Pertemuan 10

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

HAKIM

A. Pengertian Hakim

 Hakim ialah orang yang diangkat oleh


pemerintah untuk menyelesaikan
persengketaan dan memutuskan hukum suatu
perkara dengan adil. Dengan kata lain hakim
adalah orang yang bertugas untuk mengadili,
ia mempunyai kedudukan yang terhormat
selama berlaku adil.
B. SYARAT-SYARAT HAKIM
 Sesuai dengan tugas yang diemban dan kedudukan seorang hakim yang amat mulia itu maka syarat-syarat untuk menjadi hakim
cukup berat.
 Beragama Islam untuk perkara yang berkait dengan hukum Islam.
 Sudah akil baligh dewasa akal pikirannya sehingga sudah dapat membedakan yang hak dan yang bathil.
 Sehat jasmani dan rohani
 Orang yang merdeka. Hamba sahaya tidak mempunyai kekuasaan pada dirinya sendiri apa lagi kepada orang lain.
 Berlaku adil sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
 Seorang laki-laki bukan perempuan.
 Memahami hukum dalam Al Qur’an dan Sunnah
 Memahami ijma ulama serta perbedaan-perbedaan tradisi umat
 Memahami bahasa arab dengan baik
 Mampu dan menguasai metode ijtihad karena ia tidak boleh taqlid
 Seorang hakim harus dapat mendengarkan dengan baik. Kalau tuli ia tidak dapat mengetahui dan membedakan antara yang
menerima dan yang menolak.
 Seorang hakim harus dapat melihat.
 Seorang hakim harus mengenal baca tulis. Sebagian ada yang berpendapat tidak perlu syarat ini karena hukum dapat diketahui
tanpa mengerti baca tulis.
 Seorang hakim harus memiliki ingatan yang kuat dan dapat berbicara dengan jelas.
C. MACAM-MACAM HAKIM &
KONSEKUENSINYA
 Sebenarnya hakim merupakan pekerjaan yang mulia. Kemuliaan yang dimilikinya
itu disebabkan adanya tuntutan supaya adil dalam memutuskan perkara. Untuk itu
ia tidak boleh semena-mena dalam menentukan hukum. Sebagai konsekuensinya
maka ia harus memilih diantara tiga hal.
 Pengelompokkan hakim itu menjadi tiga golongan sebagaimana
Hadits yang disabdakan sebagai berikut : Hakim ada tiga macam. Satu di surga
dan dua di neraka. Hakim yang mengetahui kebenaran dan menetapkan hukum
berdasarkan kebenaran ia masuk surga. Hakim yang mengetahui kebenaran dan
menetapkan hukum bertentangan dengan kebenaran ia masuk neraka, hakim yang
menetapkan hukum dengan kebodohannya ia masuk neraka.
( HR. Abu Dawud dan yang lain )
D. TATA CARA MENJATUHKAN
HUKUMAN
 Orang yang mendakwa diberikan kesempatan secukupnya untuk menyampaikan
tuduhannya sampai selesai. Sementara itu terdakwa atau tertuduh diminta untuk
mendengarkan dan memperhatikan semua tuduhan dengan sebaik-baiknya
sehingga apabila tuduhan telah selesai terdakwa dapat menilai benar atau tidaknya
tuduhan tersebut. Setelah selesai pendakwa, sebab dikhawatirkan akan dapat
memberikan pengaruh positif maupun negatif pada terdakwa.
 Untuk menguatkan dakwaannya, pendakwa harus menunjukkan bukti-bukti yang
benar, apabila twerdakwa menolak, maka ia harus bersumpah bahwa tuduhan atau
dakwaan itu salah.
Rasulullah Saw bersabda : Pendakwa harus menunjukkan bukti-bukti dan
terdakwa harus bersumpah ( HR. Baihaqi )
 Jika pendakwa menunjukkan bukti-bukti yang benar maka hakim harus memutuskan sesuai dengan tuduhan
meskipun terdakwa menolak dakwaan tersebut. Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman (vonis) jika
dalam keadaan :
 Sedang marah
 Sangat lapar
 Sedang bersin-bersin
 Banyak terjaga (begadang)
 Sedih
 Sangat gembira
 Sakit
 Sangat ngantuk
 Sedang menolak keburukan
 Sedang sangat panas atau sangat dingin
Kesepuluh keadaan tersebut akan mempengaruhi ijtihadnya sehingga dimungkinkan salah. Rasulullah Saw bersabda :
“ Hakim itu tidak (boleh) memutuskan perkara yang terjadi diantara dua orang (yang bersengketa) sedangkan
dirinyadalam keadaan marah “
(HR. Bukhari dan Muslim)
E. Kedudukan Hakim wanita

 Madzhab Maliki, Syafi`i dan Hambali tidak membolehkan mengangkat hakim


wanita. Dasarnya adalah Hadits Saw sebagai berikut :
 “ Suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada orang perempuan tidak
akan berbahagia” (HR. Bukhari)
 Sedangkan Imam Hanafi membolehkan mengangkat hakim wanita untuk
menyelasaikan segala urusan kecuali had dan qishash. Bahkan Ibnu Jarir al
Thabari membolehkan mengangkat hakim wanita untuk segala urusan seperti
halnya hakim pria dengan alasan tidak ada larangan bagi wanita untuk memberi
fatwa dalam hal apa saja termasuk tidak ada larangan untuk menjadi hakim.
SAKSI
1. Pengertian saksi
 Saksi adalah orang yang diperlukan oleh pengadilan untuk memberikan
keterangan yang berkaitan dengan suatu perkara demi tegaknya hukum dan
tercapainya keadilan dalam pengadilan dan saksi harus jujur dalam
memberikan kesaksiannya karena itu seorang saksi harus terpelihara dari
pengaruh atau tekanan dari luar maupun tekanan dari dalam sidang
peradilan.
 Jadi saksi itu bisa membenarkan suatu peristiwa atau menyatakan bahwa
suatu peristiwa tidak terjadi. Saksi yang dihadirkan bisa memberatkan
kepada terdakwa atau meringankan. Akan tetapi kehadiran saksi ini untuk
dapat memberikan kesaksian yang sebenarnya sehingga para hakim dapat
mengadili terdakwa sesuai dengan bukti-bukti yang ada termasuk
keterangan dari para saksi, saksi juga merupakan salah satu alat bukti
disamping bukti-bukti lainnya.
2. Syarat-syarat Menjadi Saksi

 Orang Islam
 Sudah dewasa atau baligh sehingga dapat membedakan antara yang hak dan batil
 Berakal sehat
 Orang yang merrdeka
 Adil sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al Thalaq ayat 2 :
“ Dan persaksikanlah dengan dua orang yang adil diantara kamu.”
Untuk dapat dikatakan adil seorang saksi harus memenuhi kriteria-
kriteria sebagai berikut :

 Menjauhkan diri dari perbuatan dosa besar.


 Menjauhkan diri dari perbuatan dosa kecil.
 Menjauhkan diri dari perbuatan bid`ah.
 Dapat mengendalikan diri dan jujur pada saat marah
Berakhlak mulia.
3. Saksi yang ditolak

Saksi yang tidak memberikan keterangan yang sebenarnya harus ditolak


kesaksiannya. Saksi yang ditolak itu adalah :
 Saksi yang tidak adil.
 Saksi seorang musuh kepada musuhnya.
 Saksi seorang ayah (orang tua) pada anaknya.
 Saksi seorang anak kepada ayahnya.
 Orang yang numpang di rumah terdakwa.

Anda mungkin juga menyukai