ELIXIR
Dahriah Yusuf
20018027
Transfer A 2020
RANCANGAN FORMULA
Eliksir adalah larutan hidroalkoholyang jernih dan manis dimaksudkan untuk penggunaan vital, dan
biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan. Eliksir bukan obat yang digunakan sebagai pembawa
tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari senyawa obat yang dikandungnya (Ansel, 1989).
Menurut M.Anief (2007) Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90 % yang berfungi sebagai
kosolven.
Elixir bukan obat yang dugunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari senyawa
obat yang dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang kental
karena mengandung kadar gula yang rendah dan akibatnya kurang efektif dibanding sirup dalam menutupi
rasa senyawa obat. Walaupun demikian, karena sifat hidroalkohol eliksir lebih mampu mempertahankan
komponen-komponen larutan yang larut dalam air dan yang larut dalam alkohol daripada sirup. Juga
karena stabilitasnya yang khusus dan kemudahan dalam pembuatannya, dari sudut pembuatannya eliksir
lebih disukai daripada sirup (Ansel, 1989).
DASAR PEMILIHAN ZAT AKTIF
● Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan
tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung. Aksi/kerja utama paracetamol adalah dengan cara menghambat
sintesis prostaglandin di pusat otak (hipotalamus), tetapi tidak di perifer (jaringan), sehingga tidak mempunyai efek sebagai
anti inflamasi. Paracetamol diabsorbsi baik dalam saluran pencernaan ketika digunakan secara per oral, untuk
memudahkan pemberian obat dan mempercepat absorbsi maka obat dibuat dalam bentuk sediaan elixir (Sartono, 1996)
● Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893 (Wilmana,
1995).
● Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap
obat menghambat siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada
aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan
panas.Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer.Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang
ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan
bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa
prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula
peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik. (Aris, 2009)
INCLUDE DOSIS
URAIAN FARMAKOLOGI
Nama : Parasetamol
Indikasi : Parasetamol sebagai terapi pilihan lini pertama (first choice) pada anak untuk pengobatan demam kurang dari
41ºC dan sakit ringan sampai sedang. Parasetamol telah tersedia tanpa resep sejak tahun 1960 dan mempunyai
keamanan pada penggunaan jangka pendek (Breivik, 2002; Heubi dkk., 1998). Parasetamol diakui sebagai salah
satu obat yang paling umum digunakan yang merupakan golongan non-opioid (Breivik, 2002; Kaufman dkk.,
2002).
Mekanisme Kerja : Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan
Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas.Parasetamol hanya
mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer.Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. arasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang
ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen endogendengan
menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak
dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik. (Aris 2009)
Stabilitas : Pada suhu 40 akan lebih mudah terdegradasi, lebih mudah terurai dengan adanya udara dan cahaya dari luar,
pH jauh dari rentang pH optimum akan menyebabkan zat terdegradasi karena hidrolisis. Menurut Farmakope
Indonesia edisi VI (2020), derajat keasaman (pH) dari sirup parasetamol antara 3,8 – 6,1
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas terhadap permukaan nilon dan rayon (codek hal 988)
Kontraindikasi : Pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas dan penyakit hepar aktif derajat berat.
Efek Samping : Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah (Tjay, 2007).
URAIAN FARMAKOLOGI
Toksisitas : Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati dan pada dosis di atas 6 g
mengakibatkan necrosis hati yang tidak reversibel. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya
yang pada dosis normal dapat ditangkal oleh glutathion (suatu tripeptida dengan -SH). Pada dosis di atas 10 g
persediaan peptida tersebut habis dan metabolit metabolit mengikat diri pada protein dengan gugusan-SH di sel-
sel hati dan ter jadilah kerusakan irreversibel. Dosis dari 20 g sudah berefek fatal. Overdose dapat me nimbulkan
a.l. mual, muntah dan anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, di samping perlu pemberian zat
penawar (asam-amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah
intoksikasi. (Tjay, 2007).
Dosis dan Pemberian : Untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1 g, maks. 4 g/hari, pada penggunaan kronis maks. 2,5 g/hari. Anak-
anak: 4-6 dd 10 mg/kg, yakni rata-rata usia 3-12 bulan 60 mg. 1-4 thn 120-180 mg, 4-6 thn 180 mg. 7-12 thr 240-
360 mg, 4-6 x sehari. Rektal 20 mg/ kg setiap kali, dewasa 4 dd 0,5-1 g, anak anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120 mg
(Tjay, 2007).
Interaksi Obat :Peningkatan risiko terjadinya perdarahan jika digunakandengan warfarin. Penurunan
kadar paracetamol dalam darah jika digunakan dengan carbamazepine, colestiramine, phenobarbital, phenytoin,
atau primidon
Farmakokinetika : Parasetamol di absorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai
dalam waktu ½ jam dan waktu paruh plasma antara 1-3 jam. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein
plasma. Obat ini di metabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan
asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat (Wilmana & Gan, 2008).Parasetamol
dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol dikonjugasi dengan asam glukuronat dan
sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat (Wilmana & Gan, 2008). Bila jalur glukuronidasi dan sulfatasi jenuh,
maka akan terjadi peningkatan jumlah NAPQI melalui jalur oksidasi oleh sitokrom P450. NAPQI akan cepat di
eliminasi dengan dikonjugasi oleh glutathion dan akan di ubah menjadi asam merkapturat yang kemudian di
ekskresikan melalui urin. Bila dosis parasetamol berlebih, maka jumlah glutathion pada sel hati akan habis,
sehingga jumlah NAPQI yang tinggi akan berikatan dengan sel makromolekul dalam hati yang akan
menyebabkan efek hepatotoksik (Goodman & Gilman’s, 2006).
SIFAT FISIKA KIMIA ZAT AKTIF (FI ed. VI,
Excipients)
a. Stabilitas Obat terjaga dengan baik dan harus terlindung dari cahaya sehingga
sedian ditempatkan dalam keadaan botol berwarna coklat (Dirjen POM, 1979).
b. Digunakan botol kaca cokelat karena pengaruh cahaya dapat menyebabkan oksidasi
obat dan upaya penstabilnya ( Fatmawaty, 2012)
c. Penggunaan botol cokklat bertujuan untuk menjaga stabilitas obat terhadap cahaya
shingga dapat temperatur berlebih (Ansel, 2008)
PERHITUNGAN
PER-SATUAN PER-BATCH
DAP
dalam Produk Pangan. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Badan POM Republik Indonesia, 2011, Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor 00.05.42.1018 tentang
Persyaratan Bahan Tambahan dalam Kosmetik: Kepala BPOM.
US
Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Jakarta, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI, 2020, Farmakope Indonesia edisi VI, Jakarta, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Goodman, L. S and A. Gilman. The pharmacological Basis of Therapeutics, 11 th Ed,
CREDITS: This presentation template was created by
macmillan Publishing Co. Inc., New York. 2006
Rowe, R. Slidesgo,
C., Sheskey,including icons M.
P. J., and Quinn, byE.Flaticon, infographics
(2009) Handbook &
of Pharmaceutical
images
Excipients, byEdition.
Sixth Freepik and Pharmaceutical
London: illustrations by Stories
Press., pp. 326-329; 359-
361; 581-585; 629-633; 404-407.
Sartono. 1996. Obat-obat Bebas Dan Bebas Terbatas. Jakarta: Penerbit
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Soesilo, Diana, dkk. 2005. Peranan Sorbitol dalam Mempertahankan Kestabilan pH
Saliva pada Proses Pencegahan Karies. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.) 38 (1):
25-28.
Tjay, T. H., Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting. PT. Elex Media Komputindo :
Jakarta.
Wilmana, PF dan Gan, S 2008, Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-inflamasi
Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya dalam Farmakologi dan
Terapi Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, Jakarta
THANK YOU