Anda di halaman 1dari 32

Bedside Teaching

trauma abdomen
ADETYA INDAH SARI (190131002)
ANGRAYNI PUTERI MUSELLI (190131014)
BINSYAH SARI INDAH GAJAH MANIK (190131030)
CHANDRA AGUSRLY (190131034)

Pembimbing : dr. Safruddin Nasution, Sp. B - KBD

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER - DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RSUP H. ADAM MALIK / RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
Regio Abdomen
Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering dipakai adalah
pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal dan dua bidang bayangan
vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan
daerah (regiones). Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang
rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang
lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga ke
pertengahan ligamentum inguinale

Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu :
1. Rongga intraperitoneum (superior dan inferior)
2. Rongga retroperitoneum
3. Rongga pelvis.
1. Rongga intraperitoneal

dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bawah. rongga peritoneal atas, yang ditutupi tulang iga,
termasuk diafragma, liver, lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai
komponen torako-abdominal dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi small
intestine, sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ reproduksi
pada wanita.

2. Rongga retroperitoneal

terdapat di abdomen bagian belakang, berisi aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar
duodenum, pancreas, renal, dan ureter, kolon ascenden dan descenden serta komponen
retroperitoneal dari rongga pelvis.

3. Rongga pelvis

Berisi rektum, bladder, pembuluh darah iliaka, dan organ reproduksi interna pada wanita.
Struktur Peritoneum
TRAUMA ABDOMEN
Definisi

Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja sehingga
menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang didapat cukup berat
akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi organ tubuh yang terkena.

Trauma abdomen adalah cedera yang terjadi pada organ viseral,


didalam rongga abdomen (kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis).
Jenis Trauma Abdomen

a. Trauma penetrasi (trauma tajam) : Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan
luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan
benda tajam. (trauma tusuk, trauma tembak).

b. Trauma non-penetrasi (trauma tumpul) : diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama :


Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan
cedera berupa kerusakan daerah organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi),
cedera kompresi, kontusi atau laserasi jaringan maupun organ dibawahnya.
1. kompresi (hantaman)
Organ yang paling sering terkena adalah : 2. deselerasi
3. akselerasi
limpa (40-50%),
hepar (35-45%),
small intestine (5-15%).
Pola cedera organ viseral pada trauma tumpul abdomen

Kerusakan organ viseral karena trauma tumpul


biasanya terjadi sesuai dengan tulang yang
terkena.
Trauma abdomen
Primary Survey

A: Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine control)


B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi control (ventilation control)
C: Circulation dengan control perdarahan (bleeding control)
D: Disability : status neurologis (tingkat kesadaran/GCS/AVPU, Respon Pupil)
E: Exposure/environmental control: buka baju penderita tetapi cegah hipotermia
Secondary survey berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang lengkap
(Head to toe examination).
Injury of Spesific Organ

Trauma tumpul
-Lien (40-55%)
-Hepar (35-45%)
-Usus Halus (5-10%)

Trauma tembus
-Hepar (40%)
-Usus halus (30%)
-Diafragma (20%)
-Colon (10%)
Cedera Limfa

Tanda dan gejala :


- Rasa sakit di bahu kiri
- Nyeri perut quaran kiri atas
- Kekakuan, spasme, involuntary guarding
- Syok Hipovolemik
Cedera Ginjal

Tanda dan gejala :


- Echimosis di regio Flank
- Nyeri di regio Flank
- Gross/mikroskopik hematuri
Cedera Vesika Urinaria dan Uretra

Tanda dan gejala :


- Rasa sakit di suprapubik
- Hematuri
- Rigiditas, spasme, involuntary guarding
Cedera Hepar

Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali
kerusakan disebabkan oleh trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan,
jjika terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol perdarahan dan
mendrainase cairan empedu.
Cedera Usus halus

Kerusakan dapat berupa robekan usus, perforasi, kontusio memar, terlepasnya usus dari

mesentrium atau cedera mesentrium, hematom pada mesentrium dan hematom dinding usus.

Gejala

- Nyeri

- Ileus paralitik

- Leukositosis
Anamnesis
• Anamnesis dapat dilakukan sembari berjalannya prosedur yaitu menanyakan Alergi, Medikasi, Post Ill
ness dan Pregnancy, Last Meal. Event dan Environtment (AMPLE).
• Apakah pasien mengalami trauma penetrasi atau trauma tumpul.
• Jika trauma penetrasi, alat apa.
• Jika trauma tumpul , apakah pasien terlibat dalam kecelakaan mobil? Tanyakan menggunakan sabuk
pengaman atau tidak. Jika tidak, curigai adanya trauma thorax dan epigastric abdomen.
• Jika memakai sabuk , curiga fraktur tulang bahu, fraktur kosta kanan, cedera limpa dan hati. Fraktur k
ompresi lumbosacral dan ginjal.
• Tanyakan pula energi trauma.
Pemeriksaan Fisik
• Tujuan : membantu mengindentifikasi pasien apakah membutuhkan laparotomi
– Inspeksi :jejas, luka terbuka, abrasi ekimosis pada dinding abdomen, deformitas pada tulang kosta bawah, tulan
g panggul. Jika luka tembak, tentukan luka masuk dan keluar. Tentukan ukuran luka.Perhatikan pula punggung
.
– Palpasi : nyeri tekan lokal dan spasme pada dinding perut
– Auskultasi : dapat hilangnya bising usus

• Pemeriksaan RT : mengevaluasi tonus sfingter, apakah ada darah pada kotoran


• Apakah ada hematuria, curiga keterlibatan traktus urinarius. Retrograde Urothography harus dilakukan seb
elum memasang kateter.
• Apakah terdapat tanda-tanda syok. Jika ada, curigai perdarahan massif pada abdomen dan harus segera di
lakukan laparotomy.
• Tanda tanda peritonitis muncul pada perforasi kolon dan lambung lebih cepat ,dibandingkan pada perforas
i usus kecil.
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan darah lengkap .
Khusunya hematokrit , menilai perdarahan . Apabila menurun terus menerus pa
da pemeriksaan serial, perlu dilakukan operasi intrervensi atau angiografi.

• Urinalisis. Mengindentifikasi hematuria mikroskopis.

• Kadar amilase dan lipase


Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiologi
• Foto polos thorax : adanya fraktur vertebra torak dan lumbal. Pneumoperitonium pada pasien trauma
tumpul
• Retrograde urothrography dan cystography
• CT SCAN
• Keuntungan : noninvasif, dapat menilai kavitas abdomen dan pelvik, retroperitonium , jaringan
lunak dan tulang. Memiliki sensitifitas (92-97,6%) dan spesifitas (98%) yang tinggi pada trauma
tumpul.
• Indikasi : Mengevaluasi abdomen untuk pasien dengan hemodinamik stabil
• Pasien yang sulit dinilai ( GCS < 10, trauma spinal, penyalahgunaan obat-obatan dan alcohol,
multiple extra-abdominal injuries). Management nonoperative pada vicera padat. FAST positif
untuk cairan pada pasien stabil. Hematuria Makroskopik.
• Tanda : Pneumoperitonium, kebocoran kontras pada kavitas peritoneal. Penebalan dinding
usus.penebalan mesenterium. Caiaran bebas tanpa adanya solid visceral injury.
• USG
• Angiography
Pencitraan pada Trauma Abdomen
Pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) &
DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage )

Indikasi :
– Pasien tidak sadar
– Pasien dengan trauma energi tinggi
– Pasien dengan multiple trauma dan syok namun sulit dinilai
– Pasien dengan cedera tulang belakang
– Pasien dengan curiga perdarahan intraabdomen
FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma)

Sensitivitas 83,3% , spesifitas 99,7%


Lebih baik digunakan pada trauma tajam
Teknik dilakukan pada 4 kuadran
– Precordial
– Kuadran kanan atas ( cavum Morrison atau hepato-renal)
– Kuadran kiri atas
– Pelvis ( cavum douglas atau spleno-renal)

Keuntungan : dapat mendeteksi < 200cc cairan , mudah dipelajari , murah ,noninvas
ive dan cepat.
Kekurangan : sulit menilai parenkim, objektif, tidak dapat digunakan pada cedera vis
ceral berongga dan sulit pada pasien obesitas. Tidak dapat mengevaluasi retroperin
eum.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Teknik bedah
– Buat insisi kecil dibawah umbilicus
– Jika terdapat fraktur pelvis, insisi diatas umbilicus
– Akses peritoneum dengan Seldinger atau teknik terbuka. Masu
kkan kateter menuju pelvis
– Aspirasi dengan syring 20cc
• Jika < 10 cc , masukkan 1000 cc normal saline ke peritoneum
Positive test pada trauma tumpul
– Jika terdapat cairan > 10 cc
– Obsevasi cairan dari foley atau chest tubes
– Jika pasien tidak stabil , akan diperoleh darah atau cairan berwa
rna merah gelap
– Analisa cairan bening atau pink
• RBC > 100.000 /mm3
• WBC > 500/mm3
• Cairan empedu
• Bakteri
• Feses / isi dari usus
Kekurangan
– Terlalu sensitif pada organ solid
– Tidak sensitive pada trauma retroperitoneal kecuali pada peritone
um yang terbuka
– Dapat terjadi false positive pada fraktur pelvis
– Tidak dapat mendeteksi trauma organ pada parenkim sentral
Alur Diagnosis pada Trauma Tumpul
Alur Diagnosis pada Trauma Penetrasi
Indikasi Laparotomi
• Trauma abdomen tumpul (blunt abdominal trauma) dengan hipotensi, dengan FAST (+) /
bukti klinis menunjukkan perdarahan intraabdominal, atau tanpa sumber perdarahan lain.
• Hipotensi dengan luka abdomen yang berpenetrasi ke fascia anterior
• Luka tembak yang melewati kavitas peritoneal
• Evisceration (Pengeluaran isi)
• Perdarahan dari lambung, rektum, traktus genitourinari setelah penetrating trauma
• Peritonitis
• Free air, retroperitoneal air, atau ruptur hemidiafragma
• Pada contrast-enhanced CT menunjukkan ruptur traktus gastrointestinal, intraperitoneal bladder inj
ury, renal pedicle injury, atau severe visceral parenchymal injury setelah trauma penetrating atau bl
unt.
Prognosis
• Tingkat kematian dari trauma tajam abdomen tergantung pada cedera yang dialami. Pasien
yang mengalami cedera pada dinding facia abdominal anterior tanpa cedera peritoneal
mempunyai kadar mortaliti 0% dan kadar morbidity yang minimal dan pasien dengan
cedera kompleks multiorgan dengan hipotensi, base deficit kurang dari -15 mEq/L HCO3,
temperatur kurang dari 35ᵒ C dan adanya koagulopati dapat meningkatkan kadar mortality.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi mortality pada trauma tajam abdominal adalah:
Jenis kelamin perempuan

Interval yang lama antara cedera dan operation


Adanya syok

Adanya cedera kranial


Prognosis

Prognosis untuk pasien dengan trauma abdomen bervariasi tanpa data statistik yang

menggambarkan jumlah kematian diluar rumah sakit, dan jumlah pasien total dengan trauma

abdomen.

Gambaran spesifik prognosis untuk pasien trauma intraabdomen sulit. Angka kematian untuk

pasien rawat inap berkisar 5-10%.


Kesimpulan

ATLS pada trauma abdomen harus dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, untuk mengurangi

komplikasi lainnya. Primary survey dilakukan dengan tepat sampai pasien stabil. Kemudian dilanjutkan
dengan secondary survey, harus memeperhatikan seluruh tubuh pasien untuk kecurigaan trauma

organ lainnya. Trauma pada abdomen ada dua yaitu trauma tumpul serta trauma penetrasi. Kedua hal
ini memiliki penanganan yang berbeda. Hal yang paling sering terjadi adalah perdarahan intra

abdomen yang dapat menyebabkan syok serta kematian.

Anda mungkin juga menyukai