Anda di halaman 1dari 12

NAMA: ISMAIL

NIM: 201121025
PRODI: DIV SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN + PROFESI NERS
MATA KULIAH: FARMAKOLOGI

DOSEN: apt Hadi Kurniawan, S. Farm, Msc


1. Jelaskan pertimbangan-pertimbangan
dalam pemilihan dan penggunaan obat!
• Timbanglah manfaat risiko dari pemberian obat pada setiap penderita. Factor yang menentukan rasio manfaat
risiko (benefit-risk ratio) suatu obat pada penderita terutama adalah kebutuhan, efektivitas, efek samping dan
biaya yang saling memengaruhi satu sama lainnya.

• Gunakanlah pertama obat yang paling diterima secara luas, yaitu obat pilihan untuk indikasi tertentu.

• Gunakanlah obat yang anda yang paling diterima secara luas, yaitu obat pilihan untuk indikasi tertentu.

• Tailored drug need yaitu kebutuhan jenis obat harus disesuaikan dengan keadaan setiap penerita secara individu.
Sebaliknya, menggunakan kombinasi yang dipilih sendiri dari komponen obat tunggal. Menambahkan perbagai
jenis sediaan tanpa kebutuhan yang jelas adalah tidak tepat. Berikanlah obat seminimal mungkin.

• Tailored drug dose perlu karena ada penderita yang hiporeaktif atau hipereaktive. Ada yang tidak tahan
efedrin atau feniramine, namun individu lain memerlukan dan tidak menunjukkan reaksi yang tidak
diinginkan. Sering juga diperlukan dosis yang jauh lebih besar dari kebiasaan 5 atau 10 tahun yang lalu
karena terjadi kekebalan kuman. Hal ini berlaku umunya untuk antibiotic jenis lama.
• Gunakan dosis efektif terkecil. Dari grafik dosis-efek tampak bahwa penambahan
dosis setelah mencapai efek maksimum tidak akan meningkatkan efek lagi.
Memperbesar dosis dua kali tidak dapat diartikan mendapatkan efek dua kali lebih
besar. Justru meningkatkan dosis akan memperbesar efek samping dan peracunan.

• Pilih cara pemberian obat yang paling aman. Per oral lebih aman dari suntikan
walaupun efek agak lambat. Jangan memberikan parenteral bila hanya untuk
memenuhi keinginan penderita.
• Jangan pilih obat baru dengan alasan karena tidak semua obat baru lebih superior dari obat lama. Sebelum
menggunakan obat baru, pelajari lebih, dahulu khasiat, dosis, indikasi, kontraindikasi, dan efek samping obat tersebut.
Selalu waspada menghadapi risiko terapi.

• Jangan ketinggalan menggunakan obat baru yang baik. Petunjuk ini mungkin hanya untuk sebagian kecil dokter yang
tidak sempat mengembangkan ilmunya.

• Cocokkanlah data promosi pabrik obat. Hal ini mutlak karena semua perpustakaan termasuk brosur perusahaan
dimaksudkan untuk penunjang penjualan (promosi). Hal-hal yang baik ditonjolkan dan biasanya efek samping
atau hal-hal kurang baik ditulis dengan huruf sangat kecil atau tidak sama sekali.
2. Jelaskan macam-macam bentuk respon penderita terhadap obat,
baik berdasarkan aspek fisiologi, patologi dan lingkungan!

 FAKTOR LINGKUNGAN MEMPENGARUHI RESPON PENDERITA TERHADAP OBAT


Respon obat seseorang bisa dipengaruhi oleh faktor nutrisi/diet pasien,
katakanlah seorang penderita hipertensi yang mestinya diet garam, jika ia tidak
disiplin terhadap asupan garam, tentu efek obat tidak akan nyata terlihat,
dibandingkan penderita hipertensi lain yang menjaga asupan garamnya. Adanya
obat-obat lain yang digunakan bersama dapat pula saling berinteraksi sehingga
menurunkan atau mengubah efek obat lain, sehingga respon seseorang terhadap
obat bisa berbeda dengan orang lain yang mungkin tidak mengalami interaksi
obat. Selain itu, keparahan penyakit dan gaya hidup seseorang, mungkin akan
mempengaruhi respon seseorang terhadap obat. Dalam kaitannya dengan faktor
genetik, orang pada ras tertentu misalnya, ternyata memiliki jumlah enzim
pemetabolisme yang lebih banyak daripada orang lain akibat variasi genetik.
Hal ini menyebabkan keberadaan obat di dalam tubuh menjadi dipersingkat
(karena metabolismenya diperbesar), sehingga efeknya pun menjadi lebih kecil.
Atau sebaliknya, ras lain mengalami mutasi pada gen tertentu sehingga
menyebabkan berkurangnya kemampuan tubuh memetabolisme obat, sehingga
keberadaaan obat dalam tubuh meningkat dan efeknya menjadi besar atau
bahkan toksis.
 FAKTOR FISIOLOGI MEMPENGARUHI RESPON PENDERITA TERHADAP OBAT
• Anak.
Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi faktor-faktor ini dapat digunakan
untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa. Berat badan digunakan untuk menghitung
dosis yang dinyatakan dalam mg/kg. Akan tetapi, perhitungan dosis anak dari dosis dewasa
berdasarkan berat badan saja sering kali menghasilkan dosis anak yang terlalu kecil karena
anak mempunyai laju metabolisme yang lebih tinggi sehingga per kg berat badan nya sering
kali membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari orang dewasa (kecuali pada neonatus)

• Neonatus dan Bayi Prematur


Pada usia ekstrim ini terdapat perbedaan respons yang terutama disebabkan oleh belum
sempurnanya
berbagai fungsi farmakokinetik tubuh yaitu:
1) Fungsi biotransformasi hati
2) Fungsi eksresi ginjal hanya 60-70% dari ginjal dewasa
3) Kapasitas ikatan protein plasma yang rendah
4) Sawar darah-otak serta sawar kulit belum sempurna

• Usia Lanjut
Perubahan respon penderita usia lanjut disebabkan oleh banyak faktor seperti penurunan
fungsi ginjal terutama fungsi glomerulus dan sekresi tubuli merupakan perubahan faktor
farmakokinetik yang terpenting. Penurunan fungsi filtrasi menurun 30% pada orang berusia 65
tahun jika dibandingkan dengan orang dewasa.
 FAKTOR PATOLOGI MEMPENGARUHI RESPON PENDERITA TERHADAP OBAT
Faktor-faktor patologis yang mempengaruhi respon penderita terhadap obat terbagi
menjadi beberapa golongan berdasarkan organ utama yang melakukan fungsi
farmakokinetik tubuh sebagai berikut.

• Penyakit Saluran Cerna


Penyakit ini dapat mengurangi kecepatan dan jumlah obat yang
diabsorbsi pada pemberian oral melalui perlambatan pengosongan
lambung, percepatan waktu transit dalam saluran cerna, malabsorbsi, dan
metabolisme dalam saluran cerna.

• Penyakit Kardiovaskuler
Penyakit ini mengurangi distribusi obat dan aliran darah ke hati dan ginjal
untuk eliminasi obat, sehingga kadar obat tinggi daam darah dan
menimbulkan efek yang berlebihan atau bahkan efek toksik.

• Penyakit Hati
Penyakit ini mengurangi metabolisme obat di hati dan sintesis protein plasma
sehingga meningkatkan kadar obat, terutama kadar obat bebasnya dalam
darah dan jaringan, sehingga mengakibatkan terjadi respon yang berlebihan
atau efek toksik.

• Penyakit Ginjal
Penyakit ini mengurangi ekskresi obat aktif maupun metabolitnya yang aktif
melalui ginjal sehingga meningkatkan kadarnya dalam darah dan jaringan, dan
menimbulkan respons yang berlebihan atau efek toksik.
3. Jelaskan pertimbangan pemilihan dan
pengguna obat berdasarkan kondisi khusus!
• Tidak ada obat yang 100% aman untuk janin, • Efek obat pada janin tidak sama dengan efek
maka jika kemungkinan untuk menghindari farmakologi pada ibu.
pemberian obat dan pilih terapi • Obat harus diberikan pada dosis efektif terkecil
nonfarmakologi sebagai pertimbangan utama. untuk jangka waktu terpendek jika
• Obat sebaiknya diresepkan apabila memungkinkan.
keuntungan pada ibu lebih besar daripada • Obat-obat tertentu, seperti dietilstisbestrol,
resiko yang diterima oleh janin. Semua obat mungkin mempunyai efek belakangan/tertunda
harus dihindari mungkin selama trimester satu. ( delay effect ) terhadap janin.
• Metabolisme obat pada kehamilan lebih lambat dibandingkan saat tidak hamil.
• Obat teratogenik yang tidak diketahui, seperti obat sitotoksik, sebaiknya diberikan kepada wanita pada masa subur
yang benar-benar perlu dan wanita tersebut sedang menggunakan konstrasepsi yang dapat dipercaya
efektivitasnya. Adapun obat yang bersifat teratogenetik, diantaranya : Androgen, Sitotoksik, Dietilstibestrol,
Carmibazol, Etanol, Etritinat, Isotretionim, Lithium, Penisilamin, Fenitoin, Tetrasiklin, Thalidomide, Vitamin A dan
Warfarin.
• Efek obat tertentu lebih bertahan lama pada janin daripada ibu, seperti kloramfenikol.
• Pilih obat yang keamanannya sudah jelas dan hindari penggunaan obat yang belum terbiasa diberikan kepada
wanita hamil.
• Perhatikan golongan obat dengan cara penggunaannya pada kehamilan yang masih terbatas.
4. Jelaskan macam-macam bentuk respon penderita terhadap obat,
baik berdasarkan aspek farmakokinenika dan farmakodinamika!

Respon penderita terhadap obat juga di pengaruhi berdasarkan aspek farmakokinetik. Farmakokinetik
adalah proses obat memasuki tubuh dan akhirnya keluar dari tubuh. Proses ini terdiri dari absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dari tubuh manusia. Setiap obat mempunyai karakteristik
khusus dalam kecepatan dan bagaimana obat tersebut akan diserap oleh jaringan, kemudian
dihantarkan pada sel-sel tubuh, dan berubah menjadi zat yang tidak berbahaya bagi tubuh hingga
akhirnya keluar dari tubuh kita.

• Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada
cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru,
otot, dan lain-lain.
• Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh.

• Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga menjadi lebih
larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.
• Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh
ginjal dan melalui urin.
Selanjutnya akan dibahas mengenai farmakodinamika, yaitu subdisiplin farmakologi
yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya. Tujuan
mempelajari farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi
obat
dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi.
a. Mekanisme Kerja Obat
Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel
organisme. Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan perubahan dan
biokimiawi yang merupakan respon khas dari obat tersebut. Obat yang efeknya
menyerupai senyawa endogen disebut agonis, obat yang tidak mempunyai aktifitas
intrinsic sehingga menimbulkan efek dengan menghambat kerja suatu agonis disebut
antagonis.
b. Reseptor Obat
Protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga dapat
merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitotastik. Ikatan obat-
reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofobik, van der Walls, atau
kovalen. Perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan
stereoisomer dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat
farmakologinya.
c. Transmisi Sinyal Biologis
Penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu substansi
ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik.
Reseptor yang terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor dalam bentuk
enzim. Reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologis dan
biokimia, tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatic lain.
Bila suatu sel di rangsang oleh agonisnya secara terus-menerus maka akan
terjadi desentisasi yang menyebabkan efek perangsangan.
d. Interaksi Obat-Reseptor
Ikatan antara obat dengan resptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan lemah
(ikatan ion, hydrogen, hidrofilik, van der Waals), mirip ikatan antara subtract
dengan enzim, jarang terjadi ikatan kovalen.

e. Antagonisme Farmakodinamik
Ada 2 jenis antagonisme farmakodinamik yaitu:
• antagonis fisiologik yang terjadi pada organ yang sama tetapi pada sistem reseptor yang berlainan; dan
• antagonisme pada reseptor,yaitu obat yang menduduki reseptor yang sama tetapi tidak mampu menimbulkan efek
farmakologi secara instrinsik.

f. Kerja Obat Yang Tidak Diperantarai Reseptor


Cara kerja obat ini yaitu:
• Cara kimiawi. Cara kerja obat ini merubah asam menjadi basa demikian sebaliknya dari basa menjadi basa. Misalnya
antasid menetralkan asam lambung
• Secara fisika. Cara kerja obat ini merubah sifat osmotik. misalnya diuretic meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus
sehingga mengurangi reabsorpsi air sehingga terjadi efek diuretik.
• Cara kerja yang mengganggu proses metabolisme. Cara kerja obat ini merusak membran sel atau mengganggu sentesis
protein. misalnya deterjen merusak integritas membran sel kuman atau antibiotik menganggu pembentukan dinding sel
kuman.
5. Bagaimana hubungan antara dosis, rute pemberian obat terkait
respon tubuh terhadap obat!

Ada dua permasalahan terkait dengan istilah potensi. Para dokter


seringmenggunakan istilah potensi untuk mengacu kepada dosis relatif dari dua
obat, seperti potensi relatif dari fentanil dan morfin. Permasalahan dari definisi ini
adalah bahwa ketika obat-obatan memiliki basis waktu yang sangat berbeda,
potensi relatif bervariasi tergantung pada waktu pengukurannya. Fentanil
mencapai efek puncak 3,5 menit setelah injeksi.

Morfin mencapai efek puncak 90 menit setelah injeksi. Sebagai akibatnya, “potensi relatif” 3,5 menit setelah
injeksi mengindikasikan bahwa fentanil jauh lebih berpengaruh dibandingkan morfin. Namun demikian,
ketika morfin telah mencapai efek puncaknya pada 90 menit setelah injeksi, efek dari fentanil sudah hampir
hilang sepenuhnya. Dalam pengukuran 90 menit setelah injeksi, morfin lebih berpengaruh. Dari sudut
pandang terapeutik, potensi seringkali didefinisikan dalam bentuk dosis relatif.

 Pemilihan rute pemberian obat sangat bergantung pada:


 Sifat obat
 Efek lokal atau sistemik
 Onset dan durasi kerja obat yang diinginkan, dan
 Karakteristik pasien
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai