Anda di halaman 1dari 40

Sectio Caesarea

outline
Pengertian
Sejarah
Epidemiologi
Indikasi
Kontraindikasi
Prosedur SC (teknik operasi dan anastesi)
komplikasi
Pengertian
Seksio sesaria atau persalinan sesaria didefinisikan
sebagai melahirkan janin melalui insisi dinding abdomen
(laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi
ini tidak mencakup pengangkatan janin dari kavum
abdomen dalam kasus ruptur uteri/kehamilan abdominal.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian ibu
dan bayi karena kemungkinan-kemungkinan komplikasi
yang dapat timbul bila persalinan tersebut berlangsung
pervaginam. (Louis, H. S. 2017)
Sejarah
sejak dahulu kala sc sudah dilakukan,
hal ini diceritakan dalam beberapa cerita
rakyat mesir, hindu, yunani, dan eropa
kuno. Pada yunani kuno, diceritakan
bahwa Apollo mengeluarkan
Aesculapius dari perut ibunya.
Di wilayah roma di bawah kekuasaan
Julius Caesar, hukum roma mengatur
tentang penyelamatan bayi dari ibu yang
sekarat atau meninggal guna
mempertahankan populasi wilayah
roma. Oleh karena itu, dipercayai bahwa
caesar berasal dari nama julius “caesar”.
cont
Di abad ke 16, Francis Rousset
memperkenalkan ide operasi pada
wanita hidup. Dimana ia
menyampaikan komplikasi obstetrik
yang dapat terjadi dibandingkan bila
melakukan operasi.
Di abad ke 19 kemudian
diperkenalkan dietil eter sebagai
anstesi dan asam karbolat sebagai
antiseptik sehingga lebih
memungkingkan untuk melakukan
operasi abdomen untuk kelahiran bayi.
Era modern operasi sesar mulai
pada 1882 oleh Max Saenger
dengan memperkenalkan teknik
penjahitan uterus. Ia melakukan
insisi vertikal pada uterus sehingga
menghindari robekan pada segmen
bawah uterus. Kemudian setelah
bayi keluar dan ekstrasi manual
plasenta kemudian menutup uterus
dalam 2 lapisan. Dia juga
merekomendasikan benang perak
untuk penjahitan dalam dan benang
silk halus untuk serosa superfisial.
epidemiologi
rata-rata persalinan operasi sesar di sebuah
negara adalah sekitar 5-15 persen per 1000
kelahiran di dunia (WHO)
Peningkatan operasi sesar di Indonesia dari
tahun 1991 sampai tahun 2007 yaitu 1,3-6,8
persen (SKDI)
Operasi sesar sebesar 9,8 persen dari total
49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010-2013
Tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di
Sulawesi Tenggara (3,3%). (Riskesdas, 2013)
.
Indikasi
Prosedur sectio caesaria dilakukan atas dasar
keamanan dan keselamatan ibu dan bayi.
Indikasi
Williams, edisi 25
Indikasi
Williams, edisi 25
Prosedur sesar
Tindakan perioperatif
1. Assessment
Menanyakan riwayat ibu dan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium (jika di perlukan), dan
penilaian status bayi.
Penilaian ibu
Menilai status kardiorespi, status anemis (jika ia
sediakan transfusi), DM dan merokok (dapat
menyebabkan komplikasi infeksi area luka)
Pemeriksaan laboratorium
Hitung darah lengkap, elektrolit, fungsi ginjal, dan kadar
glukosa serta pemeriksaan lain untuk memeriksa risiko
kehilangan darah.
Pemilihan anastesi
Ada 4 jenis anastesi yang digunakan pada SC :
1. Endotrakeal general
2. Epidural
3. Spinal
4. Kombinasi spinal-epidural
Menurut ASAP guideline (2016) : pemilihan anastesia
harus didasarkan atas beberapa faktor antara lain faktor
anastesi, faktor obstetrik, atau faktor bayi.
SC
Insisi Abdomen (laparotomi)
Insisi vertikal linea mediana atau insisi transversal suprapubic biasanya
digunakan untuk laparotomi.
Insisi vertical
insisi vertical mediana infraumbilikal adalah yang tercepat namun insisi
harus cukup panjang, Di lakukan diseksi setinggi selubung rektus anterior
dan lemak subkutan disingkirkan agar dapat melihat fascia selebar 2cm
pada linea mediana. Pisahkan m. rectus dan pyramidalis pada garis tengah
agar fascia transversalis dan peritoneum terlihat.
Diseksi fascia transveralis serta lemak praperitoneal untuk mencapai
peritoneum di bawahnya. Peritoneum dekat ujung atas insisi dibuka
perlahan. Peritoneum yang meregang tersebut dipalpasi terlebih dahulu
baru dilakukan insisi pada bagian superior pada ujung atas insisi lalu
menurun ke atas bayangan peritoneum yang menutupi kandung kemih.
Insisi transversal
insisi ini membutuhkan waktu lebih lama agar dapat
memasuki cavum peritoneum, namun teknik ini
memiliki kelebihan dimana rasa nyeri lebih sedikit dan
resiko hernia berkurang, dan untuk tujuan kosmetik lebih
pada pelvis. Ada terdapat beberapa jenis insisi
transversal, insisi Maylard, Joel Cohen, dan Pfannenstiel.
Insisi Maylard
dibuat sekitar 3-8 cm di atas simfisis (pemilihan
berdasarkan ukuran). Insisi ini lebih cepat dan digunakan
jika terdapat adanya jaringan parut karena insisi
transversal sebelumnya. M. rektus dipotong secara tajam
atau dengan elektrokauter. Namun resikonya kehilangan
lebih banyak darah.
Kekurangan : waktu pelaksanaan lama
Insisi Joel Cohen
Insisi Joel Cohen ini memiliki banyak kelebihan
dimana kehilangan darah lebih sedikit, waktu yang lebih
pendek, rasa nyeri setelah operasi operasi lebih pendek
waktunya, dan resiko demam nifas lebih sedikit
dibanding Insisi Pfannenstiel. Pada Insisi Joel Cohen,
dilakukan sayatan transversal lurus 3 cm di bawah garis
lurus yang menghubungkan spina iliaka anterosuperior.
Insisi pfannenstiel
Insisi kulit tranversal semilunar 2 cm suprasimfisis.
Insisi diperdalam sampai fascia rectus dan fascia rectus dibuka
secara tranversal dengan gunting “Mayo” atau “scalpel”.
Tepi atas fascia rectus dijepit dengan “kocher” dan dipisahkan
dari m.rectus abdominalis serta m.pyramidalis secara tumpul dan
waspada terhadap trauma pembuluh darah disekitar garis tengah.
Setelah pemisahan diatas sudah lengkap – tepi bawah fascia
rectus dijepit dengan “kocher” dan dipisahkan dari m.pyramidalis
secara tumpul sampai mencapai simfsis pubis.
m.Rectus kiri dan kanan dipisahkan kearah lateral sehingga fascia
tranversal dan peritoneum terpapar.
Lapisan tersebut dijepit dengan 2 buah klem dan diangkat.
Hati-hati agar tidak mencederai vesica urinaria.
Hati-hati agar tidak mencederai omentum atau usus terutama pada
pasca pembedahan intra abdominal – endometriosis atau infeksi intra
abdominal.
Lapisan tersebut dibuka kearah kranial dengan gunting “Metzenbaum”.
Lapisan tersebut dibuka lebih lanjut ke kaudal secara tajam.
Hati-hati mencederai vesica urinaria.
Lakukan pemeriksaan “transilluminasi” untuk menghindari cedera
pada kandung kemih
Untuk pemapaparan bidang operasi m.pyramidalis perlu dipisahkan
digaris tengah.
Bila langkah-langkah ditas sudah dilakukan, operator dapat masuk ke
rongga abdomen.
Prosedur SC
Setelah insisi pada uterus dan robekan selaput janin, posisikan jari
antara simfisis pubis dan kepala janin hingga mencapai permukaan
posterior kepala janin. Kepala janin diangkat ke arah superior dan
diberikan tekanan sedang pada fundus uteri melalui dinding
abdomen untuk membantu mengeluarkan janin. Selanjutnya di
lakukan aspirasi jika terdapat cairan pada hidung dan mulut bayi.
Beri infus intravena berisi 2 ampul oksitosin per liter kristaloid
dengan kecepatan 10 ml/menit sampai uterus berkontraksi dengan
baik lalu kecepatan dikurangi. Setelah bayi lahir dan tali pusat
diklem, insisi diklem dengan forceps cincin atau Pennington atau
yang serupa lalu amati apakah ada perdarahan hebat pada insisi
uterus. Kemudian plasenta dilahirkan secara manual maupun
spontan.
Prosedur SC
Luka dinding rahim dijahit.
Lapisan I: dijahit jelujur, pada endometrium dan
miometrium
Lapisan II: dijahit jelujur, hanya pada miometrium saja
Lapisan III: dijahit jelujur, pada plika vesikouterina.
Dinding rahim selesai dijahit  kedua adneksa
dieksplorasi.
Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan
akhirnya luka dinding perut dijahit.
Tampon usus diangkat, kavum abdominal dibersihkan,
lalu dilakukan kontrol perdarahan.
Manajemen Post SC
Analgesik
75 mg meperidin IM / 10-15 mg morfin sulfat setiap 3
jam sekali bila diperlukan
Obat-obatan antiemetic (prometasin 25 mg) biasanya
diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat
narkotik.
Tanda-tanda vital
dievaluasi setiap 4 jam sekali.
Jumlah urin dan darah yang hilang serta keadaan fundus
uteri harus tetap dikontrol, dan jika ada abnormalitas juga
harus dilaporkan.
Manajemen Post SC
Terapi cairan & Diet
Pemberian 3 liter larutan, termasuk Ringer Laktat (RL)
terbukti sudah cukup selama pembedahan dan 24 jam
berikutnya.
Jika output urin di bawah 30 ml per jam  evaluasi.
Bila tidak ada manipulasi intra abdomen yang ekstensif
atau sepsis, pasien seharusnya sudah dapat menerima
cairan per oral satu hari setelah pembedahan. Jika tidak,
pemberian infus boleh diteruskan. Paling lambat pada hari
kedua setelah operasi, sebagian besar pasien sudah dapat
menerima makanan secara normal.
Manajemen Post SC
Vesika urinaria dan usus
Kateter sudah dapat dilepas setelah 12 sampai 24 jam post
operasi. Kemampuan mengosongkan kandung kemih harus
dipantau sebelum terjadi distensi.
Ambulasi
H+1 : pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari
tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak 2 kali.
H+2: pasien dapat berjalan ke kamar mandi dengan
pertolongan.
Dengan ambulasi dini, trombosit vena dan emboli
pulmoner jarang terjadi.
Manajemen Post SC
Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari. Secara normal jahitan
kulit diangkat pada hari ke-4 post operasi. Pada hari ke-3
postpartum, pasien sudah dapat mandi tanpa
membahayakan luka insisi.
Laboratorium
Hematokrit (Ht) diukur pada pagi hari setelah operasi.
Jika Ht stabil, pasien dapat melakukan ambulasi tanpa
kesulitan apapun dan kemungkinan kecil akan terjadi
kehilangan darah lebih lanjut.
Komplikasi Sectio Caesarea
Komplikasi  Infeksi
 Jejas organ (kandung kemih, intestinal, ureter, dan lain-
intraoperatif lain.)
 Risiko yang berkaitan dengan anastesi
 Syok hipovolemi
 Henti jantung
 Kematian

Komplikasi  Tromboemboli (emboli, trombosis)


 Adhesi
postoperatif
 Nyeri persisten

Risiko  Intrauterine Growth Retardation (IUGR) dan kelahiran


premature
kehamilan
 Aborsi spontan
selanjutnya  Kehamilan ektopik
 Lahir mati
 Rupture uterine
 Infertilitas
 Plasenta previa, inkreta, atau akreta
Penyulit SC
Tumor
Plasenta perkreta : korion
Gangguan hemostasis
Diabetes
Ventrikular takikardi
Asma kronik

Anda mungkin juga menyukai