trauma abdomen
ADETYA INDAH SARI (190131002)
ANGRAYNI PUTERI MUSELLI (190131014)
BINSYAH SARI INDAH GAJAH MANIK (190131030)
CHANDRA AGUSRLY (190131034)
Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu :
1. Rongga intraperitoneum (superior dan inferior)
2. Rongga retroperitoneum
3. Rongga pelvis.
1. Rongga intraperitoneal
dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bawah. rongga peritoneal atas, yang ditutupi tulang iga,
termasuk diafragma, liver, lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai
komponen torako-abdominal dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi small
intestine, sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ reproduksi
pada wanita.
2. Rongga retroperitoneal
terdapat di abdomen bagian belakang, berisi aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar
duodenum, pancreas, renal, dan ureter, kolon ascenden dan descenden serta komponen
retroperitoneal dari rongga pelvis.
3. Rongga pelvis
Berisi rektum, bladder, pembuluh darah iliaka, dan organ reproduksi interna pada wanita.
Struktur Peritoneum
TRAUMA ABDOMEN
Definisi
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja sehingga
menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang didapat cukup berat
akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi organ tubuh yang terkena.
a. Trauma penetrasi (trauma tajam) : Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan
luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan
benda tajam. (trauma tusuk, trauma tembak).
Trauma tumpul
-Lien (40-55%)
-Hepar (35-45%)
-Usus Halus (5-10%)
Trauma tembus
-Hepar (40%)
-Usus halus (30%)
-Diafragma (20%)
-Colon (10%)
Cedera Limfa
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali
kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan,
jjika terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan
mendrainase cairan empedu.
Cedera Usus halus
Kerusakan dapat berupa robekan usus, perforasi, kontusio memar, terlepasnya usus dari
mesentrium atau cedera mesentrium, hematom pada mesentrium dan hematom dinding usus.
Gejala
- Nyeri
- Ileus paralitik
- Leukositosis
Anamnesis
• Anamnesis dapat dilakukan sembari berjalannya prosedur yaitu menanyakan Alergi, Medikasi, Post Ill
ness dan Pregnancy, Last Meal. Event dan Environtment (AMPLE).
• Apakah pasien mengalami trauma penetrasi atau trauma tumpul.
• Jika trauma penetrasi, alat apa.
• Jika trauma tumpul , apakah pasien terlibat dalam kecelakaan mobil? Tanyakan menggunakan sabuk
pengaman atau tidak. Jika tidak, curigai adanya trauma thorax dan epigastric abdomen.
• Jika memakai sabuk , curiga fraktur tulang bahu, fraktur kosta kanan, cedera limpa dan hati. Fraktur k
ompresi lumbosacral dan ginjal.
• Tanyakan pula energi trauma.
Pemeriksaan Fisik
• Tujuan : membantu mengindentifikasi pasien apakah membutuhkan laparotomi
– Inspeksi :jejas, luka terbuka, abrasi ekimosis pada dinding abdomen, deformitas pada tulang kosta bawah, tulan
g panggul. Jika luka tembak, tentukan luka masuk dan keluar. Tentukan ukuran luka.Perhatikan pula punggung
.
– Palpasi : nyeri tekan lokal dan spasme pada dinding perut
– Auskultasi : dapat hilangnya bising usus
Indikasi :
– Pasien tidak sadar
– Pasien dengan trauma energi tinggi
– Pasien dengan multiple trauma dan syok namun sulit dinilai
– Pasien dengan cedera tulang belakang
– Pasien dengan curiga perdarahan intraabdomen
FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma)
Keuntungan : dapat mendeteksi < 200cc cairan , mudah dipelajari , murah ,noninvas
ive dan cepat.
Kekurangan : sulit menilai parenkim, objektif, tidak dapat digunakan pada cedera vis
ceral berongga dan sulit pada pasien obesitas. Tidak dapat mengevaluasi retroperin
eum.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Teknik bedah
– Buat insisi kecil dibawah umbilicus
– Jika terdapat fraktur pelvis, insisi diatas umbilicus
– Akses peritoneum dengan Seldinger atau teknik terbuka. Masu
kkan kateter menuju pelvis
– Aspirasi dengan syring 20cc
• Jika < 10 cc , masukkan 1000 cc normal saline ke peritoneum
Positive test pada trauma tumpul
– Jika terdapat cairan > 10 cc
– Obsevasi cairan dari foley atau chest tubes
– Jika pasien tidak stabil , akan diperoleh darah atau cairan berwa
rna merah gelap
– Analisa cairan bening atau pink
• RBC > 100.000 /mm3
• WBC > 500/mm3
• Cairan empedu
• Bakteri
• Feses / isi dari usus
Kekurangan
– Terlalu sensitif pada organ solid
– Tidak sensitive pada trauma retroperitoneal kecuali pada peritone
um yang terbuka
– Dapat terjadi false positive pada fraktur pelvis
– Tidak dapat mendeteksi trauma organ pada parenkim sentral
Alur Diagnosis pada Trauma Tumpul
Alur Diagnosis pada Trauma Penetrasi
Indikasi Laparotomi
• Trauma abdomen tumpul (blunt abdominal trauma) dengan hipotensi, dengan FAST (+) /
bukti klinis menunjukkan perdarahan intraabdominal, atau tanpa sumber perdarahan lain.
• Hipotensi dengan luka abdomen yang berpenetrasi ke fascia anterior
• Luka tembak yang melewati kavitas peritoneal
• Evisceration (Pengeluaran isi)
• Perdarahan dari lambung, rektum, traktus genitourinari setelah penetrating trauma
• Peritonitis
• Free air, retroperitoneal air, atau ruptur hemidiafragma
• Pada contrast-enhanced CT menunjukkan ruptur traktus gastrointestinal, intraperitoneal bladder inj
ury, renal pedicle injury, atau severe visceral parenchymal injury setelah trauma penetrating atau bl
unt.
Prognosis
• Tingkat kematian dari trauma tajam abdomen tergantung pada cedera yang dialami. Pasien
yang mengalami cedera pada dinding facia abdominal anterior tanpa cedera peritoneal
mempunyai kadar mortaliti 0% dan kadar morbidity yang minimal dan pasien dengan
cedera kompleks multiorgan dengan hipotensi, base deficit kurang dari -15 mEq/L HCO3,
temperatur kurang dari 35ᵒ C dan adanya koagulopati dapat meningkatkan kadar mortality.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi mortality pada trauma tajam abdominal adalah:
Jenis kelamin perempuan
Prognosis untuk pasien dengan trauma abdomen bervariasi tanpa data statistik yang
menggambarkan jumlah kematian diluar rumah sakit, dan jumlah pasien total dengan trauma
abdomen.
Gambaran spesifik prognosis untuk pasien trauma intraabdomen sulit. Angka kematian untuk
ATLS pada trauma abdomen harus dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, untuk mengurangi
komplikasi lainnya. Primary survey dilakukan dengan tepat sampai pasien stabil. Kemudian dilanjutkan
dengan secondary survey, harus memeperhatikan seluruh tubuh pasien untuk kecurigaan trauma
organ lainnya. Trauma pada abdomen ada dua yaitu trauma tumpul serta trauma penetrasi. Kedua hal
ini memiliki penanganan yang berbeda. Hal yang paling sering terjadi adalah perdarahan intra