Anda di halaman 1dari 79

RANGGA PANITRA

Pengendalian Infeksi nosokomial diterapkan


pada semua jenis fasilitas pelayanan kesehatan
 Yan kes Sederhana

 Yan kes Kompleks

 Yan kes  teknolgi canggih maupun


sederhana
 Survey prevalensi yang dilakukan oleh WHO
terhadap 55 rumah sakit dari 14 negara
mewakili 14 daerah WHO ( Eropa, Mediterania
Timur, Asia Selatan – Timur, dan Pasifik
Barat ) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien di
rumah sakit menderita infeksi nosokomial.
 Tingkat infeksi nosokomial di Asia dilaporkan
lebih dari 40 % ( Alvarado 2000 ).
Terminologi
 Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan
terkena invasi mikro organisme patogen, berkembang
biak dan menyebabkan sakit.
 Mikro organisme adalah agen penyebab infeksi
berupa bakteri, virus, jamur, ricketsia dan parasit
 Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang diperoleh
ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya
tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3
x 24 jam sesudah rumah sakit
Patogenesis

Gambar 1. Interkasi antara pejamu, agen dan lingkungan


Untuk bakteri, virus, dan agen infeksi lainnya agar bertahan hidup dan
menyebabkan penyakit tergantung dari faktor – faktor kondisi tertentu harus
ada

Waduk /
Agen
Tempat Agen Hidup

Pejamu yg rentan Tempat keluar

Tempat masuk Cara penularan

Gambar 2. Siklus Penularan Infeksi


Patogenesis
Sebagaimana tampak pada gambar 2, suatu penyakit memerlukan
keadaan tertentu untuk dapat menyebar ke orang lain:
 harus ada agen
 harus ada waduk / pejamu : manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan, tanah, udara dan air.
 Harus ada lingkungan yang cocok di luar pejamu untuk dapat
hidup
 Harus ada orang yang dapat terjangkit. Utnuk dapat terjangkit
penyakit infeksi harus rentan terhadap penyakit itu.
 Agen harus punya jalan untuk berpindah dari pejamunya untuk
menulari pejamu berikutnya, terutama melalui : udara, darah atau
cairan tubuh, kontak, fekal – oral, makanan, binatang atau
serangga.
Ptogenesis
Mikroorganisme menjadi penyebab infeksi
nosokomial tergantung dari beberapa faktor
1. Faktor dalam agen :
 Kemampuan menempel pada permukaan sel
pejamu
 Jumlah kuman
 Kemampuan untuk invasi dan reproduksi
 Kemampuan memproduksi toksin
 Kemampuan menekan sistem imun pejamu
Patogenesis
1. Sedangkan faktor dalam pejamu yang mempengaruhi timbulnya
infeksi nosokomial adalah
 Usia
 Penyakit dasar
 Sistem imun

1. Dan faktor lingkungan :


 faktor fisik : suhu, kelembaban, lokasi ( ICU, ruang rawat
jangka panjang, sarana air)
 faktor bilogik : serangga perantara
 faktor sosial : status ekonomi, perilaku, makanan dan cara
penyajian
Sumber Infeksi

Sumber infeksi nosokomial dapat dibagi dalam 4 bagian :


1. Petugas rumah sakit ( perilaku )
 Kurang memahami cara penularan penyakit
 Kurang memperhatikan kebersihan
 Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic
 Menderita penyakit tertentu
 Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan
2. Alat yang dipakai ( kedokteran/linen, dll)
 Kotor
 Rusak
 Peyimpanan yang kurang baik
 Dipakai berulang-ulang
 Kadaluawarsa
Sumber Infeksi
1. Pasien
 Kondisi yang sangat lemah
 Kebersihan kurang
 Menderita penyakit kronis
 Menderita penyakit menular

2. Lingkungan
 Tidak ada sinar matahari/penerangan yang masuk
 Ventilasi udara yang kurang baik
 Ruangan lembab
 Banyak serangga
PENGENDALIAN
INFEKSI NOSOKOMIAL
 Perencenaan
 Pelaksaanaan
 Pengawasan Dalam upaya
menurunkan kejadian
 Pembinaan
infeksi nosokomial

 Pengendalian infeksi sudah dilakukan sejak lama di AS sedengkan di


Indonesia baru mulai dilakukan pada tahun 1980-an dan dianggap
sebagai salah satu managemen resiko dan kendali mutu pelayanan
rumah sakit.
PENGENDALIAN
INFEKSI NOSOKOMIAL
Di Indonesia  tahun 1980 –an

 Merupakan salah satu managemen resiko dan


kendali mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit
 Menjadi salah satu tolok ukur Akreditasi RS
Upaya pengendalian / pemberantasan infeksi nosokomial
terutama ditujukan pada penurunan laju infeksi ( SSI, BSI,
VAP, ISK, decubitus, MRSA, dll ) untuk itu perlu disusun
pedoman / kebijakan pengendalian infeksi yang, meliputi :
 Penerapan standar precaution ( cuci tangan dan
penggunaan alat pelindung)
 Isolasi precaution
 Antiseptik dan aseptik
 Desinfeksi dan steriliasi
 Edukasi
 Antibiotik
 Surveilans
Tujuan
pengendalian infeksi nosokomial
Upaya pengendalian / pemberantasan infeksi
nosokomial terutama ditujukan pada
penurunan laju infeksi.
 Melindungi pasien
 Melindungi tenaga kesehatan, pengunjung
 Mencapai cost efective
Dampak terjadi Infeksi Nosokomial

1. Bagi Pasien :
 LOS lebih panjang
 Cost / pembiayaan meningkat
 Penyakit penyerta lalin yang mungkin
lebih berbahaya dari pada penyakit
dasarnya
 GDR meningkat
DAMPAK
1. Bagi Staff : Medis dan non Medis
 Beban kerja bertambah
 Terancam rasa aman dalam
menjalankan tugas /pekerjaan
 Memungkinkan terjadi tuntutan
malpraktek
DAMPAK
1. Bagi Rumah Sakit
 Menurunkan citra maupun kualitas pelayanan rumah sakit
 Memungkinkan timbulyan tuntutan pasien yang mengalami
Infeksi nosokomial terhadap RS, akibatnya pasien bebas
biaya ( RS  kerugian )
 Bertambahnya biaya operasional rumah sakit.

PERLU PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL


Standar Precaution
 Standar precaution pertama kali disusun pada tahun
1985 oleh CDC dengan tujuan untuk melindungi
petugas kesehatan dari terinfeksi HIV dan infeksi
melalui darah seperti hepatitis virus

 Standar precaution adalah petunjuk untuk mencegah


penularan infeksi melalui darah dan cairan tubuh
tanpa memandang diagnosa medisnya atau dengan
kata lain diterapkan pada semua pasien yang
berobat/dirawat ke rumah sakut
Prinsip Dasar Standar
Precaution

Bahwa darah dan semua jenis cairan tubuh,


sekret, eksreta, kulit yang tidak utuh, dan
selaput lendir penderita dianggap sebagai
sumber potensial untuk penularan infeksi
termasuk HIV
STANDAR PRECAUTION

 Standar Kewaspadaan adalah petunjuk untuk


mencegah penularan infeksi melalui darah dan cairan
tubuh tanpa memandang diagnosa medisnya . Prinsip
dasar protocol Standar kewaspdaan adalah :
 a.   Cuci tangan
 b.   Penggunaan alat pelindung  APD ( sarung tangan,
masker, kaca mata dan apron )
Standar Precaution
“ Cuci Tangan
Mengapa kepatuhan “ masing
mencuci tangan
kurang?

 Skin irritation
 Inaccesible handwashing suplies
 Wearing gloves
 Being too busy
 Not thingking about it
Pittet at al, 2000
Sejarah

 1843 ( Oliver Wendel Holmes )


Fever disebarkan dari pasien ke pasien lain melalui tangan
dan baju dokter / perawat.
 1847 Samelwies
 19 th pasteur dan lister  alat – alat yang dipakai
terkontaminasi dengan mikroorganisme yang patogen
 1986  oleh CDCs : guidelines for hand washing and
hospital envirorment
Kenapa Kita Perlu Cuci tangan
 Transient organisme :
 S. Aureus  normal di hidung, Ketiak, lipatan paha
dan perianal  colonisasi MRSA ( 1996 Inok 60 %
in ICUs)
 Streptococus
 Enterococci  normal di usus  VRE ( 10 %
inok )
 Enterobacter  normal di usus ( 1991 : 40 % Inok,
1997 : 13 – 28 % )
 Pseudomonas
Kenapa Kita Perlu Cuci tangan

 Mikroorganisme Kulit
 Gram + ( Cocci )  S. epidermidis
 Gram – ( Baccil )  Klebsiella, enterobacter sp.
Kenapa Kita Perlu Cuci tangan
 Flora tetap berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi
nosokomial, namun lapisan dalam tangan dan kuku jari tangan
sebagian besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme
yang dapat menyebabkan infeksi seperti S. auresus, basili
gram negative dan ragi.
 Sedangkan flora sementara ditularkan melalui kontak dengan
pasien, petugas kesehatan lainnya atau permukaan yang
terkontaminasi. Organisme ini hidup pada permukaan atas
kulit dan sebagian dapat dihilangkan dengan mencucinya
memakai sabun biasa dan air. Organisme inilah yang sering
menyebabkan infeksi nosokomial ( JHPIEGO, 2004 )
Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan
kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai
sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan
penyebaran mikrooragnisme multiresisten serta
diakui sebagai kontributor yang penting terhadap
timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002 ), hal
disebabkan karena pada lapisan kulit terdapat flora
tetap dan sementara yang jumlahnya sangat
banyak.
Kepatuhan terhadap cuci tangan
Patuh % Tidak Patuh %
Doctor 33 % 67 %
Nurse 36 % 64 %
Health care
43 % 57 %
assistant
Student Nurse 0 100 %
Adapted from Galleger 1999
Di ICU  kepatuhan cuci tangan < 50 % ( Sproat LJ, 1994 )
Suchitra, J.B. and Lakshmidevi, N (2007)  63,3% ( Dokter dan perawat di
RS)2007

Di Italia Kepatuhan cuci tangan sesuai prosedur 29.8%


Dan sekitar 76,9 % melakukan cuci tangan ( hand rub )  alkohol Base
Di Italia Kepatuhan cuci tangan sesuai prosedur 29.8%

Dan sekitar 76,9 % melakukan cuci tangan ( hand rub ) 


alkohol Base
CUCI TANGAN
 Sebagian besar inefksi nosokomial
dipindahkan melalui tangan tenaga kesehatan
 cuci tangan menjadi sangat penting dalam
pencegahan infeksi nosokomial.
 Doubbeling BN, et al 1992 ; meningkatnya
kepatuhan cuci tangan 1,5 – 2 kali dapat
menurunkan angka infeksi nosokomial sampai
25 – 50 %.
CUCI TANGAN
Pengertian :
Suatu proses menghilangkan kotoran dan
mikroorganisme di tangan
Tediri dari 3 bagian :
1 Cuci tangan rutin / sosial
2. Cuci tangan proseudral
3. Cuci tangan Pembedahan.
7 Langkah Cuci Tangan

Telapak kanan
Telapak tangan diatas punggung Telapak tangan Letakan punggung
dengan telapak tangan kiri dan dengan telapak jari pada telapak
tangan telapak kiri diatas tangan & jari saling satunya dengan jari
punggung tangan berkaitan saling mengunci
kanan

Jempol kanan digosok Jari kiri menguncup, Pegang pergelangan


memutar oleh telapak gosok memutar ke kanan tangan kiri dengan
kiri dan sebaliknya dan ke kiri pada telapak tangan kanan dan
kanan dan sebaliknya sebaliknya
CUCI TANGAN

Tujuan :
 Menghilangkan atau meminimalkan
mikroorganisme. Di tangan
 Mencegah perpindahan mikroorganisme dari
lingkungan ke pasien dan dari pasien ke petugas
kesehatan.
 Tindakan utama dalam pengendalian infeksi
nosokomial
Kapan Harus Cuci tangan rutin
 Pada waktu tiba di RS
 Sebelum masuk ruang rawat dan setelah meninggalkan
ruang rawat
 Diantara 2 tindakan atau pemeriksaan fisik
 Diantara pasien
 Setelah melepaskan sarung tangan
 Sebelum dan sesudah makan
 Setelah membersihkan sekresi hidung
 Jika tangan kotor
 Setelah ke kamar kecil
 Sebelum meninggalkan rumah sakit
Yahya Lapenangga, SKM
7 LANGKAH CUCI TANGAN
1. Palm to Palm
2. Righ palm over left dorsum and left palm over righ dorsum
3. Palm to palm with fingers interlocked
4. Place back of fingers to opposing palm with fingers
interlocked
5. Rotate thumb in palm
6. Rotate fingers in palm
7. Wrap right hand over left wirst and vice versa using
rotational movement.
Cuci tangan
Cuci Tangan Rutin

 Basahi tangan seluruhnya dibawah air mengalir


 Gunakan sabun yang memiliki pH normal ditelapak tangan yang
sudah dibasahi
 Buat busa secukupnya
 Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun 
ikuti 7 langkah
 Bilas denga air bersih
 Waktu 10 – 15 detik
 Tutup kran dengan siku / tissue
 Hindarkan menyentuh benda disektiar setelah cuci tangan
 Keringkan dengan handuk kering / kertas tissue
Cuci tangan antisepsis
 dilakukan dengan tujuan menghilangkan
kotoran, debu serta mengurangi baik flora
sementara maupun flora tetap menggunakan
sabun yang mengandung antiseptik
( klorheksidin, iodofor atau triklosan ) selain
sabun biasa
Cuci Tangan Antiseptik
 Basahi tangan seluruhnya dibawah air mengalir
 Gunakan sabun anti - mikrobial ditelapak tangan yang sudah
dibasahi
 Buat busa secukupnya
 Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun
 ikuti 7 langkah cuci tangan selama 1 menit ( 60 detik )
 Bilas denga air bersih
 Tutup kran dengan siku / tissue
 (Hindarkan menyentuh benda disektiar / kran setelah cuci
tangan
 Keringkan dengan handuk kering / kertas tissue
Cuci tangan prosedural atau antisepsis
dilakukan pada waktu

 Memeriksa / merawat pasien yang rentan ( mis.


Bayi premature, pasien manula, penderita penyakit
AIDS stadium lanjut )
 Melakukan prosedur invasive, seperti pemasangan
IV line, kateter, dll )
 Meninggalkan ruang isolasi ( mis. Hepatitis atau
penderita yang kebal terhadap obat seperti MRSA )
Cuci tangan bedah
yaitu menghilangkan kotoran, debu dan
organisme sementara secara mekanikal dan
mengurang flora tetap selama pembedahan.
Tujuannya adalah mencegah kontaminasi luka
oleh mikroorganisme dari kedua belah tangan
dan lengan dokter bedah dan asistennya.
 Selama bertahun – tahun cuci tangan pra bedah
menghendaki sekurang – kurangnya 6 -10 menit
penggosokan dengan sikat atau spon antibiotic namun
sejumlah penelitian melaporkan bahwa iritasi kulit akibat
penggosokan dapat mengakibatkan meningkatnya
pergantian bacteri dari kedua telapak tangan ( Dineen,
1966; Kikuchi – Numagami, dkk, 1999 )
 Sikat dan spon tidak dapat mengurangi jumlah bakteri
pada kedua telapak tangan petugas hingga tingkat yang
dapat diterima. Misalnya cuci tangan selama 2 menit
dengan sabun dan air bersih yang diikuti dengan
penggunaan khlorheksidin 2 – 4 % atau povidon iodine
7,5-10% sama efektifnya dengan cuci tangan selama 5
menit dengan sabun antisptik ( Deshmukh, Kramer dan
Kjellberg 1996; Pereira, Lee dan Weda 1997).
Cuci Tangan Pembedahan
 Pakailah tutup kepala dan masker
 Lepaskan semua perhiasan yang ada ditangan
 Basahi tangan seluruhnya dibawah air mengalir sampai siku
 Gunakan sabun anti - mikrobial 2 – 5 cc ditelapak tangan yang sudah
dibasahi
 Buat busa secukupnya
 Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun Lakukan
7 langkah cuci tangan selama: 5 menit pertama kemudian diulang selama 3
menit
 Usahakan posisi tangan lebih tinggi dari siku
 Bilas dengan air bersih dengan ptetap posisi tangan lebih tinggi dari siku
 Tutup kran dengan siku
 Hindarkan menyentuh benda disekitar setelah cuci tangan
 Keringkan dengan handuk / kertas tissue steril
Alternatif cuci tangan
 Menggunakan hand rub
 Hal ini dilakukan bila tidak ada kemungkinan cuci tangan
standar.
 Bukan pengganti cuci tangan, karena tidak akan tetapi
antisepsis tangan dilakukan hanya dengan tujuan mengurangi
baik flora sementara maupun tetap. Teknik antiseptic tangan
sama dengan teknik mencuci tangan biasa
 Penggosok antisepsis tangan yang dianjurkan adalah larutan
berbasis alkohol 60 – 90 % ( Larson, 1990; Pierce, 1990 )
Isu – isu dan pertimbangan lain yang berkaitan
dengan kesehatan dan kebersihan tangan
 Sarung tangan. : bahwa sarung tangan tidak memberikan
perlindungan penuh terhadap kontaminasi tangan, bakteri
dari pasien ditemukan hingga 30% petugas yang memakai
sarung tangan sewaktu merawat pasien. ( Kotilainen, dkk,
1989), Doubbeling dan kolegannya 1988, menemukan
sejumlah bakteri yang cukup banyak pada kedua tangan
petugas yang tidak mengganti sarung tangan di antara
pasien dengan pasien lainnya, tetapi hanya mencuci
tangan memakai sarung tangan.
Pada keadaan tertentu sarung tangan harus digunakan
sebagai tambahan dari kesehatan dan kebersihan tangan.
 Pelumas dan krim tangan.
Dalam upaya untuk meminimalkan dermatitis kontak akibat
seringkali mencuci tangan ( >30 kali per shift ) pelembab atau
sabun antisepsis ( alkohol 60 – 90 % ) kurang mengiritasi
kulit. Penggunaan pelumas tangan atau krim pelembab pada
kulit. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemakaian pelumas
atau krim yang teratur ( sekurang-kurangnya 2 kali sehari )
dapat membantu mencegah dan merawat dermatitis kontak
( McCormick, dkk, 2000)
 Kulit pecah dan lesi lainnya.
Kulit kuku, tangan dan lengan bawah harus bebas lesi dan
pecah kulit. Luka dan lecet harus ditutup dengan pembalut
tahan air, apabila tidak mungkin membalut, bagi petugas
bedah dengan lesi di kulit tangan / lengan bawah sebaiknya
tidak melakukan pembedahan hinggal lesi tersebut sembuh.
 Kuku Jari :
Penelitian membuktikan bahwa di sekitar pangkal kuku ( ruang
subungual) mengandung jumlah mikroba terbanyak dari seluruh bagian
tangan ( McGinley, Larson dan leydon 1988), kuku panjang dapat
berfungsi sebagai waduk bagi basili gram negatif ( P. Aeruginosa ), ragi
dan patogen lainya ( Hedderwick, 2000)
 Kuku palsu, yang dipakai oleh petugas kesehatan dapat menambah
penularan infeksi nosokomial ( Hedderwick, 2000)
 Cat kuku : tidak ada larangan untuk memakai cat kuk, tetapi bagi tenaga
kesehtan sebaiknya memakai cat kuku cerah yang baru dipoles, cat
kuku yang berwarna gelap akan menghalangi penglihatan dan
pembersihan terhadap kotoran dan debu di bawah kuku jari.
 Perhiasan ;
 Sejumlah studi telah mengungkapkan bahwa kulit dibalik cincin lebih
banyak terkolonisasi daripada area kulit yang sama pada jari tanpa
cincin ( Jacobson, dkk, 1985), tetapi pada saat ini belum diketahui
apakah memakai cincin akan menyebabkan penularan patogen yang
besar atau tidak
Standar Precaution
SARUNG TANGAN
Penggunaan Sarung tangan merupakan bagian dari
penerapan Standar Precaution ( Standar Kewaspadaan ).
Tujuan Utama Penerapan Standar Precaution adalah
melindungi pasien dari tertularnya infeksi dan melindungi
tenaga kesehatan, mengurangi terpaparnya tangan terhadap
MO pada kulit / tubuh
Sarung tangan dipakai pada waktu melakukan kontak
dengan benda / alat yang diduga / terbukti secara nyata
terkontaminasi oleh cairan tubuh penderita ( Darah, Pus,
Urine, Faeces dan muntahan ), melakukan tindakan –
tindakan invasif.
Penggunaan Sarung tangan bukan pengganti cuci tangan.
SARUNG TANGAN
Berdasarkan Pengamatan di RS ISLAM JAKARTA
Pada bulan januari – april 2004, pada kultur darah
positif kuman Staphilococcus aureus. Staphilococcus
aureus merupakan flora normal yang hidup di rongga
hidng, perianal, lipatan paha dan ketiak ( daerah yang
lembab ). Karena tindakan perawat yang melakukan
tindakan yang kontak dengan daerah tersebut  cuci
tangan yang tidak benar ( SA tidak mati ) kemudian
melakukan tindakan invasif lainnya, misalnya
menyuntik, memasang / merawat infus  kuman dapat
asuk kedalam darah.
SARUNG TANGAN
Sarung tangan terdiri dari 2 macam :
Steril
non steril / re-use

Sarung tangan steril dipakai pada waktu melakukan


tindakan invasif. Sedang sarung tangan non steril
digunakan pada waktu melakukan tindakan non invasif
yang diduga atau secara nyata terdapat cairan tubuh,
sebelum kontak dengan alat / benda yang
terkontaminasi cairan tubuh.
Penerapan
Isolasi Precaution di rumah sakit

Isolation Precaution merupakan bagian integral dari


program pengendalian infeksi nosokomial

Tujuan
 Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi
mikroorganisme patogen dari satu pasien ke pasien lain
dan dari pasien ke petugas kesehatan ataupun sebaliknya.
 Karena agen dan host lebih sulit di kontrol maka
pemutusan mata rantai infeksi dengan cara Isolation
Precaution sangat diperlukan
“Standar Precaution”
 “Airborne Precaution”
 Penempatan pasien ( ruangan tenakanan negatif )
 Respiratory Protection
 Patient Trasnport
1. “Droplet Precaution”
 Penempatan pasien
 Masker
 Pemindahan pasien
“Standar Precaution”
 “Contact Precaution “
 Penempatan pasien ( Ruangan tersendiri )
 Sarung tangan dan cuci tangan
 Gaun
 Transport pasien
Peralatan perawatan pasien
 Jika memungkinkan gunakan peralatan non
kritikal kepada pasien sendiri atau secara
kohort
 Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau
kohort, lakukan pembersihan atau disinfeksi
sebelum dipakai kepada pasien lain
SURVEILANS
 Jumlah pasien yang menderita infeksi nosokomial
merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan
perawatan di rumah sakit. Dalam hal ini semua
petugas kesehatan diharuskan untuk menerapkan
praktik pencegahan infeksi dan memantau perawatan
yang sedang dilakukan. Aktivitas pemantauan ini
dilakukan dengan „ Surveilans „
 Surveilans infeksi nosokomial adalah pengumpulan
data yang relevan secara sistematik pada perawatan
pasien, analisis data yang teratur dan pelaporan data
yang cepat kepada orang yang membutuhkan.
Tujuan surveilans
 Menentukan data dasar infeksi nosokomial
 Mengevaluasi ukuran pengendalian infeksi
 Memonitor praktik perawatan pasien yang baik
 Sarana mengidentifikasi malpraktek
 Menyesuaikan standar keselamatan yang diwajibkan
 Mendeteksi wabah/ KLB
 Sebagai tolok ukur akreditasi
Alat ukur

 Insiden rate ( IR ), yaitu kejadian kasus baru yang terjadi pada


sekelompok penduduk secara periodic waktu tertentu
 Rumus :
Jumlah penderita baru
 Insidens rate = X 100 % (1000 o/oo)
Jumlah penduduk yang
beresiko terkena penyakit tsb
Target Survelans, terfokus pada area spesifik seperti unit critical care : pasien
transplantasi, pasien hemodialisis atau infeksi khusus : SSI, BSI, phlebitis, VAP,
ISK, decubitus, MRSA
Pencegahan infeksi Nosokomial
 Infeksi nosokomial merupakan kontributor penting
pada morbiditas dan mortalitas. Infeksi akan lebih
penting sebagai masalah kesehatan masyarakat
dengan dampak ekonomis dan manusiawi karena :
• peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk
• semakin seringnya masalah gangguan imunitas
• mikroorganisme baru
• meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika
( Ducel 1995 )
Pencegahan infeksi Nosokomial
 Infeksi nosokomial merupakan focus penting
pencegahan infeksi di negara berkembang .
infeksi ini adalah penyebab utama penyakit dan
kematian yang dapat dicegah, yang paling penting
adalah :
• Infeksi luka operasi
• Infeksi saluran kencing, pneumonia,
• Infeksi maternal dan neonatal
Pencegahan Infeksi Luka Operasi
Tindakan pencegahan luka oprasi dikelompokkan dalam :
1. Kala sebelum masuk RS
 Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi
hendaknya dilakukan sebelum rawat inap agar waktu pra bedah
menjadi pendek (< 1 hari)
 Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadi ILO :
 Diabetes melitus
 Malnutrisi
 Obesitas
 Infeksi
 Pemakaian kortikosteriod
1. Kala Pra Operasi
 Perawatan pra operasi satu hari untuk operasi berencana.
 Mandi dengan antiseptik dilakukan malam sebelum operasi
 Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu
• Cara pencukuran :
• bila menggunakan pisau cukur biasa maksimal dilakukan 6 jam sebelum
operasi
• bila menggunakan pisau cukur listrik dapat dilakukan lebih lama sebelum
operasi
• setelah dicukur diolesi dengan antiseptik.
 Daerah operasi harus dicuci dengan pemakaian antiseptik kulit dengan teknik
dari sentral ke arah luar.
 Di kamar operasi pasien ditutup dengan duk steril sehinggan hanya daerah
operasi yang terbuka.
 Antibiotika profilaksis diberikan secara :
• tepat dosis
• tepat indikasi
• tepat cara pemberian ( harus diberikan secara IV dua jam sebelum
operasi dilakukan dan dilanjutkan tidak lebih dari 48 jam )
• tepat jenis ( sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab
ILO )
 Persiapan TIM Pembedahan
• Setiap orang yang masuk kamar operasi harus :
o Memakai masker, menutupi hidung dan mulut
o Memakai tutup kepala yang menutupi semua rambut
o Memakai sandal khusus kamar operasi
 Anggota tim bedah sebelum setiap operasi harus mencuci tangan dengan
antiseptik selama 5 menit atau lebih dengan posisi jari-jari lebih tinggi
dari siku
 Setelah mencuci tangan, keringkan tangan dengan handuk steril
 Setiap anggota tim harus memakai jubah steril
 Setiap anggota tim harus memakai sarung tangan steril
 Untuk operasi tulang atau pemasangan implant harus memakai 2 lapis
sarung tangan steril.
1. Kala Intra operasi
 teknik operasi
 harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari kerusakan jaringan
lunak yang berliebihan, menghilangkan rongga, mengurangi perdarahan dan
menghindari tertinggalnya benda asing tidak diperlukan.
 Lama operasi.
 Operasi dilakukan secepat mungkin dalan batas yang aman.
1. Merawat Luka operasi
 Lindungi luka yang sudah dijahit dengan perban steril
selama 24 – 48 jam paskah bedah
 Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti perban
 Bila perban harus diganti gunakan teknik aseptik
 Berikan pendidikan kepada pasien dan keluarga
mengenai perawatan luka yang benar, gejala ILO dan
pentingnya melaporkan gejala tersebut.
 Sebaiknya pasien boleh mandi bila luka sudah kering.
Pencegahan Pneumonia
 Di AS, pneumonia menempati peritangkat
kedua dari infeksi nosokomial yaitu sekitar
18% ( Emori dan Gaunes, 1993), tingkat
mortalitas lebih dari 30% dan paling mahal
pengobatannya. Pasien dengan ventilator lebih
sering mendapatkan pneumonia dan biasanya
berkahir fatal apabila tidak dibantu dengan alat
bantu napas ( Lynch, 1997).
 Untuk menghindari resiko kontamiasi dan kemungkinan inmfeksi
dari respirator mekanik dan alat lain dianjurkan melakukan hal – hal
sebagai berikut :
• Cegah cairan yang mengental dalam tubing ventilator untuk mengalir ke
pasien ( setiap cairan dalam tubung harus dikeluarkan dan dibuang,
jaga jangan sampai cairan mengalir ke pasien )
• Gunakan nebulizer yang kecil ( nebulizer mengahsilkan aerosol yang dapat
menembus jauh kedalam paru )
• Humidifier ventilator tidak menyebabkan pneumonia nosokomial karena tidak
menghasilkan aerosol. Namun dapat menjadi sumber kontaminasi silang,
sehingga harus didisinfeksi antara pasien satu ke pasien lain.
• Walaupun ujung sirkuit ventilator ( T-Conector )terkontaminasi dengan
organisme dari saluran pernapasan, terdapat sedikit bukti bahwa pneumonia
ada hubungan dangan kontaminasi ini. Karenanya tidak harus mengganti
sirkuit ini secara rutin.
• Sirkuit ventilator harus didekontaminasi, dibersihkan dan didisinfeksi tingkat
tinggiatau direndam dengan disinfektan kimiawi tingkat tinggi, antara
pemakaian.
• Alat Resusitasi, seperti ambu bags, sukar untuk didekontaminasi, namum
harus dibersihkan dan didisinfeksi tingkat tinggi diantara pemakaian.
Budaya Aman di Ruang Operasi
 Kamar bedah merupakan salah satu lingkungan yang paling
berbahaya dalam sistem pelayanan kesehatan. Menurut definisi,
pembedahan bersifat invasif. Instrumen yang didesain untuk
penetrasi jaringan pasien dapat dengan mudah melukai petugas.
Darah berada dimana-mana. Kecepatan sangatlah penting,
kondisi gawat darurat dapat terjadi setiap waktu dan menggangu
kegiatan rutin. Mencegah luka dan paparan pada kondisi ini
sesungguhnya harus dilakukan. ( Julie Gerberding, MD, MPH )

Vidio
Instrumen mana yang dapat menyebab luka
 Jarum hipodermik
 Jahitan
 Trokar laparaskopi dan drain
 mata bor bedah tulang, skrup, pin, kawat dan gergaji
 Jarum kauter
 Hak gigi dan duk klem
 Cunam masquito tajam dan guunting tajam
 Pinset bergigi
 dan benda tajam lainnya.
Kapan luka datap terjadi :
1. Luka karena skapel :
 Sebagian besar terjadi ketika :
 Memasang dan memberikan mata pisau/bisturi
 Menyerahkan skapel dari satu tangan ke tangan lain
diantara anggota tim
 Memotong
 Meninggalkannya di meja operasi
 Jatuh dari meja operasi ke atas kaki petugas
 Mengambil skapel yang tergelincin dengan tangan
 Menempatkan skapel di sebuh wadah benda tajam yang
sudah penuh/ pada tempat yang kurang tepat.
1. Luka karena jarum jahit
 Memasang dan memosisikan kembali di pemegang jarum
 Menyerahkan jarum jahit dari satu tangan ke tangan lain diantara
anggota tim
 Menjahit menggunakan jari jemari untuk memegang jaringan atau
mengarahkan jarum.
 Mengikat nya dengan jarum masih terpasang atau dibiarkan diatas
meja operasi
 Meninggalkannya di meja operasi
 Jatuh dari meja operasi ke atas kaki petugas
 Mengambil jarum yang tergelincin dengan tangan
 Menempatkan jarum jahit di sebuh wadah benda tajam yang sudah
penuh/ pada tempat yang kurang tepat.
Hampir seluruh luka dapat dihindari dan dengan biaya yang
murah antara lain :
 Gunakan sebuah klem Mayo kecil ( bukan jari ) ketika
memegang bisturi )
 selalu menggunakan pinset anatomis „ bukan jari „ untuk
memegang jaringan ketika menggunkan sklapel auatu jahitan
 gunakan teknik lepas tangan untuk menantarkan atau
mentransfer benda –benda tajam ( skapel, jarum jahit, dan
gunting tajam ) dengan membuat zona aman atau netral di
meja operasi selalu singkirkan benda-benda tajam dari
lapangan operasi segera setelah digunakan.
 Pastikan wadah benda tajam dipindahkan ketika penuh walau
hanya 3/4nya .
INFEKSI INTRA VEVA
Disebut juga :

Infeksi Aliran Darah Primer (IADV)


Infeksi Luka Infus (ILI)
Pengertian
Infeksi vena adalah infeksi yang timbul karena
tindakan invasif pada vena, seperti setelah
pemasangan kanule plastik, atau kateter
intravena, tanpa ada organ atau jaringan lain
yang di curigai sebagai sumber infeksi.
Kriteria klinis dan laboratorium
Klinis :
1. Dewasa dan anak lebih 12 bulan

1. adanya tanda radang, panas, keluar nanah


dari tempat tusukan.
2. Suhu lebih 37C bertahan minimal 24 jam
atau tanpa pemberian anti biotik
3. Hipotensi sistolik kuraqng 90 mmHg.
4. Oliguri, kurang dari 0,5 cc/kgbb/jam
Bayi usia kurang 12 bulan

Ditemukan salah satu gejala tanpa penyebab lain


:
1. Tanda radang panas, atau keluar nanah dari
tempat tusukan
2. Demam lebih 38 C.

3. Hipotermia kurang dari 37C.

4. Apnoe.

5. Bradikardi kurang dari 100x/menit


Neonatus
Apabila terdapat 3 atau lebih dari 6 gejala :
1. Keadaan umum menurun : distensi lambung, hepatomegali.

2. Sistem kardiovaskular : takhikardi 160 x/m atau bradikardi


100 x/m, sirkulasi perifer buruk
3. Sistem pencernaan : distensi lambung, mencret, muntah
dan hepatomegali.
4. Sistem pernafasan : nafas tidak teratur, sesak, apnoe,
takhipnoe.
5. Sistem syaraf : hipotermi, iritabel, kejang, letrgi

6. Manifeto hematologi : pucat, kuning splenomegali dan


perdarahan
Laboratorium
Ditemukan :
1. Kuman patogen dari biakan ujung
kanula/kateter yang di keluarkan.
2. Kuman patogen dari biakan darah dan kuman
tersebuttidak ada hubungannya dengan infeksi
di tempat lain.
3. Terdapat kontaminan kulit dari 12 biakan
berturut-turut dan kuman tersebut tidak ada
hubungan dengan onfeksi lain.
4. Tempat kontaminan kulit dari biakan darah
pasien.
Tata cara tindakan penanganan
1. Kanula / kateter yang dicurigai terinfeksi segera
dikeluarkan.
2. Ujungnya digunting dengan gunting steril dan dikirik
untuk biakan.
3. Jika hanya terdapat gejala lokal yang ringan belum
ada gejala sistemikcukup diberikan trombopobzalf.
4. Jika ada gejala sitemik perlu diberikan anti biotik
sesuai dengan sepsis dan pembiakan mikroorganisme.
5. Jika ada kecurigaan kontaminasi cairan, maka cairan
harus di biakian, sisa botol diamankan.
6. Jika cairan terkontaminasi sisa botol dg lot yg sama
harus diamankan, nomor di catat.
PENUTUP

 Infeksi nosokomial merupakan masalah serius


dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang
perlu mendapat perhatian khusus dalam palayanan
rumah sakit secara keseluruhan.
 Upaya untuk mencegah kejadian infeksi
nosokomial yang penting adalah penerapan standar
precaution baik bagi pasien, petugar, lingkungan
dan alat kesehatan, dengan tujuan untuk
memutuskan rantai penularannya.
Sekian dan terima kasih

Anda mungkin juga menyukai