RUU Cipta Kerja (Kluster Pemerintahan Daerah)
RUU Cipta Kerja (Kluster Pemerintahan Daerah)
BAB XI
Pelaksanaan Administrasi
Pemerintahan Untuk
Mendukung Cipta Kerja
Herdiansyah Hamzah
Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Politik Hukum
Pasal 350 ayat (1), “Kepala daerah wajib memberikan pelayanan Perizinan
Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat”, juncto Pasal 350 ayat (4), “Pelayanan Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan sistem Perizinan
Berusaha secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat”, juncto
Pasal 350 ayat (5), “Kepala daerah dapat mengembangkan sistem
pendukung pelaksanaan sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan standar yang
ditetapkan Pemerintah Pusat” (halaman 483).
Analisis : corak sentralistik begitu kuat dalam ketentuan Pasal ini, dimana
kendali perizinan mutlak berada di tangan Pemerintah Pusat. Sistem
elektronik ini memang penting untuk memotong “high cost economy”, tetapi
jika berada di bawah kendali Pemerintah Pusat an sich, dengan
meminimalkan peran Daerah, justru sangat berbahaya. Investasi tidak akan
mempertimbangkan aspek kepentingan daerah lagi, termasuk ruang
kehidupan masyarakat.
UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
Di antara Pasal 402 dan 403 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal
402A yang berbunyi, “Pembagian urusan pemerintahan konkuren
antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah harus dibaca dan dimaknai
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
tentang Cipta Kerja” (halaman 484).
Analisis : aturan induk yang menentukan urusan pemerintahan
konkuren antara pusat dan daerah, kini bukan lagi di UU 23/2014,
tetapi aturan payung yang akan digunakan adalah omnibus law
RUU Cipta Kerja ini. Seolah terjadi pemaksaan prinsip “lex posterior
derogat legi priori”.
Kewenangan Daerah Yang Ditakeover oleh Pemerintah Pusat
(Penataan Ruang) – Pasal 17 (halaman 9)