Anda di halaman 1dari 164

BAHAN AJAR HUKUM ACARA

PIDANA

OLEH :

R. SUGIHARTO
BAB I
PENDAHULUAN
A. PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
Hukum pidana dibagi ke dalam hukum pidana
materiil dan hukum pidana formil.
• Hukum pidana materil adalah aturan hukum tertulis
yang memuat rumusan tentang perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana, orang yang
melakukan tindak pidana (pertanggungjawaban
pidana), dan sanksi pidana yang diancamkan
kepada orang yang melakukan tindak pidana.
• Hukum Pidana formil adalah aturan hukum yang
mengatur cara pelaksanaan penegakan hukum
bilamana terjadi adanya pelanggaran hukum pidana
materiil. Jadi hukum pidana formil merupakan aturan
hukum yang menjadi dasar dari penegakan hukum
pidana (materiil). Atau dengan kata lain fungsi dari
hukum pidana formil tersebut adalah untuk
menegakkan hukum atau melaksanakan hukum
pidana.
B. PENGERTIANHUKUM ACARA PIDANA
Pengertian tentang hukum acara pidana ini dapat kita
peroleh dari berbagai pendapat para sarjana atau
ahli, di antaranya ialah : 
• J. De Bosch Kemper
Hukum acara pidana adalah sejumlah asas-asas dan
peraturan-peraturan undang-undang yang
mengatur wewenang negara untuk menghukum
bilamana undang-undang pidana dilanggar.
• D. Simons
Hukum acara pidana bertugas mengatur cara-
cara negara dengan alat perlengkapannya
mempergunakan wewenangnya untuk
memidana dan menjatuhkan pidana.
• Wiryono Prodjodikoro
Hukum acara pidana ialah peraturan yang
mengatur cara bagaimana badan pemerintah
berhak menuntut jika terjadi suatu tindak
pidanaa, cara bagaimana akan didapat suatu
putusan pengadilan yang menjatuhkan suatu
hukuman dapat dilaksanakan.
• Sudarto
Hukum acara pidana ialah aturan-aturan yang
memberikan petunjuk apa yang harus
dilakukan oleh aparat penegak hukum dan
pihak-pihak atau orang-orang lain yang
terlibat di dalamnya, apabila ada persangkaan
bahwa hukum pidana dilanggar.
Dari definisi tersebut di atas dapat diambil
kesimpulan :
 Fungsi hukum acara pidana adalah untuk
melaksanakan atau menegakkan hukum
pidana.
 Hukum acara pidana telah beroperasi meskipun
baru ada persangkaan saja adanya orang yang
melanggar aturan-aturan hukum pidana.
C. Tempat, Ruang Berlakunya dan Sumber
Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana digolongkan kedalam hukum
publik. Ini berarti bahwa untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap seseorang
yang telah disangka melakukan tindak pidana, maka
penyelidik dan penyidik pada dasarnya dapat
melaksanakan kewajiban mereka itu dengan tidak
disyaratkan pada adanya laporan atau pengaduan.
Mengenai ruang lingkup berlakunya KUHAP di
dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa : Undang-
undang ini berlaku untuk melaksanaakan tata
cara peradilan dalam lingkungan peradilan
umum pada semua tingkat peradilan.
D. SUMBER HUKUM ACARA PIDANA
Sumber hukum acara pidana pidana kita
sekarang adalah Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana atau disingkat KUHAP
yaitu UU No. 8 Tahun 1981, LN RI Tahun 1981
No. 76. KUHAP sebagai hukum acara pidana
positif terdiri dari 22 Bab dan 286 .
Dan sumber hukum acara pidana formal yang lain terdapat diberbagai
peraturan perundang-undangan seperti :
• UUD 1945, Pasal 24, 25, Pasal II Aturan Peralihan;
• UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman;
• UU Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI
• UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RI
• UU Nomor 2 Tahun 1986 yo. UU Nomor 4 Tahun 2004 Yo UU Nomor 49
Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum
• UU Nomor 14 Tahun 1985 yo. UU Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Mahkamah Agung;
• PP 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, LNRI Tahun 1983 No. 36
• Dsb.
E. Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana
• Hukum acara pidana mempunyai tiga tugas
pokok, yaitu :
1). Mencari dan mendapatkan kebenaran
materiil;
2). Memberikan suatu putusan hakim;
3). Melaksanakan putusan hakim.
• Tujuan hukum acara pidana adalah untuk
mencari kebenaran materiil (substantial truth)
dan sekaligus untuk perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia (protection of human
right)
• Kebenaran materiil adalah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari
siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan
suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna
menemukan apakah terbukti bahwa suatu tintdak
pidana telah dilakukan dan apakah orang yang
didakwa itu dapat dipersalahkan.
F. Orang-orang yang terlibat dalam Hukum Acara Pidana
• Setiap orang, sebab dalam hal tertentu setiap orang
mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam hukum
acara pidana.
• Pejabat kepolosian dan Pejabat pegawai negeri sipil tertentu,
sebab mereka inilah yang terutama diberi tugas dalam
pemeriksaan pendahuluan.
• Pejabat Kejaksaan.
• Pejabaat pengadilan.
• Para penasihat hukum.
• Para pejabat eksekusi pidana atau aparat penitensier
G. Asas-asas dalam Hukum Acara Pidana
 Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di
muka hukum dengan tidak mengadakan
perbedaan perlakuan atau lazim disebut
dengan equality before the law.
 Principle of legality/ Asas Perintah tertulis dari yang
berwenang. Artinya bahwa setiap penangkapan,
penggeledahan, penahanan dan penyitaan harus
dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat
yang diberi wewenang oleh UU dan hanya dalam hal
dan cara yang diatur oleh UU.
 Praduga tidak bersalah/presumption of innocence.
Artinya, Seseorang harus dianggap tidak bersalah
sebelum dinyatakan bersalah oleh putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
 Ganti rugi dan rehabilitasi. Hak bagi
tersangka / terdakwa / terpidana untuk
mendapatkan ganti rugi / rehabilitasi atas
tindakan terhadap dirinya sejak dalam proses
penyidikan. Diatur dalam Pasal 95 dan 97
KUHAP.
 Contante justitie/speedy trial/fair trial / Asas
Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
serta bebas, jujur dan tidak memihak. Asas ini
menghendaki proses pemeriksaan tidak
berbelit - belit dan untuk melindungi hak
tersangka guna mendapat pemeriksaan
dengan cepat agar segera didapat kepastian
hukum. ( Pasal 24 dan 50 KUHAP).
 Legal aid/bantuan hukum. Seseorang yang
tersangkut perkara pidana wajib diberi
kesempatan untuk memperoleh Bantuan
Hukum secara cuma-cuma untuk kepentingan
pembelaan dirinya ( Pasal 35 dan 36 UU No.14
Tahun 1970 yo Pasal 54, 55 dan 56 KUHAP).
 Kelangsungan pemeriksaan pengadilan
 Sidang pengadilan terbuka untuk umum.
h. Ilmu-ilmu Pengetahuan Pembantu Hukum
Acara Pidana
 Logika
Ialah berpikir dengan akal yang sehat berdasar atas hubungan
beberapa fakta atau berfikir secara rasional
 Psikologi
Ialah ilmu pengetahuan mengenai jiwa, yaitu ilmu pengetahuan
yang berusaha memahami jiwa manusia, dengan tujuan untuk
dapat memperlakukannya secara lebih tepat.
 Kriminalistik
Ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari
kejahatan sebagai masalah tehnik yang di
dalamnya tercakup masalah bagaimana
kejahatan itu dilakukan, dengan apa ia
melakukan kejahatan, dan penyelidikan dalam
ilmu pengetahuan mengenai segala sesuatu
yang dapat menjadi bukti tentang sustu tindak
pidana.
 Psikiatri
Ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari jiwa
manusia, tetapi jiwa manusia yang sakit.
Sebab salah satu syarat untuk menjatuhkan
pidana kepada terdakwa ialah harus terbukti
adanya kesalahan pada terdakwa dan
terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas
kesalahannya itu.
 Kriminologi
Ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai suatu masalah
manusia, yang di dalamnya tercakup masalah mengapa, bagaimana dan
apa tujuan orang melakukan kejahatan. Kejahatan di sini diartikan secara
makro, yaitu melakukan perbuatan jahat yang bertentangan dengan tata
cara yang ada dalam masyarakat. Jadi, kejahatan di sisni tidak terbatas
pada kejahatan yang diatur dalam undang-undang saja.
 Hukum pidana
Hal ini berkaitan erat dengan fungsi hukum acara pidana yaitu untuk
menegakkan hukum pidana.
I. Sejarah Singkat Hukum Acara Pidana
Hukum acara pidana dalam lingkungan
peradilan umum sebelum berlakunya KUHAP
terutama terdapat dalam Het Herziene
Indonesisch Reglement (Staatsblad No. 44
Tahun 1941) atau disingkat HIR.
HIR sendiri berasal dari IR Tahun 1848 (Inlands
Reglement, S. No. 16 Tahun 1848).
Dicabut karena tidak sesuai dengan cita-cita
hukum nasional dan diganti dengan undang-
undang hukum acara pidana baru yang
mempunyai ciri-ciri kodifikatif berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 ialah Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana atau disingkat
KUHAP.
BAB II
PEMERIKSAAN PENDAHULUAN
(PENYIDIKAN)
A. FUNGSI PENYIDIKAN
• MENGUMPULKAN BUKTI
• MEMBUAT TERANG TINDAK PIDANA YANG TERJADI
• MENEMUKAN TERSANGKA
(SDH TERJADI TINDAK PIDANA)
SEBELUM PENYDIKAN DILAKUKAN TINDAKAN
PENYELIDIKAN : MENCARI DAN MENEMUKAN SUATU
PERISTIWA YANG DIDUGA SEBAGAI SUATU TINDAK
PIDANA
(BELUM TERJADI TINDAK PIDANA/BARU
DUGAAN)
B. PEJABAT
• PENYIDIK /PENYIDIK PEMBANTU : POLRI DAN PPNS (PS 6 KUHAP)
• PENYELIDIK : SETIAP PEJABAT POLRI (PS 4 KUHAP)
 WEWENANG PENYIDIK POLRI (PS 7 KUHAP)
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;
c. Menyurruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
 WEWENANG PENYELIDIK :
• Pasal 5 KUHAP
• Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 :
Karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana;
b. Mencari keterangan dan barang bukti;
c. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
d. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :
a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggledahan dan penyitaan;
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat;
c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
d. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
C. SUMBER DIKETAHUINYA SUATU
DUGAAN/TINDAK PIDANA :
a. Tertangkap tangan (pasal 1 butir 19 KUHAP)
b.Laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP)
c. Pengaduan (Pasal 1 butir 25) hal.29 dulu
d.Diketahui sendiri oleh penyelidik/penyidik
• Kedapatan tertangkap tangan
Pasal 1 butir 19 KUHAP
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu
sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera
sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau
sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya
ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa
ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu.
• Karena adanya laporan
Pasal 1 butir 24 KUHAP
Laporan adalah pemberitahuan yang
disampaikan oleh seorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang
kepada pejabat yang berwenang tentang telah
atau sedang atau diduga akan terjadinya
peristiwa pidana.
• Karena adanya pengaduan
Pasal 1 butir 25 KUHAP
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai
permintaan oleh pihak yang berkepentingan
kepada pejabat yang berwenang untuk
menindak menurut hukum seorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya.
D. UPAYA PAKSA

• Bilamana dipandang perlu guna kepentingan


penydikan, dapat dikenakan upaya paksa.
Jenis upaya paksa :
a. Penangkapan
b.Penahanan
c. Penggeledahan rumah/badan
d.Penyitaan
e.Pemeriksaan dan penyitaan surat
• Penangkapan
Adalah pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti
guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan
atau peradilan (Ps.1 butir 20)

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya


atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut
diduga sebagai pelaku tindak pidana (Ps 1 butir 14).
Dan adapun terdakwa adalah seorang tersangka yang
dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan (Ps
1 butir 15).
Pengertian bukti permulaan menurut Keputusan
Kapolri No. Pol.SKEEP/04/I/1982, 18-2-1982, adalah
bukti yang merupakan keterangan dan data yang
terkandung di dalam dua diantara:
1. Laporan polisi
2. BAP di TKP
3. Laporan Hasil Penyelidikan
4. Keterangan saksi atau ahli; dan
5. Barang bukti
• Syarat penangkapan
 Pasal 17
Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
 Pasal 18
 Memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka
surat perintah penangkapan(apabila tidak tertangkap tangan) yang
mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan
penagkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
 Tembusan surat perintah penangkapan harus segera diberikan
kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
• Jangka waktu : paling lama 1 hari
• Penahanan
 Pasal 1 butir 21 adalah penempatan tersangka atau
terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya.
 Di tempat tertentu, Pasal 22 (1) tentang jenis
penahanan :
– Rutan (potongan dengan pidana yang dijatuhkan : penuh);
– Rumah – tinggal atau kediaman dengan pengawasan
(potongan dengan pidana yang dijatuhkan : dikurangi 1/3);
– Kota – tempat tinggal atau tempat kediaman dengan
kewajiban melapor pada waktu yang telah ditentukan
(potongan dengan pidana yang dijatuhkan : dikurangi 1/5).
• Syarat sahnya penahanan :
 Subyektif : ditinjau dari segi perlunya
tersangka atau terdakwa ditahan, yaitu :
Dalam hal adanya kekhawatiran bahwa
tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,
merusak atau menghilangkan barang bukti
dan atau mengulangi tindak pidana lagi (Pasal
21 ayat 1)
• Obyektif : ditinjau dari perbuatan pidana yang
dilakukan, yaitu :
Tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara lima tahun atau lebih (Pasal 21 ayat 4
huruf a) dan lainnya sebagaimana diatur
dalam Pasal 21 ayat 4 huruf b
• Jangka waktu :
 Penyidik : 20 (+40 hari) (Ps.24)
 Penuntut umum : 20 (+30 hari) (Ps.25)
 Hakim PN : 30 (+ 60 hari) (Ps.26)
 Hakim PT : 30 (+60 hari) (Ps.27)
 Hakim MA : 50 (+60 hari) (Ps.28)
Pengecualian (Ps.29) : dapat ditambah 2 X 30
hari
Berdasarkan alasan yang patut dan tidak dapat
dihindarkan karena :
• Tersangka atau terdakwa menderita gangguan
fisik atau mental yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter, atau
• Perkara yang sedang diperiksa diancam
dengan pidana penjara Sembilan tahun atau
lebih.
• Pasal 23 :
Penyidik atau penuntut umum atau hakim
berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan
yang satu kepada jenis penahanan yang lainnya.
 
• Pasal 31:
Penangguhan penahanan dengan atau tanpa
jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan
syarat yang ditentukan.
• Penggledahan
Terdiri dari penggledahan rumah badan dan
atau pakaian, untuk melakukan pemeriksaan,
penangkapan dan atau penyitaan benda yang
nantinya dapat dijadikan barang bukti dalam
pemeriksaan perkara (penyidikan).
• Penggledahan rumah : dilakukan dengan
 Memperlihatkan tanda pengenal jabatan dan menunjukkan surat
tugas;
 Surat ijin ketua pengadilan negeri setempat;
 Perintah tertulis dari penyidik;
 Disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau
penghuni menyetujui; apabila tidak menyetujui harus disaksikan
oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi
 Dua hari setelah memasuki dan atau menggledah rumah harus
dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada
pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan (Pasal 33 ).
• Dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak, tanpa surat ijin ketua pengadilan
terlebih dahulu penyidik dapat melakukan
penggledahan hanya :
 Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau
ada dan yang ada di atasnya;
 Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam
atau ada;
 Di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya;
 Di tempat penginapan dan tempat umum lainnya (Pasal 34)
• Pasal 35 : Kecuali dalam hal tertangkap
tangan, penyidik tidak diperkenankan
memasuki :
• Ruang di mana sedang berlangsung sidang MPR, DPR/D;
• Tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upara
keagamaan;
• Ruang di mana sedang berlangsung sidang pengadilan.
• Penggeledahan di luar daerah hukumnya, harus diketahui oleh
ketua pengadilan dan didampingi penyidik dari daerah hukum
di mana penggledahan itu dilakukan (Pasal 36)
• Penyitaan
Pasal 1 butir 16
Penyitaan adalah tindakan penyidik untuk
mengambil alih dan atau menyyimpan di
bawah penguasaannya bendak bergerak atau
tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam
penyidikan, penungtutan dan peradilan.
• Prosedur/tata cara :
 Dengan surat ijin dari ketua pengadilan negeri setempat;
 Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, tanpa ijin terlebih dahulu
ketua pengadilan negeri setempat penyitaan hanya dapat dilakukan hanya
atas benda bergerak dan untuk itu segera melaporkan kepada ketua
pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya;
 Menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita;
 Memperlihatkan benda yang akan disita dan dapat minta keterangan dari
benda tersebut dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan
dengan dua orang saksi;
 Membuat berita acara penyitaan dan turunannya disampaikan kepada
atasannya, orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dan kepala
desa.
• Benda yang dapat dikenakan penyitaan :
 Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari
tindak pidana;
 Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak
pidana atau untuk mempersiapkannya;
 Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana;
 Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan untuk melakukan
tindak piidana;
 Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tidak
piidana yang dilakukan (Pasal 39 ayat 1)
• Benda yang dikenakan penyitaan selama proses pemeriksaan
dalam peradilan disimpan di Rupbasan dan dilarang
dipergunakan oleh siapapun juga. (Pasal 44)
Pasal 46
Benda yang dikenakan penyitaan akan dikembalikan kepada yang
paling berhak apabila :
 Kepentingan penyidikan atau penuntutan tidak memerlukan
lagi;
 Perkarta tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti
atau karena tidak merupakan tindak pidana;
 Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan
umum atau ditutup demi hukum, kecuali benda
tersebut diperoleh dari tindak pidana atau untuk
melakukan tindak pidana
 Apabila perkara sudah diputus benda sitaan
dikembalikan kepada orang/mereka yang disebut
dalam putusan, kecuali benda tersebut dengan
putusan hakim dirampas untuk negara, dimusnahkan
atau untuk dirusak sampai tidak dapat dipergunakan
lagi.
• Pemeriksaan dan penyitaan surat (Pasal 47 s/d 49)
 Surat yg dimaksud di sini adalah surat yang dengan alasan yang
kuat dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara yang sedang
diperiksa, dengan ijin khusus dari ketua pengadilan negeri.
 Apabila ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa,
dilampirkan pada berkas perkara, apabila tidak ada ditutup rapi
dan dibubuhi cap dengan bunyi “ telah dibuka oleh penyidik”
dengan diberi tanggal, tanda tangan dan identitas penyidik.
 Dibuat berita acara pemeriksaan dan turunannya dikirimkan
kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan
atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang
bersangkutan.
Pemeriksaan Tersangka
• Penyidik wajib memberitahukan kepada tersangka tentang hak
nya untuk mendapatkan bantuan hukum atau wajib didampingi
pensehat hukum (Pasal 144 KUHAP)
• Wajib didamping penasehat hukum :
– Perkara yang ancaman > 15 tahun
– Perkara yang ancaman hukuman mati
– Tersangka tidak mampu, perkara yang ancaman > 5 tahun, < 15 tahun
• Penasehat hukum mengikuti jalan nya pemeriksaan (melihat
dan mendengar)
• Kejahatan terhadap keamanan negara, pensehat hukum hanya
boleh hdir tetapi tidak dapat mendengarkan pemeriksaan.
(see.Pasal 115 KUHAP).
• 1 x 24 jam, tersangka yang ditahan harus segera dilakukan
pemeriksaan (Pasal 122 KUHAP)
Pemeriksaan Saksi
• Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang
suatu perkara pidana yang dia dengar sendiri, lihat sendiri, dan ia
alami sendiri (see Pasal 184 KUHAP tentang alat bukti yang sah)
• Dipanggil untuk datang sebagai saksi (dipanggil penyidik (Pasal
216 KUHAP) dan/atau hadir di pengadilan (Pasal 224 KUHAP))
adalah kewajiban, bila ditolak dikenakan pidana.
• Kemajuan teknologi menghadirkan silent witness yang dpat lebih
dipercaya kebenaran nya
• Kelemahan saksi hidup :
– Kecakapan pancaindera
– Kemampuan mengingat suatu peristiwa
– Kemampuan menceritakan kembali mind record
• Sehingga penyidik dituntut bukan hanya cerdas,
pandai dan ahli melainkan juga kesabaran,
kebijaksanaan & pengetahuan tentang manusia
• Keterangan saksi diperiksa tersendiri, namun
dapat juga dipertemukan (confrontatie)
• Saksi tidak boleh dipaksa menandatangani berita
acara, penyidik cukup mencatatkan didalam
berita acara dengan menyebutkan alasan nya
(Pasal 118 KUHAP).
Pemeriksaan & Permintaan Keterangan
Ahli
• Pasal 120 KUHAP, bila dianggap perlu, penyidik
dapat meminta bantuan orang ahli (misal.dokter
forensik untuk bedah mayat, psikologi)
• Untuk kepengtingan outopsi, penyidik wajib
memperoleh izin dari pihak keluarga
• Lewat 2 hari atau pihak yang perlu diberitahu
tidak diketemukan, penyidik dapat mengirimkan
mayat tersebut untuk dilakukan outopsi ke
Rumah sakit (Pasal 134 KUHAP)
E. Hak-hak tersangka dan tedakwa
(diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP)
 Berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik,
perkaranya segera dimajukan ke pengadilan, terdakwa berhak
egera diadili oleh pengadilan.
 Tersangka berhak diberitahukan dengan jelas tentang apa yang
disangkakan, terdakwa berhak dengan jelas mengerti tentang
apa yang didakwakan;
 Berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik
atau hakim;
 Berhak mendapatkan bantuan juru bahasa;
 Berhak mendapat bantuan hukum, bahkan apabila perkaranya
diancam dengan pidana mati, lima belas tahun atau lebih atau
bagi yang tidak mampu negara wajib menunjuk/mmberi
bantuan hukum;
 Berhak menghubungi atau menerima kunjungan dokter
pribadinya untk kepentingan kesehatannya;
 Berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi yang
menguntungkan;
 Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian;
 Berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
F. SELESAINYA PENYIDIKAN
cara penyerahan berkas perkara tersebut dilakukan
sebagai berikut :
a. Pada tahap pertama penyidik hanya
menyerahkan berkas perkara;
b.Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai,
penyidik menyerahkan tanggung jawab atas
teersangka dan barang bukti kepada penuntut
umum (Pasal 8 KUHAP).
• Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu
empat belas hari penuntut umum tidak
mengembalikan hasil penyidikan atau sebelum waktu
tersebut berakhir sudah ada pemberitahuan (karena
menurut Pasal 138 ayat (1) dalam waktu tujuh hari
penuntut umum wajib memberitahukan kepada
penyidik tentang hasil penyidikan itu sudah lengkap
atau belum) tentang hal itu dari penuntut umum
kepada penyidik (Pasal 110 ayat (4) KUHAP).
• Penghentian penyidikan
Alasan :
a. Tidak terdapat cukup bukti;
b.Bukan merupakan suatu tindak pidana; atau
c. Dihentikan demi hukum
Diterbitkan surat penetapan penghentian
penyidikan (pasal 109 ayat (2)
BAB III
PENUNTUTAN
A. Tugas dan Wewenang Penuntut Umum
Di dalam Pasal 13 KUHAP , penuntut umum
adalah jaksa yang diberi wewenang untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan
penetapan hakim.
• Wewenang penuntut umum diatur di dalam
Pasal 14 KUHAP :
– Menerima dan memeriksa berkas perkara
penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
– Mengadakan prapenuntutan apabila ada
kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 10 ayat( 3) dan
ayat (4), dengan member petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
– Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah
status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh
penyidik;
– Membuat surat dakwaan;
– Melimpahkan perkara ke pengadilan;
– Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang
ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang
disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa mapun
kepada saksi, untuk dating pada sidang yang telah
ditentukan;
– Melakukan penuntutan;
– Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas
dan tanggung jawab sebagai penuntut umum
menurut ketentuan undang-undang ini;
– Melaksanakan penetapan hakim.
B. SURAT DAKWAAN
adalah suatu surat atau akte yang membuat
perumusan dari tindak pidana yang
didakwakan yang sementara dapat
disimpulkan dari hasil penyidikan dari penyidik
yang merupakan dasar bagi hakim untuk
melakukan pemeriksaan di sidang pengadilan.
FUNGSI :
SEBAGAI DASAR DAN BATAS BAGI HAKIM DALAM
MEMERIKSA SUATU PERKARA PIDANA
TEHNIK/CARA MERUMUSKAN :
 MEMUAT RUMUSAN TINDAK PIDANA YANG
SENYATANYA TERJADI DENGAN MENYEBUT
WAKTU DAN TEMPAT TINDAK PIDANA
DILAKUKAN
 DALAM RUMUSAN TSB HARUS MENCANTUMKAN
UNSUR-UNSUSR DARI TINDAK PIDANANYA
• DENGAN DEMIKIAN SURAT DAKWAAN TIDAK
BOLEH DIBUAT SAMAR/OBSCUUR LIBEL, TETAPI
HARUS DIBUAT DENGAN CERMAT, JELAS DAN
LENGKAP

• SYARAT SAHNYA DARI SURAT DAKWAAN:


1. FORMIL : MEMUAT IDENTITAS TERDAKWA
2. MATERIIL: BERISI URAIAN SECARA CERMAT JELAS
DAN LENGKAP MENGENAI UNSUR TINDAK
PIDANA YANG DIDAKWAKAN DENGAN MENYEBUT
WAKTU DAN TEMPAT
Untuk keabsahan Surat Dakwaan, kedua syarat
tersebut harus dipenuhi.
• Tidak terpenuhinya syarat formil,
menyebabkan Surat Dakwaan dapat
dibatalkan (vernietigbaar), sedang tidak
terpenuhinya syarat materiil. menyebabkan
dakwaan batal demi hukum (absolut nietig).
• PERUBAHAN SURAT DAKWAAN:
DAPAT DILAKUKAN SATU MINGGU SEBELUM
SIDANG DIMULAI ATAU SELAMBAT-
LAMBATNYA PADA SAAT SEBELUM SIDANG
DIMULAI
• Penggabungan Perkara (Voeging) dan
Pemisahan Perkara (Splitsing)
Pada umumnya tiap-tiap perkara diajukan sendiri
dalam sidang pengadilan. Akan tetapi apabila
pada waktu yang sama atau hampir bersamaan
penuntut umum menerima berkas perkara dari
penyidik ia dapat melakukan penggabungan
perkara dan membuatnya dalam satu surat
dakwaan.
• Menurut Pasal 141 KUHAP kemungkinan untuk
menggabungkan perkara ini dalam hal :
a. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh
seorang yang sama dan kepentingan
pemeriksaan tidak menjadikan halangan
terhadap penggabungannya;
b.Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut
satu dengan yang lain; artinya apabila tindak
pidana tersebut dilakukan :
1. Oleh lebih dari seorang yang bekerja sdama dan
dilakukan pada saat yang bersamaan;
2. Oleh lebih dari seorang pada saar dan tempat yang
berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari
permufakatan jahat yang dibuat oleh mereka
sebelumnya;
3. Oleh seorang atau lebih dengan m,aksud
mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan
diri dari pemidanaan karena tindak pidana lain.
C. Beberapa tindak pidana yang tidak
bersangkut paut satu dengan yang lain, akan
tetapi yang satu dengan yang lain itu ada
hubungannya, yang dalam hal ini
penggabungan tersebut perlu bagi
kepentingan pemeriksaan.
• Sebagai kebalikan dari penggabungn perkara
(voeging) adalah pemisahan perkara
(splitsing). Menurut Pasal 142 KUHAP dalam
hal penuntut umum menerima satu berkas
yang memuat beberapa tindak pidana yang
dilakukan oleh beberapa tersangka yang tidak
termasuk dalam ketentuan Pasal 141 KUHAP,
ia dapat melakukan penuntutan terhadap
masing-masing tersangka secara terpisah.
• Di samping penggabungan perkara (voeging)
dikenal pula penggabungan perkara perdata
dan perkara pidana, yaitu apabila suatu tindak
pidana yang dilakukan tersangka
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Yang
dimaksud dengan “kerugian bagi orang lain” di
sini termasuk kerugian pihak korban.
• Menurut Pasal 98 ayat (2) KUHAP, permintaan
penggabungan perkara ganti rugi kepada perkara
pidana itu hanya dapat diajukan selambat-lambatnya
sebelum penuntut umum mengajukan requisitoir,
sedang dalam hal penuntut umum tidak hadir, yaitu
dalam hal acara pemeriksaan cepat (perkara rol),
maka permintaan tersebut harus diajukan selambat-
lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusannya.
• Bentuk Surat Dakwaan
Menyadari betapa pentingnya peranan Surat
Dakwaan dalam pemeriksaan perkara pidana
di Pengadilan, Jaksa Agung mengeluarkan
Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-
004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat
Dakwaan.
• MACAM-MACAM BENTUK SURAT DAKWAAN :
1. SD TUNGGAL : HANYA DIDAKWA SATU TINDAK
PIDANA SAJA
2. SD ALTERNATIF : DIDAKWA LEBIH DARI SATU
TINDAK PIDANA,TETAPI YANG DIBUKTIKAN
HANYA SATU DAKWAAN SAJA
3. SD SUBSIDER : DIDAKWA LEBIH DARI SATU
TINDAK PIDANA DIUURUTKAN DARI TINDAK
PIDANA YANG ANCAMAN PIDANANYA PALING
BERAT SAMPAI YANG TERINGAN
4. SD KUMULATIF : DIBUAT UNTUK SESEORANG YANG
MELAKUKAN LEBIH DARI SATU TINDAK PIDANA. DIDAKWA
DENGAN DAKWAAN KESATU, KEDUA, KETIGA DST. MASING-
MASING HARUS DIBUKTIKAN. UNTUK DAKWAAN YANG
TERBUKTI PIDANYA DIJATUHKAN DAN YANG TIDAK
TERBUKTI DIBEBASKAN. DAN DAKWAAN-2 YANG TERBUKTI
PIDANANYA DIJUMLAHKAN
5. SD CAMPURAN/GABUNGAN : DIBUAT DENGAN DIGABUNG
ANTARA DAKWAAN SUBSIDER DENGAN ALTERNATIF ATAU
DAKWAAN KUMUKALTIF DENGAN ALTERNATIF
C. PENGHENTIAN DAN PENYAMPINGAN
PERKARA
• PENUNTUTAN DAPAT DIHENTIKAN APABILA :
1.TIDAK TERDAPAT CUKUP BUKTI
2.BUKAN MERUPAKAN SUATU TINDAK PIDANA,
ATAU
3.DEMI HUKUM
• PENYAMPINGAN PERKARA
ASAS HUKUM DALAM PENUNTUTAN :
1. ASAS LEGALITAS : JAKWA WAJIB MELAKUKAN
PENUNTUTAN TERHADAP TINDAK PIDANA YANG
TERJADI
2. ASAS OPPORTUNITAS : MESKIPUN CUKUP BUKTI
TENTANG TINDAK PIDANA YANG TERJADI JAKSA
AGUNG DAPAT TIDAK MELAKUKAN
PENUNTUTAN/PENYAMPNGAN PERKARA DEMI
KEPENTINGAN UMUM (DEPONERING) (PASAL 35
HUF C UU 16/2004 :KEJAKSAAN)
D. CARA MELAKUKAN PENUNTUTAN
Ada tiga jenis perkara di pengadilan. Adapun sebutan dari
tiga perkara itu disesuaikan dengan cara melakukan
penuntutannya atau cara pemeriksaannya, ialah
sebagai berikut :

1. Perkara cepat, yang terdiri atas :


a. tindak pidana ringan, dan
b. pelanggaran lalu lintas jalan tertentu
2. Perkara singkat;
3. Perkara biasa.
• Ad 1 a. tindak pidana ringan ialah perkara pidana
yang diancam dengan pidana penjara atau
kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda
sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah
dan penghinaan ringan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 315 KUHP.
• Ad 1 b. Menurut Pasal 211 KUHAP, yang diperiksa
dengan acara cepat adalah perkara pelanggaran
lalu lintas tertentu. Jadi tidak semua pelnggaran
terhadap peraturan perundang-undangan lalu
lintas.
• Ad 2. perkara singkat
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat
adalah perkara pidana yang menurut penuntut umum
pembuktiaannya mudah, penerapan hukumnya mudah
dan sifatnya sederhana (Pasal 203 KUHAP).
• Ad 3. perkara biasa
Perkara biasa adalah perkara yang sulit
pembuktiannya, demikian pula penerapan hukumnya
dan merupakan perkara besar yang diajukan oleh
penuntut umum dengan surat pelimpahan perkara
(Pasal 143 KUHAP).
BAB IV
PERKARA KONEKSITAS
• PENGERTIAN
adalah tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh
mereka yang termasuk yurisdiksi peradilan umum dan
yurisdiksi peradilan militer.
• PENYIDIKAN
Di dalam Pasal 89 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa
penyidikan perkara koneksitas ini dilakukan oleh suatu tim
tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 KUHAP, Polisi Militer Abri dan Oditur Militer
atau Oditur Militer Tinggi sesuai dengan wewenang mereka
masing-masing. Tim tersebut dibentuk dengan Surat
Keputusan Bersama Menhankam dan Menteri Kehakiman.
• PENUNTUTAN
Ditentukan atas penilaian oleh jaksa/jaksa tinggi
dan odmil/ti dari hasil penyidikan
• PENGADILAN YANG BERWENANG
Didasarkan pada kepentingan yang dirugikan :
 Kepentingan umum : peradilan umum
 Kepentingan militer : peradilan milier
• PEMERIKSAAN PERKARA KONEKSITAS
Menurut Pasal 94 KUHAP, persidangan perkara koneksitas
dilaksanakan sebagai berikut :
 Dalam hal perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum, majelis hakim terdiri dari hakim ketua
dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota masing-masing
ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan secara berimbang.
 Dalam hal perkara pidana terseut diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer, maka susunan majelis hakim terdiri
dari hakim ketua dari lingkungan peradilan militer dan hakim
anggota secara berimang dari masing-masing peradilan militer dan
peradilan umum yang diberi pangkat tituler.
BAB V
WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
• Pada dasarnya kewenangan pengadilan untuk
mengadili didasarkan pada pengadilan yang
mempunyai wilayah hukum di mana tindak pidana itu
terjadi (locus delicti), sebagai pengecualian
dimungkinkan :
Pasal 84 (2) Pengadilan negeri yang di dalam daerah
hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam
terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya
berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut,
apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang
dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri
itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri
yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.
• (3) Apabila seorang terdakwa melakukan
beberapa tindak pidana dalam daerah hukum
pelbagai pengadilan negeri, maka tiap pengadilan
negeri itu masing-masing berwenang mengadili
perkara pidana itu.
• (4) Terhadap beberapa perkara pidana yang satu
sama lain ada sangkut pautnya dan dilakukan
oleh seorang dalam daerah hukum pelbagai
pengadilan negeri, diadili oleh masing-masing
pengadilan negeri dengan ketentuan dibuka
kemungkinan penggabungan perkara tersebut.
• Pasal 85
Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu
pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara,
maka atas usul ketua pengadilan negeri atau
kepala` kejaksaan negeri yang bersangkutan,
Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri
Kehakiman untuk menetapkan atau menunjuk
pengadilan negeri lain daripada yang tersebut
pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang
dimaksud.
 
• Pasal 86
Apabila seorang melakukan tindak pidana di luar
negeri yang dapat diadili menurut hukum
Republik Indonesia, maka Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat yang berwenang mengadilinya.
• Memutus sengketa wewenang mengadili
Sengketa terjadi dalam hal :
• Jika terjadi dua pengadilan atau lebih yang
menyatakan dirinya berwenang mengadili
atas perkara yang sama;
• Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan
tidak berwenang mengadili perkara yang
sama. (Pasal 150 KUHAP)
• Pengadilan yang berwenang memutus sengketa tersebut
adalah Pengadilan Tinggi, yaitu apabila terjadi sengketa
antara dua pengadilan negeri atau lebih yang
berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang
bersangkutan (Pasal 151 ayat1 KUHAP), sedangkan ayat 2,
mengatur bahwa Mahkamah Agung memutus pada tingkat
pertama dan terakhir semua sengketa wewenang
mengadili :
 Antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan
pengadilan dari lingkungan peradilan yang lain;
 Antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam
daerah hukum pengadilan tinggi yang berlainan;
 Antara dua pengadilan tinggi atau lebih.
A. PRAPERADILAN
wewenang dari pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus mengenai :
 Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penuntutan (Pasal 77 KUHAP);
 Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP;

Tutuntan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan
dan atau penahanan serta tindakan-tindakan lain tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum
yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri
(Pasal 95 ayat 2 KUHAP);
Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penagkapan atau penahanan tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang
atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
negeri (Pasal 97 ayat 2 KUHAP).
• yang berhak mengajukan permintaan
praperadilan adalah :
a)Tersangka, keluarga atau kuasanya,
b)Penyidik;
c) Penuntut umum;
d)Pihak ketiga yang berkepentingan.
• Acara/prosedur Praperadilan:
1. Dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan,hakim
yang ditunjuk menetapkan hari sidang
2. Hakim mendengarkan keterangan baik dari tersangka atau
pemohon maupun dari penjabat yang berwenang
3. Dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 hari hakim
sudah harus menjatuhkan putusan
4. Pokok perkara mulai diperiksa, pemeriksaan praperadilan
belum selesai, praperadilannya gugur
• Putusan Praperadilan :
a. Penangkapan atau penahanan tidak sah, penyidik atau jaksa
segera membebaskan tersangka
b. Penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, maka
penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib
dilanjutkan
c. Putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan
jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang
diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya
tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan
rehabilitasinya
d. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada
yang tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan
dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera
dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu
disita
BAB VI
GANTI KERUGIAN DAN REHABILITASI
• Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk
mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang
berupa nimbalan sejumlah uang karena
ditangkap,ditahan,dituntut ataupun diadili
tanpa alasan yang berdasarkan undang-
undang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan
menurut cara yang diatur dalam undang-
undang ini.
• Rehabilitsi
Adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam
kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang
diberikan pada tingkat penyidikan,penuntutan atau peradilan
karena ditangkap,ditahan,dituntut ataupun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
• Ganti kerugian dan rehabilitasi di dalam KUHAP hanya
diatur dalam tiga pasal, yaitu Pasal 95 dan 96 mengenai
ganti kerugian dan Pasal 97 mengenai rehabilitasi.
• Ganti rugi :
 Ganti rugi dapat diajukan dalam tenggang waktu tiga bulan
sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap/ 3
bulan penetapan praperadilan.
 Ganti rugi minimal lima ribu rupiah, maksimal satu juta
rupiah, apabila sakit atau cacat tetap sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan, maksimal tiga juta rupiah.
 Ganti kerugian diberikan oleh Menteri keuangan / ditjen
anggaran dalam hal ini Kantor Perbendaharaan Negara.
• Rehabilitasi
Pasal 97 KUHAP dan PP Nomor: 27 Tahun 1983, Psal 12.
Pasal 97
(1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan
diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang
putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam
putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat.(1).
(3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau
penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya
tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan
yang
dimaksud dalam Pasal 77.
• Rehabilitasi diajukan oleh tersangka, keluarga
atau kuasanya kepada pengadilan negeri yang
berwenang selambat-lambatnya dalam waktu
14 hari setelah putusan mengenai sah
tidaknya penangkapan atau penahanan
diberitahukan kepada pemohon.
• Ganti Kerugian Kepada Pihak Korban (Victim of Crime)
Hal ini diatur pada Pasal 98 – 101 KUHAP tentang
penggabungan perkara gugatan ganti kerugian pada
perkara pidananya.
Permintaan tersebut hanya dapat diajukan selambat-
lambatnya sebelum penuntut umun mengajukan
tuntutan pidana (requisitoir). Dan apabila dalam suatu
perkara yang tidak dihadiri oleh penuntut umum
(perkara cepat) permintaan tersebut diajukan
selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan
putusan (Pasal 98 ayat 2 KUHAP).
BAB VII
PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI SIDANG
PENGADILAN
• Apabila pengadilan negeri menerima surat
pelimpahan perkara dari penuntut umum dan
berpendapat bahwa perkara tersebut termasuk
wewenangnya, Ketua Pengadilan Negeri
kemudian menunjuk hakim yang akan
menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang
ditunjuk itu menetapkan hari sidang (Pasal 152
ayat 1 KUHAP). Dalam menetapkan hari sidang
tersebut hakim memerintahkan kepada penuntut
umum supaya memanggil terdakwa dan saksi-
saksi untuk datang di sidang pengadilan (Pasal
152 ayat 2 KUHAP).
• Adapun syarat-syarat sahnya suatu panggilan diatur dalam
pasal 145 KUHAP
Pasal 145
(1) Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan
dilakukan secara sah, apabila disampaikan dengan surat
panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya
atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui,
disampaikan di tempat kediaman terakhir.
(2) Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di
tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan
melalui kepala desa yang berdaerah hukum tempat tinggal
terdakwa atau tempat kediaman terakhir.
(3) Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat
panggilan disampaikan kepadanya melalui
pejabat rumah tahanan negara.
(4) Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa
sendiri ataupun oleh orang lain atau melalui
orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan.
(5) Apabila tempat tinggal maupun tempat
kediaman terakhir tidak dikenal, surat panggilan
ditempelkan pada tempat pengumuman di
gedung pengadilan yang berwenang mengadili
perkaranya.
• Proses Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
 Pada awal sidang, hakim ketua sidang (majelis) menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk
umum, kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
 Hakim ketua sidang memerintahkan kepada penuntut umum untuk memanggil terdakwa masuk di
ruang sidang;
 Hakim ketua sidang menanyakan identitas terdakwa serta mengingatkan supaya terdakwa
memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang;
 Hakim ketua sidang meminta penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan;
 Jika tidak ada keberatan atas surat dakwaan yang dibacakan penuntut umum, maka pemeriksan
dilanjutkan, jika ada keberatan maka terdakwa atau penasihat hukum dapat mengajukan eksepsi;
 Pembuktian (pemeriksaan alat-alat bukti);
 Penuntut umum mengajukan tuntutan (requisitoir);
 Terdakwa dan atau penasihat hukum dapat mengajukan pembelaan (pledoi);
 Penuntut umum mengajukan tanggapan atas pledoi (disebut dengan replik);
 Terdakwa dan atau penasihat hukum dapat mengajukaan tanggapan keberatan atas replik (yang
disebut dengan duplik);
 Musyawaraah hakim;
 Putusan hakim (pengadilan)
BAB VIII
HUKUM PEMBUKTIAN
A. Sistem atau Teori Pembuktian
Ada beberapa sistem pembuktian yang dianut diberbagai
negara, yaitu :
a. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim
belaka (conviction intime); Dianut oleh Peradilan Juri di Perancis.
b. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan kebebasan
hakim belaka (conviction raissonee);
c. Sistem atau teori pembuktian menunut undang-undang
yang positif (positief wettelijk bewijs theorie); Dianut di
Eropa pada waktu berlakunya asas inkisitor dalam hukum
acara pidana.
d. Sistem atau teori pembuktian menurut undang-undang
yang negative (negatief wettelijk bewijstheorie);
• Sistem pembuktian ini diatur dalam  KUHAP
1981, Pasal 183 yaitu :
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada
seseorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
B. Bukti, Barang Bukti dan Alat Bukti
Bukti ialah suatu hal atau peristiwa yang cukup
untuk memperlihatkan kebenaran suatu hal
atau peristiwa.
Tindakan penyidik membuat BAP Saksi, BAP
Tersangka, BAP Ahli atau memperoleh
Laporan Ahli, menyita surat dan barang bukti
adalah dalam rangka mengumpulkan bukti.
• Barang Bukti
Barang bukti ialah benda baik yang bergerak
atau tidak bergerak, yang berwujud maupun
yang tidak berwujud yang mempunyai
hubungan dengan tindak pidana yang terjadi.
Barang bukti dapat terdiri dari :
1.Corpora deliti
2.Instrumenta delicti
• Alat Bukti
Pengertian :
Menurut R. Atang Ranomiharjo, alat bukti adalah
alat-alat yang ada hubungannya dengan suatu
tindak pidana, di mana alat-alat tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan pembuktian, guna
menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas
kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah
dilakukan oleh terdakwa.
Romli Atmasasmita, alat bukti adalah sesuatu
yang dijadikan dasar oleh hakim untuk
menyatakan terdakwa bersalah atau tidak,
dan kemudian menjadi pertimbanganuntuk
menjatuhkan putusan. Sedangkan barang
bukti yang berkedudukan sebagai penambah
keyakinan hakim dalam memeriksa perkara.
macam-macam alat bukti :
• Pasal 184 KUHAP ialah :
1.   keterangan saksi
2.   keterangan ahli
3.   surat
4.   petunjuk
5.   keterangan terdakwa
• Pasal 1 angka 27 KUHAP Keterangan saksi adalah
salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu
peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, Ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut
alasan dan pengetahuannya itu.
Syarat menjadi saksi :
a. Formil : sumpah/janji
b. Materiil : melihat, mendengar,mengalami
• Menilai kebenaran keterangan saksi :
a. Persesuaian keterangan di antara saksi-saksi;
b.Persesuaian antara keterangan saksi dengan
alat bukti lain
c. Alasan-alasan yang melatar-belakangi
keterangan saksi;
d.Cara hidup dan kesusilaan saksi
• Jenis-jenis saksi :
 Saksi adecharge
 Saksi acharge
 Saksi mahkota
 Saksi berantai
 Saksi de auditu
• Pada dasarnya menjadi saksi adalah wajib,
kecuali :
a. Dapat mengundurkan didri;
b.Menolak untuk menjadi saksi;
c. Sama sekali tidak dapat menjadi saksi
• Keterangan ahli
Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli
nyatakan di sidang pengadilan. Seorang ahli
artinya adalah seorang yang mempunyai
keahlian khusus (sesuai dengan bidang
pengetahuannya) tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan.
• Diberikan di bawah sumpah/janji
Istilah ahli sebenarnya dapat dibagidalam 3 macam ahli yang biasa terlibat dalam suatu
proses peradilan. Mereka adalah :
1.     AHLI
( Deskundige)Orang ini hanya mengemukakan pendapatnya tentang persoalan yang
ditanyakankepadanya, tanpa melakukan suatu pemeriksaan. Contohnya adalah dokter
spesialiskebidanan dan penyakit kandungan, yang diminta pendapatnya tentang obat A
(yangdipersoalkan dapat menimbulkan abortus atau tidaknya)
2.     SAKSI AHLI
( Getuiege deskundige) Orang ini menyaksikan barang bukti atau bekas fisik, melakukan
pemeriksaan danmengemukakan pendapatnya. Misal dokter yang melakukan
pmeriksaan mayat.
3.     ZAAKKUNDIGE
Orang ini menerangkan tentang sesuatu persoalan yang sebenarnya dapat dipelajarisendiri
oleh hakim, tetapi akan memakan banyak waktu. Misal seorang pegawai Bea dancukai
diminta menerangkan prosedur pengeluaran barang dari pelabuhan
• Surat
• Pasal 187 :yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan
dengan sumpah
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang
dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang
dibuat dihadapannya;
b.Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ; Contoh: Kartu Tanda
Penduduk, Akta Keluarga, Akta Tanda Lahir, dan
sebagainya.
c. Surat keterangan dari seorang ahli;
Contoh: Visum Et Repertum dari Ahli Kedokteran
Kehakiman.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada
hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
• Petunjuk
Adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang
karena persesuaiannya, baik antara yang satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak
pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah
terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.
Petunjuk hanya dapat diperolah dari keterangan
saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
• Untuk menggunakan alat bukti petunjuk,
hakim harus dengan arif dan bijaksana
mempertimbangkannya.
• Petunjuk diperoleh melalui pemeriksaan
yang : Cermat, Seksama, Berdasarkan hati
nurani hakim.
 
• Keterangan terdakwa
Ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang
tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang
ia ketahui atau alami sendiri. Kterangan
terdakwa hanya dapat digunakan terhadap
dirinya sendiri.
BAB IX
PUTUSAN PENGADILAN
A. Macam-macam Isi Putusan Pengadilan
KUHAP hanya mengenal tiga macam putusan
pengadilan (vonnis), yaitu :
1.Putusan bebas (vrijspraak vonnis);
2.Lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van
allerechtvervolging); dan
3.Pemidanaan (verroordering).
1. Putusan bebas, dikarenakan : unsur tindak
pidananya tidak terpenuhi, tidak cukupnya
bukti (minimum), atau hakim tidak yakin
2. Putusan lepas, cukup bukti, akan tetapi
bukan merupakan suatu tindak pidana.
Artinya perbuatan yang terbukti itu terhadap
terdakwa tidak dapat dipidana (karena
adanya alasan pembenar atau pemaaf)
3. Putusan pemidanaan, artinya kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan terbukti secara sah dan
meyakinkan
B. Hak-hak terdakwa setelah putusan pemidanaan
wajib diberitahukan :
a. hak segera menerima atau segera menolak putusan;
b. hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima
atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang ini;
c. hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat
mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan;
d. hak. minta diperiksa perkaranya dalam
tingkat banding dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undangundang
ini, dalam hal ia menolak putusan;
e. hak mencabut pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dalam tenggang
waktu yang ditentukan oleh undang-undang
ini.
PUTUSAN SELA/ANTARA
Berupa Penetapan (beschikking)
Putusan sela ini dijatuhkan karena adanya
keberatan terdakwa terhadap surat dakwaan
(eksepsi).
Alasan-2 :
1.Pengadilan negeri tidak berwenang mengadili
2.Surat dakwaan tidak dapat diterima
3.Surat dakwaan harus dibatalkan
Atau
• Putusan yang berisi penangguhan
pemeriksaan perkara terdakwa oleh karena
ada perselisihan preyudisiil.
BAB X
UPAYA HUKUM
• ARTI : Adalah hak terdakwa dan atau penuntut
umum untuk tidak memerima putusan
pengadilan.
• Jenis-jenis :
a. Verset
b.Banding
c. Kasasi
d.Peninjauan kembali
• Menurut KUHAP sistematika upaya
hukum,terdiri dari :
Upaya hukum biasa :
1.Banding
2.Kasasi dan
Upaya hukum luar biasa :
1.Kasasi demi kepentingan hukum
2.Peninjauan kembali terhadap putusan YBKHT
• Banding
Adalah hak terdakwa dan atau penuntut umum
untuk tidak menerima putusan pengadilan
negeri kepada pengadilan tinggi
Pada dasarnya setiap putusan dapat diajukan
banding, kecuali :
• putusan bebas, lepas dari segala tuntutan
hukum yang menyangkut masalah kurang
tepatnya penerapan hukum dan putusan
pengadilan dalam acara cepat.
• Isi putusan banding :
 Menguatkan;
 Mengubah; atau
 Membatalkan

Prosedur banding:
a. Waktu : maksimal 7 hari sejak putusan
dijatuhkan atau diberitahukan,jika lebih maka
dianggap telah menerima putusan.
2. Selama 7 (tujuh) hari sebelum pengiriman
berkas perkara kepada Pengadilan Tinggi,
pemohon wajib diberi kesempatan untuk
mempelajari berkas perkara tersebut di
Pengadilan Negeri.
3. Pemohon dapat mengajukan memori banding
4. selambat-lambatnya 14 hari sejak permintaan
banding diajukan sesuai dengan pasal 236
ayat 1 KUHAP, harus sudah dikirim ke
Pengadilan Tinggi.
5. Selama peromohonan banding belum
diputuskan, pemohon berhak untuk mencabut
kembali.
6. Salinan putusan Pengadilan Tinggi yang telah
diterima oleh Pengadilan Negeri, harus
diberitahukan kepada terdakwa dan penuntut
umum dengan membuat Akta Pemberitahuan
Putusan.
KASASI

• Terhadap putusan perkara pidana yang


diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain selain daripada Mahkamah
Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi
kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap
putusan bebas.
(Pasal 244 KUHAP)
• Alasan-alasan kasasi (Pasal 253 ayat 1
KUHAP) /Syarat metriil:
• apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan
atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
• apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang;
• apakah benar pengadilan telah melampaui batas
wewenangnya.
• Waktu/syarat formil :
 Permohonan kasasi maksimal 14 hari sejak
putusan dijatuhkan/diberitahukan
 Pemohon wajib mengajukan memeori kasasi
maksimal 14 hari sejak permohonan diajukan
Putusan :
 Menolak, atau
 Mengabulkan
• Mengabulkan :
MA membatalkan putusan. Isi putusan :
• Pasal 255
(1) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena
peraturan hukum tidak diterapkan atau
diterapkan tidak sebagaimana mestinya,
Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara
tersebut.
(2) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena
cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan undangundang, Mahkamah Agung
menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan
yang memutus perkara yang bersangkutan
memeriksanya lagi mengenai bagian yang
dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu
Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara
tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat
yang lain.
(3) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena
pengadilan atau hakim yang bersangkutan
tidak berwenang mengadili perkara tersebut,
Mahkamah Agung menetapkan pengadilan
atau hakim lain mengadili perkara tersebut.
KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM

• Kasasi demi kepentingan hukum adalah kasasi


yang hanya dapat diajukan oleh jaksa agung
demi kepentingan hukum, Oleh karenanya
jaksa agung tidak boleh merugikan pihak lain
yang berkepentingan dan tidak dapat
diganggu gugat.
• Tidak dibatasi waktu dalam pengajuan.
PENINJAUAN KEMBALI

• Mahkamah Agung diberi wewenang dan tugas


untuk memeriksa permohonan PK terhadap
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
• Menurut pasal 263 ayat 1 KUHAP, yang berhak
mengajukan PK adalah terpidana / ahli
warisnya yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
• Alasan-alasan yang dapat digunakan untuk
mengajukan PK adalah (pasal 263 ayat 2-3
KUHAP):
a. apabila terdapat keadaan baru
b.apabila dalam pelbagai putusan terdapat
pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,
akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar
dan alasan putusan yang dinyatakan telah
terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu
dengan yang lain;
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan
suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang
nyata.

d. terhadap suatu putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan
permintaan peninjauan kembali apabila dalam
putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah
dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh
suatu pemidanaan (dijatuhi tindakan).
• Permintaan PK atas suatu putusan pengadilan
tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan tersebut.
• Menurut pasal 264 ayat 2 KUHAP, permintaan
PK tidak dibatasi waktu.
• Permintaan peninjauan kembali atas suatu
putusan hanya  dapat dilakukan satu kali saja.
• Putusan Peninjauan Kembali :
 apabila Mahkamah Agung tidak
membenarkan alasan pemohon, Mahkamah
Agung menolak permintaan peninjauan
kembali dengan menetapkan bahwa putusan
yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap
berlaku disertai dasar pertimbangannya;
 apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan
pemohon, Mah kamah Agung membatalkan putusan
yang dimintakan peninjauan-kembali itu dan
menjatuhkan putusan yang dapat berupa :
• putusan bebas;
• putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
• putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut
umum;
• putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang
lebih ringan. 
BAB XI
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN
• Putusan yang bisa dilaksanakan adalah putusan pengadilan
yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap
• Kriterianya :
a. Apabila terdakwa maupun penuntut umum telah menerima
putusan
b. Apabila tenggang waktu untuk mengajukan banding telah
lewat tanpa dipergunakan oleh yang berhak;
c. Apabila permohonan banding telah diajukan, kemudian
dicabut kembali;
d. Apabila semua upaya hukum biasa telah diajukan.
• Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu
penitera mengirimkkan salinan surat putusan kepada jaksa
(Pasal 270 KUHAP). Eksekusi putusan pengadilan baru dapat
dilakukan oleh jaksa, setelah jaksa menerima salinan surat
putusan dari panitera. Menurut SEMA No. 21 Tahun 1983
Tanggal 8 Desember 1983 batas waktu pengiriman salinan
putusan dari panitera kepada jaksa untuk perkara acara biasa
paling lama 1 (satu) minggu dan untuk perkara dengan acara
singkat paling lama 14 hari.
BAB XII
PENGAWASAN DAN PENGAMATAN TERHADAP
PELAKSANAAN PUTUSAN

• Aturan detil teknis untuk itu ditentukan dalam


KUHAP Pasal 277-283
• Disetiap pengadilan negeri ditunjuk 2 orang
hakim wasmat oleh ketua pengadilan untuk
selama dua tahun, tugas kimwasmat adalah untuk
melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap
setiap putusan pengadilan itu yang menjatuhkan
hukuman perampasan kemerdekaan seperti pidana
kurungan, penjara, pidana bersyarat, dan sebagainya.
• Tugas pengawasan dan pengamatan itu sudah
dimulai sejak jaksa menyampaikan tembusan
berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
yang dilakukannya. Berita acara itu harus
dicatat oleh panitera di dalam register
pengawasan dan pengamatan.
•  Hakim pengawas dan pengamat mengadakan
pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa
putusan pengadilan telah dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Hakim pengawas dan pengamat
mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian
demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan,
yang diperoleh dari perilaku narapidana atau
pembinaan Lembaga Pemasyarakatan serta
pengaruh timbal balik terhadap narapidana selama
menjalani pidananya.

Anda mungkin juga menyukai