Anda di halaman 1dari 39

SEJARAH DAN

PERKEMBANGAN
HUKUM ISLAM
(TARIKH AL-TASYRI’ AL-
ISLAMI)
PENDAHULUAN
A. Definisi
Tarikh diartikan sejarah, yaitu penafsiran
terhadap peristiwa zaman lampau yang
dipelajari secara kronologis.
Al-tasyri’ merupakan istilah teknis tentang
proses pembentukan fikih atau peraturan
perundang-undangan.
 Tarikh al-tasyri’ al-Islami adalah ilmu yang
membahas keadaan hukum Islam pada Zaman
Rosul dan sesudahnya dengan uraian dan
periodisasi, yang padanya hukum itu
berkembang, serta membahas ciri-ciri
spesifiknya, keadaan fuqaha dan mujtahid
dalam merumuskan hukum itu. (Kamil Musa,
1989 : 64-65)
B. Macam-macam Tasyri’
Tasyri’ dibedakan menjadi dua :
1. al-tasyri’ dari sudut sumber, dibatasi pada tasyri’
yang dibentuk pada zaman Nabi Muhammad yaitu Al
Quran dan Sunnah
2. al-tasyri’ dari sudut keluasan dan kandungan,
mencakup ijtihad sahabat, tabi’in dan ulama
sesudahnya.
 Periode-periode Tasyri’
1. Periode Rosul, yaitu periode insya’ dan
takwin (pertumbuhan dan pembentukan),
berlangsung dari tahun 610 M-632 M
2. Periode Sahabat, yaitu periode tafsir dan
takmil (penafsiran dan penyempurnaan),
berlangsung selama 90 tahun, dari tahun 11
H- berakhirnya abad pertama Hijriah.
3. Periode Tabi’in, 661 M – 750 M
4. Periode Pembentukan madzab dan pembukuan
hadits, 750 – 1258 M
4. Periode Taklid atau kemunduran
Periode Rosul
Periode ini terbagi 2 fase :
1. Fase Rosul berada di Mekah, yakni selama 12 tahun
beberapa bulan, semenjak beliau diangkat menjadi
Rosul hingga waktu hijrahnya. Ciri fase ini :
 Jumlah masyarakat Islam sangat sedikit
 Karena sedikit, mereka lebih lemah dibanding musuh-
musuhnya
 Karena lemah mereka dikucilkan oleh penentangnya
2. Fase Rosul berada di Madinah
Berlangsung selama 10 tahun, yaitu dari waktu
hijrahnya hingga meninggalnya Rosul. Ciri
fase ini :
 Islam tidak lagi lemah, jumlahnya banyak dan
berkualitas
 Adanya ajakan untuk mengamalkan syariat Islam
dalam rangka memperbaiki hidup
A. Pengendali Kekuasaan Tasyri’
Pada periode ini pengendali kekuasaan tasyri’ adalah
Rosul sendiri. Dengan adanya Rosul maka umat
Islam saat itu, apabila menghadapi suatu peristiwa,
atau terjadi sengketa, atau terlintas pertanyaan maka
akan bertanya langsung kepada Rosul Muhammad
SAW. Hukum-hukum yang keluar dari beliau
menjadi tasyri’ bagi kaum muslimin yang wajib
diikuti, baik itu dalam bentuk wahyu dari Allah
maupun dari ijtihad beliau sendiri.
Pada fase ini, ada sebagian sahabat yang
melakukan ijtihad saat terjadi persengketaan
(sahabat yang berselisih dalam pelaksanaan
shalat ashar), namun keputusan mereka
merupakan penerapan hukum, bukan sebagai
tasyri’ atau undang-undang bagi kaum
muslimin kecuali dengan ketetapan dari
Rosulullah. (Bani Quraidhah)
B. Sumber Tasyri’ pada Periode Rosul
Perundang-undangan di masa Rosul mempunyai
dua sumber yaitu wahyu Allah dan ijtihad
Rosul sendiri, yang tidak terlepas dari
pengawasan Allah.
Bahwa tiap-tiap hukum dalam Al Quran
disyariatkan untuk sesuatu kejadian yang
memerlukan penetapan hukumnya.
C. Garis Perundang-undangan dalam periode Rosul
Sistem yang ditempuh oleh Rosul dalam mengembalikan
persoalan kepada sumber tasyri’ adalah bila datang
kebutuhan kepada hukum, beliau menanti wahyu Allah
yang berupa satu atau beberapa yang mengandung
hukum dari persoalan yang ditanyakan, apabila tidak
ada wahyu, maka beliau akan berijtihad dengan
mengambil petunjuk ayat-ayat hukum yang telah ada,
atau berdasarkan kemaslahatan serta bermusyawarah
dengan para sahabat.
 Prinsip-prinsip umum pada periode takwin :
1. Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum
Hikmahnya : agar secara bertahap mudah
mengetahui isi undang-undang, materi demi
materi dan mudah memahami hukum-
hukumnya secara sempurna dengan berpijak
kepada peristiwa dan situasi yang
memerlukan penetapan hukum.
2. Mensedikitkan pembuatan undang-undang
Hukum-hukum disyariatkan sekedar
memenuhi kebutuhan hukum yang diperlukan
3. Memberikan kemudahan dan keringanan
4. Berjalannya undang-undang sesuai dengan
kemaslahatan manusia.
Perundang-undangan yang ditinggalkan Periode
Rosul adalah wahyu Ilahi yang berwujud ayat-
ayat hukum dalam Al Quran dan ijtihad Rosul
yang berwujud hadits-hadits hukum.
Keduanya merupakan undang-undang asasi
bagi kaum muslim, dasar bagi perundang-
undangan Islam, dan tempat kembali bagi tiap-
tiap mujtahid muslim di masa mendatang.
Periode Sahabat
Periode ini adalah periode penafsiran undang-undang
dan terbukanya pintu ijtihad terhadap kejadian-
kejadian yang belum ada dasar hukumnya.
Setelah Nabi Muhammad wafat, telah terpilih Abu
Bakar sebagai pengganti Nabi Muhammad memimpin
umat Islam. Ia kemudian digantikan Umar bin
Khattab, lalu diganti oleh Usman bin Affan, dan
pengganti selanjutnya adalah Ali bin Abi Thalib.
Keempatnya dikenal dengan nama Khulafaur
Rasyidin.
A. Pengendali Kekuasaan Tasyri’
Periode Rosul telah meninggalkan untuk
kaum muslimin undang-undang yang
terbentuk dari nash-nash hukum dalam Al
Quran dan As Sunnah. Namun, persoalannya :
1. Terdapat orang muslim yang awam, yang
hanya dapat memahami nash-nash hukum
dengan perantaraan orang yang faham dengan
nash-nash hukum.
2. Bahwa materi undang-undang belum tersebar
secara merata di kalangan kaum muslim
3. Bahwa materi undang-undang hanya
mensyariatkan hukum-hukum bagi kejadian-
kejadian yang terjadi ketika disyariatkannya
hukum-hukum tersebut, namun tidak
mensyariatkan hukum-hukum bagi peristiwa
yang kemungkinan terjadi di masa mendatang.
Dengan adanya sebab-sebab tersebut, maka para
ulama di kalangan sahabat dan para
pemuka-pemukanya mempunyai kewajiban :
1. Memberikan penjelasan kepada kaum
muslimin mengenai hal-hal yang
memerlukan penjelasan dan penafsiran ayat-
ayat hukum dalam Al Quran dan Sunnah
2. Menyebarluaskan di kalangan kaum muslimin
apa yang mereka hafal dari ayat-ayat dalam Al
Quran dan Hadits Rosul
3. Memberi fatwa hukum kepada orang-orang
dalam peristiwa-peristiwa hukum yang belum
ada ketentuan hukumnya dalam Quran dan
Sunnah.
B. Sumber-sumber Tasyri’
Sumber hukum pada periode ini ada 3, yaitu :
Al Quran, As Sunnah, dan Ijtihad Sahabat.
 Pada periode sahabat, khususnya saat
pemerintahan Abu Bakar, Al Quran mulai
dibukukan. Hal ini dikarenakan banyak
sahabat penghafal Al Quran gugur dalam
peperangan.
 Pada periode ini As Sunnah belum dibukukan, karena
dikhawatirkan akan bercampur dengan Al Quran.
 Dalam menghadapi perkembangan kehidupan,
dengan berbagai persoalan yang memerlukan
penetapan hukum, namun tidak terdapat dalam Al
Quran dan Sunnah, para sahabat melakukan ijtihad.
Ada beberapa sahabat yang menentukan langkah-
langkah dalam berijtihad (Abu Bakar dan Umar).
Pada periode ini ijtihad sahabat belum dibukukan.
C. Sebab-sebab Perbedaan Pendapat di Kalangan
Sahabat
Pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar,
dapat terjadi ijma’, artinya tidak terjadi
perbedaan pendapat di kalangan para sahabat
karena mereka bersama-sama memutuskan
hukum suatu peristiwa hukum yang belum
diatur dalam Al Quran dan Sunnah.
Setelah Islam tersebar ke Mesir, Kufah, Basrah
dan banyak negara lain, maka para sahabat
banyak yang keluar Madinah, tinggal di kota-
kota tersebut, dan mulailah terjadi perbedaan
pendapat di kalangan para sahabat, disebabkan :
1. Setelah Nabi wafat, timbul 2 pandangan yang
berbeda tentang otoritas kepemimpinan umat
Islam yang berhubungan dengan otoritas
penetapan hukum.
Kelompok pertama memandang, otoritas untuk
menetapkan hukum-hukum Tuhan dan menjelaskan
makna Al Quran setelah Nabi wafat adalah Ahlul
Bait. Kelompok ini dikenal sebagai kelompok Syiah.
Kelompok kedua berpendapat bahwa Nabi tidak
menentukan dan tidak menunjuk penggantinya yang
dapat menafsirkan dan menetapkan perintah Allah. Al
Quran dan Sunnah adalah sumber hukum untuk
menarik hukum-hukum berkenaan dengan masalah
yang timbul. Mereka dikenal sebagai kelompok
Ahlussunnah atau Sunni.
2. Perbedaan pendapat yang disebabkan oleh
sifat Al Quran
3. Perbedaan pendapat yang disebabkan oleh
sifat Sunnah
4. Perbedaan pendapat dalam penggunaan Ra’yu
 Perbedaan pendapat karena sifat Al Quran :
1. Dalam Al Quran terdapat kata yang bermakna
ganda. Contoh : quru dalam QS Al Baqarah :
228 dapat diartikan haidl dan thuhr (suci)
2. Hukum yang ditentukan Al Quran masing-
masing berdiri sendiri tanpa mengantisipasi
kemungkinan bergabungnya dua sebab pada
satu kasus. Contoh : waktu tunggu bagi wanita
hamil yang ditinggal mati suaminya.
 Adapun sebab-sebab perbedaan yang
berkenaan dengan sunnah :
a. tidak semua sahabat memiliki penguasaan yg
sama terhadap sunnah
b. kadang-kadang riwayat telah sampai kepada
seorang sahabat tapi belum atau tidak sampai
kepada sahabat yang lain sehingga
menerapkan ra’yu krn ketidaktahuan sunnah.
Periode Tabi’in
 Setelah masa khalifah yang keempat berakhir fase selanjutnya
adalah zaman tabi’in yang pemerintahannya dipimpin Bani
Umayyah.
 Fitnah besar yang dihadapi umat islam pada akhir
pemerintahan khalifah Ali adalah Tahkim yaitu perdamaian
antara Ali sebagai khalifah dan Mu’awiyah bin abi sufyan
sebagai gubernur Damaskus.
 Pendukung Ali yang tidak menyetujuai tahkim membelot dan
tidak lagi mendukung Ali, selanjutnya mereka disebut
kelompok khawarij. kelompok ini disebut-sebut yang
merencanakan pembunuhan terhadap Ali dan Mu’awiyah,
namun hanya Ali yang berhasil dibunuh.
 Mu’awiyah mengambil alih kepemimpinan umat
Islam. ketika itu umat Islam terpecah menjadi tiga
kelompok yaitu penentang Ali dan Mu’awiyah
(khawarij), pengikut setia Ali (syiah) dan jumhur
ulama.
 Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai
dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara
implisit mendorong terbentuknya aliran hukum.
faktor-faktor lain yang mendorong perkembangan
hukum Islam adalah :
1. Perluasan wilayah
Mu’awiyah melakukan ekspansi hingga dapat
menguasai tunisia, aljazair, maroko sampai
kepantai samudera atlantik. banyaknya daerah
baru yang dikuasai berarti banyak pula
persoalan yang dihadapi oleh umat Islam dan
harus diselesaikan. oleh karenanya hukum
Islam menjadi berkembang.
2. Perbedaan penggunaan ra’yu
pada jaman tabi’in fuqaha dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu aliran hadits (Madinah) dan
aliran ra’yu. (Kufah)
Aliran hadis adalah golongan yang banyak
menggunakan riwayat dan sangat hati-hati
dalam pemakaian ra’yu sedangkan aliran ra’yu
lebih banyak menggunakan ra’yu dibanding
aliran hadis.
 Sumber hukum Islam z. Tabi’in
Langkah-langkah penetapan hukumnya :
1. Mencari Ketentuan dalam Al Quran
2. Apabila tidak didapati dalam Quran maka
dicari dalam Sunnah
3. Apabila tidak ada dalam Quran dan Sunnah
maka kembali kepada pendapat sahabat
4. Apabila tidak diperoleh dalam pendapat
sahabat, maka mereka berijtihad.
P. Pembentukan Mazhab dan
Pembukuan Hadits
 Setelah kekuasaan Umayyah (661 M – 750 M Pusat
pemerintahan di Damaskus, Suriah) periode ke 2 756 –
1031 M pusat pemerintahan di Cordoba Spanyol) setelah
ini kendali pemerintahan Islam dipegang Dinasti
Abassiah (750 M – 1258 M Pemerintahan ini
memusatkan pemerintahan di Damaskus, Suriah setelah
menggulingkan Umayah digulingkan ibukota pindah
tahun 762 M Pindah ke Bagdad). Berbeda dengan fase
sebelumnya yang ditandai dengan perluasan wilayah,
maka fase ini ditandai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.
 Berkembangnya ilmu pengetahuan
disebabkan :
1. Banyak karya-karya Yunani diterjemahkan
dalam bahasa Arab
2. banyak berkembang pemikiran, perdebatan
dalam pemahaman Islam.
3. Ada upaya umat Islam untuk melestarikan Al
Quran dengan dicatat dan dihafalkan.
 Aliran hukum Islam yang terkenal dan masih
ada pengikutnya hingga sekarang, diantaranya
Hanafiah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
 Aliran fikih yang tumbuh dan berkembang
hingga sekarang dimungkinkan karena ada
dukungan dari penguasa. Contoh :
 Mazhab Hanafi mulai berkembang ketika Abu
Yusuf, muridnya menjadi hakim dalam tiga
pemerintahan abbasuyah.
 Akhir zaman keemasan fikih adalah
ketidakmunculan mujtahid mutlak yang dapat
membangun cara dan mekanisme berfikir
hingga tidak ada lagi mujtahid pendiri mazhab.
P. Taklid
 Fase ini merupakan fase pergeseran orientasi.
Kalau sebelumnya merujuk langsung kepada
Al Quran dan Sunnah, maka yang dirujuk pada
fase ini adl kitab-kitab fikih.
 Beberapa sebab munculnya taklid :
1. penghargaan yang berlebihan terhadap guru
2. banyaknya kitab fikih sehingga ulama disibukkan
dengan membuat penjelasan-penjelasan
3. melemahnya daulah islamiyah
4. adanya anjuran penguasa untuk mengikuti aluran
yang dianutnya
5. adanya keyakinan sebagian ulama bahwa pendapat
mujtahid adalah benar.

Anda mungkin juga menyukai