Anda di halaman 1dari 13

REVOLUSI PRANCIS

1. ARIANI MARTIZA
2. BRIAN ARIEF SANJAYA
3. ERULITA NUR ISNAINI
4. M. ZAINI MUSTOFA
5. NOVI
6. RELLY OCTAVIANTY
7. TRIANI AJENG SEKAR.N
 REVOLUSI PRANCIS

Sebelum meletus revolusi, masyarakat Prancis terbagi ke dalam tiga


golongan politik: pertama, golongan bangsawan kaya yang berjumlah
sekitar 400.000 orang; kedua, terdiri dari golongan gereja atau
agamawan yang berjumlah sekitar 100.000 yang terdiri dari rahib dan
biarawan katolik, pendeta dan uskup; dan ketiga, meliputi sekitar 99%
warga negara Prancis. Golongan ketiga ini pun dibagi ke dalam tiga
bagian: (1) golongan menengah (borjuis) seperti ahli hukum, dokter,
pedagang, pengusaha dan pemilik pabrik; (2) kaum buruh dan
pekerja, dan; (3) golongan petani. Hak-hak politik dan hak-hak
istimewa antar golongan tidak terbagi secara merata. Berbagai
masalah pun muncul yang pada akhirya timbul lah gerakan revolusi
Perancis.
LATAR BELAKANG REVORMASI PRANCIS
Latar belakang terjadinya revolusi perancis
disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor ketidak
adilan politik, kekuasaan raja yang absolut, krisis
ekonomi, dan munculnya paham baru

Dalam bidang politik, kaum bangsawan memegang peranan yang sangat


penting dalam bidang politik, sehingga segala sesuatunya ditentukan oleh
bangsawan sedangkan raja hanya mengesahkan saja. Ketidakadilan dalam
bidang politik dapat dilihat dari pemilihan pegawai-pegawai pemerintah
yang berdasarkan keturunan dan bukan berdasarkan profesi atau keahlian,
Hal ini menyebabkan administrasi negara menjadi kacau dan berakibat
munculnya tindakan korupsi. Ketidakadilan politik lainnya adalah tidak
diperkenankannya masyarakat kecil untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan
pemerintahan.
Pemerintahan Louis XIV bersifat monarki absolut, di mana raja dianggap selalu benar. Semboyan Louis XIV
adalah l'etat c'est moi (negara adalah saya). Untuk mempertahankan keabsolutannya itu, ia mendirikan
penjara Bastille. Penjara ini diperuntukkan bagi siapa saja yang berani menentang keinginan raja.
Penahanan juga dilakukan terhadap orang-orang yang tidak disenangi raja. Mereka ditahan dengan surat
penahanan tanpa sebab (lettre du cas). Absolutisme Louis XIV tidak terkendali karena kekuasaan raja tidak
dibatasi undang-undang.
Sebab lain terjadinya Revolusi Prancis adalah adanya krisis keuangan. Kehidupan raja dan para bangsawan
istana serta permaisuri Louis XVI ,yakni Maria Antoinette (terkenal dengan sebutan Madame deficit) yang
hidup penuh dengan kemewahan dan kemegaha. Di samping itu, adanya warisan hutang dari Raja Louis
XIV dan Louis XV menjadikan hutang negara makin menumpuk. Satu-satunya cara untuk mengatasi krisis
keuangan ini adalah dengan cara memungut pajak dari kaum bangsawan, tetapi golongan bangsawan
menolak dan menyatakan bahwa yang berhak menentukan pajak adalah rakyat. Raja Prancis, Louis XVI
menyadari bahwa masalah keuangan negara dapat teratasi bila setiap orang atau golongan membayar
pajak. Akan tetapi karena mereka tidak memiliki kewibawaan dalam menindak golongan I dan II, maka
golongan tersebut tetap memiliki hak-hak istimewa dan bebas dari pajak.
Paham ini telah melahirkan renaisans dan humanisme yang menuntun manusia bebas
berpikir dan mengemukakan pendapat. Oleh karena itu, muncullah ahli-ahli pikir yang
karya-karyanya berpengaruh besar terhadap masyarakat Eropa pada saat itu termasuk
tokoh masyarakat Prancis, seperti berikut.
1. John Locke ( 1685–1753) dengan karyanya yang berjudul Two Treaties of Government
yang mengumandangkan ajaran kedaulatan rakyat.
2. Montesquieu (1689–1755) dengan karyanya L'es prit des Lois (Jiwa Undang-Undang).
Dalam buku itu terdapat teorinya tentang trias politika yakni tentang pemisahan
kekuasaan antara legislatif (pembuat undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-
undang, dan Judikatif (pengatur pe-ngadilan segenap pelanggaran terhadap undang-
undang yang berlaku. Hal ini semua dimaksudkan agar tidak terjadi sewenang-
wenang).
3. J.J. Rousseau ( 1712–1778) dengan karyanya Du Contract Social (Perjanjian
Masyarakat). Rousseau mengatakan bahwa menurut kodratnya manusia sama dan
merdeka. Setiap manusia pada prinsipnya sama dan merdeka dalam mengatur
kehidupannya kemudian membentuk semacam perjanjian sesama anggota masyarakat
atau contract social. Melalui perjanjian bersama itu, dibentuk suatu badan yang
diserahi kekuasaan untuk mengatur dan menyelenggarakan ketertiban masyarakat
yaitu pemerintah. Dengan demikian, kedaulatan sebenarnya bukan pada badan
(pemerintah), melainkan pada rakyat.
B. Proses Terjadinya Revolusi Prancis
Untuk mengatasi krisis ekonomi, raja memanggil Dewan Perwakilan Rakyat (Etats Generaux). Dewan ini
ternyata tidak mampu mengatasi masalah sebab dalam sidang justru terjadi pertentangan mengenai hak suara.
Golongan I dan II menghendaki tiap golongan memiliki satu hak suara, sementara golongan III menghendaki
setiap wakil memiliki hak satu suara. Jika dilihat dari proporsi jumlah anggota Etats Generaux yang terdiri atas
golongan I, 300 orang, golongan II 300 orang, dan golongan III 600 orang, dapat disimpulkan bahwa golongan I
dan II menghendaki agar golongan III kalah suara sehingga rakyat tidak mungkin menang. Jika kehendak
golongan III yang dimenangkan, golongan I dan II terancam sebab di antara anggota mereka sendiri ada orang-
orang yang bersimpati pada rakyat.
Pada tanggal 17 Juni 1789, anggota Etats Generaux dari golongan III mengadakan sidang sendiri, didukung
oleh sebagian kecil anggota dari golongan I dan II. Peserta sidang menyatakan diri sebagai Majelis Nasional yang
bertujuan memperjuangkan terbentuknya konstitusi tertulis bagi Prancis. Raja berusahamembubarkan organisasi
yang dipimpin Jean Bailly dengan dukungan Comtede Mirabeau ini, baik dengan jalan perundingan maupun
dengan kekerasan. Sikap raja yang berusaha membubarkan Majelis Nasional dengan jalan kekerasan
menimbulkan kemarahan rakyat dan terjadilah huru-hara. Puncak huru-hara terjadi tanggal 14 Juli 1789, ketika
rakyat menyerbu dan meruntuhkan penjara Bastille, lambang kekuasaan mutlak raja. Penyerangan ini didukung
oleh Tentara Nasional yang dipimpin Lafayette.
Ketika terjadi pemberontakan oleh rakyat, Louis XVI melarikan diri ke luar negeri. Kesempatan ini
dipergunakan oleh rakyat untuk membentuk pemerintahan baru yang demokratis. Dewan Perancang Undang-
Undang yang terdiri dari Partai Feullant dan Partai Jacobin segera membentuk Konstitusi Prancis pada tahun
1791. Partai Feullant adalah partai yang proraja, sedangkan Partai Jacobin adalah partai yang prorepublik. Partai
Jacobin beranggotakan kaum Geronde dan Montague. Partai ini dipimpin oleh tiga sekawan, Robespiere, Marat,
Danton. Keadaan negara yang semakin berbahaya membuat Dewan Legislatif membentuk pemerintahan republik
pada tanggal 22 September 1792. Raja Louis XVI dan istrinya dijatuhi hukuman pancung dengan quillotine pada
tanggal 22 Januari 1793.
Setelah Raja Lous XVI dan istrinya dijatuhi hukuman mati, Prancis pun mengalami berbagai
jenis pemerintahan, diantaranya:

1. Pemerintahan
14 Juli 1789 merupakan langkahMonarki Konstitusional
awal yang (1789-1793)
diambil oleh pemerintah revolusi,
yaitu dengan dibentuk Pasukan Keamanan Nasional yang dipimpin oleh Jendral
Lafayette. Selanjutnya dibentuk Majelis Konstituante untuk menghapus hak-
hak istimewa raja, bangsawan, dan pimpinan gereja. Semboyan rakyat segera
dikumandangkan oleh J.J. Rousseau yaitu liberte, egalite dan fraternite.

Dewan perancang undang-undang terdiri atas Partai Feullant dan Partai


Jacobin. Partai Feullant bersifat pro terhadap raja yang absolut, sedangkan
Partai Jacobin menghendaki Prancis berbentuk republik. Mereka
beranggotakan kaum Gerondin dan Montagne di bawah pimpinan Maxmilien
de’Robespierre, Marat, dan Danton. Pada masa ini juga raja Louis XVI dijatuhi
hukuman pancung (guillotine) pada 22 Januari 1793 pada saat itu bentuk
pemerintahan Prancis adalah republik.
2. Pemerintahan Teror atau Konvensi Nasional
(1793-1794)
Pada masa ini pemegang kekuasaan pemerintahan bersikap keras, tegas, dan
radikal demi penyelamatan negara. Pemerintahan teror dipimpin oleh
Robespierre dari kelompok Montagne. Di bawah pemerintahannya setiap
orang yang kontra terhadap revolusi akan dianggap sebagai musuh Prancis.
Akibatnya dalam waktu satu tahun terdapat 2.500 orang Prancis dieksekusi,
termasuk permaisuri Louis XVI, Marie Antoinette. Hal ini menimbulkan reaksi
keras dari berbagai pihak. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan oleh kaum
Girondin. Robespierre ditangkap dan dieksekusi dengan cara dipancung
bersama dengan 20 orang pengikutnya. Pada Oktober 1795 terbentuklah
pemerintahan baru yang lebih moderat yang disebut Pemerintahan Direktori.
3. Pemerintahan Direktori atau Direktorat
(1795-1799)
Pada masa Direktori, pemerintahan dipimpin oleh lima orang warga negara
terbaik yang disebut direktur. Masing-masing direktur memiliki kewenangan
dalam mengatur masalah ekonomi, politik sosial, pertahanan-keamanan, dan
keagamaan. Direktori dipilih oleh Parlemen. Pemerintah direktori ini tidak
bersifat demokratis sebab hak pilih hanya diberikan kepada pria dewasa yang
membayar pajak. Dengan demikian wanita dan penduduk miskin tidak memiliki
hak suara dan tidak dapat berpartisipasi. Pada masa pemerintahan direktori,
rakyat tidak mempercayai pemerintah karena sering terjadinya tindak korupsi
yang dilakukan oleh pejabat pemerintah yang berakibat terancamnya kesatuan
nasional Prancis. Akan tetapi, dari segi militer Prancis mengalami kemajuan
yang pesat, hal ini berkat kehebatan Napoleon Bonaparte. Ketidakpercayaan
rakyat terhadap pemerintah ini berhasil dimanfaatkan Napoleon untuk merebut
pemerintahan pada tahun 1799.
4. Pemerintahan Konsulat (1799-1804)
Pemerintahan konsulat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu Napoleon sebagai
Konsulat I, Cambaseres sebagai Konsulat II, dan Lebrun sebagai Konsulat III.
Akan tetapi dalam perjalanan sejarah selanjutnya Napoleon berhasil
memerintah sendiri. Di bawah pimpinan Konsulat Napoleon, Perancis berhasil
mencapai puncak kejayaannya. Tidak hanya dalam bidang militer akan tetapi
juga dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Pada tahun 1803
Napoleon terpilih sebagai kaisar Prancis atas dasar voting dalam sidang
legislatif. Penobatannya dilaksanakan pada 2 Desember 1804 oleh Paus VII.
5. Masa Pemerintahan Kaisar (1804-
1815)
Napoleon sebagai kaisar dimulai dengan pemerintahannya yang bersifat absolut.
Hal ini jelas tidak disukai oleh rakyat Prancis. Napoleon memiliki keinginan untuk
mengembalikan kekuasaan raja secara turun-temurun dan menguasai seluruh
wilayah Eropa. Ia mengangkat saudara-saudaranya menjadi kepala negara
terhadap wilayah yang berhasil ditaklukannya. Oleh karena itu, pemerintahan
Napoleon disebut juga pemerintahan nepotisme.

Pemerintahan kekaisaran berakhir setelah Napoleon ditangkap pada tahun 1814


setelah kalah oleh negara-negara koalisi dan dibuang di Pulau Elba. Karena
kecerdikannya Napoleon berhasil melarikan diri dan segera memimpin kembali
pasukan Prancis untuk melawan tentara koalisi selama 100 hari. Namun, karena
kekuatan militer yang tak seimbang, akhirnya Napoleon mengalami kekalahan
dalam pertempuran di Waterloo pada tahun 1915. Dia dibuang ke pulau terpencil di
Pasifik bagian selatan, St. Helena sampai akhirnya meninggal pada tahun 1821.
6. Pemerintahan Reaksioner

 Rakyat merasa tidak senang terhadap sistem pemerintahan


absolut yang dilakukan oleh Napoleon. Oleh karena itu rakyat
kembali memberi peluang pada keturunan Raja Louis XVIII
untuk menjadi raja di Prancis kembali (1815-1842). Raja yang
berkuasa pada saat sistem pemerintahan Reaksioner, selain
Raja Louis XVIII, adalah Raja Charles X (1824-1840) dan Raja
Louis Philippe (1830-1848).
C. Dampak Revolusi Perancis
Revolusi Perancis telah membawa pengaruh yang besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang meliputi bidang politik,
ekonomi dan sosial. Jiwa, semangat dan nilai-nilai revolusi sudah tertanam secara luas dan mendalam di hati rakyat dengan
semboyan liberte, egalite, dan fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaran).

Di bidang politik, tampak jelas dengan meluasnya paham liberal di Spanyol, Italia, Jerman, Austria dan Rusia. Rakyat menuntut
agar kekuasaan raja dibatasi dengan undang-undang sehingga terbentuklah pemerintahan monarki konstitusional.
Berkembangnya semangat nasionalisme. Hal ini muncul setelah Perancis menghadapi Perang Koalisi. Mereka menentang
intervensi asing, semangat ini juga menjalar ke negara-negara lain. Di samping itu juga berkembang paham demokrasi di
kalangan rakyat, mereka menuntut dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat, negara republik, dan sebagainya.
Di bidang ekonomi, dihapuskannya pajak feodal dan petani yang semula hanya sebagai penggarap tanah menjadi petani pemilik
tanah sendiri. Di samping itu, dihapuskannya sistem gilde sehingga perindustrian dan perdagangan menjadi berkembang.
Di bidang sosial, dihapuskannya susunan masyarakat feodal yang terbagi menjadi tiga golongan dan digantikannya dengan
masyarakat baru yang berdasarkan spesialisasi kerja, seperti cendekiawan, pengusaha, petani dan sebagainya.

Pengaruh pemikiran yang dihasilkan oleh revolusi Perancis terhadap pergerakan kemerdekaan Indonesia adalah usaha untuk
mewujudkan suatu negara merdeka yang bebas dari belenggu penjajahan. Pada saat penyusunan bentuk pemerintahan, para
pendiri negara (The Founding Fathers) tidak memilih bentuk kerajaan akan tetapi memilih bentuk Republik. Hal ini tampaknya
secara tidak langsung mendapatkan pengaruh dari revolusi Prancis karena bentuk negara Republik memungkinkan untuk
terbangunnya suasana pemerintahan yang demokratis. Seperti ditunjukkan oleh penyebab timbulnya revolusi Prancis, walau
bagaimanapun bentuk kerajaan akan cenderung mengarahkan pada munculnya kekuasaan raja yang absolut dan tirani apabila
tidak dibatasi dengan undang-undang. Oleh karena itu, pembentukan negara Republik Indonesia didasarkan pada Undang-
undang Dasar yang dapat menjadi pengontrol jalannya kekuasaan. Di Indonesia juga diberlakukan pola pembagian kekuasaan
seperti yang dikemukakan oleh Montesquieu. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden beserta jajaran menterinya,
kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR dan MPR, sementara kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung Konstitusi,
dan Mahkamah Yudisial.

Anda mungkin juga menyukai