Anda di halaman 1dari 14

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI

MASA DEMOKRASI PARLEMETER ( 1950-1959 )

N AMA : BRIAN ARIEF S


KELAS : XII IPS II

SEKOLAH MENENGAH NEGERI 1 KRAMATWATU


JLN. KRAMATWATU SANKYU NO I
STRUKTUR DEMOKRASI
PARLEMENTER

BADAN
EKSEKUTIF PERDANA
MENTERI
SISTEM
PARLEMENTER PRESIDEN
( 1950-1959 )
MENTERI/
BADAN KABINET
LEGISLATIF
 DEMOKRASI LiBERAL
Secara umum demokrasi liberal adalah salah satu bentuk sistem
pemerintahan yang berkiblat pada demokrasi. Demokrasi liberal berati
demokrasi yang liberal. Liberal disini diartikan perwakilan atau
repserentif.

Demokrasi Liberal sendiri berlangsung selama hampir 9 tahun,


dalam kenyataanya bahwa UUDS 1950.
Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit
presiden mengenai pembubaran Dewan Konstituante dan
berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
 A. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal

tahun 1950-an telah menjalankan dua sistem pemerintahan yang berbeda, yaitu sistem
presidensial dan sistem parlementer. Tidak sampai satu tahun setelah kemerdekaan, sistem
pemerintahan presidensial digantikan dengan sistem pemerintahan parlementer. Hal ini
ditandai dengan pembentukan kabinet parlementer pertama pada November 1945 dengan
Syahrir sebagai perdana menteri.
Dengan berlakunya kabinet parlementer, pemerintahan republik
indonesia tidak stabil . Hal ini di sebabkan antara lain

- Partai politik mementingkan kepentingan golongan


masing masing sehingga kabinet banyak yang jatuh
bangun
- Partai politik tidak mencerminkan dukungan rakyat
memilih.
- Partai politik yang berkuasa tidak dapat menjalankan
program, menjadikan masa kerja kabinet pendek
- Sistem kabinet parlementer memungkinkan adanya
persaingan antar partai politik untuk menduduki kursi
terbanyak
Perbedaan di antara partai-partai tersebut tidak pernah dapat
terselesaikan dengan baik sehingga dari tahun 1950 sampai tahun
1959 terjadi silih berganti kabinet mulai :

1. Kabinet Natsir (Masyumi) 1950-1951;


2. Kabinet Sukiman (Masyumi) 1951-1952;
3. Kabinet Wilopo (PNI) 1952-1953;
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (PNI) 1953-1955;
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi)
1955-1956;
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI) 1956-1957;
7. Kabinet Djuanda (Zaken Kabinet) 1957-1959.
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:
1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan
susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Keberhasilan kabinet natsir :


 Kabinet Natsit memiliki keberhasilan dalam upaya perundingan antara
Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.

Berakhirnya Kabinet Natsir dikarenakan :


 adanya mosi tidak percaya dari PNI di Parlemen Indonesia menyangkut
pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI
menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Dan pembekuan dan pembubar DPRD sementara
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:
1. Menjamin keamanan dan ketentraman
2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar
sesuai dengan kepentingan petani.
3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian
Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
5. Menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian
kerja sama, penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh.
6. Memperjuangan penyelesaian masalah irian barat

Keberhasilan kabinet sukiman :


 Diterimanya indonesia sebagai anggota pbb yang ke-60 pada tanggal 28
september 1950.

Berakhirnya Kabinet sukiman dikarenakan :


 Parlemen pada akhirnya menjatuhkan mosi tidak percaya kepada Kabinet
Sukiman. Sukiman kemudian harus mengembalikan mandatnya kepada
Presiden Soekarno.
Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)

Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:


Program dalam negeri:
1. Menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante,
DPR, dan DPRD
2. Meningkatkan kemakmuran rakyat,
3. Meningkatkan pendidikan rakyat, dan
4. Pemulihan stabilitas keamanan negara
Program luar negeri: 
5. Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
6. Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta
7. Menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.

Berakhirnya wilopo dikarenakan :


 Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi
tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap
kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus
mengembalikan mandatnya pada presiden pada
tanggal 2 Juni 1953.
Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus
1955)
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I:
1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran
2. Menyelenggarakan Pemilu dengan segera
3. Pembebasan Irian Barat secepatnya
4. Pelaksanaan politik bebas-aktif
5. Peninjauan kembali persetujuan KMB.
6. Penyelesaian pertikaian politik.
Dalam menjalankan fungsinya, kabinet ini berhasil melakukan suatu prestasi yaitu:
Merampungkan persiapan pemilu yang akan diselenggarakan 29 September 1955
1. Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955
2. Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 memiliki pengaruh dan arti penting bagi
solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia- Afrika dan juga
membawa akibat yang lain, seperti :
3. Berkurangnya ketegangan dunia
4. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik diskriminasi ras di
negaranya.
5. Indonesia mendapatkan dukungan diplomasi dari negara Asia-Afrika dalam usaha
penyatuan Irian Barat di PBB
Berakhirnya kabinet : Keretakan partai pendukung mendorong Kabinet Ali Sastro I harus
mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3
Maret 1956)
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan
Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

Kabinet Burhanuddin Harap ini mencatatkan sejumlah keberhasilan dalam menjalankan


fungsinya, seperti:
• Keberhasilan menyelenggarakan Pemilu pada 29 September 1955 untuk memilih
anggota DPR dan 15 Desember untuk memilih Dewan Konstituante.
• Membubarkan Uni Indonesia-Belanda
• Menjalin hubungan yang harmonis dengan Angkatan Darat
• Bersama dengan Polisi Militer melakukan penangkapan para pejabat tinggi yang terlibat
korupsi
Kabinet ini mengalami ganggung ketika kebijakan yang diambil berdampak pada
banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan yang dianggap menimbulkan
ketidaktenangan.
Kabinet Ali Sastramojoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret
1957)
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini
disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka
panjang, sebagai berikut:
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya
anggota-anggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.
6. Pembatalan KMB
7. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun,
menjalankan politik luar negeri bebas aktif
8. Melaksanakan keputusan KAA.
Kabinet Djuanda Djuanda Kartawidjaja (9 April 1957- 5 Juli
1959)
Program pokok dari Kabinet Djuanda dikenal sebagai Panca Karya yaitu:
1. Membentuk Dewan Nasional
2. Normalisasi keadaan RI
3. Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
4. Perjuangan pengembalian Irian Jaya
5. Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan

Keberhasilan Kabinet Karya yang paling menguntungkan kedaulatan


Indonesia dengan dikeluarkannya Deklarasi Djuanda yang mengatur
batas wilayah kepulauan Indonesia. Kemudian dikuatkan dengan
peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 4 prp. Tahun 1960
tentang perairan Indonesia. Pasca Deklarasi Djuanda, perairan Indonesia
bertambah luas sampai 13 mil yang sebelumnya hanya 9 mil.
Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia.
Akhir dari masa demokrasi liberal ini di karenkan banyak faktor :
1. Kekacauan politik yang timbul karena pertikaian partai politik di Parlemen
menyebabkan sering jatuh bangunnya kabinet sehinggi menghambat pembangunan.
2. Kegagalan konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar
kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa
Indonesia secara keseluruhan.

Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada
Presiden Soekarno agar mengambil kebijakan untuk mengatasi kemelut politik. Oleh
karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi
sebagai berikut;
1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Tidak berlakunya UUDS 1950.
4. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950,
maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi di
Indonesia dan mulainya sistem Presidensil dengan Demokrasi Terpimpin ala Soekarno.

Anda mungkin juga menyukai