Anda di halaman 1dari 20

GEOKIMI EKSPLORASI

ENDAPAN LOW SULPHIDATION


- Mahdum Afdha Sakhi (7100190145)
- Gitesa Finria Rukait (7100190163)
- Frisko Muhammad Fuzi (710018110)
Endapan Epithermal Low Sulphidation
Endapan Epitermal merupakan endapan dari sistem hirdrotermal yang terbentuk pada
kedalaman dangkal dan umumnya terletak pada busur vulkanik yang dekat dengan
permukaaan. Endapan epitermal low Sulfidation dicirikan oleh larutan hidrotermal yang
bersifat netral dan mengisi celah – celah batuan. Tipe endapan ini berasosiasi dengan alterasi
kuarsa-adularia, karbonat, serisit pada lingkungan sulfur rendah dan biasanya perbandingan
perak dan emas relatif tinggi. Mineral bijih dicirikan oleh terbentuknya elektrum, perak
sulfida, garam sulfat, dan logam dasar sulfida.
Batuan induk pada deposit logam mulia sulfidasi rendah adalah andesit alkali, dasit,
riodasit atau riolit. Secara genesa sistem epitermal sulfidasi rendah berasosiasi dengan
vulkanisme riolitik. Tipeini dikontrol oleh struktur-struktur pergeseran
Genesa Endapan Epithermal Low Sulphidation

Menurut Hadenqusi dkk, 1996 dalam Pirajno, 1992. Edapan ini terbentuk :
1. Jauh dari tubuh intrusi dan terbentuk melalui larutan sisa magma yang berpindah jauh
dari sumbernya
2. kemudian bercampur dengan air meteorik di dekat permukaan dan membentuk jebakan
tipe sulfidasi rendah, dipengaruhi oleh sistem boiling sebagai mekanisme pengendapan
mineral-mineral bijih.
3. Proses boiling disertai pelepasan unsur gas merupakan proses utama untuk pengendapan
emas sebagai respon atas turunnya tekanan.
4. Perulangan proses boiling akan tercermin dari tekstur “crusstiform banding” dari silika
dalam urat kuarsa.
5. Pembentukan jebakan urat kuarsa berkadar tinggi mensyaratkan pelepasan tekanan secara
tiba-tiba dari cairan hidrotermal untuk memungkinkan proses boiling. Sistem ini
terbentuk pada tektonik lempeng subduksi, kolisi dan pemekaran.
Urat bijih pada sistem sulfidasi rendah, kontrol utamanya terhadap pH cairan
adalah konsentrasi CO2 dalam larutan dan salinitas. Proses boiling dan terlepasnya
CO2 ke fase uap mengakibatkan kenaikan pH, sehingga terjadi perubahan stabilitas
mineral contohnya dari illit ke adularia. Terlepasnya CO2 meyebabkan terbentuknya
kalsit, sehingga umumnya dijumpai adularia dan bladed calcite sebagai mineral
pengotor. Endapan ini akan berasosiasi dengan alterasi kuarsa-adularia, karbonat, dan
sersit pada lingkungan bersulfur rendah. Endapan epithermal low sulphidasi akan
berasosiasi dengan alterasi dengan kuarsa-adularia, karbonat dan sersit pada
lingkungan bersulfur rendah.
Larutan bijih dari sistem sulfidasi rendah memiliki beberapa variasi, diantaranya :
1. Bersifat alkali hingga netral (pH7)
2. Memiliki Kadar garam (NaCl) yang rendah (0-6 wt)% NaCL
3. Mengandung CO2 dan CH4 bervariasi
Batuan samping (wallrock) pada endapan epitermal sulfidasi rendah adalah andesit alkali,
riodasit, dasit, riolit ataupun batuan–batuan alkali. Riolit sering hadir pada sistem sulfidasi
rendah dengan variasi jenis silika rendah sampai tinggi. Bentuk endapan didominasi oleh urat-
urat kuarsa yang mengisi ruang terbuka (open space), tersebar (disseminated), dan umumnya
terdiri dari uraturat breksi (Hedenquist dkk., 1996). Struktur yang berkembang pada sistem
sulfidasi rendah berupa urat, cavity filling, urat breksi, tekstur colloform, dan sedikit vuggy
(Corbett dan Leach, 1996).

Karakteristik Endapan Epithermal Low Sulphidation menurut Corbett dan


Leach, 1996

Tipe Endapan Sinter breccia, stockwork


Posisi Tektonik Subduction, Collison , dan Rift
Tekstur Colloform atau Crusstiform
Asosiasi Mineral Stibnit, Sinnabar, Adularia, Metal Sulfida
Mineral Bijih Pirit, Elektrum, Emas,cSfalerit, Arsenopirit
TIPE ENDAPAN LOW SILPHIDATION

Sinter Breccia Stockwork


CONTOH ASOSIASI MINERAL

Stibnite
Cinnabar
KONSEPTUAL ENDAPAN EPITHERMAL LOW SULFIDATION

(Hedenquist dkk., 1996 dalam Nagel, 2008)


Karakteristik Endapan Epithermal Low
Sulphidation
• Endapan terbentuk jauh dari intrusi magma
• Terbentuk dari larutan sisa magma yang berpindah jauh,
kemudian bercampur dengan air meteorik
• Dipengaruhi sistem boiling
• Pembentukan urat kuarsa berkadar tinggi, mengindikasikan
pelepaasan tekanan secara tiba-tiba daricairan hidrothermal
• Kontrol utama pH cairan adalah konsentrasi CO2 dalam
larutan dan salinitas
• Terjadi perubahan mineral illite ke adularia
• Biasanya terdapat mineral pengotor berupa kalsit
No. Endapan Jumlah Au (ton)
1 Lihir 924
2 Porgera 600
3 Round Mountai 443
4 Baguio District 300
5 Hishikari 250
6 Kelian 180
7 Gunung Pongkor 175
8 Dukat 150
9 Cerro Korikollo 147
10 Cerro Vanguard 100
MINERALISASI ENDAPAN EPITHERMAL LOW SULFIDATION
Tipe mineralisasi pada tahapan ini ditunjukan dengan hadirnya magnetit dan hematit
sekunder hasil alterasi propilitik pada batuan tuf andesitik dan diorit. Suhu pembentukan
alterasi ini diperkirakan berada pada suhu 350-400⁰C, berdasarkan kehadiran mineral epidot,
dan magnetit/hematit. Sulfidasi pada tahapan ini bersifat rendah (low sulfidation) dicirikan
dengan hadirnya pirit. Pirit merupkan mineral transisi dari tahapan fluida oksidasi menuju
sulfidasi.

1. High oxidation – low sulfidation state (Late-stage porphyry type mineralisation)

Tipe mineralisasi pada tahapan ini ditunjukan dengan hadirnya magnetit dan
hematit sekunder hasil alterasi propilitik pada batuan tuf andesitik dan diorit. Suhu
pembentukan alterasi ini diperkirakan berada pada suhu 350-400oC, berdasarkan
kehadiran mineral epidot, dan magnetit/hematit. Sulfidasi pada tahapan ini bersifat
rendah (low sulfidation) dicirikan dengan hadirnya pirit. Pirit merupkan mineral
transisi dari tahapan fluida oksidasi menuju sulfidasi.
2. Low sulfidation state (late-stage vein quartz)

Mineralisasi pada tahapan ini terlihat dalam komposisi sulfida dalam veinlet kuarsa
yang meomotong tuh alreasi advanced argillik. Komposisi sulfida yang terlihat adalah pirit,
berwarna putih kekuningan, berukuran sangat halus, <50-250 μm, anhedral-euhedral,
aggregate, subdisseminated, dan mengisi retakan. Paragenesa berupa 3 fase yaitu :
1. Hidrotermal I (ubahan filik: kuarsa, serisit),
2. Kemudian hidrotermal (ubahan silisifikasi: mikrogranular silika-pirit), dan
3. Hidrotermal III (penetrasi kuarsa-pirit).
Mineralisasi Emas Epithermal Low Sulphidation
1. Emas-Kuarsa Sulfida Rendah (Au-Quartz Low Sulfidation)
Emas-kuarsa sulfida rendah terbentuk di tatanan tektonik yang berkaitan dengan
sistem porfiri yaitu umumnya terbentuk pada busur vulkanik, hanya sedikit ditemukan di
busur belakang. Endapan ini terbentuk pada tahap akhir sistem porfiri atau proses intrusi
yang terdapat disekelilingi intrusi porfiri.
Kenampakan emas sulfida ini di lapangan dapat berupa urat kuarsa maupun breksi
dengan tebal eberapa sentimetemer hingga beberapa meter. Kuarsa di sistem ini biasasnya
memiliki bentuk yang kasar serta banyak mengandung mineralisasi sulfida seperti pirit,
kalkopirit, galena, sfelerit, asenpirit, hematite maupun magnetit.
Contoh cebakan tipe ini di Indonesia adalah di Arinem (Garut), Cikodang (Cianjur),
Jampang (Jawa Barat), Bengkayang (Kalimantan Barat), Serta Kokap (Kulon Progo)
2. Emas Urat Kuarsa-Karbonat-Adularia

Emas pada umumnya diendapkan oleh proses pencampuran larutan sisa magma
dengan air meteoric, namun beberapa cebakan mengindikasikan proses pemanasan.
Emas umumnya muncul dalam bentuk electrum, telurida, atau terikat oleh mineral
sulfida. Jenis endapan yang biasa terjadi pada model cebakan emas ini diantaranya
adalah lode emas kuarsa dan epitermal. Cebakan ini (terutama pada tipe urat)
biasanya berkadar emas tinggi (10 – 30 g/ton) dan banyak yang telah ditambang.
Contoh cebakan model ini di Indonesia terdapat di Gosowong (Maluku selatan),
Gunung Pongkor dan Tasikmalaya (Jawa Barat), Gunung Muro (Kalimantan Timur),
Mangani, Gunung Arum, Salida, Sungai Pagu, dan Belimbing (Sumatra Barat),
Bukit Kelian (Kalimantan Timur), Mamuju (Sulawesi Selatan), Paleleh, Bolang Mou
Palu, Topak, dan Sumalata (Sulawesi Utara).
KENAMPAKAN DEPOSIT Au DI LAPANGAN
METODE SAMPLING GEOKIMIA EKSPLORASI EMAS TIPE
EPITHERMAL LOW SUPHIDATION

Metode yang digunakan dalam melakukan pengambilan sampel adalah


menggunakan sampling batuan teralterasi dan termineralisasi, serta
pengambilan sampel sedimen sungai dengan metode Bulk Leach Extractable
Gold (BLEG). Sampel yang terpilih akan dianalisis di laboratorium geokimia.
Biasanya pengamatan secara detail dilakukan pada setiap singkapan,
meliputi pengamatan jenis lithologi, struktur geologi, dimensi singkapan serta
kehadiran alterasi maupun mineralisasi.
METODE Bulk Leach Extractable Gold (BLEG)

1. Metode ini dikembangkan pada awal tahun 1980 untuk analisis endapan emas
berbutir halus dan sampel yang beragam.
2. Pengambilan sampel pada metode BLEG harus memperhatikan quality control
dengan bobot kering sampel adalah sekitar 2-5 kg dan proses pengambilan sampel
tidak memakai bahan logam.
3. Pengambilan sampel sedimen yang berbutir halus di sepanjang sungai aktif dapat
dilakukan di tepi sungai, di bawah batuan yang telah mengalami transportasi, dan
di tengah-tengah sungai. Dalam hal ini, hal yang harus diperhatikan yaitu tidak
boleh mengambil sampel di dekat singkapan dan bekas longsoran dari bukit.
4. Sasaran metode ini adalah floating gold, yaitu fraksi emas yang mengambang dan
tertransportasi dari hulu.
Model Sampel atau Conto yang Ideal unttuk Eksplorasi
Geokimia

Emas merupakan media cinto yang sangat ideal. Conto ideal untuk
eksplorasi geokimia seperti di bawah ini :
1. Conto harus mengakumulasi dan mengkonsentrasikan unsur-unsur bijih
atau unsur-unsur dalam senyawa lainnya yang berasosiasi dengan tubuh
bijih.
2. Conto dapat diambil dengan mudah dan cepat di daerah penyelidikan.
3. Dapat menghasilkan lingkar penyebaran (dispersion halo) hipogen
maupunsupergen atau dispersi yang panjang dari anomali unsur-unsur
atau senyawa bijihdalam bentuk yang dapat diramalkan ke arah bijih.
4. Dapat mendeteksi endapan bijih yang di bawah permukaan (blind deposit)
5. Conto mudah dianalisis di laboratorium.
Mineralisasi yang sering ditemukan pada endapan emas adalah mineral pirit yang
biasanya menyebar dalam batuan berbentuk halus, kubik dan berwarna kuning metalik.
Khusus dalam batuan ubahan seperti argilik, propilik, silisifikasi, kaolinisasi, mineral pirit
biasanya berbentuk halus dan menyebar dalam batuan.
Bila dalam batuan ubahan ini ditemukan urat kuarsa maka diduga bahwa ubahan batuan
yang terjadi berkaitan dengan alterasi hidrotermal. Jika anomali Au muncul pada lokasi
percontohan stream sediment, maka dapat disimpulkan terdapat alterasi dan mineralisasi
batuan di daerah hulu. Dari pengamatan singkapan batuan dilakukan pula percontoan batuan
terutama pada zona urat atau zona mineralisasi dari batuan yang mengalami silisifikasi. Conto
batuan ini kemudian dikirim ke laboratorium untuk dianalisa kadar kandungan emas dan
unsur-unsur lainnya seperti Cu, Ag, Zn, Pb, As, Sb dan Hg.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai