i.v) : disuntikkan ke dlm pembuluh darah
• Intratekal (i.t)/intraspinal/intradural : disuntikkan ke dlm saluran
sumsum tulang belakang yg ada cairan cerebrospinal
Rute pemberian obat suntik (lanj...)
• Intraperitoneal (i.p) : disuntikkan langsung ke dlm rongga perut
• Peridural (p.d)/ekstradural, epidural : disuntikkan ke dlm ruang epidura,
terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan
susmsum tulang belakang
• Intrasisternal (i.s) : disuntikkan ke dlm saluran sumsum tulang belakang
pd dasar otak
• Intraarterium (i.a) : disuntikkan ke dlm pembuluh drh arteri/perifer (vol.
1-10 ml)
• Intrakardial (i.k.d.) : langsung ke dlm jantung
• Ctt : i.s dan i.k.d digunakan dlm keadaan khusus.
Syarat – syarat obat suntik :
• Aman : tdk boleh menyebabkan iritasi jar. Atau efek toksis
• Harus jernih, tdk ada partikel padat, kecuali btk suspensi
• Tdk berwarna, kecuali zat aktif/bhn obat ada warna
• Sedapat mungkin hrs isohidris (mempunyai pH yg sama dgn darah dan
cairan tubuh yg lain), agar tdk terasa skt dan penyerapan obat dpt
optimal.
• Hrs isotonis : mempunyai tekanan osmose yg sama dgn darah dan
cairan tubuh yg lain ( NaCl fisiologis 0,9 %).
Penyimpanan dan wadah obat suntik :
• Wadah takaran tunggal (single dose) : ampul (1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml)
di buat dr gelas dan di tutup dgn peleburan, biasanya 1 x pakai

• Wadah takaran ganda (multiple dose) : vial atau flacon di buat dr


gelas dan ditutup dgn karet dan diluarnya ditutup lagi dgn kap (bhn
aluminium), biasanya beberapa kali penyuntikan

• Utk infus dgn botol infus (vol. 500 ml)


Etiket pada wadah obat suntik :
• Nama obat
• Persentase masing – masing bhn obat (kadar)
• Nama pembuat (produksi : industri)
• Nama dan kadar zat bakteriostatik yg ditambahkan
• Nama dan kadar zat tambahan
• Untuk sediaan padat, susunan dan jml tiap zat
• Susunan dan jml cairan pembawa
• Letak etiket pd wadah tdk menutupi seluruh permukaan (utk
pemeriksaan/tes kandungan.
BAHAN-BAHAN PEMBANTU
OBAT SUNTIK

Akademi Farmasi Dwi Farma


Bukittinggi
BAHAN-BAHAN PEMBANTU DALAM OBAT
SUNTIK :
• OBAT JADI TERMASUK SALAH SATUNYA OBAT SUNTIK, JARANG YANG DIBERIKAN
DALAM BENTUK OBAT BERKHASIAT SAJA. OBAT JADI INI UMUMNYA DIBUAT
DENGAN PENAMBAHAN BAHAN-BAHAN PEMBANTU.
• DEFENISI BHN PEMBANTU :

BAHAN PEMBANTU ADALAH : ZAT/BAHAN/SUBSTAN YANG DITAMBAHKAN ATAU


BHN DIGUNAKAN DALAM PEMBUATAN SEDIAAN JADI, SEHINGGA OBAT INI
MEMPUNYAI SIFAT-SIFAT YANG LEBIH BAIK DAN MEMUNGKINKAN UNTUK
DIGUNAKAN/DIEDARKAN.
MENURUT F.I ED. III :

ZAT PEMBANTU/TAMBAHAN ADALAH : ZAT YANG DITAMBAHKAN


PADA SUATU SEDIAAN UNTUK MEMPERTINGGI NILAI KEGUNAAN,
KEMANTAPAN, KEAWETAN DAN SEBAGAI ZAT WARNA, DIMANA
DALAM JUMLAH YANG DIGUNAKAN :
# TIDAK MEMBAHAYAKAN,
# TIDAK MENGGANGGU DAN MENGURANGI KHASIAT OBAT,
# TIDAK BOLEH MENGGANGGU PEMERIKSAAN PENETAPAN KADAR .
MENURUT F.I ED. IV :
• MERUPAKAN BHN TAMBAHAN YG DIGUNAKAN UTK MEMPERTINGGI
STABILITAS DAN EFEKTIFITAS YG HARUS MEMENUHI SYARAT ANTARA
LAIN TDK BERBAHAYA DLM JML YG DIGUNAKAN DAN TDK
MEMPENGARUHI EFEK TERAPEUTIK ATAU RESPON PD UJI PENETAPAN
KADAR.
• TDK BOLEH DITAMBAH DGN BHN PEWARNA JIKA HANYA UTK
MEWARNAI SEDIAAN AKHIR.
SYARAT- SYARAT UMUM BAHAN PEMBANTU :

• HARUS INNERT DAN TIDAK TOXIS DAN DALAM DOSIS YANG


DIGUNAKAN TIDAK BERKHASIAT (TDK MEMILIKI EFEK TOKSIK)
• SECARA KIMIA DAN FISIKA DAPAT BERCAMPUR DENGAN OBAT DAN
TIDAK MENGIRITASI, MAUPUN MENIMBULKAN REAKSI ALERGI
• TIDAK BOLEH MENGGANGGU PENENTUAN ATAU PEMERIKSAAN ZAT
BERKHASIAT
• PENGARUH TERHADAP LIBERASI/PELEPASAN OBAT HARUS
DIKETAHUI, ATAU PENGARUH NEGATIF TIDAK BOLEH.
TUJUAN PENAMBAHAN ZAT PEMBANTU :

• TUJUAN UMUM : MEMPERTINGGI KEGUNAAN DAN STABILITAS


• MEMELIHARA STERILITAS BILA DIBERIKAN DALAM TAKARAN
BERGANDA
• MEMELIHARA KELARUTAN OBAT
• MENCAPAI ISOTONIS
• MEMELIHARA STABILITAS FISIKA DAN KIMIA OBAT
• MEMUDAHKAN PEMAKAIAN OBAT, DENGAN MENGURANGI RASA
SAKIT SEWAKTU PENYUNTIKAN
ZAT YANG DITAMBAHKAN UNTUK MENCAPAI ISOTONIS :

CAIRAN DARAH DAN CAIRAN LYMPH MEMPUNYAI SIFAT KOLOID, MENGANDUNG


ELEKTROLIT, MEMPUNYAI TEKANAN OSMOSIS TERTENTU, DIMANA TEKANAN
OSMOSA INI TERGANTUNG PADA TOTAL MOLEKUL DAN ION TERLARUT. DAN
DAPAT DINYATAKAN DENGAN RUMUS BERIKUT:

P = PKR + PONK

KET.
P = TEKANAN OSMOSA
PKR = TEKANAN OSMOSIS DARI ZAT KRISTAL TERLARUT
PONK = TEKANAN OSMOSA DARI ZAT KOLLOID TERLARUT
( TEKANAN ONKOTIS )
TEK. OSMOSA ADALAH : PROSES PELEWATAN MOLEKUL- MOLEKUL
PELARUT MELALUI MEMBRAN SEMIPERMIABEL.

• PROSES OSMOSIS.......
• PROSES DIFFUSI .......
• PROSES DIALISIS ???
DENGAN DEMIKIAN LARUTAN-LARUTAN DENGAN KONSENTRASI PARTIKEL YANG SAMA AKAN
MEMPUNYAI TEKANAN OSMOSA YANG SAMA PULA, DAN LARUTAN INI DINAMAKAN :

“ ISOTONIS “

TEKANAN OSMOSA DAPAT DINYATAKAN DENGAN RUMUS BERIKUT :

P =i .c . R . T
Ket. :

P = TEKANAN OSMOSIS
i = KOEFISIENT VAN’ T HOFF
c = KONSENTRASI MOLAR DARI ZAT TERLARUT
R = KONSTANTA GAS
T = TEMPERATUR ABSOLUT
BATAS TONISITAS YANG MASIH DAPAT DITOLERIR ADALAH :

1. 0,7 % NaCL SAMPAI DENGAN 1,4% ( KESEPAKATAN LAB.)


2. 0,5 % NaCL SAMPAI DENGAN 1,6 %
3. 0,5 % NaCL SAMPAI DENGAN 2,0 %

PERSYARATAN ISOTONIS DIPERLUKAN PADA OBAT SUNTIK :

1. SUBCUTAN (S.C), JIKA TIDAK AKAN TERASA SAKIT, SEL- SEL SEKITAR PENYUNTIKAN AKAN
RUSAK ( NEKROSIS ) DAN RESORPSI OBAT TERGANGGU.

2. INTRALUMBAL ( INTRATHECAL ), INJEKSI KEDALAM CAIRAN CEREBROSPINAL SALURAN


SUMSUM TULANG BELAKANG PENYIMPANGAN AKAN MERANGSANG SELAPUT OTAK.
INFUS ( INTRAVENA VOLUME BESAR ) :

AKAN TERJADI HAEMOLISA ( ERYTHROCIT HANCUR DAN Hb AKAN KELUAR)


INTRAVENA VOLUME KECIL TIDAK TERLALU DISYARATKAN ISOTONIS, KARENA JUMLAH
DARAH JAUH LEBIH BESAR DARI VOLUME OBAT SUNTIK, SEHINGGA KAPASITAS UNTUK
PENGISOTONIS CUKUP. BEGITU JUGA PENYUNTIKAN SECARA
IM, JUGA TIDAK TERLALU DISYARATKAN ISOTONIS, KARENA DIFUSI OBAT
BERLANGSUNG CEPAT .

NOTE : DILABOR ISOTONIS PERLU DIHITUNG !!!

BAHAN-BAHAN PEMBANTU YANG BANYAK DIPAKAI UNTUK


PEMBUATAN LARUTAN ISOTONIS ADALAH :

NaCl – GULCOSE – NATRIUM CITRAT – ACIDUM BORICUM –KNO3


MACAM – MACAM ZAT TAMBAHAN :

• Bahan pengawet
• Larutan dapar
• Antioksidan
• Zat pengisotonis
• Bahan tambahan lain (jika perlu)
• Zat pengisotonis adalah : Bahan yang
digunakan untuk membuat larutan
mempunyai sifat osmotis yang sama dengan
cairan fisiologis tubuh.

• Contoh : Dekstrosa, Natrium klorida (NaCl)


PENGUJIAN ISOTONIS :

PENGUJIAN ISOTONIS SELALU DILAKUKAN MELALUI PENENTUAN

TITIK BEKU SUATU LARUTAN, DIBANDINGKAN TERHADAP AIR

MURNI. PENGUKURAN DAPAT DILAKUKAN DENGAN

MENGGUNAKAN:

1. THERMOMETER DARI BECKMAN

2. ATAU MENGGUNAKAN OSMOMETER


PERHITUNGAN ISOTONIS :
• Metoda Ekivalensi (E) :
V = W x E x 111,1
KET. :
V = VOLUME YANG HARUS DIGUNAKAN UNTUK MELARUTKAN ZAT
SUPAYA ISOTONIS DALAM (ML)
W = BERAT ZAT DALAM (gram)
E = EKIVALENSI NaCL BAHAN OBAT
111.1 = VOLUME 1 g NaCL YANG ISOTONIS
P. ISOTONIS (lanj...)
• METODA PENURUNAN TITIK BEKU
0,52 – ( b1 . C )
B = ---------------------
b2
KET. :
B = BOBOT DALAM GRAM ZAT YANG DITAMBAHKAN DALAM 100 ml HASIL AKHIR
SUPAYA DIDAPATKAN LARUTAN ISOTONIS
b1 = PENURUNAN TITIK BEKU AIR YANG DISEBABKAN OLEH 1% ZAT BEKHASIAT
b2 = PENURUNAN TITIK BEKU AIR YANG DISEBABKAN OLEH PENAMBAHAN 1% ZAT
TAMBAHAN
C = KADAR ZAT BERKHSIAT DALAM % b/v
METODE KRYOSKOPI :
1000
d = u . k . g . ---------
M.L
Ket. : d = PENURUNAN TITIK BEKU AIR YANG DISEBABKAN PENAMBAHAN ZAT
BERKHASIAT
U = JUMLAH ION
k = KONSTANTA KRYOSKOPI
M = BM ZAT TERLARUT
L = BERAT PELARUT
g = berat zat terlarut
METODA GRAFIK (m’btk suatu diagram)

Selain metoda di atas, bhn2 yg biasa digunakan


utk pengisotonis adalah :
# NaCl fisiologis 0,9 %
# Acid Boric 1,9 %
# Glukosa 5,6 %
# KNO3
Bufer
• Di atas pH = 9, sering terjadi nekrosis jar. Sedangkan di bwh
pH = 3, menimbulkan rasa sakit yg sangat kuat.
• Utk i.v biasanya pH yg cocok : 3 – 10,5 ( krn darah
mempunyai sistem bufer yg baik, dan rute pemberian yg lain
antara pH = 4 – 9 ).
• Bufer yg sering dipakai yaitu :
# asam asetat & garamnya pH 3,5 – 5,7 (kadar= 1-2 %)
# asam sitrat & garamnya pH 2,5 – 6 (kadar = 1-3 %)
# asam fosfat & garamnya pH 6 – 8,2 (kadar = 0,8-2 %)
# asam glutamat & garamnya pH 8,2 – 10,2 (kadar = 1-2%)
Antioksidan
• Merupakan zat yg mempunyai oksidasi potensial lebih kecil drpada
obat. Sbg antioksidan yg sering dipakai : Na. Metabisulfit sedangkan
zat2 yg mdh dioksidasi : Adrenaline, Morfin, Asam Askorbikum.
• Antioksidan yg sering dipakai :
1. Asam askorbik 0,1 %
2. Butilhidroksi anisol (BHA) 0,02 %
3. Butilhidroksi toluen (BHT) 0,02 %
4. Na. Bisulfit 0,15 %
5. Na. Metabisulfit 0,2 %
6. Tokoferol 0,5 %
Zat pengawet (preservatives) :
• Benzalkonium khlorida 0,05 – 0,1 %
• Benzyl alkohol 2 %
• Khlorobutanol 0,5 %
• Klhlorokresol 0,1 – 0,3 %
• Fenil merkurik nitrat & asetat 0,002 %
• Fenol 0,5 %
Evaluasi Obat Suntik (Injeksi)

AKDEMI FARMASI DWI FARMA


BUKITTINGGI
Evaluasi Fisika :
• pH (Power of Hydrogen) : Asam, Netral, dan Basa
• Bahan partikulat injeksi :
Larutan disaring dengan penyaring membran lalu amati
dibawah mikroskop. Micrometer dan hitung partikel pada
penyaring untuk melihat jumlah partikel dengan ukuran
lebih dari 10.000/wadah.
• Uji keseragaman volume :
Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari
volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang
dianjurkan untuk cairan encer dan kental.
E. Fisika ( lanj...)
• Uji kejernihan larutan, ada 2 cara :
1. Dilihat dengan mata biasa yaitu dengan menyinari
wadah dari samping dgn latar belakang hitam, dipakai
untuk menyelidiki kebocoran2 kotoran2 berwarna
muda, sedangkan latar belakang putih untuk
menyelidiki kotoran yg berwarna gelap.
2. Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi
alas datar diameter 15 mm hingga 25 mm, tidak
berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
E. Fisika ( lanj...)
• Uji kebocoran, caranya :
Wadah takaran tunggal disterilkan terbalik. Jika
ada kebocoran, maka ini akan keluar dari dalam
wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan.
Kebocorannya harus diperiksa dgn memasukkan
wadah tsb ke dlm eksikator yang divakumkan.
Jika ada kebocoran akan diserap ke luar.
Evaluasi Biologi :
•   Uji Sterilitas, caranya :
1. Dilakukan untuk menetapkan ada/tidaknya bakteri atau
jamur yang hidup dalam sediaan yang dapat dilakukan
dengan cara kultur sediaan dalam media. Media yang
digunakan dapat media tioglikolat cair, media tioglikolat
alternatif, media soybean.
2. Penanaman sediaan ke dlm pembenihan dilakukan di
ruangan steril (cawan petri sudah diisi media pembenihan ).
Sediaan yang akandiperiksa dikeluarkan dari wadah,
ditampung dengan batang pengaduk steril. Sediaan dioleskan
ke dalam media, kemudian diinkubasi selama 7 hr.
E. Biologi (lanj...)
•   Uji Endotoksin Bakteri, caranya :
uji endoteksin untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang
mungkin ada dalam sediaan. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan LAL (limulus amubocyt lysate).
Penetapan titik akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan
enceran dari zat uji dengan enceran endotoksin baku.
prosedur meliputi inkubasi selama waktu yang telah ditetapkan dari
endotoksin yang bereaksi dan larutan kontrol dengan pereaksi LAL,
pembacaan serapan cahaya pada panjang gelombang yang sesuai.
Evaluasi Kimia :
• Uji identifikasi
seperti yang tertera pada tinjauan kimia
• Penetapan kadar
seperti yang tertera pada tinjauan kimia
Evaluasi/pengujian obat suntik setelah di
produksi :
• Kekedapan, caranya :
- Ampul yang telah disterilkan sering kali memiliki celah atau
retakan yang tidak terlihat oleh mata atau secara mikroskopik,
khususnya pada lokasi penutupan ampul.
- Celah atau retakan merupakan sumber bahaya bagi
kontaminasi larutan injeksi.
- Ampul dikumpulkan dalam bak 3 liter dan dimasukkan
larutan metilen biru (0,08-0,09%), yang dicampur dengan 0,9%
benzyl alcohol dan 3 ppm sodium hypochlorite.
Kejernihan (pengotoran tdk larut dan bhn
melayang) :
• Pengujian dilakukan secara visual. Ampul atau botol diputar
180° berulang-ulang di depan suatu background yang gelap
dan sisinya diberi cahaya.
• Bahan melayang akan berkilauan bila terkena cahaya.
Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu
proyeksi dengan cahaya 1000 lux-3500 lux dan jarak 25 cm.
• Background gelap atau hitam. Umur petugas yang bekerja
harus <40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus periksa mata.
Zat aktif / bhn khasiat :
• Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer,
HPLC, atau alat lainnya yang cocok secara kuantitatif dengan standar
Farmakope.
•  Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunkan
medium pertumbuhan tertentu. Produk dikatakan bebas
mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL) = 10-6 atau 12 log
reduction (over kill sterilization). Bila proses pembuatan
menggunakan aseptic (aseptic processing), maka SAL =10-4.
Pirogenitas :
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.

•  Keseragaman volume :
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan
tiap wadah harus sedikit lebih dari volume yang
tertera pada etiket. 
Keseragaman bobot :
• Hilangkan/bersihkan etiket 10 wadah;
• cuci bagian luar wadah dengan air;
• keringkan pada suhu 1050C;
• timbang satu persatu dalam keadaan terbuka;
• keluarkan isi wadah; cuci wadah dengan air, kemudian dengan eatnol
95%;
• keringkan lagi pada suhu 1050C sampai bobot tetap; dinginkan dan
kemudian timbang satu per satu.
• Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas tertentu
dalam tabel (lihat tabel 9.2), kecuali satu wadah yang boleh
menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertentu.
pH (derajat keasaman) :
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau
kertas universal (secara konvensional) atau dengan alat pH
meter.

• Homogenitas :
Pengujian homogenitas diberlakukan bagi suspensi
yang harus menunjukkan tampak luar homogenya
setelah pengocokan dalam waktu tertentu
menggunakan alat Viskometer Brookfield, sedangkan
pengujian homogenitas emulsi dilakukan secara
visual.
•Toksisitas (Khusus untuk produk baru)
Dilakukan pemeriksaan dengan anak
udang/larva LD50.
TERIMA KASIH...!!!

Anda mungkin juga menyukai