Anda di halaman 1dari 42

ALINYEMEN VERTIKAL

Malang – Blitar (10-15 permil)

Jalur kereta api Malang – Blitar ini ada di Daop 8 Surabaya. Jalur ini menjadi jalur
utama bagi kereta-kereta dari dan menuju bandung atau Jakarta. Di jalur ini terdapat 2
terowongan kereta, yaitu Eka Bakti Karya dan Dwi Bakti Karya. Kedua terowongan ini
pada tahun 1969 bersamaan dengan Bendungan Ir. Sutami. Selain itu, di jalur ini juga
terdapat jembatan Lahor yang tentunya sudah sangat terkenal.
Prupuk – Purwokerto (10-15 permil)

Tidak jauh berbeda dengan jalur kereta api Malang-Blitar, jalur Prupuk-Purwokerto juga
memiliki gradien 10-15 permil. Tidak heran jika jalur ini memiliki perjalanan mendaki
yang cukup terjal karena kota Purwokerto berada di dataran tinggi kaki Gunung Slamet.
Lawang – Bangil (15-25 permil)

Jalur kereta api Lawang-Bangil


merupakan jalur paling ekstrim di
Daop 8 Surabaya. Jalur ini disebut
ekstrik karena dari Stasiun Bangil
(9 MDPL) menuju Stasiun Lawang
(484) kereta api harus menanjak
setinggi 475 meter dalam jarak 31
km. Bayangkan saja jika anda naik
kereta api tanpa penutup.
Purwakarta – Padalarang (16,5-25 permil)

Jalur kereta api Purwakarta – Padalarang ini terletak di Daop 2 Bandung. Jalur ini
terbilang istimewa karena terdapat terowongan kereta api terpanjang, sasaksaat (949
meter) yang masih aktif.
Cicalengka – Cipeundeuy – Ciawi (25 permil)

Jalur yang menghubungkan Bandung menuju Tasikmalaya ini juga sangat ekstrim.
Saking ekstrimnya, jalur ini digunakan selalu digunakan untuk menguji coba lokomotif
baru yang akan digunakan di pulau jawa. Dari Stasiun Ciawi, kereta api akan melalui
tanjakan terjal sampai Stasiun Cipeundeuy, setelah itu akan ada turunan curam sampai
Stasiun Cibatu. Tak selesai disitu saja, kereta akan menanjak sampai Stasiun Nagreg
(Stasiun tertinggi di Indonesia) dan meluncur kembali kebawah sampai Stasiun
Cicalengka. Sangat ekstrim bukan?
Cipatat – Tagog Apu (40 permil)

Jalur Cipatat – Tagog Apu di Daop 2 Bandung saat ini sudah tidak aktif. Namun beredar
isu bahwa di tahun 2017 jalur ini akan di aktifkan kembali. Jika diaktifkan kembali,
jalur ini merupakan jalur kereta api non gerigi terekstrim di Indonesia mengalahkan
jalur Indarung – Bukit Putus. Jalur yang menghubungkan 2 stasiun yang hanya berjarak
12 km terbilang sangat berbahaya. Pasalnya, tanjakan yang terjal di jalur ini sering
membuat lokomotif mogok. Selain itu, di ujung tanjakan ada tikungan yang sangat
tajam sehingga masinis terkadang bingung antara mengurangi throttle atau
menambahnya, telat sedikit saja akan membuat lokomotif selip atau mogok.
Jambu – Bedono (40-65 permil)

Jalur Jambu – Bedono ini terletak di Daop 4 Semarang. Untuk melewati jalur ini, anda
perlu naik kereta api Wisata Ambarawa. Jalur ini cukup terjal, saking terjalnya, lokomotif
akan di pindah ke belakang untuk mendorong rakaian kereta. Hal ini dilakukan agar kereta
api tidak muncur kembali saat di tanjakan.
Kandang Ampat – Padang Panjang (70 permil) dan Padang Panjang – Koto
Baru (80 permil)

2 jalur ini terletak di Divre 2 Sumbar dan merupakan posisi pertama dan kedua jalur
paling ekstrim di Indonesia. Jika anda naik kereta yang melewati jalur ini, siapkanlah
sabuk pengaman karena anda akan ber-roller coaster ria dengan suguhan pemandangan
yang indah di Lembah Anai.
Untuk melewati jalur ini, PT. Kereta Api Indonesia mengoperasikan lokomotif khusus
dengan seri BB 204. Lokomotif ini merupakan salah satu lokomotif tercanggih dan
termahal Indonesia yang dibuat oleh Mercedez Benz. Namun sayang, pada tahun 2009
jalur ini sudah di non aktifkan karena gempa yang menggunacang Padang kala itu.
Alinemen Vertikal
• Alinemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang

vertikal yang melalui sumbu jalan rel tersebut

• Alinemen vertikal terdiri dari garis lurus dengan atau tanpa

kelandaian serta lengkung vertikal berupa busur lingkaran.

• Letak lengkung vertikal diusahakan tidak berhimpit atau

bertumpangan dengan lengkung horizontal

• Besar jari-jari minimum busur lingkaran (lengkung vertikal)

tergantung pada besarnya kecepatan rencana yang digunakan


Lengkung Vertikal dengan bentuk parabola
• Menurut Hay, 1982, panjang lengkung vertikal dengan
bentuk parabola dapat dihutung dengan rumus :

G1 G 2
L
Dengan :
r
G1 dan G2 = dua kemiringan kelandaian yang bertemu (o/oo)
L = Panjang lengkung dalam kelipatan 100 ft
r = tingkat perubahan kemiringan (o/oo) tiap 100 ft
r = 0.10 untuk lengkung cembung
r = 0.05 untuk lengkung cekung

• Vazirani damm Chandola (1981) menyatakan hal yang


sama dengan panjang lengkung menggunakan kelipatan 30 m
UNTUK EMPLASEMEN, KELANDAIAN MAKSIMUM
DITENTUKAN BERDASARKAN KOEFISIEN
TAHANAN MULA PADA KERETA API ATAU
GERBONG DENGAN MEMAKAI TUMPUAN ROL
(ROLLER BEARING) SEHINGGA PADA LANDAI
TERSEBUT KERTA ATAU GERBONG DALAM
KEADAAN SEIMBANG ATAU DIAM. TAHANAN
MULA INI BERKISAR ANTARA 1,5 – 2,5 kg/ton.
BERDASARKAN KETENTUAN DIATAS MAKA
AKAN MENGELOMPOKKAN LINTAS

Anda mungkin juga menyukai